Suara alarm yang nyaring memenuhi seisi kamar Livia. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Livia meraba-raba nakas untuk mematikan bunyi alarm yang bersumber dari ponselnya itu.
"BUGG!!" Bukan alarm yang akhirnya membuat Livia terbangun, melainkan botol minumannya yang terjatuh ke lantai.
Reflek Livia melompat dari atas tempat tidur karena cairan yang ada di dalam botol itu keluar dan membasahi karpet di bawah tempat tidurnya. Semalam setelah minum, dia lupa menutup botolnya kembali karena ngantuk yang tak tertahan.
"Adduuuuuhhh... ada-ada aja siiiiih!" Livia menggerutu sembari mencabut beberapa lembar tisu dan mengelap bekas tumpahan air tersebut.
Suara alarm masih berdering dan kini mata Livia sudah benar-benar terbuka. Dia menyambar ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Di saat yang bersamaan matanya melihat sebuah pesan masuk di layar.
[Aku berangkat ke kantor. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah. Have a nice day]
"Hmmmhh... ck!" Livia berdecak usai membaca pesan yang tak lain dari Nolan, suaminya.
Suaminya itu tidak pernah absen mengiriminya pesan setiap pagi dengan kata-kata yang sama. Itu adalah salah satu bentuk perhatiannya sebagai suami sebelum dia berangkat ke kantor. Padahal tak pernah sekali pun Livia membalasnya. Sama halnya seperti pagi ini. Begitu selesai membaca pesan tersebut, Livia kembali meletakkan ponselnya dan bergegas ke kamar mandi untuk bersiap.
*** "Pagi Bik Sum," sapa Livia setibanya di ruang makan."Pagi non, sarapan dulu non," Bik Sum menghidangkan sepiring nasi goreng dan segelas air mineral.
Waktu masih menunjukkan pukul 6.10 pagi. Jadi Livia masih punya banyak waktu untuk menikmati sarapannya. Livia selalu berangkat ke sekolah pukul 6.30 tepat.
Kalau melihat Livia, kadang Bik Sum merasa kasihan, kenapa harus ada pernikahan di usia Livia yang sebelia sekarang. Namun saat melihat bagaimana perlakuan Livia ke Nolan, dia justru lebih kasihan pada Nolan karena selalu diacuhkan oleh Livia. Sampai kapan mereka akan bersikap seperti itu padahal keduanya adalah sepasang suami istri? Ah... Bik Sum tidak punya wewenang untuk mencampuri urusan rumah tangga mereka. Tugasnya di sini adalah sebagai ART yang melayani kebutuhan mereka sehari-hari.
Bentuk perhatian lain Nolan pada Livia adalah, dia juga menyiapkan ART dan Sopir di rumahnya. Sopir khusus antar jemput Livia ke sekolah, namanya Pak Sam. Karena sebelum keduanya menikah, Nolan lebih sering tinggal bersama kedua orang tuanya dibanding di rumahnya sendiri. Namun karena sekarang statusnya sudah berbeda, semua juga berubah.
"Makasih pak," ucap Livia pada Pak Sam setibanya di depan gerbang SMA Internasional.
Lelaki paruh baya itu mengacungkan jempolnya kemudian berlalu saat dia memastikan Livia sudah memasuki halaman sekolah.
Sembari berjalan menyusuri koridor, Livia menelfon Sissy sahabatnya yang ternyata hari ini tidak masuk sekolah.
"Perut gue tiba-tiba sakit Liv..." rengek Sissy di telepon.
"Hmm, yaudah deh. GWS lo. Sepi gue di sekolah kalo nggak ada elo," ucap Livia mengakhiri pembicaraan.
Livia melirik jam tangannya dan spontan membelalak karena tak terasa lima menit lagi bel berbunyi sementara kelasnya ada di paling ujung. Jam pertama hari ini fisika. Telat selangkah saja dari bell, guru Fisika yang terkenal killer itu tidak akan mengizinkan murid manapun masuk kelas.
