Belum sempat keluar dari mobil, pergelangan tangan Hazel dicengkeram oleh telapak tangan yang hangat, menariknya kembali.Sebelum Hazel sempat bereaksi, tubuhnya jatuh kembali ke kursi samping kemudi, menatap kosong ke arah Sergio.Sergio mengerucutkan bibirnya. Tatapannya yang dalam menatap Hazel tanpa berbicara.Dalam sekejap, Hazel langsung mengerti apa yang Sergio inginkan.Dia tersenyum tidak berdaya, lalu memiringkan kepalanya dan menjatuhkan ciuman lembut di bibir Sergio. Lalu, dia melambaikan tangannya sambil tersenyum tipis. "Sampai jumpa suamiku, aku akan merindukanmu!"Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu jawaban dari Sergio, dia langsung membuka pintu mobil dan melangkah keluar.Sergio menatap kepergian Hazel. Jari-jari rampingnya yang indah dengan lembut menyentuh bibir bawahnya, lalu tersenyum puas.Setelah sampai di kantor, Hazel memanggil Yudhis ke ruangannya.Yudhis terlihat tidak dalam keadaan yang baik. Wajahnya sedikit kuyu, bahkan dia terkesan sedikit acak-acakan
Hazel terdiam, seakan-akan ada sesuatu yang tiba-tiba meledak di benaknya."Apa katamu?"Bagaimana mungkin bayi di dalam perut Winda bukan akan Yudhis?Winda memang gadis yang cukup gila kalau sudah jatuh cinta, tetapi dia bukan gadis yang akan melakukannya dengan siapa saja.Ini tidak mungkin!Yudhis bisa melihat keterkejutan di bawah mata Hazel, lalu memutuskan untuk menjelaskan, "Yang bersama Winda malam itu bukan aku."Hazel masih belum pulih dari keterkejutannya. Dia sudah membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa.Yudhis tampak puas dengan reaksinya dan mendekatinya lagi, sambil bergumam di telinganya."Semua kekhawatiranmu itu nggak berdasar. Selama kamu mau, aku bisa membawamu pergi sejauh yang kamu mau.""Gila!" Hazel menyela sambil mencibir, lalu mendorong Yudhis dengan paksa. "Aku nggak tertarik padamu. Selain itu, aku sudah menikah.Yudhis sama sekali tidak peduli. "Menikah atau nggak, aku bisa merebutmu dari Sergio kalau kamu mau."Hazel tampak seperti mendenga
Setelah kejadian ini, banyak orang berpikiran macam-macam.Tidak disangka Bu Hazel ternyata orang yang seperti itu.Sudah punya Sergio, tetapi masih belum merasa cukup, sampai melakukan hal seperti itu di ruangannya dengan pegawainya.Benar-benar tidak bisa dinalar.Hazel merasa ada yang mengganjal di hatinya begitu menyadari kalau mereka salah paham dengannya.Dia memelototi Yudhis dengan kesal, lalu berkata dengan suara dalam yang penuh peringatan, "Nggak usah berlebihan!""Mana mungkin. Aku harusnya malah lebih menyayangi Bu Hazel."Jawaban Yudhis terkesan ambigu, seakan dia memang memiliki hubungan seperti itu dengan Hazel.Nada bicaranya terkesan sombong dan tidak merahasiakan apa pun, benar-benar ingin orang lain salah paham dan berpikiran aneh-aneh.Setelah mengatakan itu dia masih sempat tersenyum tipis, lalu berjalan keluar tanpa menoleh ke belakang di bawah tatapan semua orang.Hazel menghela napas panjang. Dia ingin sekali menarik Yudhis kembali, lalu memintanya menjelaskan
Sore harinya, Intan datang ke ruangan Hazel dan mengatakan, "Bu Hazel, malam ini ada acara makan malam amal di Lumina Hotel. Penyelenggara mengundang Bu Hazel untuk datang. Gaun untuk pergi ke sana sudah disiapkan.""Ya."Hazel mengangguk, menandakan kalau dia mengerti.Setelah beberapa saat, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan menoleh untuk melihat Intan di belakangnya."Bu Intan, malam ini kamu nggak perlu ikut. Aku akan meminta Risma buat ikut denganku."Intan tertegun, sedikit kepanikan melintas di pelupuk matanya. Lalu, dia bertanya dengan penuh semangat, "Kenapa? Bu Hazel, apa ada yang kurang dengan kinerja saya?"Hazel tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Matanya tertuju pada perut Intan, lalu dia menjawab, "Kamu lagi hamil, jadi lebih baik jangan pakai sepatu setinggi itu. Ada banyak hal di perjamuan nanti, jangan sampai bayi dalam kandunganmu kenapa-kenapa."Hazel memang menyukai anak kecil.Meskipun masih belum punya pemikiran untuk memiliki anak, masalah ini selalu ada dala
