“Kita putus!” Aliandra Cessa menunduk dalam, tanpa sanggup menatap layar smartphone-nya yang saat ini sedang melakukan sambungan video call dengan sang kekasih yang kini resmi menjadi mantan kekasihnya. Setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri, barulah ia yakin kalau kekasihnya itu benar-benar menduakannya. Dan parahnya lagi, laki-laki itu berselingkuh dengan Amanda—sahabatnya sendiri. Astaga!“A—apa? Pu—putus?” tanya Aldo Prayoga—kekasih Alia, dengan jantung yang berdebar hebat. Dia berharap kalau kekasihnya itu sedang melakukan prank saja terhadap dirinya mengingat hari itu adalah anniversary mereka yang ketiga.
Seorang laki-laki dengan kemeja tangan panjang yang ia gulung sampai sikut, melenggang masuk ke dalam sebuah rumah besar yang di dalamnya hanya di huni oleh dirinya dan sang papah. Laki-laki itu adalah Reyvan Anggara, seorang dosen di kampus negeri ternama di kota Bandung. Usianya hampir menginjak kepala tiga, tapi ia belum memikirkan soal pernikahan.“Papah udah punya calon istri untuk kamu, Rey!” Pernyataan sang papah siang itu bagaikan petir di siang bolong. Reyvan yang baru saja pulang mengajar dari kampusnya, tersentak tidak percaya mendengar pernyataan papahnya barusan. Tiba-tiba kepalanya berdenyut nyeri mendengar ucapan papahnya itu.
Hari ini adalah hari terakhir Alia mengikuti acara MPK di kampusnya. Ia turun dari mini cooper berwarna merah miliknya yang merupakan hadiah sweet seventeen dari sang papih tahun lalu. Ia mengambil papan nama yang sudah selama satu minggu ini menemaninya menjalani MPK.Si Manis Jembatan Ancol, nama yang tertulis di papan nama yang terbuat dari karton tebal itu. Para seniornya memang sengaja menyuruh para mahasiswa baru untuk mengganti nama mereka selama acara MPK berlangsung dengan nama-nama hantu. Entahlah tujuannya apa, Alia hanya menuruti perintah para seniornya saja. Toh, si manis jembatan Ancol adalah nama yang tidak terlalu buruk menurutnya. Berdasarkan kisahnya, si manis jembatan ancol adalah gadis cantik nan sexy. Daripada dirinya harus mengganti namanya selama satu minggu dengan sebutan ‘Wewe Gombel.’Hiiiih, Alia bergidik ngeri membayangkan penampakan sosok hantu tersebut.“Al ....” Seseorang terdengar memanggi
“Pagi, Mih, Pih.” Alia menghampiri kedua orang tuanya yang sudah berada di ruang makan dan mencium pipi orang tuanya bergantian. Semalam ia tidur larut karena menyiapkan perlengkapan untuk ke kampus pagi ini. Belum lagi bayangan Reyvan yang terus menari-nari di pikirannya. Walaupun tadi malam Alia tidur hanya beberapa jam saja, namun ia sangat bersemangat menjalani hari-harinya menjadi seorang mahasiswa. Ia tidur menjelang pukul dua dini hari. Ia bangun kesiangan karena jam beker yang sudah ia setting untuk membangunkannya pukul enam tidak berdering karena kehabisan baterai. Dan tumben sekali mamihnya tidak cerewet membangunkannya. Mungkin sang mamih berpikir dirinya kuliah di siang hari. “Ayo sarapan, Al,” ajak sang mamih. Di meja makan sudah tersedia segelas susu murni rasa coklat hangat dan roti isi selai coklat kesukaannya. Walaupun sudah besar, Melati memang selalu menyediakan susu untuk Alia agar putrinya itu tumbuh besar dan tinggi. Walaupun tinggi Al
