Share

Bab 86

last update Last Updated: 2025-04-03 19:28:42

Jika ia harus pergi lebih cepat, siapa yang akan menjaga Nayya? Siapa yang akan memastikan keponakannya tidak merasa sendirian di dunia ini?

Ia menggeleng, menolak membiarkan pikirannya terlalu jauh.

"Tante cuma ingin seseorang yang bisa menjaga kamu dengan baik," bisiknya. "Dan tante harap... dia bisa melakukan itu untuk kamu."

Suara langkah kaki terdengar di balik pintu, menghentikan monolog Dewi. Ia mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah pintu, di mana seseorang berdiri ragu-ragu.

Liam.

Dewi menatap pemuda itu lama, membaca ekspresinya yang terlihat penuh keraguan. Ada sesuatu di matanya—penyesalan, kebingungan, dan mungkin sedikit ketakutan.

Liam yang ditemani oleh salah satu petugas kepolisian dan sang pengacara, akhirnya melangkah masuk dengan canggung, lalu berhenti di ujung tempat tidur Nayya. Pandangannya terarah pada gadis yang terbaring tak berdaya di hadapannya.

Dewi menghela napas dalam, lalu berbicara tanpa menatap Liam. "Kamu datang ternyata."

Liam men
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 87

    "Tante... siapa?" Jantung Dewi seperti berhenti berdetak. Air mata langsung menggenang di matanya saat ia meraih wajah Nayya dengan kedua tangannya. "Nayya, kamu gak ingat Tante? Kamu gak ingat siapa aku?" Gadis itu semakin bingung, napasnya tersengal. "Aku... aku gak tahu..." Dewi menoleh cepat ke arah dokter yang baru masuk, wajahnya dipenuhi kecemasan. "Dok, kenapa dia begini? Kenapa dia gak ingat aku?" Dokter menarik napas panjang sebelum berbicara. "Bu Dewi, kami sudah memprediksi ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ada kemungkinan besar Nayya mengalami amnesia akibat trauma otak yang ia alami dalam kecelakaan itu. Amnesia. Dewi merasa kepalanya berputar. "Jadi... dia gak ingat apa pun?" suaranya terdengar bergetar. Dokter mengangguk. "Hilang ingatan total. Dia bahkan mungkin tidak ingat siapa dirinya sendiri." Dewi langsung menatap Nayya lagi, hatinya mencelos melihat betapa kosongnya ekspresi gadis itu. "Nayya..." bisiknya, suaranya nyaris tidak terdengar.

    Last Updated : 2025-04-04
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 88

    Liam duduk di sofa kecil di dekat ranjang, menatap Nayya yang sedang tertidur. Gadis itu masih terlihat lemah, meskipun kondisinya jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali sadar dari koma. Nafasnya tenang, dadanya naik turun perlahan di bawah selimut putih yang menutupi tubuhnya. Sudah beberapa bulan berlalu, dan sejak saat itu, Liam hampir tidak pernah meninggalkan Nayya. Ia yang menggantikan perban luka di lengannya, membantunya berjalan saat fisioterapi, dan menyuapinya saat Nayya masih terlalu lemah untuk makan sendiri. Setiap hari, tugas Liam adalah menjaga dan merawat gadis itu. Seperti pagi tadi— "Pelan-pelan, Nay." Liam berdiri di sampingnya, satu tangan memegang lengan gadis itu, sementara tangan satunya berada di punggungnya, menopang tubuhnya agar tidak terjatuh. Mereka sedang berjalan di taman belakang rumah, udara sejuk menyelimuti pagi itu. Nayya mengerutkan kening, fokus pada langkahnya. Ia masih merasa canggung dan tidak stabil, tapi dengan Liam di sis

    Last Updated : 2025-04-05
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 89

    Malam itu di salah restoran. Liam duduk di kursi berhadapan dengan Cintya, mantan kekasihnya. Wanita itu tampak cantik dalam balutan gaun hitam, tetapi ekspresinya penuh amarah dan kekecewaan. Sejak tadi, Cintya belum mengucapkan sepatah kata pun, hanya menatapnya tajam. Akhirnya, ia berbicara. "Aku gak habis pikir, Liam." Suaranya dingin. "Setelah sekian lama gak ada kabar, sekarang aku dengar kamu sibuk merawat perempuan lain?" Liam menatapnya dengan ekspresi datar. "Ini bukan seperti yang kamu pikir, Cintya. Lagipula dia bukan orang lain. Dia—" "Dia korban kecelakaan waktu itu kan? Aku tau kok." Perempuan itu menyandarkan punggungnya ke kursi, melipat tangan di depan dada. "Yang gak habis pikir, kenapa kamu sampai rela menghabiskan banyak waktu untuk dia sampai melupakanku." Liam mengepalkan tangannya di bawah meja. "Aku gak bermaksud buat lupain kamu. Aku hanya sedang mempertanggungjawabkan semua kesalahanku ke Nayya

