Share

Bab 06

last update Last Updated: 2024-11-05 16:26:58

"Sayaaang..."

Liam menoleh ke arah suara yang baru saja memanggilnya. Di ambang pintu ruang tamu, berdirilah seorang wanita paruh baya yang masih memancarkan kecantikan khasnya. Wajahnya anggun, dengan garis-garis halus yang menambah kesan kebijaksanaan. Ia adalah Widuri, ibu kandung Liam.

"Sayaaang... jam segini kok masih santai di rumah?" tanya Widuri sambil melangkah mendekat, nada suaranya penuh kasih sayang sekaligus heran. “Apa kamu gak kerja hari ini?”

Liam menghela napas, lalu menatap kopi hitam di tangannya tanpa minat. "Belum, Ma. Aku berangkat agak siang."

“Jangan karena masalah kamu ama Nayya, kamu jadi males-malesan gini.” Widuri duduk di sofa di seberangnya, menatap putranya dengan cermat.

Liam menggeleng, mencoba menghindari tatapan ibunya. "Enggak, Ma. Aku cuma males aja."

Widuri menyipitkan mata. Sebagai seorang ibu, ia paham betul setiap ekspresi Liam, dan ia bisa melihat dengan jelas ada sesuatu yang mengganggu pikiran putranya. “Jujur aja ya, Mama ini heran ama kamu."

Liam melihat ke arah sang Mama. Tidak minat untuk menyahuti ucapan wanita itu.

"Padahal Mama udah bantuin kamu buat singkirin, Nayya. Tapi kamu malah sok belain dia kemarin." Widuri menyeruput kopinya sendiri. Sementara kedua matanya menyorot langsung ke arah Liam yang masih memasang ekspresi datar.

"Gak segampang itu, Ma."

"Apanya yang susah sih? Kamu tinggal ngajuin talak, terus bilang aja ke hakim kalau Nayya itu gak bisa kasih keturunan. Kan beres?"

Liam mendesah. "Aku cinta sama Nayya, Ma."

"Cinta? Yakin kamu masih cinta ama dia?"

"Maksud Mama apa ngomong kayak gitu?"

Widuri meletakkan cangkirnya ke atas meja. Wanita paruh baya itu duduk dengan elegan sebelum kembali berkata, "Liam sayang, cinta sama kasian itu beda tipis loh."

"Mama tau kamu masih mempertahankan Nayya karena kamu merasa bersalah sudah bikin kedua orang tuanya meninggal dunia. Ya kan?"

Liam terdiam, tatapannya mengeras. Kata-kata ibunya menusuk dalam, membawa kembali ingatan-ingatan pahit yang selama ini berusaha ia lupakan. Namun, di satu sisi, ada kebenaran dalam ucapan itu—rasa bersalah itu memang tak pernah sepenuhnya hilang.

"Mama tahu kamu merasa bertanggung jawab atas Nayya," lanjut Widuri, tatapan matanya tajam namun penuh kelembutan. "Tapi rasa tanggung jawab itu tidak sama dengan cinta, sayang. Kadang kita hanya tidak ingin melukai orang lain, meski akhirnya kita melukai diri sendiri."

Liam menghela napas berat, memijat pelipisnya dengan gusar. "Gak semudah itu, Ma. Aku gak bisa melepaskan Nayya begitu saja. Aku merasa bertanggungjawab padanya."

"Kamu masih bisa bertanggungjawab pada Nayya, Liam. Tapi caranya gak seperti ini. Yang Mama liat, kamu cuma nyakitin diri sendiri— dan mungkin juga si Nayya."

Liam hanya bisa menatap sang Mama. Membiarkan ibunya berbicara sesuka hatinya.

"Siapa tau, dengan kalian berpisah kalian malah lebih bahagia. Toh, sekarang kalian sering bertengkar kan? Jadi alangkah baiknya kalau kalian pisah. Daripada terus menerus saling menyakiti?" Widuri masih saja mencecar Liam dengan pemikirannya sendiri. Seolah pendapatnya adalah yang paling benar di antara yang lain.