“Al, setelah selesai kuliah kamu mau kemana?” tanya Satria yang duduk di samping bangku Alia. Mereka sudah menyelesaikan jadwal perkuliahan terakhir hari ini. Terlihat Kinanti dengan tergesa-gesa merapihkan peralatan kuliahnya. “Al, maaf aku duluan ya. udah dijemput soalnya,” ujarnya, “Bang Sat, aku duluan ya,” pamitnya lagi pada Satria. Ia tertawa keras saat Satria memelototinya. Satria memang paling tidak suka kalau anak dari sahabat ibunya dan juga sahabatnya sendiri memanggilnya Bang Sat (singkatan dari Abang Satria). Panggilan itu tidak enak didengar. “Iya … hati-hati ya, Nan,” kata Alia. “Sampai ketemu besok,” ujar Kinanti sambil berlari keluar kelas. “Al, setelah selesai kuliah kamu mau kemana?” Satri mengulang pertanyaannya lagi karena tadi Alia belum menjawab pertanyaannya. Alia membereskan peralatan kuliahnya ke dalam tas, lalu melirik Satria. “Kayaknya langsung pulang deh, Sat. kenapa emang?” tanyanya. Ia melirik jam tangannya, suda
Sebagai manusia yang normal, tentunya kita menginginkan menikah dengan seseorang yang dicintai.Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.Ketika dua orang sudah memantapkan hati utnuk melangkah ke jenjang pernikahan, keduanya berarti sudah yakin satu dengan yang lainnya.Menjalani pernikahan bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Hal tersebut memerlukan banyak persiapan, baik secara fisik maupun mental. Baik secara materi atau pikiran. Semuanya diperlukan untuk menghasilkan rumah tangga yang baik dan dapat berjalan dengan sangat lancar.Saling percaya dan saling cinta menjadi satu di antara kunci yang akan menyatukan pasangan selamanya. Perasaan cinta akan benar-benar dapat dibuktikan melalui sebuah pernikahan.Menikah adalah proses menyatukan dua insan dalam mahligai rumah tangga, dimana pernikahan itu
Matahari masih malu-malu menampakkan sebagian sinarnya. Alia terbangun dari tidur nyenyaknya pagi ini. Ia merentangkan kedua tangannya dan menghirup udara pagi yang terasa sangat segar. Sesaat ia tersentak saat terbangun dan menyadari berada di dalam kamar kedua orang tuanya. Tapi ia segera sadar bahwa tadi malam dirinya memang tidur bersama sang mamih guna menghindari malam pertamanya bersama si om. Entah tidur di mana sang papih semalam. Alia terkikik mengingat kejadian itu. ‘Maafkan anakmu yang durhaka ini, Pih,’ gumam Alia. Alia mengedarkan pandangan ke sekeliling sudut kamar, tidak ada siapa-siapa di kamar itu selain dirinya. Mungkin sang mamih sudah turun ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Memang di rumah itu yang menyiapkan sarapan selalu sang mamih, bukan asisten rumah tangganya. Kemudian Alia bergegas keluar kamar dan berjalan menuju kamarnya sendiri. Ia berjalan mengendap-endap seperti maling yang ketakutan jika tertangkap basah. Dibukanya
Pagi setelah hari pernikahan, Alia tengah bersiap menurunkan koper yang berisi pakaiannya. Hari ini ia akan mulai tinggal di apartemen suaminya. Dengan langkah gontai, ia mulai menuruni anak tangga dengan membawa koper besarnya.“Kamu hati-hati di sana ya, Al,” ucap Melati saat Alia berpamitan, “yang nurut sama Reyvan, ya,” lanjutnya menasihati.“Rey, Papih titip Alia ya. Tolong jaga Alia.” Sang ayah mertua berpesan pada menantunya.“Iya, Pih. Rey akan jaga Alia baik-baik,” jawab Reyvan, ia mencium punggung tangan kedua mertuanya bergantian.“Mih, Pih, Alia pergi ya,” ujar Alia, ia menatap orang tuanya lalu memeluk mereka bergantian. Rasanya ia memang berat berpisah dengan orang tuanya. Ia juga berat meninggalkan bi Ijah yang sudah ia anggap sebagai ibu keduanya.“Sering-sering mampir ke sini ya, Non,” kata Bi Ijah. Terlihat raut kesedihan tercetak di wajah wanita yang su
