Mendengar kata-kata Hazel, Sergio bahkan sampai tertawa terbahak-bahak.Suaranya rendah dan seksi, dadanya bergetar ketika dia tertawa.Pipi Hazel terasa panas. Dia menggosok telinganya dengan ekspresi tidak wajar, merasakan arus listrik mengalir di sepanjang telinganya."Sergio, sudah cukup! Jangan mengejekku lagi!"Begitu kata-kata itu keluar dari mulut Hazel, sebuah tangan yang hangat dan kuat tiba-tiba melingkari pinggangnya, membuat Hazel tertarik ke dalam pelukannya.Hazel tidak siap dan tubuhnya membentur dada yang keras.Dia mendongak tanpa sadar, lalu melihat kalau Sergio tengah menatapnya. Mata yang dalam itu seakan memantulkan ribuan bintang."Aku nggak mengejekmu, aku cuma lagi bahagia."Hazel yang mendengar itu pun menimpali acuh, "Bahagia kenapa? Kamu memang mengejekku!"Bukankah Hazel hanya terpesona oleh godaan Sergio?Apa yang memalukan dari terpesona oleh suaminya sendiri?Merasakan kelembutan dalam pelukannya, hati Sergio langsung luluh.Dia menunduk, mencium kening
Rafael diam-diam menarik bibirnya membentuk senyuman tipis, lalu menunjukkan gerakan mempersilakan.Winda tidak punya pilihan lain selain masuk ke dalam mobilnya.Setengah jam kemudian, mobil sudah terparkir di lantai bawah rumah Winda. Winda melirik ke arah Rafael dan berkata, "Tuan, terima kasih karena sudah membantuku hari ini."Rafael mengetuk setir mobil dengan lembut, lalu bertanya sambil mengangkat alis, "Hmm? Apa yang akan kamu lakukan untuk berterima kasih kepadaku?"Winda tertegun, lalu menjawab, "Aku akan mentraktir makan, tapi aku nggak bisa kasih yang mahal."Winda memang sudah mendapat pekerjaan, tetapi dia masih harus membayar uang sewa rumah.Namun, Rafael tidak peduli dan mengangguk pelan, "Ya! Kalau begitu aku menantikannya. Sudah malam, cepat masuk dan istirahatlah."Winda mengangguk, melepaskan sabuk pengamannya dan keluar dari mobil.Setelah sampai di rumah, Winda menghela napas lega. Entah kenapa, dia selalu merasa gugup saat berduaan dengan Rafael.Apa yang dia p
Sergio yang baru selesai mandi berjalan ke sisi ranjang, lalu mencium kening Hazel dengan lembut.Hazel memelototinya dengan kesal. "Ini salahmu! Aku jadi kesiangan begini!"Sergio tersenyum, lalu mengambil baju yang ada di tangan Hazel, membantu Hazel memakainya. Lalu, dia menjawab lembut, "Ya, ini memang salahku. Pintarnya, masih sakit nggak?"Wajah Hazel memerah, bahkan rona merah ini menjalar sampai ke telinganya.Masih sakit nggakPintarnya ....Selama ini tidak ada yang pernah memanggilnya seperti ini.Bibir Hazel yang merah merona sedikit cemberut, dia mendengus dengan nada kesal, "Sudahlah, kali ini aku maafkan."Melihat sikap patuh Hazel, Sergio tidak bisa menahan senyumnya.Hazel-nya masih bisa luluh dengan mudah, membuat Sergio memiliki dorongan untuk lebih menyayangi dan memanjakannya.Sergio menunduk dan memberikan sebuah kecupan di bibir Hazel. Kecupan ini tidak mengandung nafsu, sangat tulus dan serius."Hazel, aku mencintaimu."Hazel tidak menyangka Sergio akan menyatak
Di dalam salah satu vila di Kota Palapa.Video yang sama juga sedang diputar.Mata pria yang memegang ponsel membara saat menatap wanita dalam video, yang mengenakan gaun yang bagian belakangnya memiliki model panjang. Dandanannya sangat cantik, temperamennya pun sangat menawan. Saat ini, tatapan matanya terlihat rumit.Tepat pada saat itu, sebuah tangan dengan kasar merenggut ponsel dari tangannya. Orang itu berteriak marah, "Justin, kamu sudah menatap video ini selama setengah jam. Apa yang kamu inginkan sebenarnya?"Justin mendongak dan menatap wanita yang berdiri di depannya dengan tidak senang, lalu menjawab datar, "Kembalikan ponselku."Dia mengulurkan tangannya untuk mengambil ponselnya kembali.Namun, Darra mundur dua langkah dan mencibir, "Justin, aku tanya lagi. Apa yang kamu lakukan barusan?""Bukannya cuma lihat video saja? Kenapa kamu terlihat begitu menghayati?"Justin dengan tidak sabar beranjak dari sofa, lalu mengulangi perkataannya, "Kembalikan ponselku!""Nggak akan!
