"Dingin nih, kembali ke kamar yuk," ajak Livia sembari mengusap-usapkan kedua tangannya.
Suasana mulai gelap dan beberapa orang yang tadinya menikmati senja di taman rumah sakit mulai beranjak satu per satu. "Yuk," Nolan berdiri perlahan. Dia masih sedikit terhuyung, beruntung Livia dengan sigap membantu menahan tubuhnya. Mereka terkekeh bersamaan karena hal itu. Keduanya lalu berjalan beriringan menuju kamar rawat Nolan. Saat melintasi kamar tulip nomor 05, seseorang keluar dengan koper kecil di belakangnya, membuat Livia dan Nolan sama-sama kaget. "Hai Livia," sapa Nicky dengan senyum mengembang. Selang infus di tangannya sudah tidak ada lagi dan dia juga sudah tidak memakai baju pasien. Livia tersenyum getir membalas senyuman itu sedangkan Nolan cuma menatap Nicky datar. Nolan berusaha menyembunyikan kekagetannya saat melihat sosok lelaki yang pernah membawa istrinya pulang terlambat dan membuatnya berdebat hebat dengan Livia kala itu. "Kamu, udah mau pulang?" tanya Livia. Pulang? Berarti Livia udah tahu kalau dia dirawat. Sejak kapan? Batin Nolan. Nicky mengangguk. "Iya. Sama dokter udah diizinkan pulang. Gimana.... keadaan... kakak kamu?" dia melirik ke arah Nolan penuh makna dengan nada penuh penekanan saat menyebut kata kakak. Livia kaget sekaligus lega mendengar pertanyaan Nicky. "Eee.. kakakku... udah mendingan sih. Mungkin besok juga udah bisa pulang. Doanya aja," jawab Livia gugup. Nolan merangkul pundak Livia dan itu membuat Livia semakin gugup. Namun dia berusaha sebisa mungkin untuk bersikap santai, dengan menarik napas beberapa kali. "Dia temen kamu yang waktu itu nganterin kamu pulang kan?" sela Nolan sembari menatap Livia dan Nicky bergantian. "I-iya kak," Livia menunduk. Melihat hal itu Nicky hanya bisa menyembunyikan senyum. Dia merasa lucu melihat sikap Livia. "Siapa namanya? Nicky ya?" Nolan mengulurkan tangan. "Kenalkan, aku Nolan. Kakaknya Livia." Nicky membalas uluran tangan Nolan. "Nicky," balasnya singkat. "Lain kali, jangan pernah ajak adik saya keluyuran sepulang sekolah ya," ucap Nolan tegas dan penuh penekanan. "Selama ini dia selalu pulang sekolah tepat waktu." "Kak...." desis Livia lirih. Perasaannya tidak enak ditambah saat melihat perubahan ekspresi Nicky saat Nolan mengatakan hal itu. Nicky tidak menjawab. Dia hanya melihat Nolan beberapa saat dan tersenyum simpul. Senyum yang menurut Livia penuh arti. "Yaudah Via, ayo kita masuk," Nolan menarik lengan Livia meninggalkan Nicky yang masih mematung di tempat. *** "Kamu kenapa sih kok ngomongnya gitu banget ke Nicky?" cecar Livia sembari menggantungkan kembali botol infus ke tempatnya. Nolan duduk di teli ranjang, menatap Livia yang masih berdiri di hadapannya. "Gitu banget gimana sih, Via? Ada yang salah?" tanya Nolan balik. "Aku kan cuma ngingetin dia. It's okay kan?" "Nggak, itu nggak oke. Kalimat kamu yang......" Livia kehabisan kata-kata tapi dia masih ingin bicara. "Dia itu temen aku loh, dan kata 'keluyuran' yang kamu bilang tadi tu kaya... apa sih? Aku tu nggak ngapa-ngapain sama dia, kamu kenapa sih, kak?" lanjutnya mulai sedikit sewot. Nolan tersenyum kecil. Dia menghela napas, satu tangannya terulur bermaksud ingin membelai kepala Livia tapi Livia justru mundur selangkah yang tentu membuat Nolan terhenyak. "Ada apa sih Liv? Anggap aja itu sebagai peringatan dari seorang kakak ke adeknya. Bukannya wajar kalau aku ngingetin ke temen kamu supaya nggak ngajak kamu keluyuran tanpa izin sepulang sekolah?" "Kak, aku cuma pulang telat sekali doang dan dia