"Lagian, diusia kamu yang sekarang, apa kamu gak kepingin punya momongan? Kamu pasti mau kan punya anak?"

Liam menghela napas panjang. Mendengar semua ucapan ibunya membuat perasaannya semakin kacau. Masalah anak—kata itu terus menggaung di pikirannya, menambah beban yang selama ini ia coba abaikan.

"Coba kamu jujur ama Mama, apa alasan kamu gak mau periksa? Mama tau sih kamu sehat, tapi jelas ada sesuatu yang kamu tutupin. Iya kan?"

Widuri terus menatapnya, menunggu jawaban, seolah-olah menantikan agar putranya akhirnya mengikuti saran darinya. "Liam, kalau kamu gak mau terbuka sama Nayya, seenggaknya kamu bisa cerita ke Mama. Apa alasan kamu nolak Nayya buat ke dokter?"

Liam mendesah, menundukkan pandangannya ke lantai, merasa tertekan. Semua pertanyaan otu baginya lebih mirip desakan.

"Apa alasan kamu nolak punya anak? Karena kamu belum siap? Atau karena kamu gak cinta sama Nayya? Apa jangan-jangan ada alasan lain yang kamu tutupi?" Widuri benar-benar bersikap seperti detektif yang sibuk menginterogasi tersangka. Ia terus menggali informasi yang mungkin coba Liam sembunyikan darinya.

"Liaaam..."

"Udah deh Ma! Cukup interogasinya!" Liam menepuk bagian depan pahanya dan berdiri. "Aku mau siap-siap ke kantor."

Widuri membelalakkan matanya. Kaget karena Liam tiba-tiba ingin melarikan diri darinya. "Ayo dong Liam! Ini Mama kamu sendiri loh. Masa pake rahasia-rahasia segala?"

"Aku nggak mau mikirin soal itu sekarang, Ma," katanya dengan suara lemah.

Tanpa menunggu jawaban, Liam bangkit dari sofa, berjalan cepat menuju kamarnya. Widuri tak sempat menghentikannya, hanya bisa memandang punggung putranya yang semakin menjauh dengan ekspresi kecewa.

Begitu keluar dari rumah, Liam masuk ke kamar tidurnya dan duduk di tepi ranjang dalam keheningan. Ia memijit pelipisnya, mencoba menghalau semua pikiran yang memenuhi kepalanya. Pandangannya menerawang jauh ke depan. Ada banyak hal yang memenuhi pikirannya, dan itu membuat ia semakin gundah.

"Sudahlah. Daripada stres, lebih baik aku ke kantor."

***

Haaa...

Entah sudah berapa kali Nayya menghela nafas pagi itu. Hidupnya terasa penuh beban hingga sarapan di depannya tidak tersentuh. Pikirannya masih berputar pada Liam.

"Haaaa..." Ia menghela nafas lagi. Hingga menarik perhatian Galen yang berada di belakangnya.

"Nona...” Galen akhirnya memecah keheningan, suaranya lembut namun tetap penuh rasa hormat. “Ada yang bisa saya bantu?”

Nayya menoleh perlahan. Mata indahnya terlihat lelah, seolah dipenuhi beban yang terlalu berat untuk ditanggung sendirian. “Enggak."

Galen menghela nafas pelan. Meskipun berkata demikian, reaksi Nayya terlihat berbanding terbalik. "Ada masalah sama sarapannya Nona? Mau ganti menu lainnya saja? Saya perhatikan dari tadi, Nona sama sekali belum memakannya sedikit pun."

Nayya menoleh ke arah Galen, tepat setelah ia meletakkan alat makannya di atas piring. Bodyguard bertubuh tegap itu tak bereaksi apapun ketika Nayya mulai mendekat ke arahnya. Membuat mereka saling berhadapan satu sama lain.

"Galen, kamu bisa bantu aku gak?" Dengan tegas Nayya bertanya.

"Bantuan apa, Nona?"

Nayya tersenyum ke arah pria itu sebelum menjawab...