"Sial, waktu kenapa cepet banget sih!" Livia berjalan setengah berlari.
Namun apes, tinggal beberapa meter saja tiba di kelas, tepatnya di depan ruang Laboratorium, tak sengaja dia bertubrukan dengan seorang cowok yang juga tengah berlari dari arah berlawanan.
"Aduhhh!!" Livia memekik lirih karena terjerembab akibat hantaman tubuh cowok itu. Beberapa buku di tangannya berhamburan ke lantai.
"Eh ya ampun! Sorry... sorry... sorry... banget. Maaf aku nggak sengaja," ucap cowok itu berulang-ulang sembari mengulurkan tangan bermaksud membantu Livia bangkit.
"Iya nggak pa-pa kok. Aku yang salah," jawab Livia tanpa sedikitpun memperhatikan cowok yang berusaha menolongnya berdiri tersebut dan terus mengemasi buku-bukunya.
Setelah selesai memunguti buku-bukunya yang jatuh, Livia berdiri dan menatap cowok yang kini sudah berdiri di hadapannya itu. NICKY REGAN ILHAMSYAH nama itu terpampang jelas di bet nama di sisi kanan seragam cowok itu.
'Siapa dia? Murid baru kah?' batin Livia. Sebelumnya dia tidak pernah melihat cowok ini di sekolah.
Meskipun Livia bukan murid yang memiliki popularitas, tapi dia tahu hampir sebagian penghuni sekolah ini. Dan untuk cowok yang kini berhadapan dengannya, Livia benar-benar baru melihat pertama kalinya pagi ini.
"Nicky," cowok itu lagi-lagi mengulurkan tangan, namun kali ini untuk memperkenalkan diri.
"Livia," jawabnya sembari menyambut uluran tangan Nicky singkat. "Kamu murid baru ya?"
Nicky mengangguk. "Baru tiga hari aku pindah kesini."
Livia manggut-manggut. "Aku permisi ke kelas dulu," ucapnya sembari berlalu dengan langkah buru-buru.
"Salam kenal ya," celetuk Nicky saat Livia sudah berlalu beberapa langkah.
Sejenak Livia berhenti, namun tidak menoleh dan kembali melanjutkan langkah menuju kelas. Melihat hal itu Nicky cuma geleng-geleng kepala sembari tersenyum.
*** FYUHHH!!! Livia menghela napas lega saat berhasil masuk kelas beberapa detik sebelum bel berbunyi. Setibanya di bangku, dia langsung mempersiapkan PR yang semalam tidak selesai dikerjakan untuk dikoreksi hari ini. Livia tidak peduli kalau harus mendapat nilai jelek, sementara dia sudah berusaha semaksimal mungkin mengerjakan tugas tersebut."Kamu bisa ngerjain PRnya?" suara tegas khas Nolan tiba-tiba terngiang-ngiang di telinga Livia saat dia tengah sibuk mempersiapkan buku fisika.
Aaaah!! Kenapa juga harus inget-inget tentang dia. Livia menepis suara itu dengan gelengan kepala.
Bu Siwi, selaku guru Fisika memasuki kelas dan meminta semua murid mengumpulkan PR.
"Oke anak-anak, PR akan saya koreksi dan akan dibagikan lagi besok. Sekarang buka buku paket Fisika kalian halaman 75!" perintah Bu Siwi lantang.
Anak-anak menuruti perintah, tak terkecuali Livia. Namun saat membalik lembar demi lembar bukunya raut muka Livia tiba-tiba cemas. Dia lantas mengambil beberapa buku dari dalam laci meja dan membuka lembaran-lembaran di setiap buku.
"Ya ampun, dimana dokumen-dokumen gue??" desis Livia lirih. Beberapa kali kepalanya menunduk melihat ke dalam laci tapi dia tak menemukan apa yang dicari.
