Share

Bab 05

Penulis: CH. Blue Lilac
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-05 09:06:20

"Bisa gak kamu di sini aja?"

Keduanya saling melemparkan pandangan satu sama lain. Namun, Galen lebih dulu menyudahi tatapan itu karena khawatir Nayya merasa tidak nyaman.

"Saya, akan berjaga di luar."

"Jangan di luar!" Nayya memotong. "Kamu tidur di dalam sini aja. Di sana—" Ia menunjuk sofa panjang berwarna maroon yang berada di dekat lemari pakaian.

"Tapi Non, saya khawatir Tuan Liam tiba-tiba pulang dan—"

Nayya menghela nafas. Mimik wajahnya tampak kecewa karena penolakan Galen. "Padahal kamu juga bisa sambil istirahat kalau tidur di sana. Tapi kalau kamu lebih nyaman di luar ya terserah. Aku gak bisa maksa."

Galen menghela nafas pelan. Ia tau Bosnya cukup keras kepala dan menuntut dalam beberapa kesempatan. Termasuk kali ini. Jadi daripada berdebat, ia memutuskan untuk mengiyakan permintaan sang Nona muda untuk tetap berada di dalam sana.

"Baik, Nona. Saya tidak akan ke mana-mana malam ini."

Nayya tersenyum lega setelah mendengar jawaban Galen. Ia mengucapkan terima kasih pada sang bodyguard sebelum mulai memejamkan mata.

"Selamat malam, Nona." Mimpi indah... lanjut Galen dalam hati.

Malam itu, Galen menepati janjinya untuk tetap berada di sana. Menemani sang majikan. Namun alih-alih istirahat, pemuda berbadan tegap itu justru mulai membereskan kamar Nayya yang berantakan akibat amarahnya tadi.

Ia bergerak pelan agar tak membangunkan sang majikan yang kini sudah terlelap. Barang-barang yang pecah ia kumpulkan di sudut, sementara barang lainnya ia tata kembali pada tempatnya dengan cermat. Kamar yang sebelumnya seperti kapal pecah kini mulai rapi kembali.

Di tengah-tengah kesibukannya, dari sudut mata, Galen melihat Nayya yang mulai tampak gelisah dalam tidurnya. Wajahnya yang tadinya tenang perlahan berubah menjadi tegang, bahkan terdengar napasnya yang tersengal-sengal.

“Nona…” Galen mendekat dengan langkah hati-hati. Ia berlutut di sisi tempat tidur dan dengan lembut mengusap punggung tangannya yang tergeletak di atas selimut.

Tetapi Nayya tak merespons, dan justru genggamannya tiba-tiba menguat, meremas jemari Galen dengan erat, seolah mencari pegangan. Mata Nayya masih terpejam, namun dari bibirnya yang bergetar, samar-samar keluar kata-kata penuh rasa takut.

“Jangan… jangan tinggalkan aku….” suaranya parau, hampir seperti bisikan, namun penuh rasa cemas.

Galen merasakan hatinya terenyuh. Ia menggenggam tangan Nayya lebih erat, mencoba memberikan kehangatan dan kenyamanan yang bisa menenangkan. “Saya tidak akan ke mana-mana, Nona,” bisiknya lembut. “Saya di sini.”

Secara perlahan, wajah Nayya mulai melunak. Genggamannya yang tadinya kuat perlahan mereda, dan napasnya berangsur tenang. Galen menghela napas lega melihat perempuan itu kembali dalam tidur yang damai.

Namun, meski Nayya sudah tenang, Galen tetap berada di sisi tempat tidur, menatapnya dengan penuh kepedulian. Baginya, menjaga Nayya bukan sekadar tugas—ada perasaan yang ia sendiri tak bisa ungkapkan. Ia hanya ingin memastikan perempuan yang terlihat rapuh di depannya itu merasa aman, meski mungkin tak sepenuhnya menyadari kehadirannya.

Walaupun dia juga tidak tau, siapa yang dimaksud dalam mimpi sang Nona. Yang jelas, dia hanya ingin membuat Nayya tetap nyaman.