Related chapters

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 07

    "Galen, kamu bisa bantu aku gak?" "Bantuan apa, Nona?" Nayya tersenyum ke arah pria itu sebelum menjawab, "Anterin aku ke suatu tempat." Galen tak menjawab, namun dari tatapan mata Nayya yang mengintimidasi membuat pemuda itu tak bisa menolak. "Baik, Nona. Saya panasin mobil. dulu." Saat mereka berangkat, suasana di dalam mobil terasa dingin dan sunyi. Galen memegang kemudi dengan tenang, matanya terfokus pada jalan di depan, sementara Nayya duduk di sebelahnya, pandangannya kosong menatap ke luar jendela. Ia tampak memikirkan sesuatu yang berat, bibirnya terkatup rapat tanpa sepatah kata pun keluar sejak mereka masuk ke mobil. Galen, seperti biasanya, tahu kapan harus diam. Ia tidak berusaha mengusik atau mengajukan pertanyaan. Sejak bekerja untuk Nayya, ia memahami bahwa wanita itu menyimpan banyak hal dalam diamnya. "Hati-hati, Nona!" Itulah yang Galen katakan saat membantu Nayya turun dari mobil. Nayya turun dari kendaraan mewahnya dengan langkah pelan, membiarkan ang

    Last Updated : 2024-12-10
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 08

    "Ma, Pa... Katakan aku harus gimana? Aku harus apa?" Suara isakan Nayya terdengar semakin intens. Memecah area pemakaman yang lenggang hari itu."Dulu aku percaya kalau cinta bisa menaklukkan segalanya. Aku pikir selama aku punya Mas Liam, aku bisa bertahan. Tapi sekarang aku sadar... mungkin cinta saja gak cukup." Suaranya semakin lirih, hampir tertelan oleh angin. "Kalau gak ada harapan... kalau aku gak bisa jadi istri yang diharapkan keluarga Liam... apa gunanya aku di sana?"Nayya terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu menggantung. Ia mencengkeram nisan dengan lebih erat. "Ma, Pa, aku gak mau jadi beban. Tapi aku juga gak mau menyerah. Aku masih cinta sama dia... meskipun setiap harinya aku bertanya-tanya, apa Mas Liam masih memiliki perasaan yang sama?"Galen berdiri di belakang, menyaksikan punggung Nayya yang rapuh di hadapan dua pusara itu. Ia mengerti bahwa dirinya tak lebih dari bayang-bayang di sini, namun di saat yang bersamaan, ia merasakan keinginan kuat untuk memberi

    Last Updated : 2024-12-10
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 09

    "Galen...""Iya Nona?"Namun bukan jawaban yang Galen dapatkan saat ia menunggu respons, melainkan gerakan tangan Nayya yang perlahan terulur. Jari kelingkingnya terulur ke depan wajah Galen. Untuk sesaat, Nayya menatap Galen dengan pandangan yang sulit diartikan—ada kelelahan, luka, dan sebersit harapan yang terpantul dalam matanya."Kamu mau janji kan?" tanyanya pelan, hampir seperti bisikan. "Janji kalau kamu akan tetap di sini. Tidak pergi atau meninggalkan aku, apapun yang terjadi?"Galen tertegun. Ia tak menyangka akan permintaan ini, namun ia melihat harapan dalam tatapan Nayya. Ia tahu, ini bukan sekadar permohonan sederhana dari seorang majikan pada bawahan sepertinya. Ini adalah permintaan yang datang dari seseorang yang sudah berada di titik terendahnya, seseorang yang merasa dunia bisa runtuh kapan saja.Galen menatap perempuan itu sebelum melingkarkan jari kelingkingnya pada Nayya. Membuat pinky promise. "Saya janji, Nona," k

    Last Updated : 2024-12-11
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 10