Begitu sampai di parkiran kampus, Satria memarkirkan mobilnya dengan tergesa-gesa. Menyambar tas ransel yang teronggok begitu saja di belakang jok mobil, lalu segera melangkahkan kakinya keluar dari dalam mobil. Ia terlihat celingukan mencari seseorang begitu ia menjejakkan kakinya di halaman kampus yang luas itu.“Kemana sih, nih orang?! Giliran dibutuhin kaya gini malah ngilang,” gerutu anak muda itu. Ia terus mengedarkan pandangannya ke seantero wilayah kampus sambil tangannya terus memencet nomer telepon Kinanti—gadis yang sedang ia cari.Tadi pagi dirinya mendapatkan kabar buruk bahwa kemarin Alia kecelakaan. Untuk memastikan berita itu benar atau tidak, ia harus menanyakannya pada Kinanti. Siapa tahu saja gadis ituInsting kejantanannya memberitahunya bahwa orang yang ia cari pasti sedang berada di dalam kantin, menikmati sepiring makanan kesukaannya. Dan benar saja, Kinanti berada di sana! Ia terlihat sedang menikmati makan siangnya seorang diri sambil sesekali jari-jari tangan
Suara derap langkah menggema di sepanjang lorong rumah sakit lantai dua. Sepasang suami istri itu berjalan terburu-buru menuju ruang rawat putrinya. Setelah memastikan bahwa Alia kecelakaan, maka Reyvan segera menghubungi mertuanya—papih dan mamih Alia. Mereka tiba di depan ruangan bertuliskan ‘Lily’s Room’—kamar VVIP tempat Alia di rawat. Dengan perlahan, dibukanya pintu berwarna coklat itu. Tidak ada siapa-siapa di dalam sana, hanya ada tubuh sang putri yang terbaring lemah, masih tak sadarkan diri. Mungkin sang menantu sedang pergi ke kantin sebentar. Mamih Alia menutup mulut dengan kedua tangannya. Ia benar-benar tak menyangka kejadian naas itu bisa menimpa putri semata wayangnya. Hampir saja tubuhnya ambruk di atas lantai dingin itu jika saja suaminya tidak segera menyangga tubuh rapuhnya. “Anak kita, Pih …” isak wanita yang masih cantik di usianya yang sudah tak muda lagi itu. “Iya, Mih. Alia pasti kuat, Mih. Dia pasti bisa segera melewati masa kritisnya,” ujar sang suami men
Praaakkk Sebuah figura yang membingkai foto Alia tidak sengaja tersenggol oleh Melati sehingga menyebabkan figura itu menyentuh tanah dan kacanya hancur berantakan. “Astagfirullah …” pekik Melati, ia mengusap dadanya. Tiba-tiba saja perasaan tidak enak menyergap hatinya. Jantungnya pun berdegup kencang. ‘Ini pasti sebuah firasat,’ pikirnya. Mendengar suara pecahan kaca disusul dengan pekikan dari majikannya, membuat Bi Ijah datang tergopoh-gopoh menghampirinya di dalam kamar. “Ada apa, Bu?” tanyanya khawatir. Matanya menangkap serpihan kaca yang sudah berceceran di lantai kamar itu. “Nggak tau, Bi. Tiba-tiba aja saya nggak sengaja menyenggol foto Alia,” ungkap Melati, masih memegangi dadanya. “Kok perasaan saya jadi nggak enak ya, Bi? Astagfirullah.” Melati mengusap dadanya pelan. “Ibu jangan berpikiran yang macem-macem. Non Alia pasti nggak kenapa-napa, Bu,” ujar Bi Ijah, seakan tahu kekhawatiran yang menimpa majikannya. Menurut mito
Setelah perkuliahannya selesai, Alia berjalan dengan cepat menelusuri koridor kampus dan sambil menyibakkan rambutnya yang sedikit menutupi wajahnya yang diterpa angin. Lalu dengan langkah ringan ia menuruni anak tangga satu per satu.“Alia!”Sebuah suara dari arah belakang terdengar memanggil namanya. Alia segera menghentikan langkah dan menoleh mencari asal suara itu. Dilihatnya Aldo tersenyum menghampirinya. Sejak Aldo menolong dirinya membawa Mamihnya ke Rumah Sakit, Alia mencoba bersikap ramah dan wajar terhadap dirinya lagi. Bagaimana pun juga Aldo adalah mantan kekasihnya dan pernah menolong sang mamih.“Ada apa, Do?” tanya Alia, ia kembali melangkahkan kakinya.“Aku denger kemarin kamu sakit ya, makanya nggak masuk kuliah?” tanya Aldo sambil menyejajarkan langkahnya dengan langkah Alia.Alia mengangguk sekilas. “Iya. Cuma demam biasa aja, kok.”“Kemarin aku nyariin kamu.”