Rupanya gerak gelisah Livia itu memancing perhatian Bu Siwi.
"Livia? Ada masalah apa?" tanya Bu Siwi mengejutkan. Dia sudah berdiri di samping meja Livia.
"E... ng... nggak pa-pa buk. Ini nyari pulpen saya," jawab Livia gugup dan berbohong.
"Ya sudah. Jangan sibuk sendiri. Perhatikan pelajaran saya atau nilai kamu rendah semester ini," tutur Bu Siwi tegas seraya kembali ke depan kelas.
Sepanjang pelajaran Fisika pagi itu Livia tidak bisa fokus sama sekali. Pasalnya beberapa dokumen penting dan sangat rahasia yang beberapa hari ini dia selipkan di lipatan buku Fisika itu kini telah raib. Dokumen itu berisi pas foto dirinya dan Nolan saat melaksanakan ijab qabul di Rumah Sakit beserta surat keterangan pernikahan siri dari orang yang kala itu menikahkan keduanya.
Surat itu sengaja dibuat atas kesepakatan bersama. Namun tujuan utamanya adalah untuk meyakinkan Livia bahwa meski pernikahan ini bukan atas dasar cinta, tapi Nolan tidak akan mempermainkan pernikahan tersebut. Padahal kalaupun tanpa itu, Livia juga tidak peduli. Toh selama ini dia tidak terlalu memikirkan statusnya itu. Dia yakin selama para saksi bungkam, nasibnya sebagai pelajar akan aman-aman saja.
Dan kenapa pagi ini dia membawa benda itu ke sekolah? Sebenarnya dia tidak berniat membawanya ke sekolah. Livia memang selalu menyelipkan benda itu di bukunya untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu dia mampir ke rumah ayahnya, benda itu akan dia simpan di sana saja. Namun entah kenapa setiap pulang sekolah rasanya selalu tidak ada waktu karena dia terlanjur lelah.
Sedangkan jika benda itu terus-terusan ada di kamar Livia, dia merasa tidak nyaman karena membuatnya selalu ingin melihat benda yang sebenarnya tidak ingin dia lihat. Bagaimana sih maksudnya? Ya, begitulah. Intinya dia terganggu.
Tapi sekarang???
Seketika Livia terhenyak ingat peristiwa saat dia bertubrukan dengan cowok bernama Dean tadi pagi. Buku-bukunya kan sempat berhamburan. Apa jangan-jangan......??Ya Tuhan... perasaan Livia cemas bukan main. Dia merutuki kecerobohannya. Jantungnya berdegup cepat. Pikirannya kemana-mana. Dia berharap pelajaran pagi ini segera berakhir karena ingin mencari dokumen-dokumen penting miliknya.Semoga tidak ada yang menemukan dokumen-dokumen itu, harap Livia.
Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak. "Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih. Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu. Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang seko
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
Melihat Nolan tak sadarkan diri membuat Livia panik. Dia berteriak memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Pak Sam dan Bik Sum kaget melihat kondisi Nolan yang sudah tergeletak di lantai. "Ya Allah... Pak Nolan kenapa non?" Bik Sum menyentuh dahi, lengan, dan meraba tubuh Nolan. Tanpa sadar Livia sudah terisak. Dia takut sekali dan meminta supaya Pak Sam segera membawa Nolan ke mobil. Dengan sekuat tenaga, Pak Sam yang postur tubuhnya lebih kecil dari Nolan berusaha membopong majikannya itu dibantu Livia dan Bik Sum. Perjalanan ke klinik sebenarnya tidak butuh waktu lama kalau jalanan nggak macet, hanya sekitar 15 menit. Tapi tahu sendiri kan bagaimana jalanan di kota Jakarta? Mereka tiba di klinik sekitar 25 menit kemudian. Setibanya di sana, Nolan langsung dibawa beberapa perawat menuju ruang UGD. "Kakak tunggu di luar saja ya. Dokter akan segera menangani pasien," seorang perawat menahan tubuh Livia yang hampir menerobos pintu UGD. Livia mengangguk pasrah dan duduk di
Livia terbangun dan menyadari Bu Monika tidak lagi berada di dekatnya. Semalam mereka tidur berdampingan di ranjang khusus penunggu pasien. Saat menatap ponsel untuk melihat jam berapa sekarang, ekor mata Livia sempat melirik ke ranjang Nolan dan melihat suaminya sudah dalam posisi duduk. Syukurlah, Livia bernapas lega. Sekarang pukul 6.45 dan dia sudah terlambat untuk berangkat ke sekolah. Akhirnya Livia mengirim pesan pada Sissy untuk memberitahukan bahwa dia hari ini tidak masuk karena ada urusan penting. Sesaat setelah pesan terkirim, ponselnya berdering nyaring. Sissy menelfon. "Lo ada urusan apa Liv sampai nggak masuk sekolah?" cecar Sissy begitu telfonnya dijawab. "Kak Nolan sakit. Semalam dia dibawa ke rumah sakit," jawab Livia lirih. Dia sempat melirik ke arah Nolan yang sedang melihatnya. Pria itu melontarkan senyum manis yang entah kenapa membuat Livia sedikit salah tingkah. "Oh ya? Sakit apa?" "Kata dokter karena capek. Ya udah ya Sy gitu aja. Tolong buatin gue s
"Dingin nih, kembali ke kamar yuk," ajak Livia sembari mengusap-usapkan kedua tangannya.Suasana mulai gelap dan beberapa orang yang tadinya menikmati senja di taman rumah sakit mulai beranjak satu per satu."Yuk," Nolan berdiri perlahan. Dia masih sedikit terhuyung, beruntung Livia dengan sigap membantu menahan tubuhnya. Mereka terkekeh bersamaan karena hal itu.Keduanya lalu berjalan beriringan menuju kamar rawat Nolan.Saat melintasi kamar tulip nomor 05, seseorang keluar dengan koper kecil di belakangnya, membuat Livia dan Nolan sama-sama kaget."Hai Livia," sapa Nicky dengan senyum mengembang. Selang infus di tangannya sudah tidak ada lagi dan dia juga sudah tidak memakai baju pasien.Livia tersenyum getir membalas senyuman itu sedangkan Nolan cuma menatap Nicky datar. Nolan berusaha menyembunyikan kekagetannya saat melihat sosok lelaki yang pernah membawa istrinya pulang terlambat dan membuatnya berdebat hebat dengan Livia kala itu."Kamu, udah mau pulang?" tanya Livia.Pulang?