    "Aku mau langsung pulang aja." Galen mengangguk tanpa banyak bertanya. Ia mengerti bahwa Nayya butuh waktu untuk menenangkan diri setelah apa yang terjadi hari ini. Ia kembali fokus pada kemudi, memacu mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah.Perjalanan berlangsung dalam keheningan. Nayya bersandar di kursi, matanya terpejam, meskipun pikirannya masih terus bekerja. Sesekali, ia merasa kehadiran Galen di depannya memberikan sedikit rasa nyaman, seperti jangkar yang menahannya agar tidak sepenuhnya tenggelam dalam kekacauan ini.Begitu tiba di rumah, Galen memarkir mobil dengan hati-hati di depan garasi. Ia keluar terlebih dahulu, membuka pintu untuk Nayya. "Kita sudah sampai, Nona," ucapnya dengan lembut.Nayya membuka matanya perlahan, lalu mengangguk. Ia turun dari mobil dengan langkah pelan, merasakan lelah yang luar biasa di tubuhnya. Galen memperhatikan langkahnya yang lunglai dan segera berkata, "Kalau ada yang Nona butuhkan, Anda bisa p

    Last Updated : 2024-12-11
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 11

    Liam menatap layar ponselnya cukup lama. Nama sang istri terpampang jelas di sana. Namun, ada sesuatu yang membuatnya ragu untuk menghubungi Nayya. "Sudahlah. Nanti aja aku telfon Nayya." Liam kembali meletakkan ponselnya di meja. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menghilangkan rasa penat dalam dirinya. Sebagai gantinya, ia meraih laptop dan membuka berkas yang baru saja dikirimkan oleh Revan. "Mungkin aku akan menyelesaikan dokumen ini sebelum pulang ke rumah," bisiknya, seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri. Pria 30 tahunan itu berusaha fokus pada pekerjaannya. Ia menatap layar laptopnya, mencoba mengabaikan suara-suara kecil di kepalanya yang terus memunculkan bayangan wajah Nayya. Ia membuka dokumen dari Revan dan mulai membacanya dengan saksama, tetapi pikirannya tetap melayang ke rumah. "Fokus, Liam. Fokus," gumamnya sembari memijat pelipis.

    Last Updated : 2024-12-12
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 12

    "Enghhh..."Nayya tidak melawan, tubuhnya terlalu lemah untuk menolak. Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Galen menunggu dengan cemas, tangannya masih memegangi termometer untuk memastikan posisinya tidak bergeser.Ketika bunyi “bip” terdengar, Galen dengan cepat menarik termometer dan melihat angka yang tertera.“39,2 derajat...” gumamnya, alisnya berkerut. Ia meletakkan termometer itu di atas meja dan menatap Nayya penuh kekhawatiran. “Nona, Anda demam tinggi. Saya telfon dokter dulu." Dengan cekatan, Galen berusaha menghubungi dokter langganan keluarga mereka. Namun beberapa kali mencoba, panggilan tersebut belum tersambung juga.Galen berdecak kesal. Ia melihat ke Hanya dengan cemas sebelum menggendong tubuh perempuan berbalut selimut itu ala bridal. Tanpa menunggu persetujuan, ia bergerak cepat untuk membawa Nayya ke rumah sakit. Hanya saja, saat baru separuh ia menuruni tangga, seseorang yang sangat Galen kenal, sedang berdir

    Last Updated : 2024-12-13
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 13

    "Tapi Tuan, saya..." Galen menggigit ujung lidahnya. Tidak berani melanjutkan kalimat yang hendak ia katakan."Ada apa Galen? Kamu kenapa?""Saya akan menunggu di depan, Tuan. Barang kali Tuan membutuhkan sesuatu," balasnya. Dengan kalimat yang cukup sopan."Ya sudah, terserah kamu saja." Liam tak terlalu ambil pusing. Dia hanya mengangguk setelah Galen pamit untuk standby di depan. Sementara dia, berada di kamar rawat Nayya dan memperhatikan istrinya tersebut dengan seksama.Setelah beberapa jam berlalu, Nayya mulai siuman. Ia membuka kedua kelopak matanya sambil berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang menyilaukan penglihatannya."Kamu udah bangun?""M- mas Liam?" Nayya sedikit terkejut saat melihat suami berada tak jauh darinya. Bahkan Liam tampak segera bangkit dari sofa dan berjalan menghampirnya. "Kenapa aku bisa di sini?"Nayya mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terasa lemas. Sebelum ia sempat bergerak lebih jauh, Li