nganter aku sampai rumah dengan selamat nggak kurang satu apapun. Nggak seharusnya banget kamu ngomong kaya gitu ke dia seolah-olah dia selalu ngajak aku maen nggak kenal waktu. Kamu nggak lihat gimana ekspresi dia saat kamu peringatin kaya gitu tadi? Dia tu baru aja mau keluar dari rumah sakit dan baru aja sembuh dari sakit, tapi peringatan kamu kaya gitu seperti menghakimi dia. Kamu mikir apa sih soal dia? Hah?" kemarahan Livia mulai tidak terkontrol. Entah apa yang mendorongnya untuk mengatakan itu semua tapi yang jelas Livia memang merasa nggak nyaman dengan sikap Nolan tadi. Dia merasa bersalah ke Nicky tanpa alasan yang jelas. Melihat sikap Livia yang tiba-tiba berubah itu pun membuat Nolan sedikit terluka. Tapi dia berusaha untuk menyembunyikan rasa itu. "Livia? Kamu marah? Padahal aku nggak ngomong apa-apa lho selain ngingetin itu aja. Kamu mikirin perasaan dia, tapi kamu nggak mikirin perasaan aku waktu kamu pulang terlambat sore itu? Kamu nggak mikir gimana khawatirnya aku pada saat itu?" ungkap Nolan tertahan. "Kamu suka sama dia?" imbuhnya. Nadanya terdengar sangat terluka. Livia mendongak. "Suka apa sih? Bukan gitu maksudku. Aku cuma nggak mau kamu kelewatan ngomong ke dia seolah-olah..." "Apa?" potong Nolan. Dia tidak tahan lagi untuk tidak protes kali ini. "Siapa yang kelewatan di sini Via? Aku apa kamu?" "Ada apa ini?" Bu Monika tiba-tiba muncul dari luar. Dia datang bersama Pak Daniel, ayah Nolan. Livia dan Nolan sama-sama kaget dengan kehadiran mereka. Livia buru-buru mendekat ke Nolan dan tersenyum semanis mungkin. Begitu juga dengan Nolan yang berakting mengacak-acak rambut Livia. "Biasa lah, lagi debat kusir," jawab Nolan asal. "Livia memang nggak mau kalah." Mendengar jawaban Nolan, Livia cuma bisa nyengir. Bisa aja ni orang, batinnya. Seketika dia juga ingat permintaan Nolan tentang bagaimana seharusnya mereka bersikap saat ada mama dan papa. Bu Monika menyunggingkan senyum sembari mengusap dahi Nolan. "Syukurlah, badan kamu udah nggak panas lagi nak," ucapnya lega. "Ma," Livia bergeser agak menjauh dari Nolan dan menghampiri Bu Monika. "Malam ini.... aku tidur di rumah ya. Barusan Sissy kasih tau aku kalau besok ada tugas penting di sekolah." Nolan tersenyum kecut mendengar pernyataan Livia. Dia tahu istrinya berbohong. Bu Monika menatap Livia beberapa saat. "Iya sayang nggak pa-pa. Kebetulan malam ini mama sama papa lagi free, jadi biar gantian kami yang nginap buat temenin Nolan," ucapnya sembari membelai kepala Livia. YES! Pekik Livia dalam hati. "Mau papa anter?" Pak Daniel menawarkan. "Nggak usah pa. Nanti aku telfon Pak Sam aja," "Beneran telfon Pak Sam ya. Nggak usah pakai GoCar," sahut Nolan tegas. Livia melirik Nolan tajam dan mendengus lirih. Sesaat setelah mengemasi beberapa barangnya, tak lupa dia juga menyalami Nolan untuk berpamitan meski tanpa mengucapkan sepatah kata pun. "Livia kenapa sih, Lan? Kalian ada masalah?" tanya Pak Daniel begitu Livia keluar. "Iya, tadi sebenernya papa sama mama sempet denger kalian ribut-ribut lho," sela Bu Monika. Nolan menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Biasa lah, pa... ma," jawabnya datar sembari membaringkan tubuh. "Udah jadi resikoku menikah dengan ABG." Bu Monika dan Pak Daniel saling tatap.Livia menyusuri koridor klinik dengan perasaan kesal. Dia sendiri sebenarnya juga bingung kenapa harus semarah itu pada Nolan. Padahal yang diucapkan suaminya ke Nicky juga nggak ada yang salah. Tapi entahlah... mungkin karena Nicky yang sudah mengetahui rahasianya