Bukan hanya itu saja. Darra tidak pernah merasa puas, merasa kalau apa yang diberikan Justin terlalu sedikit, bahkan membandingkannya dengan Sergio. Dia juga meminta Justin untuk merebut harga keluarga yang ada di tangan Sergio.Ketika Justin berbincang singkat dengan wanita lain pun Darra akan curiga, menuduhnya selingkuh.Justin benar-benar lelah.Kalau pernikahan bisa mengubah seseorang sampai seperti ini, dia akan memilih untuk tidak menikah selamanya.Darra membuka mulutnya, kilatan kepanikan terlihat di matanya. "Nggak begitu, Kak Justin. Kenapa kamu berpikir seperti itu tentangku? Aku sayang banget sama kamu! Semua yang aku lakukan juga demi kamu."Justin tersenyum sendiri, menatap ponsel yang sudah hancur di lantai, lalu bertanya, "Menghancurkan ponsel juga demi aku?"Darra berkedip merasa bersalah, lalu menjawab dengan kesal, "Aku ... aku begitu karena kamu melihat video Kakak terus. Aku takut kamu menyesal karena sudah menikah denganku! Aku nggak sengaja!"Justin menghela nap
Hazel mengambil cuti satu hari di rumah dan kembali ke kantor keesokan harinya.Namun hari ini, suasana di perusahaan jelas sedikit berbeda. Banyak karyawan yang berkumpul dan membicarakan sesuatu dengan berbisik-bisik.Melihat Hazel, ekspresi mereka langsung berubah menjadi serius. "Bu Hazel, selamat pagi."Hazel mengangguk dan langsung masuk ke dalam lift.Meski tidak bertanya, samar-samar dia mendengar nama Yudhis disebutkan dalam perbincangan mereka.Sesampainya di ruang kantor, Intan masuk dengan tergesa-gesa, lalu berkata dengan raut wajah cemas dan bingung, "Bu Hazel, ini surat pengunduran diri yang Yudhis minta untuk diserahkan kepada Bu Hazel. Dia sudah mengemasi barang-barangnya dan pergi."Hazel tidak terkejut dan mengangguk pelan, "Taruh saja di sana. Beritahukan kepada departemen desain untuk rapat."Intan terdiam, lalu menjawab, "Bu Hazel, jadi Bu Hazel sudah tahu soal pengunduran diri Yudhis?""Hmm."Hazel mengangguk sebagai jawaban.Dia memang menghargai bakat Yudhis, t
Hazel mendongak dan melihat ke luar jendela. Tangannya yang berlumuran darah dengan gemetar menurunkan jendela dan meminta bantuan....Sergio sedang berada di tengah-tengah rapat ketika menerima telepon. Ervan bergegas masuk, berkata dengan nada cemas, "Tuan, gawat. Nyonya ... Nyonya mengalami kecelakaan mobil!""Apa?" Sergio berdiri dari kursinya dengan kaget dan langsung pergi dengan tergesa-gesa setelah mengatakan kalau rapat ditunda.Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Sergio melajukan mobil dengan sangat cepat. Kalau bisa, dia ingin terbang karena ingin cepat sampai di rumah sakit.Otot dan sarafnya terasa tegang. Dia terus berdoa dalam hati agar Hazel baik-baik saja.Ketika keluar dari mobil, kaki Sergio gemetar. Kalau tidak berpegangan pada pintu, dia mungkin akan jatuh ke tanah.Namun, dia tidak berani membuang waktu barang satu detik pun dan dengan cepat berlari ke ruang gawat darurat.Dokter sedang mengoleskan obat kepada Hazel ketika dia tiba di sana.Sosok Hazel begitu ke
Mungkin karena aura Sergio terlalu kuat, dokter yang ditatap dengan sorot dingin dan tegas oleh Sergio merasa tidak nyaman saat mengobati Hazel.Ketika dokter tidak fokus, tangannya bergetar tak terkendali."Ugh ...."Merasakan rasa sakit di dahi, Hazel tidak bisa menahan diri dan meringis kesakitan.Wajah Sergio seketika berubah suram, suaranya yang rendah membawa niat mematikan yang kental, "Kalau nggak bisa ngobatin luka, minta dokter lain yang melakukannya."Dokter itu tertawa getir. Dia tentu saja ingin mengoleskan obat dengan benar.Namun, siapa yang tidak takut saat ditatap oleh seseorang seperti Sergio?Hazel menarik ujung jas Sergio perlahan, lalu mengingatkan sesuatu kepadanya, "Om, kamu bikin dokter takut."Ketika Sergio mendengar ini, ekspresi tegang di wajahnya langsung mengendur. Niat mematikan dan ketidak pedulian di bagian bawah matanya perlahan-lahan memudar.Meskipun masih mencekam, jelas terlihat bahwa tekanan udara di sekelilingnya tidak serendah sebelumnya.Dokter