Livia menyusuri koridor klinik dengan perasaan kesal. Dia sendiri sebenarnya juga bingung kenapa harus semarah itu pada Nolan. Padahal yang diucapkan suaminya ke Nicky juga nggak ada yang salah. Tapi entahlah... mungkin karena Nicky yang sudah mengetahui rahasianya dan dia tidak nyaman kalau keduanya bertemu lama-lama. Takut Nicky keceplosan di depan Nolan. Suaminya itu pasti marah besar kalau sampai tahu bahwa sebenarnya Nicky sudah mengetahui rahasia itu karena keteledorannya. Baru memergoki dokumen yang dibawa ke sekolah aja Nolan sudah semarah itu kemarin. Aaaarggghhh!! Kenapa sih gue harus dihadapkan sama situasi seperti ini?!! Livia menelfon Pak Sam meminta untuk segera menjemput, sembari terus berjalan. Dia cuma pengen cepet-cepet sampai rumah dan tidur. Jiwa dan raganya merasakan letih bersamaan. "Saya tunggu di depan klinik pak," pungkasnya. Livia berhenti di ambang pagar klinik sembari merapatkan jaketnya. Saat sedang sibuk memperhatikan suasana jalan depan klinik ya
Livia membuka mata sambil merasakan tubuhnya tidak nyaman. Huuffh... lagi-lagi dia ketiduran di atas meja belajar dengan posisi tertelungkup. Di hadapannya beberapa buku menumpuk. Dan dia baru sadar, kalau ini terjadi karena dia kelelahan mengerjakan PR. Dengan gerakan sedikit malas, Livia mulai mengemasi buku-buku tersebut dan memasukkan sebagian ke dalam tas. Dia hanya bisa memutar lirih saat melihat beberapa tugas yang belum terselesaikan. Bodo amat! Batinnya. Livia sudah menyerah dengan PR Fisika yang telah dia kerjakan sejak dua jam lalu itu dan langsung melasakkan buku tulis bercover CAMPUS ke dalam tas sekolah miliknya. Setelah semua dirasa beres, Livia menggerakkan ke kamar mandi untuk mencuci muka lalu memakai skincare sebagai rutinitas wajib sebelum tidur. Begitu selesai, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Namun saja dia bersiap untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Livia menggeram lirih saat melihat botol minuman di atas nakas di baru sebelah
Livia menyusuri koridor klinik dengan perasaan kesal. Dia sendiri sebenarnya juga bingung kenapa harus semarah itu pada Nolan. Padahal yang diucapkan suaminya ke Nicky juga nggak ada yang salah. Tapi entahlah... mungkin karena Nicky yang sudah mengetahui rahasianya dan dia tidak nyaman kalau keduanya bertemu lama-lama. Takut Nicky keceplosan di depan Nolan. Suaminya itu pasti marah besar kalau sampai tahu bahwa sebenarnya Nicky sudah mengetahui rahasia itu karena keteledorannya. Baru memergoki dokumen yang dibawa ke sekolah aja Nolan sudah semarah itu kemarin. Aaaarggghhh!! Kenapa sih gue harus dihadapkan sama situasi seperti ini?!! Livia menelfon Pak Sam meminta untuk segera menjemput, sembari terus berjalan. Dia cuma pengen cepet-cepet sampai rumah dan tidur. Jiwa dan raganya merasakan letih bersamaan. "Saya tunggu di depan klinik pak," pungkasnya. Livia berhenti di ambang pagar klinik sembari merapatkan jaketnya. Saat sedang sibuk memperhatikan suasana jalan depan klinik ya
"Dingin nih, kembali ke kamar yuk," ajak Livia sembari mengusap-usapkan kedua tangannya.Suasana mulai gelap dan beberapa orang yang tadinya menikmati senja di taman rumah sakit mulai beranjak satu per satu."Yuk," Nolan berdiri perlahan. Dia masih sedikit terhuyung, beruntung Livia dengan sigap membantu menahan tubuhnya. Mereka terkekeh bersamaan karena hal itu.Keduanya lalu berjalan beriringan menuju kamar rawat Nolan.Saat melintasi kamar tulip nomor 05, seseorang keluar dengan koper kecil di belakangnya, membuat Livia dan Nolan sama-sama kaget."Hai Livia," sapa Nicky dengan senyum mengembang. Selang infus di tangannya sudah tidak ada lagi dan dia juga sudah tidak memakai baju pasien.Livia tersenyum getir membalas senyuman itu sedangkan Nolan cuma menatap Nicky datar. Nolan berusaha menyembunyikan kekagetannya saat melihat sosok lelaki yang pernah membawa istrinya pulang terlambat dan membuatnya berdebat hebat dengan Livia kala itu."Kamu, udah mau pulang?" tanya Livia.Pulang?