dan dia tidak nyaman kalau keduanya bertemu lama-lama. Takut Nicky keceplosan di depan Nolan. Suaminya itu pasti marah besar kalau sampai tahu bahwa sebenarnya Nicky sudah mengetahui rahasia itu karena keteledorannya. Baru memergoki dokumen yang dibawa ke sekolah aja Nolan sudah semarah itu kemarin. Aaaarggghhh!! Kenapa sih gue harus dihadapkan sama situasi seperti ini?!! Livia menelfon Pak Sam meminta untuk segera menjemput, sembari terus berjalan. Dia cuma pengen cepet-cepet sampai rumah dan tidur. Jiwa dan raganya merasakan letih bersamaan. "Saya tunggu di depan klinik pak," pungkasnya. Livia berhenti di ambang pagar klinik sembari merapatkan jaketnya. Saat sedang sibuk memperhatikan suasana jalan depan klinik ya
Livia membuka mata sambil merasakan tubuhnya tidak nyaman. Huuffh... lagi-lagi dia ketiduran di atas meja belajar dengan posisi tertelungkup. Di hadapannya beberapa buku menumpuk. Dan dia baru sadar, kalau ini terjadi karena dia kelelahan mengerjakan PR. Dengan gerakan sedikit malas, Livia mulai mengemasi buku-buku tersebut dan memasukkan sebagian ke dalam tas. Dia hanya bisa memutar lirih saat melihat beberapa tugas yang belum terselesaikan. Bodo amat! Batinnya. Livia sudah menyerah dengan PR Fisika yang telah dia kerjakan sejak dua jam lalu itu dan langsung melasakkan buku tulis bercover CAMPUS ke dalam tas sekolah miliknya. Setelah semua dirasa beres, Livia menggerakkan ke kamar mandi untuk mencuci muka lalu memakai skincare sebagai rutinitas wajib sebelum tidur. Begitu selesai, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Namun saja dia bersiap untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Livia menggeram lirih saat melihat botol minuman di atas nakas di baru sebelah
Suara alarm yang nyaring memenuhi seisi kamar Livia. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Livia meraba-raba nakas untuk mematikan bunyi alarm yang bersumber dari ponselnya itu."BUGG!!" Bukan alarm yang akhirnya membuat Livia terbangun, melainkan botol minumannya yang terjatuh ke lantai. Reflek Livia melompat dari atas tempat tidur karena cairan yang ada di dalam botol itu keluar dan membasahi karpet di bawah tempat tidurnya. Semalam setelah minum, dia lupa menutup botolnya kembali karena ngantuk yang tak tertahan."Adduuuuuhhh... ada-ada aja siiiiih!" Livia menggerutu sembari mencabut beberapa lembar tisu dan mengelap bekas tumpahan air tersebut. Suara alarm masih berdering dan kini mata Livia sudah benar-benar terbuka. Dia menyambar ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Di saat yang bersamaan matanya melihat sebuah pesan masuk di layar.[Aku berangkat ke kantor. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah. Have a nice day]"Hmmmhh... ck!" Livia berdecak usai membaca pesan y
Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak. "Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih. Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu. Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang seko
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
