Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak.
"Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih.
Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu.
Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang sekolah, dia kembali lagi ke sana. Livia bernapas lega saat mendapati tempat tersebut sepi dan buru-buru lari ke sana. Namun sayang, setibanya di sana dia tak menemukan apa yang dia cari. Bahkan kertas yang tadi dia kira dokumen penting miliknya, ternyata hanya kertas bekas undangan.
"Kamu nyari ini?" sebuah suara mengejutkan Livia yang sedang membungkuk di samping bak taman pembatas antara koridor dan lapangan upacara.
Livia berbalik dan melihat Nicky mengulurkan beberapa dokumen yang masih rapih dan mulus. Mulut Livia reflek menganga membentuk huruf O saking kagetnya dan tubuhnya seperti nge-freeze beberapa detik menyadari apa yang terjadi. Dokumen itu benar miliknya. Sebelum menghampiri Livia, Nicky sempat memperhatikan Livia yang mondar-mandir di area situ dari kejauhan.
"Jadi kamu udah nikah?" lanjut Nicky yang langsung membuat Livia membekap mulut cowok itu.
"Ssstt... jangan keras-keras..." pekik Livia lirih. Dia celingukan melihat sekeliling.
Khawatir kalau-kalau ada orang yang tak sengaja melihat atau menguping pembicaraan mereka.
Nicky tersenyum jahil. Saat Livia hendak mengambil dokumen itu dari tangannya, dia sengaja meledek dengan menyembunyikannya ke balik punggung.
"Kamu kan masih sekolah, kok udah nikah?" Nicky menggoda. "Hayo kenapa?"
"Aku bisa jelasin. Tolong siniin dokumennya, pliis," Livia memohon.
"Uhm oke, aku akan dengerin penjelasan kamu. Tapi jangan disini ya.
"Maksud kamu?" kening Livia mengernyit.
"Ikut aku," tanpa rasa canggung sedikitpun, Nicky menarik lengan Livia mengajaknya pergi dari sana.
"T-tapi... dimana? Aku mau pulang... sopirku pasti udah nunggu di depan," Livia berusaha menolak. Dia menahan kakinya untuk tidak melangkah.
"Yaudah, kamu temui aja sopir kamu dan bilang kalau kamu masih ada urusan," ucap Nicky enteng.
"Nggak bisa gitu, aku nggak terbiasa pulang terlambat..."
"Takut suami kamu marah?"
"Nicky aku mohon!" gertak Livia tertahan. "Berhenti ngomongin ini disini."
Nicky terkekeh sekaligus kasihan melihat raut cemas di wajah Livia.
"Ya udah makanya ikut aku, kita ngomonginnya jangan disini. Yuk!" Nicky kembali menarik lengan Livia.
Livia tak punya pilihan dan cuma bisa pasrah saat Nicky menyeret tubuhnya. Setibanya di depan sekolah, dia melihat mobil jemputannya sudah terparkir di depan gerbang seperti biasanya.
"Tunggu sebentar, aku temuin sopir aku dulu," tutur Livia sebelum mereka berjalan menuju tempat parkir motor khusus murid.
Nicky mengangguk. Dengan wajah sedikit kesal Livia menghentakkan kakinya untuk menemui Pak Sam yang sudah menunggu. Terlihat dia ngobrol beberapa saat melalui jendela mobil yang terbuka, kemudian mobil itu berlalu. Livia menoleh ke arah Nicky yang masih menunggu. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya kembali menghampiri cowok itu.
***Beberapa saat kemudian, Livia dan Nicky sudah berada di sebuah taman yang tak jauh dari sekolah. Mereka duduk di salah satu bangku yang ada di sana
"Tunggu sebentar," Nicky menahan Livia dengan tangannya kemudian menghampiri penjual minuman dan membeli dua botol coke. "Nih, minum dulu. Biar relax."
Livia menerima minuman tersebut dan langsung meneguknya. Kebetulan dia juga lagi haus.
"Jadi, gimana bisa kamu udah nikah?" tanya Nicky to the point sesaat setelah Livia menutup botol minumannya.