Pagi mulai merayap perlahan di balik tirai jendela. Ketika cahaya matahari menyelinap masuk, Nayya membuka mata. Ia menyadari dirinya masih menggenggam tangan Galen dan menatapnya penuh kehangatan.

"Galen… kamu di sini semalaman?” tanyanya, suaranya masih serak.

Galen tersenyum tipis. "Saya sudah janji pada Nona untuk tidak ke mana-mana.”

Nayya tersenyum kecil. Ia merasa aman, nyaman, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasakan ketenangan.

Pagi menjelang perlahan, dan sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela. Nayya perlahan membuka matanya, lalu ia mulai tersadar jika dia sedang bersama orang lain sekarang.

"Galen? Kamu udah bangun? Jam berapa sekarang?"

"Jam 10 pagi, Non."

"Apa?!" Nayya tersentak kaget. Dia mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas untuk memastikan.

"Kenapa gak bangunin aku?"

"Tidur anda nyenyak banget soalnya. Saya nggak tega buat bangunin."

Nayya mendesah panjang. Ia pijat pelan pelipisnya sebelum kembali buka suara. "Mas Liam beneran gak pulang ya?"

Galen menggeleng pelan sebagai jawaban.

Perempuan dengan gaun berwarna hitam itu mengerucutkan bibirnya sedikit sembari memeriksa ponselnya. Tidak ada satupun chat atau panggilan masuk dari Liam untuknya.

'Apa Mas Liam marah banget ya gara-gara masalah kemarin?'

'Tapi kan itu salah Mas Liam juga. Dia kan selalu egois selama ini.'

Nayya menggigit bibir bawahnya. 'Aku harus gimana ya? Mending telfon Mas Liam atau enggak?Kalau aku telfon, aku khawatir Mas Liam jadi besar kepala dan makin semena-mena. Tapi kalau aku gak telfon, takutnya dia...'

"Nona!"

Nayya yang sibuk berdebat dengan dirinya sendiri, langsung menengok ke arah Galen. "Hm?"

"Mau saya bawa sarapannya ke sini?"

Nayya tampak menggeleng. "Aku gak laper."

"Nona harus makan sedikit supaya Nona tidak sakit."

Perempuan itu mengatupkan bibirnya dengan rapat. Sebelum akhirnya ia kembali bertanya, "Mas Liam beneran gak pulang ya?"

"Tidak, Nona."

"Dia gak telfon kamu? Siapa tau dia nanyain kabarku lewat kamu."

Galen kembali menggeleng. Jawaban itu membuat Nayya mengecilkan badannya dengan sedih.

"Anda mau saya telfon Tuan Liam?" tanya Galen dengan hati-hati.

Nayya ingin sekali mengatakan iya, namun mengingat jam berapa sekarang, ia langsung mengurungkan niatnya. "Gak usah. Paling jam segini Mas Liam lagi ada di kantor."

###

Di tempat berbeda, seorang pria dengan kaos polo berkerah, tampak berada di sebuah rumah yang cukup mewah di pinggiran kota. Rumah itu memiliki gaya arsitektur modern minimalis yang elegan namun tetap terasa nyaman. Ada taman kecil yang rapi, dengan pepohonan hias dan beberapa bunga warna-warni yang tumbuh di sepanjang jalan masuk. Bangunan utama memiliki warna netral, dominasi putih dan abu-abu, dengan aksen kayu pada beberapa bagian dinding dan jendela besar yang memungkinkan sinar matahari masuk.

Pria itu duduk di ruang tamu, matanya terlihat lelah. Sementara di tangannya, secangkir kopi hitam tampak menyembulkan uap di atasnya.

"Sayaaang..."