Menyadari berbagai macam tatapan mata banyak orang yang tertuju padanya, Hazel mengaitkan bibirnya erat-erat. Bahkan genggamannya pada tangan Sergio sedikit mengencang tanpa dia sadari.Sergio menunduk dan kebetulan melihat wajah Hazel yang tegang. Dia langsung mengulurkan tangannya dan menarik Hazel ke dalam pelukannya.Dia menundukkan kepalanya dan berbisik ke telinga Hazel, "Jangan gugup, ada aku di sini."Hazel tanpa sadar mengangkat matanya dan bertemu dengan mata Sergio yang penuh kelembutan dan menyalurkan semangat itu.Entah karena matanya yang terlalu memikat atau karena Sergio mampu memberikan rasa aman yang cukup, hati Hazel yang tadinya tegang seketika menjadi rileks.Alisnya perlahan terangkat dan dia menebarkan senyuman ke arah Sergio."Hmm!"Dalam sekejap, tekanan yang berasal dari ruang perjamuan seakan menguap entah ke mana.Sergio tersenyum tipis. Dia memaksa dirinya untuk tidak menundukkan kepala dan mencium Hazel. Dia hanya merangkul pundak Hazel, lalu membawanya ma
Winda benar-benar menunjukkan wajah dingin dan meronta sekuat tenaga. "Hei, Tuan, tolong tunjukkan sedikit rasa hormatmu. Ada banyak orang yang melihat, apa kamu nggak takut kehilangan muka?"Namun, pria itu tidak memiliki rasa takut sedikit pun, malah tertawa dengan penuh semangat."Oh, jadi kamu menolakku karena di sini ada banyak orang? Kalau begitu kita naik ke atas saja. Aku punya kamar presiden suit di sini. Sayang, kamu tenang saja. Aku pasti akan memuaskanmu!"Setelah mengatakan itu, pria itu mendekat dan terlihat ingin mencium bibir Winda.Winda berteriak dan meminta pertolongan kepada orang-orang di sekitar, tetapi semua orang menatapnya dengan acuh, tetapi ada gurat simpati dalam sorot mata mereka.Namun, tidak ada satu orang pun yang bersedia mengulurkan tangan untuk menolongnya.Karena pria itu bukan orang lain, melainkan ayah dari seorang pejabat tinggi di Kota Palapa. Penyelenggara perjamuan ini memiliki hubungan yang tidak biasa dengan pejabat tinggi ini.Tepat ketika W
Dia meraih tangan Hazel dan menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Aku baik-baik saja, Rafael yang menolongku."Hazel melirik ke arah yang ditunjuk Winda dan gelombang kemarahan membuncah di dadanya.Jika Rafael tidak datang tepat waktu, Winda pasti sudah dilecehkan!Sungguh keji!Melihat Sergio, mata Rafael langsung berbinar. Dia pun memanggilnya, "Sergio."Sergio mengangguk pelan, lalu menatap pria yang terbaring di lantai, yang masih terus meratap kesakitan."Tuan Bima?"Mata pria paruh baya itu berbinar, merasa kalau dia sudah menemukan seorang penyelamat. Dia mengangguk, lalu menjawab, "Ya, namaku memang Rama. Tuan Sergio ternyata punya daya ingat yang bagus. Tolong minta Tuan Rafael untuk melepaskanku. Kita sama-sama teman, jadi kenapa harus sampai seperti ini?"Sergio mengangkat alisnya, sudut bibirnya perlahan-lahan menyunggingkan senyuman dingin, "Daya ingatku memang bagus, tapi aku nggak ingat kalau ada orang bernama Bima yang berkuasa di Kota Palapa."Nada suaranya memang t
Melihat keraguan dan ketakutan di dasar mata Winda, Rafael langsung berkata, "Nggak perlu. Kalau kamu benar-benar menyesal, bilang padanya. Kalau dia macam-macam lagi sama Winda, dia akan berhadapan dengan Keluarga Bramantyo."Suara Rafael jernih dan penuh daya tarik, membuat jantung Winda berdebar kencang ketika mendengarnya.Penyelenggara acara mengangguk berulang kali dan meyakinkan kalau Bima tidak akan pernah muncul di depan Winda lagi. Setelah itu, Rafael baru melepaskannya.Mendapatkan jawaban yang diinginkan, Rafael menatap penyelenggara acara dengan sorot dingin, lalu menggandeng tangan Winda untuk meninggalkan ruang perjamuan.Melihat punggung keduanya yang menjauh, Hazel mengerjap kosong, matanya dipenuhi kebingungan."Apa yang mereka lakukan ...."Melihat keterkejutan Hazel, Sergio tertawa pelan.Telapak tangannya menempel di atas kepala Hazel dan mengusapnya dengan lembut, lalu dia mengatakan, "Sejelas ini, tapi kamu masih nggak tahu?"Rasanya seperti ada yang meledak di d