Livia menatap Nicky ragu. Tapi apapun keraguan itu sudah tidak berarti lagi sekarang. Nicky pasti sudah membaca isi surat keterangan dalam dokumen tersebut dan melihat fotonya kan? Jadi untuk apa aku berusaha menutupinya? Nicky kelihatannya juga bukan orang polos dan bodoh.
"Jadi gini...." Livia menarik napas panjang sebelum akhirnya melanjutkan ceritanya pada Nicky. Dia bercerita secara rinci bagaimana pernikahan itu bisa terjadi dan Nicky mendengarkan serta memperhatikan dengan seksama.
***
Waktu menunjukkan pukul empat petang. Nolan tiba di rumah saat Pak Sam dan Bik Sum sedang berdebat perihal Livia yang belum ada di rumah. Terdengar suara Bik Sum yang menyalahkan Pak Sam kenapa dia mengizinkan Livia pergi sendiri dan kekhawatirannya kalau sampai Nolan mengetahui hal ini.
"Apa Pak?" sahut Nolan dari ambang pintu ruang tengah yang menghubungkan ke arah dapur.
Sontak Pak Sam dan Bik Sum sama-sama kaget. Mereka bersamaan berbalik menghadap ke arah Nolan dengan kepala menunduk.
"Livia pergi kemana? Kenapa Pak Sam ngizinin dia pergi sendiri?" Nolan berjalan dengan langkah gusar mendekati kedua asisten rumah tangganya tersebut.
"Ee... a... anu pak.... t-tadi... Mbak Livia bilang katanya masih ada urusan sebentar sama temannya dan... s... saya diminta untuk pulang dulu..." jawab Pak Sam terbata.
Jawaban itu membuat Nolan memejamkan matanya beberapa saat. Dia menyesalkan apa yang terjadi hari ini. Apalagi Livia tidak pernah pulang sekolah seterlambat ini biasanya.
"Dia bilang nggak ke Pak Sam dia mau kemana? Ke rumah siapa?" cecar Nolan.
Pak Sam menggeleng lemah. Jawaban yang lagi-lagi membuat Nolan memejamkan mata menahan amarah. Tak mau bertanya lebih lanjut, Nolan langsung merogoh saku celananya, mengeluarkan gawai tipis dan mengecek pesan terakhirnya untuk Livia. Pesan yang dia kirim saat jam istirahat untuk mengingatkan Livia supaya tidak lupa makan siang. Namun ternyata pesan itu hanya menunjukkan centang dua abu-abu yang berarti tidak dibaca oleh Livia.
Nolan lantas mencoba menghubungi nomor Livia dan terhubung. Sayangnya pemilik nomor itu tak kunjung menjawab panggilan tersebut.
"Angkat dong Liviaaaa...." desis Nolan lirih. Raut wajahnya menunjukkan kecemasan yang begitu jelas.
Pak Sam dan Bik Sum masih terpaku di tempatnya dengan wajah terus menunduk.
Di tengah-tengah suasana genting tersebut, tiba-tiba terdengar suara deru motor sport yang gahar berhenti di depan rumah. Tak lama kemudian mesin motor itu mati dan Nolan langsung berjalan cepat menuju ke depan, disusul Pak Sam dan Bik Sum.
Nolan tercengang saat membuka pintu dan melihat Livia turun dari boncengan motor sport milik Nicky.
"Makasih ya," ucap Livia lirih. Dia tahu Nolan sudah berada di ambang pintu tengah memperhatikan dirinya dan Nicky, dan itu membuatnya merasa tidak nyaman. Sesuatu pasti terjadi setelah ini, pikirnya.
"Aku yang terimakasih, udah ditemenin ngobrol," jawab Nicky. Dia sempat melirik Nolan dari balik helm yang menutupi kepalanya. "Yaudah, kamu masuk rumah gih. Udah ditunggu tuh," sempat-sempatnya dia menggoda.
Livia tak menjawab dan hanya berlalu meninggalkan Nicky dengan wajah menunduk. Lima langkah Livia berlalu, Nicky langsung menghidupkan motornya lagi dan cabut meninggalkan rumah Nolan.