Bab terkait

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 06

    "Sayaaang..."Liam menoleh ke arah suara yang baru saja memanggilnya. Di ambang pintu ruang tamu, berdirilah seorang wanita paruh baya yang masih memancarkan kecantikan khasnya. Wajahnya anggun, dengan garis-garis halus yang menambah kesan kebijaksanaan. Ia adalah Widuri, ibu kandung Liam."Sayaaang... jam segini kok masih santai di rumah?" tanya Widuri sambil melangkah mendekat, nada suaranya penuh kasih sayang sekaligus heran. “Apa kamu gak kerja hari ini?”Liam menghela napas, lalu menatap kopi hitam di tangannya tanpa minat. "Belum, Ma. Aku berangkat agak siang."“Jangan karena masalah kamu ama Nayya, kamu jadi males-malesan gini.” Widuri duduk di sofa di seberangnya, menatap putranya dengan cermat.Liam menggeleng, mencoba menghindari tatapan ibunya. "Enggak, Ma. Aku cuma males aja."Widuri menyipitkan mata. Sebagai seorang ibu, ia paham betul setiap ekspresi Liam, dan ia bisa melihat dengan jelas ada sesuatu yang mengganggu pikiran putranya. “Jujur aja ya, Mama ini heran ama kam

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 07

    "Galen, kamu bisa bantu aku gak?" "Bantuan apa, Nona?" Nayya tersenyum ke arah pria itu sebelum menjawab, "Anterin aku ke suatu tempat." Galen tak menjawab, namun dari tatapan mata Nayya yang mengintimidasi membuat pemuda itu tak bisa menolak. "Baik, Nona. Saya panasin mobil. dulu." Saat mereka berangkat, suasana di dalam mobil terasa dingin dan sunyi. Galen memegang kemudi dengan tenang, matanya terfokus pada jalan di depan, sementara Nayya duduk di sebelahnya, pandangannya kosong menatap ke luar jendela. Ia tampak memikirkan sesuatu yang berat, bibirnya terkatup rapat tanpa sepatah kata pun keluar sejak mereka masuk ke mobil. Galen, seperti biasanya, tahu kapan harus diam. Ia tidak berusaha mengusik atau mengajukan pertanyaan. Sejak bekerja untuk Nayya, ia memahami bahwa wanita itu menyimpan banyak hal dalam diamnya. "Hati-hati, Nona!" Itulah yang Galen katakan saat membantu Nayya turun dari mobil. Nayya turun dari kendaraan mewahnya dengan langkah pelan, membiarkan ang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 08

    "Ma, Pa... Katakan aku harus gimana? Aku harus apa?" Suara isakan Nayya terdengar semakin intens. Memecah area pemakaman yang lenggang hari itu."Dulu aku percaya kalau cinta bisa menaklukkan segalanya. Aku pikir selama aku punya Mas Liam, aku bisa bertahan. Tapi sekarang aku sadar... mungkin cinta saja gak cukup." Suaranya semakin lirih, hampir tertelan oleh angin. "Kalau gak ada harapan... kalau aku gak bisa jadi istri yang diharapkan keluarga Liam... apa gunanya aku di sana?"Nayya terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu menggantung. Ia mencengkeram nisan dengan lebih erat. "Ma, Pa, aku gak mau jadi beban. Tapi aku juga gak mau menyerah. Aku masih cinta sama dia... meskipun setiap harinya aku bertanya-tanya, apa Mas Liam masih memiliki perasaan yang sama?"Galen berdiri di belakang, menyaksikan punggung Nayya yang rapuh di hadapan dua pusara itu. Ia mengerti bahwa dirinya tak lebih dari bayang-bayang di sini, namun di saat yang bersamaan, ia merasakan keinginan kuat untuk memberi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 09

    "Galen...""Iya Nona?"Namun bukan jawaban yang Galen dapatkan saat ia menunggu respons, melainkan gerakan tangan Nayya yang perlahan terulur. Jari kelingkingnya terulur ke depan wajah Galen. Untuk sesaat, Nayya menatap Galen dengan pandangan yang sulit diartikan—ada kelelahan, luka, dan sebersit harapan yang terpantul dalam matanya."Kamu mau janji kan?" tanyanya pelan, hampir seperti bisikan. "Janji kalau kamu akan tetap di sini. Tidak pergi atau meninggalkan aku, apapun yang terjadi?"Galen tertegun. Ia tak menyangka akan permintaan ini, namun ia melihat harapan dalam tatapan Nayya. Ia tahu, ini bukan sekadar permohonan sederhana dari seorang majikan pada bawahan sepertinya. Ini adalah permintaan yang datang dari seseorang yang sudah berada di titik terendahnya, seseorang yang merasa dunia bisa runtuh kapan saja.Galen menatap perempuan itu sebelum melingkarkan jari kelingkingnya pada Nayya. Membuat pinky promise. "Saya janji, Nona," k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 10

