Pagi itu Livia bangun lebih awal. Setelah bersiap dia langsung turun ke lantai bawah menemui Bik Sum yang sudah sibuk di dapur. Melihat Livia sudah turun di waktu yang tak biasa, wanita paruh baya itu kaget dan tampak tergesa-gesa menyiapkan sarapan. "Bik Sum nggak usah siapin sarapan, aku mau sarapan di kantin sekolah aja," ucap Livia. Dia hanya meneguk susu yang sudah terhidang di meja makan dan meminumnya setengah gelas. Bik Sum bengong beberapa saat. Tangannya sudah memegang piring yang akan dia letakkan di meja makan. "Non Livia ada apa kok berangkat pagi-pagi banget?" Bik Sum melirik jam dinding yang saat itu baru menunjukkan pukul setengah enam. "Iya soalnya aku mau mampir ke klinik dulu. Ya udah ya, aku berangkat sekarang," jawab Livia dan langsung bergegas meninggalkan Bik Sum yang masih bengong. Namun setelah Livia menghilang, bibir Bik Sum mengukir senyum penuh arti. Dia lalu melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan bahagia. Suasana di sekitaran klinik masih
Livia membuka mata sambil merasakan tubuhnya tidak nyaman. Huuffh... lagi-lagi dia ketiduran di atas meja belajar dengan posisi tertelungkup. Di hadapannya beberapa buku menumpuk. Dan dia baru sadar, kalau ini terjadi karena dia kelelahan mengerjakan PR. Dengan gerakan sedikit malas, Livia mulai mengemasi buku-buku tersebut dan memasukkan sebagian ke dalam tas. Dia hanya bisa memutar lirih saat melihat beberapa tugas yang belum terselesaikan. Bodo amat! Batinnya. Livia sudah menyerah dengan PR Fisika yang telah dia kerjakan sejak dua jam lalu itu dan langsung melasakkan buku tulis bercover CAMPUS ke dalam tas sekolah miliknya. Setelah semua dirasa beres, Livia menggerakkan ke kamar mandi untuk mencuci muka lalu memakai skincare sebagai rutinitas wajib sebelum tidur. Begitu selesai, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Namun saja dia bersiap untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Livia menggeram lirih saat melihat botol minuman di atas nakas di baru sebelah
Suara alarm yang nyaring memenuhi seisi kamar Livia. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Livia meraba-raba nakas untuk mematikan bunyi alarm yang bersumber dari ponselnya itu."BUGG!!" Bukan alarm yang akhirnya membuat Livia terbangun, melainkan botol minumannya yang terjatuh ke lantai. Reflek Livia melompat dari atas tempat tidur karena cairan yang ada di dalam botol itu keluar dan membasahi karpet di bawah tempat tidurnya. Semalam setelah minum, dia lupa menutup botolnya kembali karena ngantuk yang tak tertahan."Adduuuuuhhh... ada-ada aja siiiiih!" Livia menggerutu sembari mencabut beberapa lembar tisu dan mengelap bekas tumpahan air tersebut. Suara alarm masih berdering dan kini mata Livia sudah benar-benar terbuka. Dia menyambar ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Di saat yang bersamaan matanya melihat sebuah pesan masuk di layar.[Aku berangkat ke kantor. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah. Have a nice day]"Hmmmhh... ck!" Livia berdecak usai membaca pesan y
Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak. "Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih. Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu. Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang seko
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
Melihat Nolan tak sadarkan diri membuat Livia panik. Dia berteriak memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Pak Sam dan Bik Sum kaget melihat kondisi Nolan yang sudah tergeletak di lantai. "Ya Allah... Pak Nolan kenapa non?" Bik Sum menyentuh dahi, lengan, dan meraba tubuh Nolan. Tanpa sadar Livia sudah terisak. Dia takut sekali dan meminta supaya Pak Sam segera membawa Nolan ke mobil. Dengan sekuat tenaga, Pak Sam yang postur tubuhnya lebih kecil dari Nolan berusaha membopong majikannya itu dibantu Livia dan Bik Sum. Perjalanan ke klinik sebenarnya tidak butuh waktu lama kalau jalanan nggak macet, hanya sekitar 15 menit. Tapi tahu sendiri kan bagaimana jalanan di kota Jakarta? Mereka tiba di klinik sekitar 25 menit kemudian. Setibanya di sana, Nolan langsung dibawa beberapa perawat menuju ruang UGD. "Kakak tunggu di luar saja ya. Dokter akan segera menangani pasien," seorang perawat menahan tubuh Livia yang hampir menerobos pintu UGD. Livia mengangguk pasrah dan duduk di