    Last Updated : 2024-12-13
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 14

    "Selamat ulang tahun, Ma. Semoga Mama panjang umur, sehat selalu, dan diberikan keberkahan."Nayya memeluk ibu mertuanya— Widuri. Memberikan ucapan selamat di hari jadi ulang tahun sang mertua."Makasih, Nay." Wanita dengan gincu merah dan rambut disanggul rapi ke belakang itu memeluk Nayya. Berterimakasih karena sang menantu menyempatkan waktunya untuk datang ke pesta ini."Aku bawain kado buat Mama." Dengan senyum tulusnya, Nayya menunjukkan paperbag besar berisi tas mewah yang dia beli di luar negeri. Barang branded yang menjadi incaran sang Mertua selama beberapa bulan terakhir. "Aku tau Mama udah lama kepengen tas ini.""Makasih ya sayaang.""Sama-sama.""Mama suka kan?""Suka," Widuri tersenyum penuh arti setelah menerima kado dari Nayya. Ia mendekati menantunya lalu berbisik, "tapi kamu tau kan apa hal yang paling Mama harapkan?"Tubuh Nayya membeku. Selama beberapa detik ia merasa jantungnya seperti berh

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 47

    "Nona, anda baik-baik saja?""Aku gak apa-apa. Tapi aku sebel sama orang itu," balas Nayya sambil memijat tengkuknya. Rasanya dia hampir darah tinggi karena kedatangan orang seperti itu.Melihat ekspresi kesal di wajah Nayya, Galen pun menghampiri majikannya tersebut. Setrlah menaruh tas makan siangnya di meja, kemudian berjalan ke belakang kursi Nayya. “Sini saya bantu pijat,” ucapnya lembut. Sebelum Nayya sempat bertanya, Galen sudah menempatkan kedua tangannya di atas pundaknya. "G- Galen?" Nayya sedikit tersentak karena sentuhan Galen tersebut."Otot anda terlalu tegang, Nona. Rileks sedikit! Dan biarkan saya memijat anda," balas pria itu dengan suara yang terdengar dalam."Tapi—""Ssst! Begini-begini saya juga ahli dalam pijatan."Awalnya, Nayya ingin memprotes, tapi sentuhan Galen terasa nyaman. Pijatannya tidak terlalu keras, tapi cukup untuk mengurangi rasa kaku di bahunya. Ia pun memejamkan mata, mencoba menikmati momen itu meski gengsinya masih berusaha menahan. Setelah

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 46

    Setelah Galen meninggalkan butik untuk membeli makan siang, Nayya kembali fokus pada pekerjaannya. Ia sedang mengecek beberapa sketsa desain ketika suara pintu butik terbuka dengan keras. Seorang wanita berusia sekitar 30-an, dengan wajah marah dan riasan tajam, masuk dengan langkah menghentak. "Di mana Nayya?" suara wanita itu menggema, membuat beberapa karyawan di butik menoleh kaget.Nayya mengangkat wajahnya dan berdiri, menatap wanita itu dengan tenang meski dalam hatinya merasa waspada. "Saya Nayya. Ada yang bisa saya bantu?"Wanita itu melangkah mendekat, membawa sebuah kantong besar yang ia lemparkan ke meja Nayya. "Ini! Apa benar ini gaun buatan kamu? Gaun ini benar-benar menghancurkan acaraku!"Nayya mengerutkan kening, berusaha memahami situasinya. "Maaf, ada apa dengan gaunnya? Apa ada yang kurang sesuai?"Wanita itu melipat tangannya, matanya menyala penuh emosi. "Kurang sesuai? Banyak! Bikin malu acaraku aja!"Nayya menarik napas dalam, mencoba tetap tenang meskipun na