    "Aku mau langsung pulang aja." Galen mengangguk tanpa banyak bertanya. Ia mengerti bahwa Nayya butuh waktu untuk menenangkan diri setelah apa yang terjadi hari ini. Ia kembali fokus pada kemudi, memacu mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah.Perjalanan berlangsung dalam keheningan. Nayya bersandar di kursi, matanya terpejam, meskipun pikirannya masih terus bekerja. Sesekali, ia merasa kehadiran Galen di depannya memberikan sedikit rasa nyaman, seperti jangkar yang menahannya agar tidak sepenuhnya tenggelam dalam kekacauan ini.Begitu tiba di rumah, Galen memarkir mobil dengan hati-hati di depan garasi. Ia keluar terlebih dahulu, membuka pintu untuk Nayya. "Kita sudah sampai, Nona," ucapnya dengan lembut.Nayya membuka matanya perlahan, lalu mengangguk. Ia turun dari mobil dengan langkah pelan, merasakan lelah yang luar biasa di tubuhnya. Galen memperhatikan langkahnya yang lunglai dan segera berkata, "Kalau ada yang Nona butuhkan, Anda bisa p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 01

    "Kamu ini sebenarnya mandul kan?"Perempuan yang sedang menuangkan teh hijau ke dalam cangkir keramik putih dengan ukiran mahal itu, melirik ke arah lawan bicaranya. Ekspresi wajahnya tampak menegang, terlihat tak terima dengan pernyataan yang baru saja dia dengar. "Maksud Mama apa?""Gak usah pura-pura polos kamu, Nay! Kamu sama Liam udah mau 3 tahun menikah, masa kalian berdua belum juga ngasih Mama cucu. Jadi cepet kasih tau Mama, kamu sebenarnya mandul kan? Tapi malu buat mengakuinya.""Ma, aku udah cek ke dokter. Dan hasilnya aku baik-baik aja kok.""Oooh, jadi kamu mau nyalahin Liam? Kamu pikir dia yang mandul begitu?" tukas wanita paruh baya itu balik, namanya— Widuri.Nayya menghela nafas panjang. "Aku gak nuduh Mas Liam mandul, Ma. Aku—""Jujur saja ya, Nayya. Sebenarnya Mama capek debat ama kamu soal cucu, tapi Mama ini juga males menghadapi pertanyaan temen-temen Mama soal ini.""Ini diluar kendaliku, Ma. Anak itu kan titipan Tuhan."Widuri mendengus, melipat tangannya di d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 02

    "Kalau kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan?""Tentu saja saya akan bicara kan masalah ini dengan Tuan Liam."Nayya terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Mungkin kamu benar, Galen. Aku harus bicara sama Mas Liam.""Saya yakin, Tuan bisa mengerti posisi anda."Nayya menghela nafas panjang. Ia tersenyum ke arah Galen yang berdiri tak jauh darinya. "Oke, aku akan coba. Makasih ya sarannya."###"Mas Liam!" Perempuan 23 tahun itu melompat kecil ke arah suaminya. Kedua lengannya bergelayut manja di bahu kokoh pria tersebut dengan wajah sumringah. "Akhirnya Mas pulang juga. Aku... Kangen."Nayya tertegun sejenak, senyumnya perlahan memudar ketika Liam dengan halus menyingkirkan kedua lengannya dari bahunya."Maaf ya, Nay. Aku gerah banget." ujar Liam sembari mengusap tengkuknya. "Aku mau mandi dulu."Nayya menatap suaminya yang berjalan menjauh, tubuhnya terasa sedikit lemas. "Mas... sebentar," panggilnya ragu-ragu.Liam berhenti sejenak, lalu menoleh, sedikit terkejut. "Iya?