Livia terbangun dan menyadari Bu Monika tidak lagi berada di dekatnya. Semalam mereka tidur berdampingan di ranjang khusus penunggu pasien. Saat menatap ponsel untuk melihat jam berapa sekarang, ekor mata Livia sempat melirik ke ranjang Nolan dan melihat suaminya sudah dalam posisi duduk. Syukurlah, Livia bernapas lega. Sekarang pukul 6.45 dan dia sudah terlambat untuk berangkat ke sekolah. Akhirnya Livia mengirim pesan pada Sissy untuk memberitahukan bahwa dia hari ini tidak masuk karena ada urusan penting. Sesaat setelah pesan terkirim, ponselnya berdering nyaring. Sissy menelfon. "Lo ada urusan apa Liv sampai nggak masuk sekolah?" cecar Sissy begitu telfonnya dijawab. "Kak Nolan sakit. Semalam dia dibawa ke rumah sakit," jawab Livia lirih. Dia sempat melirik ke arah Nolan yang sedang melihatnya. Pria itu melontarkan senyum manis yang entah kenapa membuat Livia sedikit salah tingkah. "Oh ya? Sakit apa?" "Kata dokter karena capek. Ya udah ya Sy gitu aja. Tolong buatin gue s
Melihat Nolan tak sadarkan diri membuat Livia panik. Dia berteriak memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Pak Sam dan Bik Sum kaget melihat kondisi Nolan yang sudah tergeletak di lantai. "Ya Allah... Pak Nolan kenapa non?" Bik Sum menyentuh dahi, lengan, dan meraba tubuh Nolan. Tanpa sadar Livia sudah terisak. Dia takut sekali dan meminta supaya Pak Sam segera membawa Nolan ke mobil. Dengan sekuat tenaga, Pak Sam yang postur tubuhnya lebih kecil dari Nolan berusaha membopong majikannya itu dibantu Livia dan Bik Sum. Perjalanan ke klinik sebenarnya tidak butuh waktu lama kalau jalanan nggak macet, hanya sekitar 15 menit. Tapi tahu sendiri kan bagaimana jalanan di kota Jakarta? Mereka tiba di klinik sekitar 25 menit kemudian. Setibanya di sana, Nolan langsung dibawa beberapa perawat menuju ruang UGD. "Kakak tunggu di luar saja ya. Dokter akan segera menangani pasien," seorang perawat menahan tubuh Livia yang hampir menerobos pintu UGD. Livia mengangguk pasrah dan duduk di
Paginya, Livia dan Nolan keluar bersamaan dari kamar mereka masing-masing. Mereka berdua tampak sudah sama-sama rapi. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap, namun setelahnya Nolan memilih berlalu mendahului Livia tanpa sapaan sepatah kata pun.Livia memutar bola matanya dan mendengus. Ada setitik perasaan kesal atas sikap Nolan pagi itu. Entah apa yang mendorong Livia untuk mengecek ponselnya saat itu juga dan dia kembali merasakan kejanggalan. Nolan yang biasanya setiap pagi mengirimi pesan 'manis', pagi ini tidak ada. Namun Livia tak mau ambil pusing. Bahkan dia sempat berpikir, mungkin karena mereka pagi ini bakal sarapan bareng, atau karena pada saat dia berangkat Livia sudah bangun atau..... lhoh... kenapa kesannya aku jadi mengharapin dia?Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Menikmati sarapan tanpa percakapan. Mereka memang jarang sekali sarapan bareng seperti ini. Karena seringnya Nolan berangkat jauh lebih dulu daripada Livia. Tapi entah kenap
"Apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa kamu baru pulang sekolah? Jam berapa sekarang, Via? Ada urusan apa kamu sampai nggak mengizinkan Pak Sam nganter kamu? Urusan sama siapa?" cecar Nolan begitu Livia berhenti tepat di hadapannya. Melihat hal itu, Pak Sam dan Bik Sum langsung sama-sama ngibrit ke belakang. "Kamu kenapa sih, kak? Yang penting kan sekarang aku udah di rumah. Memangnya cuma kamu yang boleh punya urusan?" Livia tak mau kalah. "Tapi kamu nggak pernah pulang seterlambat ini. Kamu juga nggak jelas perginya kemana, sama siapa?" "Memangnya setiap hari harus sama? Enggak kan?" Livia memicingkan mata penuh kekesalan. "Selama ini aku udah jadi anak patuh yang selalu pulang tepat waktu, kalau semisal tiba-tiba hari ini aku ada urusan, harus aku abaikan gitu?" "Ya setidaknya kamu bilang mau pergi kemana. Kamu tau nggak sih udah bikin khawatir orang serumah? Kalau aja ayah kamu tahu kamu pulang ter....." "Stop!!" potong Livia sewot dengan mata sedikit melotot. "Kenapa sih harus