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 45

    Nayya mengerutkan keningnya. "Alasan lain? Apa itu?"Galen tersenyum tipis. "Aku tidak bisa memberitahu, Nona.""Kenapa?" Nayya mengerutkan keningnya. "Pasti ada hubungannya sama sesuatu yang penting kan?"Galen memandangi perempuan itu. Ia kembali menampilkan senyum penuh arti. "Makan dulu, Nona. Baru nanti kita bicara."Nayya menghela nafas panjang. Merasa kurang puas dengan jawaban Galen yang menurutnya sangat menggantung. "Sejak Mas Liam ke luar kota, aku gak ada teman ngobrol," desis Nayya dengan bibir sedikit mencebik. "Apalagi Mas Liam juga gak bisa dihubungi dan jarang balas chatku. Aku jadi makin feeling lonely.""Saya tau, Nona. Tapi kalau anda bicara terus, nanti makanannya jadi dingin!" balas Galen dengan lembut. "Kita bisa ngobrol sebanyak apapun setelah anda makan. Gimana?"Nayya menatap pemuda itu dengan mata menyipit. "Nanti deh, aku pikir-pikir dulu."Galen reflek tertawa pelan mendengar jawaban majikannya itu. Ditambah ekspresi wajah Nayya tersebut. Membuat perempuan

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 44

    Galen mengangkat alis, menunggu Nayya menyelesaikan kalimatnya. Namun, Nayya tampak semakin gugup, mengalihkan pandangan sambil mengusap tengkuknya yang sedikit berkeringat. "Sebenernya aku... aku butuh bantuan kamu untuk—" Nayya menggigit bibir bawahnya lagi, mencoba menyusun keberanian. "Ngebenerin shower di kamar mandiku. Airnya mati sejak kemarin malam." Galen menahan napas sejenak sebelum akhirnya mengangguk dengan ekspresi lega. "Oh, itu saja? Baik, saya akan periksa sekarang juga." Nayya tersipu malu. "Iya, maaf ya! Aku tahu ini di luar tugas kamu, tapi aku malas panggil orang luar sekarang." "Tenang saja, Nona. Saya pasti bisa memperbaikinya," ucap Galen, mencoba meyakinkannya. Tanpa banyak kata lagi, Nayya mengarahkan Galen ke kamar mandinya. Di dalam, ia berdiri canggung sambil menunjukkan shower yang bermasalah. Galen mulai memeriksa sambungan air dengan teliti, mengabaikan jarak mereka yang begitu dekat. Nayya hanya bisa menatap punggung Galen yang kokoh. Dalam

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 43

    "Umphh... Galen..."Nayya memejamkan matanya. Berusaha meredam suara seduktifnya ketika Galen mulai menjilati lehernya."Emphhhmm... G- Galen..." Ia berusaha memanggil sang bodyguard, meskipun terdengar susah payah karena helaan nafasnya yang cepat."Iya Nona?" Galen melihat ke arah Nayya matanya terlihat diliputi oleh gairah. "Apa anda berubah ingin pikiran?"Nayya menatap Galen lemah. Pipinya memerah hingga ke telinga. "Apa kamu ada ide lain?"Galen terdiam. Ia yang berada di atas tubuh Nayya menjadi bingung harus memberikan jawaban apa."Gak ada cara lain kan? Berarti ayo lanjutkan!" Nayya memeluk leher Galen, sementara sang bodyguard memberanikan diri untuk mencium bibir perempuan itu.Suasana di sana kian memanas saat Galen dan Nayya melakukan penyatuan mereka. Meniti tangga kenikmatan yang semakin membawa mereka ke gairah yang tak ada duanya."Ughh..." Sinar matahari pagi itu mengusik tidur nyenyak Galen. Pemuda bertubuh atletis itu bangkit perlahan dari tempat tidur, tubuhnya t

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 42

    Malam telah larut ketika Nayya mengumpulkan keberanian untuk menelepon Galen. Tangannya gemetar saat mengetik pesan di ponselnya. "Galen, bisa naik ke kamarku sekarang? Aku butuh bicara."Pesan itu terkirim, dan ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya ada balasan dari Galen: ["Baik, Nona. Saya segera ke sana."]Hanya beberapa menit kemudian, ketukan pelan terdengar di pintu kamar Nayya. Ia menghapus sisa air mata di pipinya sebelum menjawab, "Masuk!"Pintu terbuka, dan Galen melangkah masuk dengan hati-hati. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanyanya lembut, memperhatikan ekspresi muram Nayya. Tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan yang Galen ajukan, Nayya langsung menarik pemuda itu masuk ke kamarnya."Non—mm..." Galen terbelalak ketika Nayya menciumanya dengan sedikit serampangan.Nayya mendorong dada bidang Galen ke dinding. Gerakan Nayya yang tidak sabaran jelas membuat Galen bingung."N