Melihat Nolan tak sadarkan diri membuat Livia panik. Dia berteriak memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Pak Sam dan Bik Sum kaget melihat kondisi Nolan yang sudah tergeletak di lantai. "Ya Allah... Pak Nolan kenapa non?" Bik Sum menyentuh dahi, lengan, dan meraba tubuh Nolan. Tanpa sadar Livia sudah terisak. Dia takut sekali dan meminta supaya Pak Sam segera membawa Nolan ke mobil. Dengan sekuat tenaga, Pak Sam yang postur tubuhnya lebih kecil dari Nolan berusaha membopong majikannya itu dibantu Livia dan Bik Sum. Perjalanan ke klinik sebenarnya tidak butuh waktu lama kalau jalanan nggak macet, hanya sekitar 15 menit. Tapi tahu sendiri kan bagaimana jalanan di kota Jakarta? Mereka tiba di klinik sekitar 25 menit kemudian. Setibanya di sana, Nolan langsung dibawa beberapa perawat menuju ruang UGD. "Kakak tunggu di luar saja ya. Dokter akan segera menangani pasien," seorang perawat menahan tubuh Livia yang hampir menerobos pintu UGD. Livia mengangguk pasrah dan duduk di
Livia terbangun dan menyadari Bu Monika tidak lagi berada di dekatnya. Semalam mereka tidur berdampingan di ranjang khusus penunggu pasien. Saat menatap ponsel untuk melihat jam berapa sekarang, ekor mata Livia sempat melirik ke ranjang Nolan dan melihat suaminya sudah dalam posisi duduk. Syukurlah, Livia bernapas lega. Sekarang pukul 6.45 dan dia sudah terlambat untuk berangkat ke sekolah. Akhirnya Livia mengirim pesan pada Sissy untuk memberitahukan bahwa dia hari ini tidak masuk karena ada urusan penting. Sesaat setelah pesan terkirim, ponselnya berdering nyaring. Sissy menelfon. "Lo ada urusan apa Liv sampai nggak masuk sekolah?" cecar Sissy begitu telfonnya dijawab. "Kak Nolan sakit. Semalam dia dibawa ke rumah sakit," jawab Livia lirih. Dia sempat melirik ke arah Nolan yang sedang melihatnya. Pria itu melontarkan senyum manis yang entah kenapa membuat Livia sedikit salah tingkah. "Oh ya? Sakit apa?" "Kata dokter karena capek. Ya udah ya Sy gitu aja. Tolong buatin gue s
Livia menyusuri koridor klinik dengan perasaan kesal. Dia sendiri sebenarnya juga bingung kenapa harus semarah itu pada Nolan. Padahal yang diucapkan suaminya ke Nicky juga nggak ada yang salah. Tapi entahlah... mungkin karena Nicky yang sudah mengetahui rahasianya dan dia tidak nyaman kalau keduanya bertemu lama-lama. Takut Nicky keceplosan di depan Nolan. Suaminya itu pasti marah besar kalau sampai tahu bahwa sebenarnya Nicky sudah mengetahui rahasia itu karena keteledorannya. Baru memergoki dokumen yang dibawa ke sekolah aja Nolan sudah semarah itu kemarin. Aaaarggghhh!! Kenapa sih gue harus dihadapkan sama situasi seperti ini?!! Livia menelfon Pak Sam meminta untuk segera menjemput, sembari terus berjalan. Dia cuma pengen cepet-cepet sampai rumah dan tidur. Jiwa dan raganya merasakan letih bersamaan. "Saya tunggu di depan klinik pak," pungkasnya. Livia berhenti di ambang pagar klinik sembari merapatkan jaketnya. Saat sedang sibuk memperhatikan suasana jalan depan klinik ya
"Dingin nih, kembali ke kamar yuk," ajak Livia sembari mengusap-usapkan kedua tangannya.Suasana mulai gelap dan beberapa orang yang tadinya menikmati senja di taman rumah sakit mulai beranjak satu per satu."Yuk," Nolan berdiri perlahan. Dia masih sedikit terhuyung, beruntung Livia dengan sigap membantu menahan tubuhnya. Mereka terkekeh bersamaan karena hal itu.Keduanya lalu berjalan beriringan menuju kamar rawat Nolan.Saat melintasi kamar tulip nomor 05, seseorang keluar dengan koper kecil di belakangnya, membuat Livia dan Nolan sama-sama kaget."Hai Livia," sapa Nicky dengan senyum mengembang. Selang infus di tangannya sudah tidak ada lagi dan dia juga sudah tidak memakai baju pasien.Livia tersenyum getir membalas senyuman itu sedangkan Nolan cuma menatap Nicky datar. Nolan berusaha menyembunyikan kekagetannya saat melihat sosok lelaki yang pernah membawa istrinya pulang terlambat dan membuatnya berdebat hebat dengan Livia kala itu."Kamu, udah mau pulang?" tanya Livia.Pulang?