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 03

    "Kamu denger sendiri kan? Mama kamu itu keras kepala, bahkan ucapan kamu aja gak di dengar sama dia."Liam melepaskan dasinya dengan kasar. Ia melempar benda itu ke lantai dan melihat ke arah Nayya sang istri. Beberapa waktu yang lalu mereka berdua baru saja pulang dari rumah bu Widuri untuk makan malam bersama."Jaga bicara kamu, Nayya! Gimana pun juga, dia itu mertua kamu."Nayya melipat kedua tangannya di dada. Perempuan dengan lipstik merah itu tampak lelah dengan balasan sang suami yang ujung-ujungnya pasti menyudutkan dirinya."Lupain soal itu, Mas! Sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Nayya setengah frustasi. Bagaimana tidak, kedatangan mereka ke rumah Widuri beberapa waktu yang lalu sama sekali tak membuahkan hasil. Widuri masih bersih kukuh untuk memaksa Liam dan Nayyara bercerai jika tidak kunjung juga mendapatkan momongan.Dan Liam— walaupun berusaha membantah, namun pada akhirnya dia hanya bisa pasrah pada perintah sang Mama."Ya semua itu kan tergantung kamu.""Lo

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05

Bab terbaru

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 10

    "Aku mau langsung pulang aja." Galen mengangguk tanpa banyak bertanya. Ia mengerti bahwa Nayya butuh waktu untuk menenangkan diri setelah apa yang terjadi hari ini. Ia kembali fokus pada kemudi, memacu mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah.Perjalanan berlangsung dalam keheningan. Nayya bersandar di kursi, matanya terpejam, meskipun pikirannya masih terus bekerja. Sesekali, ia merasa kehadiran Galen di depannya memberikan sedikit rasa nyaman, seperti jangkar yang menahannya agar tidak sepenuhnya tenggelam dalam kekacauan ini.Begitu tiba di rumah, Galen memarkir mobil dengan hati-hati di depan garasi. Ia keluar terlebih dahulu, membuka pintu untuk Nayya. "Kita sudah sampai, Nona," ucapnya dengan lembut.Nayya membuka matanya perlahan, lalu mengangguk. Ia turun dari mobil dengan langkah pelan, merasakan lelah yang luar biasa di tubuhnya. Galen memperhatikan langkahnya yang lunglai dan segera berkata, "Kalau ada yang Nona butuhkan, Anda bisa p

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 09

    "Galen...""Iya Nona?"Namun bukan jawaban yang Galen dapatkan saat ia menunggu respons, melainkan gerakan tangan Nayya yang perlahan terulur. Jari kelingkingnya terulur ke depan wajah Galen. Untuk sesaat, Nayya menatap Galen dengan pandangan yang sulit diartikan—ada kelelahan, luka, dan sebersit harapan yang terpantul dalam matanya."Kamu mau janji kan?" tanyanya pelan, hampir seperti bisikan. "Janji kalau kamu akan tetap di sini. Tidak pergi atau meninggalkan aku, apapun yang terjadi?"Galen tertegun. Ia tak menyangka akan permintaan ini, namun ia melihat harapan dalam tatapan Nayya. Ia tahu, ini bukan sekadar permohonan sederhana dari seorang majikan pada bawahan sepertinya. Ini adalah permintaan yang datang dari seseorang yang sudah berada di titik terendahnya, seseorang yang merasa dunia bisa runtuh kapan saja.Galen menatap perempuan itu sebelum melingkarkan jari kelingkingnya pada Nayya. Membuat pinky promise. "Saya janji, Nona," k