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 41

    "Apapun yang kamu katakan, Mama akan tetap membujuk Liam untuk cari istri lagi. Terserah dia mau ceraikan kamu atau menjadikan salah satu perempuan ini sebagai istri keduanya. Mama tidak peduli."Braaak!!Nayya tidak tahan lagi. Ucapan sang mertua begitu melukai hatinya. Dengan penuh emosi menggebrak meja di depannya."Ma, jangan mentang-mentang aku ini sebatang kara dan gak punya orang tua jadi Mama seenaknya sama aku. Aku juga punya hati Ma, aku punya perasaan. Gimana kalau seandainya Mama jadi aku? Apa Mama sanggup diperlakukan seperti ini?"Widuri buang muka. Sama sekali tak menggubris tatapan sayu dan wajah penuh air mata menantunya."Di luar sana, banyak pasangan yang belum punya anak bahkan disaat pernikahan mereka udah masuk belasan tahun. Tapi mereka gak seberisik Mama yang ribut ingin ini dan itu," imbuh Nayya lagi. "Aku dan Mas Liam menikah belum ada 5 tahun tapi Mama udah berencana menggantikanku sama perempuan lain— Mama benar-benar tega.""Terserah apa yang ingin kamu ka

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 40

    Pagi itu, sekitar jam delapan, Nayya berdiri di depan cermin besar di kamarnya. Ia mengenakan blus putih dengan rok selutut berwarna krem, sederhana namun anggun. Wajahnya tampak sedikit lebih segar setelah semalaman akhirnya bisa tidur meski di sofa. Namun, ada kecemasan yang tidak bisa ia sembunyikan. Hari ini, ia harus pergi ke rumah mertuanya, Widuri. Entah apa yang wanita itu ingin bicarakan, tapi Nayya tahu, setiap kali Widuri memanggilnya secara khusus, itu tidak pernah menjadi perbincangan yang menyenangkan."Nona, mobil sudah siap," suara Galen terdengar dari luar pintu."Baik, aku segera keluar," jawab Nayya sambil merapikan tas tangannya.Di perjalanan, Nayya tak banyak bicara. Ia hanya memandangi pemandangan di luar jendela mobil dengan pikiran yang melayang-layang. Galen, seperti biasa, duduk di kursi pengemudi dengan ekspresi datar, sesekali melirik ke arah kaca spion untuk memastikan majikannya baik-baik saja.Mobil berhenti di depan sebuah rumah besar dengan gaya klas

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 39

    ["Maaf ya sayang, aku benar-benar sibuk banget. Klien banyak permintaan jadi aku gak bisa sering-sering telfon kamu."]["Soal kemarin aku juga minta maaf. Aku gak ada maksud buat nolak VC kamu. Di sini beneran gak ada sinyal."]["Tolong jangan khawatir dan terlalu OVT. Aku sayang sama kamu."]Nayya menghela nafas panjang. Ia memeluk lututnya untuk menenangkan diri. "Capek banget ya Tuhan. Gak enak banget cinta sendiri kayak gini."Karena kelelahan, Nayya tertidur di sofa ruang tamu, pelukan di lututnya perlahan melonggar. Wajahnya tampak lesu dalam tidurnya, meski ada jejak air mata dan kecemasan yang masih tersisa. Sebuah selimut tebal tergantung di sandaran sofa, tapi tak disentuh olehnya. Galen muncul dari arah pintu, berniat membuat teh hangat karena di luar hujan sedang lebat. Ia berhenti sejenak ketika melihat Nayya terbaring di sana. Ekspresi datarnya berubah lunak seketika.Ia mendekat perlahan, memastikan langkahnya tak menimbulkan suara yang bisa membangunkan Nayya. Saat be

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status