Di saat Alia sedang menikmati buburnya di ruang makan, tiba-tiba pintu apartemen berbunyi. Reyvan yang sedang berada di dapur, segera beranjak untuk membukakan pintu.“Kamu lanjutin makan aja, biar saya yang buka,” kata Reyvan saat melihat Alia beranjak hendak membukakan pintunya. “Mungkin itu tukang servis AC, soalnya tadi saya hubungi suruh datang.”“Oh, yaudah ….” Alia melangkah kembali ke ruang makan untuk melanjutkan sarapan plus makan siangnya.Di saat Reyvan membuka pintu, di sana ada Satria dan Kinanti.“Lho, kok Pak Reyvan ada di sini?” tanya Satri kaget. Kinanti pun melongo—tidak kalah kaget.“Ini ‘kan memang apartemen saya,” jawab Reyvan cuek.Satria buru-buru mengeluarkan kembali ponselnya. Ia membaca deretan huruf yang bertuliskan alamat tempat tinggal Alia yang tadi ia dapat dari mamih Alia sendiri.“Ini apartemen Gardenia lanta
Satria mengendarai kuda besi berwarna hitam miliknya dengan kecepatan sedang. Jarak dari kampus ke Rumah Sakit akan memakan waktu kurang lebih 30 menit.“Al,” panggil Satria.Alia yang sedang menikmati jalanan lewat kaca mobil di sampingnya, menoleh ke arah temannya itu.“Bukannya tadi kamu disuruh datang ke ruangan pak Reyvan, ya?” tanya Satria sambal tetap fokus menatap jalanan—mengemudikan mobilnya.“Biarin aja, aku nggak peduli. Keadaan mamih lebih penting,” jawab Alia, ia membuka sedikit kaca mobil untuk menikmati udara siang itu. Angin menerbangkan sebagian rambutnya yang ia biarkan tergerai.“Emangnya kamu nggak takut kena hukuman dari pak Reyvan?” goda Satria.Alia mengendikkan bahu. “I really don’t care,” sahutnya yakin. Ia memang tidak peduli jika nanti suaminya itu akan memarahinya ketika tiba di rumah. Ia tidak peduli sama sekali!“Lagia
Hingga malam menjelang, ternyata Melati belum juga tersadar dari pingsannya padahal dokter sudah memastikan keadaannya baik-baik saja. Entah apa yang membuatnya betah memejamkan mata. Karena sang mamih belum sadar juga, akhirnya Alia memutuskan untuk menunggui mamihnya di samping ranjangnya.Tadi malam sekitar pukul tujuh, Bagas datang ke Rumah Sakit langsung dari Bandara. Setelah dikabari oleh asisten rumah tangganya, Bagas segera mengambil jadwal penerbangan dari Balikpapan menuju Jakarta, setelah itu melanjutkan perjalanan darat menuju Bandung. Pagi tadi sebelum istrinya jatuh pingsan, Bagas berpamitan untuk meninjau proyeknya yang berada di Balikpapan. Padahal pekerjaannya di sana belum selesai, namun ia tinggalkan setelah tahu istrinya tiba-tiba pingsan.Reyvan melirik jam yang melingkar ditangannya, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. “Pih … Papih pulang aja untuk istirahat. Biar Reyvan yang jaga mamih,” ujarnya pada sang ayah mertua saat mel
Siang itu setelah jadwal perkuliahannya selesai, Alia memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Kinanti dan Satria sudah pamit pulang duluan karena mereka ada urusan nanti sore. Sebelum pulang ke rumah orang tuannya, Alia akan meminta izin dulu kepada suaminya. Ia membelokkan kakinya menuju ruangan Reyvan. Setelah berada di depan pintu, diketuknya pintu itu. Ia membuka kenop pintu setelah ada sahutan dari dalam yang mempersilahkannya masuk. “Al, ada apa?” tanya Reyvan saat istrinya sudah menutup pintu itu kembali.
Pagi ini langit sangat cerah. Alia mengerjap-ngerjapkan matanya, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk melalui matanya. Ia terbangun saat matahari sudah cukup tinggi. Semalaman ia susah memejamkan matanya. Mungkin ia masih harus menyesuaikan diri tinggal di apartement Reyvan dan mungkin juga karena ada seorang laki-laki yang statusnya sudah menjadi suaminya berbaring di sampingnya. Ia merasa takut, takut suaminya melakukan hal yang tidak-tidak terhadap dirinya.‘Astaga!’ Alia terlonjak saat melihat jam yang terpasang di kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 dan itu berarti hanya tinggal 30 menit lagi sebelum perkuliahannya dimulai. Ia melihat di sampingnya sudah tidak ada suaminya.Alia beranjak dari tempat tidurnya lalu melangkahkan kaki menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya dengan tergesa-gesa. Ia menggosok gigi dan mencuci mukanya. Setelah itu ia keluar dari kamar menuju lemari pakaian dan mengambil asal pakaian yang akan dipakainy