Livia terbangun dan menyadari Bu Monika tidak lagi berada di dekatnya. Semalam mereka tidur berdampingan di ranjang khusus penunggu pasien. Saat menatap ponsel untuk melihat jam berapa sekarang, ekor mata Livia sempat melirik ke ranjang Nolan dan melihat suaminya sudah dalam posisi duduk. Syukurlah, Livia bernapas lega. Sekarang pukul 6.45 dan dia sudah terlambat untuk berangkat ke sekolah. Akhirnya Livia mengirim pesan pada Sissy untuk memberitahukan bahwa dia hari ini tidak masuk karena ada urusan penting. Sesaat setelah pesan terkirim, ponselnya berdering nyaring. Sissy menelfon. "Lo ada urusan apa Liv sampai nggak masuk sekolah?" cecar Sissy begitu telfonnya dijawab. "Kak Nolan sakit. Semalam dia dibawa ke rumah sakit," jawab Livia lirih. Dia sempat melirik ke arah Nolan yang sedang melihatnya. Pria itu melontarkan senyum manis yang entah kenapa membuat Livia sedikit salah tingkah. "Oh ya? Sakit apa?" "Kata dokter karena capek. Ya udah ya Sy gitu aja. Tolong buatin gue s
Pagi itu Livia bangun lebih awal. Setelah bersiap dia langsung turun ke lantai bawah menemui Bik Sum yang sudah sibuk di dapur. Melihat Livia sudah turun di waktu yang tak biasa, wanita paruh baya itu kaget dan tampak tergesa-gesa menyiapkan sarapan. "Bik Sum nggak usah siapin sarapan, aku mau sarapan di kantin sekolah aja," ucap Livia. Dia hanya meneguk susu yang sudah terhidang di meja makan dan meminumnya setengah gelas. Bik Sum bengong beberapa saat. Tangannya sudah memegang piring yang akan dia letakkan di meja makan. "Non Livia ada apa kok berangkat pagi-pagi banget?" Bik Sum melirik jam dinding yang saat itu baru menunjukkan pukul setengah enam. "Iya soalnya aku mau mampir ke klinik dulu. Ya udah ya, aku berangkat sekarang," jawab Livia dan langsung bergegas meninggalkan Bik Sum yang masih bengong. Namun setelah Livia menghilang, bibir Bik Sum mengukir senyum penuh arti. Dia lalu melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan bahagia. Suasana di sekitaran klinik masih
Setibanya di rumah, Livia langsung mandi sementara Sissy menunggu di dalam kamar. Lalu setelahnya mereka makan malam bareng makanan yang sudah disiapkan Bik Sum. Setelah selesai mereka kembali lagi ke kamar dan ngobrol-ngobrol. Tidak jauh-jauh, Sissy banyak bertanya perihal Nicky dan lama-lama hal itu membuat Livia muak. "Iiih lo apa-apaan sih Sy? Kepo banget jadi orang. Kalau lo pengen tahu banyak tentang dia, besok deh lo temui sendiri dia di sekolah trus lo introgasii langsung," ujar Livia sebal. Sissy terkikik. "Hihihihi... iya-iya maaaaap. Jangan marah dong," godanya. "Ya habis dari tadi lo nanyain diaaaa mulu. Lo pikir gue baby sitternya Nicky apa yang tahu banyak soal dia. Orang gue juga baru kenal. Lagian lo kenapa sih segitunya banget? Lo naksir sama dia?" tanya Livia penuh selidik. Jari telunjuknya menuding lurus ke arah hidung Sissy. Sissy memainkan bola matanya sembari mengangkat kedua bahunya. "Mmmmm.... I don't know then.... tapi dia emang keren sih. Nggak je