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 08

    "Ma, Pa... Katakan aku harus gimana? Aku harus apa?" Suara isakan Nayya terdengar semakin intens. Memecah area pemakaman yang lenggang hari itu."Dulu aku percaya kalau cinta bisa menaklukkan segalanya. Aku pikir selama aku punya Mas Liam, aku bisa bertahan. Tapi sekarang aku sadar... mungkin cinta saja gak cukup." Suaranya semakin lirih, hampir tertelan oleh angin. "Kalau gak ada harapan... kalau aku gak bisa jadi istri yang diharapkan keluarga Liam... apa gunanya aku di sana?"Nayya terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu menggantung. Ia mencengkeram nisan dengan lebih erat. "Ma, Pa, aku gak mau jadi beban. Tapi aku juga gak mau menyerah. Aku masih cinta sama dia... meskipun setiap harinya aku bertanya-tanya, apa Mas Liam masih memiliki perasaan yang sama?"Galen berdiri di belakang, menyaksikan punggung Nayya yang rapuh di hadapan dua pusara itu. Ia mengerti bahwa dirinya tak lebih dari bayang-bayang di sini, namun di saat yang bersamaan, ia merasakan keinginan kuat untuk memberi

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 07

    "Galen, kamu bisa bantu aku gak?" "Bantuan apa, Nona?" Nayya tersenyum ke arah pria itu sebelum menjawab, "Anterin aku ke suatu tempat." Galen tak menjawab, namun dari tatapan mata Nayya yang mengintimidasi membuat pemuda itu tak bisa menolak. "Baik, Nona. Saya panasin mobil. dulu." Saat mereka berangkat, suasana di dalam mobil terasa dingin dan sunyi. Galen memegang kemudi dengan tenang, matanya terfokus pada jalan di depan, sementara Nayya duduk di sebelahnya, pandangannya kosong menatap ke luar jendela. Ia tampak memikirkan sesuatu yang berat, bibirnya terkatup rapat tanpa sepatah kata pun keluar sejak mereka masuk ke mobil. Galen, seperti biasanya, tahu kapan harus diam. Ia tidak berusaha mengusik atau mengajukan pertanyaan. Sejak bekerja untuk Nayya, ia memahami bahwa wanita itu menyimpan banyak hal dalam diamnya. "Hati-hati, Nona!" Itulah yang Galen katakan saat membantu Nayya turun dari mobil. Nayya turun dari kendaraan mewahnya dengan langkah pelan, membiarkan ang

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 06

    "Sayaaang..."Liam menoleh ke arah suara yang baru saja memanggilnya. Di ambang pintu ruang tamu, berdirilah seorang wanita paruh baya yang masih memancarkan kecantikan khasnya. Wajahnya anggun, dengan garis-garis halus yang menambah kesan kebijaksanaan. Ia adalah Widuri, ibu kandung Liam."Sayaaang... jam segini kok masih santai di rumah?" tanya Widuri sambil melangkah mendekat, nada suaranya penuh kasih sayang sekaligus heran. “Apa kamu gak kerja hari ini?”Liam menghela napas, lalu menatap kopi hitam di tangannya tanpa minat. "Belum, Ma. Aku berangkat agak siang."“Jangan karena masalah kamu ama Nayya, kamu jadi males-malesan gini.” Widuri duduk di sofa di seberangnya, menatap putranya dengan cermat.Liam menggeleng, mencoba menghindari tatapan ibunya. "Enggak, Ma. Aku cuma males aja."Widuri menyipitkan mata. Sebagai seorang ibu, ia paham betul setiap ekspresi Liam, dan ia bisa melihat dengan jelas ada sesuatu yang mengganggu pikiran putranya. “Jujur aja ya, Mama ini heran ama kam

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 05

    "Bisa gak kamu di sini aja?"Keduanya saling melemparkan pandangan satu sama lain. Namun, Galen lebih dulu menyudahi tatapan itu karena khawatir Nayya merasa tidak nyaman."Saya, akan berjaga di luar.""Jangan di luar!" Nayya memotong. "Kamu tidur di dalam sini aja. Di sana—" Ia menunjuk sofa panjang berwarna maroon yang berada di dekat lemari pakaian."Tapi Non, saya khawatir Tuan Liam tiba-tiba pulang dan—"Nayya menghela nafas. Mimik wajahnya tampak kecewa karena penolakan Galen. "Padahal kamu juga bisa sambil istirahat kalau tidur di sana. Tapi kalau kamu lebih nyaman di luar ya terserah. Aku gak bisa maksa."Galen menghela nafas pelan. Ia tau Bosnya cukup keras kepala dan menuntut dalam beberapa kesempatan. Termasuk kali ini. Jadi daripada berdebat, ia memutuskan untuk mengiyakan permintaan sang Nona muda untuk tetap berada di dalam sana."Baik, Nona. Saya tidak akan ke mana-mana malam ini."Nayya tersenyum lega setelah mendengar jawaban Galen. Ia mengucapkan terima kasih pada sa