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
Livia membuka mata sambil merasakan tubuhnya tidak nyaman.Huuffh... lagi-lagi dia ketiduran di atas meja belajar dengan posisi tertelungkup. Di hadapannya beberapa buku mengamuk. Dan dia baru sadar, kalau ini terjadi karena dia kelelahan mengerjakan PR. Dengan gerakan sedikit malas, Livia mulai mengemasi buku-buku tersebut dan memasukkan sebagian ke dalam tas. Dia hanya bisa memutar lirih saat melihat beberapa tugas yang belum terselesaikan.Bodo amat! Batinnya. Livia sudah menyerah dengan PR Fisika yang telah dia kerjakan sejak dua jam lalu itu dan langsung melasakkan buku tulis bercover CAMPUS ke dalam tas sekolah miliknya.Setelah semua dirasa beres, Livia menggerakkan ke kamar mandi untuk mencuci muka lalu memakai skincare sebagai rutinitas wajib sebelum tidur. Begitu selesai, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Namun saja dia bersiap untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Livia menggeram lirih saat melihat botol minuman di atas nakas di baru sebelah temp
Suara alarm yang nyaring memenuhi seisi kamar Livia. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Livia meraba-raba nakas untuk mematikan bunyi alarm yang bersumber dari ponselnya itu."BUGG!!" Bukan alarm yang akhirnya membuat Livia terbangun, melainkan botol minumannya yang terjatuh ke lantai. Reflek Livia melompat dari atas tempat tidur karena cairan yang ada di dalam botol itu keluar dan membasahi karpet di bawah tempat tidurnya. Semalam setelah minum, dia lupa menutup botolnya kembali karena ngantuk yang tak tertahan."Adduuuuuhhh... ada-ada aja siiiiih!" Livia menggerutu sembari mencabut beberapa lembar tisu dan mengelap bekas tumpahan air tersebut. Suara alarm masih berdering dan kini mata Livia sudah benar-benar terbuka. Dia menyambar ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Di saat yang bersamaan matanya melihat sebuah pesan masuk di layar.[Aku berangkat ke kantor. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah. Have a nice day]"Hmmmhh... ck!" Livia berdecak usai membaca pesan y
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak. "Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih. Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu. Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang seko
Suara alarm yang nyaring memenuhi seisi kamar Livia. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Livia meraba-raba nakas untuk mematikan bunyi alarm yang bersumber dari ponselnya itu."BUGG!!" Bukan alarm yang akhirnya membuat Livia terbangun, melainkan botol minumannya yang terjatuh ke lantai. Reflek Livia melompat dari atas tempat tidur karena cairan yang ada di dalam botol itu keluar dan membasahi karpet di bawah tempat tidurnya. Semalam setelah minum, dia lupa menutup botolnya kembali karena ngantuk yang tak tertahan."Adduuuuuhhh... ada-ada aja siiiiih!" Livia menggerutu sembari mencabut beberapa lembar tisu dan mengelap bekas tumpahan air tersebut. Suara alarm masih berdering dan kini mata Livia sudah benar-benar terbuka. Dia menyambar ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Di saat yang bersamaan matanya melihat sebuah pesan masuk di layar.[Aku berangkat ke kantor. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah. Have a nice day]"Hmmmhh... ck!" Livia berdecak usai membaca pesan y
Livia membuka mata sambil merasakan tubuhnya tidak nyaman.Huuffh... lagi-lagi dia ketiduran di atas meja belajar dengan posisi tertelungkup. Di hadapannya beberapa buku mengamuk. Dan dia baru sadar, kalau ini terjadi karena dia kelelahan mengerjakan PR. Dengan gerakan sedikit malas, Livia mulai mengemasi buku-buku tersebut dan memasukkan sebagian ke dalam tas. Dia hanya bisa memutar lirih saat melihat beberapa tugas yang belum terselesaikan.Bodo amat! Batinnya. Livia sudah menyerah dengan PR Fisika yang telah dia kerjakan sejak dua jam lalu itu dan langsung melasakkan buku tulis bercover CAMPUS ke dalam tas sekolah miliknya.Setelah semua dirasa beres, Livia menggerakkan ke kamar mandi untuk mencuci muka lalu memakai skincare sebagai rutinitas wajib sebelum tidur. Begitu selesai, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Namun saja dia bersiap untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Livia menggeram lirih saat melihat botol minuman di atas nakas di baru sebelah temp