Livia menyusuri koridor klinik dengan perasaan kesal. Dia sendiri sebenarnya juga bingung kenapa harus semarah itu pada Nolan. Padahal yang diucapkan suaminya ke Nicky juga nggak ada yang salah. Tapi entahlah... mungkin karena Nicky yang sudah mengetahui rahasianya dan dia tidak nyaman kalau keduanya bertemu lama-lama. Takut Nicky keceplosan di depan Nolan. Suaminya itu pasti marah besar kalau sampai tahu bahwa sebenarnya Nicky sudah mengetahui rahasia itu karena keteledorannya. Baru memergoki dokumen yang dibawa ke sekolah aja Nolan sudah semarah itu kemarin. Aaaarggghhh!! Kenapa sih gue harus dihadapkan sama situasi seperti ini?!! Livia menelfon Pak Sam meminta untuk segera menjemput, sembari terus berjalan. Dia cuma pengen cepet-cepet sampai rumah dan tidur. Jiwa dan raganya merasakan letih bersamaan. "Saya tunggu di depan klinik pak," pungkasnya. Livia berhenti di ambang pagar klinik sembari merapatkan jaketnya. Saat sedang sibuk memperhatikan suasana jalan depan klinik ya
"Dingin nih, kembali ke kamar yuk," ajak Livia sembari mengusap-usapkan kedua tangannya.Suasana mulai gelap dan beberapa orang yang tadinya menikmati senja di taman rumah sakit mulai beranjak satu per satu."Yuk," Nolan berdiri perlahan. Dia masih sedikit terhuyung, beruntung Livia dengan sigap membantu menahan tubuhnya. Mereka terkekeh bersamaan karena hal itu.Keduanya lalu berjalan beriringan menuju kamar rawat Nolan.Saat melintasi kamar tulip nomor 05, seseorang keluar dengan koper kecil di belakangnya, membuat Livia dan Nolan sama-sama kaget."Hai Livia," sapa Nicky dengan senyum mengembang. Selang infus di tangannya sudah tidak ada lagi dan dia juga sudah tidak memakai baju pasien.Livia tersenyum getir membalas senyuman itu sedangkan Nolan cuma menatap Nicky datar. Nolan berusaha menyembunyikan kekagetannya saat melihat sosok lelaki yang pernah membawa istrinya pulang terlambat dan membuatnya berdebat hebat dengan Livia kala itu."Kamu, udah mau pulang?" tanya Livia.Pulang?
Livia terbangun dan menyadari Bu Monika tidak lagi berada di dekatnya. Semalam mereka tidur berdampingan di ranjang khusus penunggu pasien. Saat menatap ponsel untuk melihat jam berapa sekarang, ekor mata Livia sempat melirik ke ranjang Nolan dan melihat suaminya sudah dalam posisi duduk. Syukurlah, Livia bernapas lega. Sekarang pukul 6.45 dan dia sudah terlambat untuk berangkat ke sekolah. Akhirnya Livia mengirim pesan pada Sissy untuk memberitahukan bahwa dia hari ini tidak masuk karena ada urusan penting. Sesaat setelah pesan terkirim, ponselnya berdering nyaring. Sissy menelfon. "Lo ada urusan apa Liv sampai nggak masuk sekolah?" cecar Sissy begitu telfonnya dijawab. "Kak Nolan sakit. Semalam dia dibawa ke rumah sakit," jawab Livia lirih. Dia sempat melirik ke arah Nolan yang sedang melihatnya. Pria itu melontarkan senyum manis yang entah kenapa membuat Livia sedikit salah tingkah. "Oh ya? Sakit apa?" "Kata dokter karena capek. Ya udah ya Sy gitu aja. Tolong buatin gue s
Melihat Nolan tak sadarkan diri membuat Livia panik. Dia berteriak memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Pak Sam dan Bik Sum kaget melihat kondisi Nolan yang sudah tergeletak di lantai. "Ya Allah... Pak Nolan kenapa non?" Bik Sum menyentuh dahi, lengan, dan meraba tubuh Nolan. Tanpa sadar Livia sudah terisak. Dia takut sekali dan meminta supaya Pak Sam segera membawa Nolan ke mobil. Dengan sekuat tenaga, Pak Sam yang postur tubuhnya lebih kecil dari Nolan berusaha membopong majikannya itu dibantu Livia dan Bik Sum. Perjalanan ke klinik sebenarnya tidak butuh waktu lama kalau jalanan nggak macet, hanya sekitar 15 menit. Tapi tahu sendiri kan bagaimana jalanan di kota Jakarta? Mereka tiba di klinik sekitar 25 menit kemudian. Setibanya di sana, Nolan langsung dibawa beberapa perawat menuju ruang UGD. "Kakak tunggu di luar saja ya. Dokter akan segera menangani pasien," seorang perawat menahan tubuh Livia yang hampir menerobos pintu UGD. Livia mengangguk pasrah dan duduk di
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak. "Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih. Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu. Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang seko