Livia terbangun dan menyadari Bu Monika tidak lagi berada di dekatnya. Semalam mereka tidur berdampingan di ranjang khusus penunggu pasien. Saat menatap ponsel untuk melihat jam berapa sekarang, ekor mata Livia sempat melirik ke ranjang Nolan dan melihat suaminya sudah dalam posisi duduk. Syukurlah, Livia bernapas lega. Sekarang pukul 6.45 dan dia sudah terlambat untuk berangkat ke sekolah. Akhirnya Livia mengirim pesan pada Sissy untuk memberitahukan bahwa dia hari ini tidak masuk karena ada urusan penting. Sesaat setelah pesan terkirim, ponselnya berdering nyaring. Sissy menelfon. "Lo ada urusan apa Liv sampai nggak masuk sekolah?" cecar Sissy begitu telfonnya dijawab. "Kak Nolan sakit. Semalam dia dibawa ke rumah sakit," jawab Livia lirih. Dia sempat melirik ke arah Nolan yang sedang melihatnya. Pria itu melontarkan senyum manis yang entah kenapa membuat Livia sedikit salah tingkah. "Oh ya? Sakit apa?" "Kata dokter karena capek. Ya udah ya Sy gitu aja. Tolong buatin gue s
Melihat Nolan tak sadarkan diri membuat Livia panik. Dia berteriak memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Pak Sam dan Bik Sum kaget melihat kondisi Nolan yang sudah tergeletak di lantai. "Ya Allah... Pak Nolan kenapa non?" Bik Sum menyentuh dahi, lengan, dan meraba tubuh Nolan. Tanpa sadar Livia sudah terisak. Dia takut sekali dan meminta supaya Pak Sam segera membawa Nolan ke mobil. Dengan sekuat tenaga, Pak Sam yang postur tubuhnya lebih kecil dari Nolan berusaha membopong majikannya itu dibantu Livia dan Bik Sum. Perjalanan ke klinik sebenarnya tidak butuh waktu lama kalau jalanan nggak macet, hanya sekitar 15 menit. Tapi tahu sendiri kan bagaimana jalanan di kota Jakarta? Mereka tiba di klinik sekitar 25 menit kemudian. Setibanya di sana, Nolan langsung dibawa beberapa perawat menuju ruang UGD. "Kakak tunggu di luar saja ya. Dokter akan segera menangani pasien," seorang perawat menahan tubuh Livia yang hampir menerobos pintu UGD. Livia mengangguk pasrah dan duduk di
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak. "Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih. Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu. Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang seko
Suara alarm yang nyaring memenuhi seisi kamar Livia. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Livia meraba-raba nakas untuk mematikan bunyi alarm yang bersumber dari ponselnya itu."BUGG!!" Bukan alarm yang akhirnya membuat Livia terbangun, melainkan botol minumannya yang terjatuh ke lantai. Reflek Livia melompat dari atas tempat tidur karena cairan yang ada di dalam botol itu keluar dan membasahi karpet di bawah tempat tidurnya. Semalam setelah minum, dia lupa menutup botolnya kembali karena ngantuk yang tak tertahan."Adduuuuuhhh... ada-ada aja siiiiih!" Livia menggerutu sembari mencabut beberapa lembar tisu dan mengelap bekas tumpahan air tersebut. Suara alarm masih berdering dan kini mata Livia sudah benar-benar terbuka. Dia menyambar ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Di saat yang bersamaan matanya melihat sebuah pesan masuk di layar.[Aku berangkat ke kantor. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah. Have a nice day]"Hmmmhh... ck!" Livia berdecak usai membaca pesan y
Livia membuka mata sambil merasakan tubuhnya tidak nyaman. Huuffh... lagi-lagi dia ketiduran di atas meja belajar dengan posisi tertelungkup. Di hadapannya beberapa buku menumpuk. Dan dia baru sadar, kalau ini terjadi karena dia kelelahan mengerjakan PR. Dengan gerakan sedikit malas, Livia mulai mengemasi buku-buku tersebut dan memasukkan sebagian ke dalam tas. Dia hanya bisa memutar lirih saat melihat beberapa tugas yang belum terselesaikan. Bodo amat! Batinnya. Livia sudah menyerah dengan PR Fisika yang telah dia kerjakan sejak dua jam lalu itu dan langsung melasakkan buku tulis bercover CAMPUS ke dalam tas sekolah miliknya. Setelah semua dirasa beres, Livia menggerakkan ke kamar mandi untuk mencuci muka lalu memakai skincare sebagai rutinitas wajib sebelum tidur. Begitu selesai, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Namun saja dia bersiap untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Livia menggeram lirih saat melihat botol minuman di atas nakas di baru sebelah