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 04

    "Nona!!"Dengan panik, Galen naik ke lantai dua. Gerakannya begitu sigap menuju kamar sang majikan."Non Nayya! Apa yang terjadi?"Galen menatap pintu kamar yang masih tertutup rapat dengan rasa cemas. Sudah beberapa kali ia mencoba mengetuk pintu kamar majikannya. Namun yang ia dapati hanyalah suara jerit frustasi Nayyara. Juga beberapa barang yang sepertinya menjadi sasaran amuknya."Nona, buka pintunya! Apa yang terjadi? Apa Nona baik-baik saja?" Galen masih mencoba membujuk Nayya agar keluar. Namun Nayya masih saja mengabaikan dirinya. Khawatir terjadi sesuatu pada perempuan itu, dengan satu hentakan, ia mendobrak pintu di depannya."Nona!!!" Galen berlari kecil ke dalam dan mendapati Nayya terduduk di lantai, bersandar pada sisi tempat tidur. Tubuhnya gemetar, wajahnya basah dengan air mata yang mengalir tanpa henti. Sementara kamar tersebut sudah seperti kapal pecah. Banyak barang berserakan di lantai, bahkan beberapa di antaranya ada yang terbuat dari kaca.“Nona…” Galen mende

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 03

    "Kamu denger sendiri kan? Mama kamu itu keras kepala, bahkan ucapan kamu aja gak di dengar sama dia."Liam melepaskan dasinya dengan kasar. Ia melempar benda itu ke lantai dan melihat ke arah Nayya sang istri. Beberapa waktu yang lalu mereka berdua baru saja pulang dari rumah bu Widuri untuk makan malam bersama."Jaga bicara kamu, Nayya! Gimana pun juga, dia itu mertua kamu."Nayya melipat kedua tangannya di dada. Perempuan dengan lipstik merah itu tampak lelah dengan balasan sang suami yang ujung-ujungnya pasti menyudutkan dirinya."Lupain soal itu, Mas! Sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Nayya setengah frustasi. Bagaimana tidak, kedatangan mereka ke rumah Widuri beberapa waktu yang lalu sama sekali tak membuahkan hasil. Widuri masih bersih kukuh untuk memaksa Liam dan Nayyara bercerai jika tidak kunjung juga mendapatkan momongan.Dan Liam— walaupun berusaha membantah, namun pada akhirnya dia hanya bisa pasrah pada perintah sang Mama."Ya semua itu kan tergantung kamu.""Lo

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 02

    "Kalau kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan?""Tentu saja saya akan bicara kan masalah ini dengan Tuan Liam."Nayya terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Mungkin kamu benar, Galen. Aku harus bicara sama Mas Liam.""Saya yakin, Tuan bisa mengerti posisi anda."Nayya menghela nafas panjang. Ia tersenyum ke arah Galen yang berdiri tak jauh darinya. "Oke, aku akan coba. Makasih ya sarannya."###"Mas Liam!" Perempuan 23 tahun itu melompat kecil ke arah suaminya. Kedua lengannya bergelayut manja di bahu kokoh pria tersebut dengan wajah sumringah. "Akhirnya Mas pulang juga. Aku... Kangen."Nayya tertegun sejenak, senyumnya perlahan memudar ketika Liam dengan halus menyingkirkan kedua lengannya dari bahunya."Maaf ya, Nay. Aku gerah banget." ujar Liam sembari mengusap tengkuknya. "Aku mau mandi dulu."Nayya menatap suaminya yang berjalan menjauh, tubuhnya terasa sedikit lemas. "Mas... sebentar," panggilnya ragu-ragu.Liam berhenti sejenak, lalu menoleh, sedikit terkejut. "Iya?

DMCA.com Protection Status