Saat bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat, Livia langsung meninggalkan kelas. Dia berjalan cepat menuju tempat dimana dia pagi tadi bertabrakan dengan Nicky, yaitu di depan ruang Laboratorium. Tapi setibanya di sana, dia bingung saat melihat sekumpulan murid laki-laki dan perempuan tengah nongkrong. Akhirnya Livia cuma bisa mengamati tempat itu dari jauh, sembari matanya melihat-lihat area di sekitarnya. Matanya berbinar saat melihat lembaran putih seukuran dokumen kertas a4 berada di dekat kaki salah seorang murid. Livia yakin itu miliknya. Kertas itu tampak sudah lecek bekas diinjak-injak. "Ya Tuhan. Nggak pa-pa dokumen itu lecek tapi plis jangan ada yang notice, terus ngambil dokumen itu..." desis Livia lirih. Andai aja Sissy masuk sekolah hari ini. Dia pasti bisa meminta anak itu mengambil kertas tersebut. Karena Sissy kan ahli banget ngomong. Dia pasti punya banyak alasan untuk dikatakan terkait kertas itu. Livia putus asa dan kembali ke kelas. Dan saat jam pulang seko
Suara alarm yang nyaring memenuhi seisi kamar Livia. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Livia meraba-raba nakas untuk mematikan bunyi alarm yang bersumber dari ponselnya itu."BUGG!!" Bukan alarm yang akhirnya membuat Livia terbangun, melainkan botol minumannya yang terjatuh ke lantai. Reflek Livia melompat dari atas tempat tidur karena cairan yang ada di dalam botol itu keluar dan membasahi karpet di bawah tempat tidurnya. Semalam setelah minum, dia lupa menutup botolnya kembali karena ngantuk yang tak tertahan."Adduuuuuhhh... ada-ada aja siiiiih!" Livia menggerutu sembari mencabut beberapa lembar tisu dan mengelap bekas tumpahan air tersebut. Suara alarm masih berdering dan kini mata Livia sudah benar-benar terbuka. Dia menyambar ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Di saat yang bersamaan matanya melihat sebuah pesan masuk di layar.[Aku berangkat ke kantor. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat sekolah. Have a nice day]"Hmmmhh... ck!" Livia berdecak usai membaca pesan y
Livia membuka mata sambil merasakan tubuhnya tidak nyaman. Huuffh... lagi-lagi dia ketiduran di atas meja belajar dengan posisi tertelungkup. Di hadapannya beberapa buku menumpuk. Dan dia baru sadar, kalau ini terjadi karena dia kelelahan mengerjakan PR. Dengan gerakan sedikit malas, Livia mulai mengemasi buku-buku tersebut dan memasukkan sebagian ke dalam tas. Dia hanya bisa memutar lirih saat melihat beberapa tugas yang belum terselesaikan. Bodo amat! Batinnya. Livia sudah menyerah dengan PR Fisika yang telah dia kerjakan sejak dua jam lalu itu dan langsung melasakkan buku tulis bercover CAMPUS ke dalam tas sekolah miliknya. Setelah semua dirasa beres, Livia menggerakkan ke kamar mandi untuk mencuci muka lalu memakai skincare sebagai rutinitas wajib sebelum tidur. Begitu selesai, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Namun saja dia bersiap untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Livia menggeram lirih saat melihat botol minuman di atas nakas di baru sebelah