    Last Updated : 2025-04-06
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 90

    Cintya menggigit bibirnya, matanya kembali memerah. "Berapa lama aku harus menunggu, Liam?" Liam tidak bisa menjawab. Ia tidak tahu. Cintya tersenyum pahit, lalu menarik tangannya dari genggaman Liam. "Aku gak tahu apakah aku bisa menunggu atau tidak." Liam tidak bisa membiarkan Cintya pergi begitu saja. Ia segera berdiri dan mengejarnya keluar restoran. Langkahnya cepat, penuh dengan kegelisahan yang menghantui pikirannya. "Cintya!" panggilnya saat melihat wanita itu berjalan menuju mobilnya. Cintya berhenti, tapi tidak langsung menoleh. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membalikkan badan. Matanya masih menyiratkan luka dan keraguan. "Apa lagi, Liam?" suaranya terdengar lelah. Liam mendekat, kali ini tanpa ragu. "Aku tahu aku sudah banyak mengecewakan kamu, dan aku tahu ini gak adil buat kamu. Tapi, aku serius, Cintya. Aku gak mau kehilangan kamu."

    Last Updated : 2025-04-07
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 91

    "Liam... kamu ingat janji kamu ke tante, kan?" Liam menelan ludah. Dada terasa sesak. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Kamu janji bakal jaga Nayya selamanya... dan aku ingin melihat kalian menikah sebelum aku pergi." Ruangan terasa semakin sunyi. Nayya terkejut, matanya membesar. "Tante, kenapa tiba-tiba bicara seperti ini?" Dewi tersenyum lembut. "Karena Tante ingin kamu bahagia, Nay. Tante ingin kamu punya seseorang yang bisa selalu menjagamu... dan aku percaya Liam adalah orang yang tepat." Liam menunduk, hatinya kacau. Janji yang dulu ia buat saat masih dipenuhi rasa bersalah, kini kembali menghantuinya. Ia teringat Cintya. Wajahnya, suaranya, harapannya. Namun, di saat yang sama, ia juga melihat Nayya. Perempuan yang sudah melalui banyak hal karena kesalahannya. Gadis yang selama ini ia lindungi,

    Last Updated : 2025-04-08
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 92

    "Kamu gak bohong kan?" tanya Nayya dengan mata berkaca-kaca. Seolah ia menaruh banyak harapan pada pria di depannya.Liam menghela napas panjang, lalu menarik Nayya ke dalam pelukannya. Gadis itu diam, hanya membiarkan dirinya tenggelam dalam dekapan hangat yang selama ini menjadi satu-satunya tempat ia merasa aman."Aku gak bohong, Nayya," bisik Liam dengan suara lirih. "Aku udah janji sama Tante Dewi… aku bakal jagain kamu, sampai kapanpun."Nayya terdiam, matanya kembali berkaca-kaca. Pelukan Liam terasa begitu tulus, dan untuk sesaat, ia merasa semua luka bisa perlahan disembuhkan."Aku takut kehilangan lagi, Liam," gumamnya. "Tante Dewi satu-satunya keluarga yang aku punya… dan sekarang aku cuma punya kamu."Liam merapatkan pelukannya, seolah tak ingin membiarkan Nayya jatuh lagi. "Kamu gak sendiri. Selama aku masih bisa bernapas, kamu gak akan pernah sendiri."Nayya memejamkan mata. Tangisnya akhirnya pecah dalam diam. Ia tahu, kata-kata Liam bukan sekadar janji kosong. Tapi ia

    Last Updated : 2025-04-09
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 93

    "Kalau aku harus ngertiin kamu terus, gimana sama aku, hah?!"Pertengkaran makin memanas. Nafas Cintya memburu, matanya memerah menahan air mata yang ingin pecah. Liam berdiri di hadapannya, masih mencoba menahan semua emosi yang menggelegak dalam dadanya.“Jawab aku, Liam!” bentak Cintya tiba-tiba. “Kamu bilang semua ini karena tanggung jawab, dan rasa bersalah kamu ke Nayya. Terus aku gimana? Apa kamu gak ngerasa bersalah padaku? Apa kamu gak kasian sama aku?"Liam terhenyak. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Wajahnya menegang.Cintya melangkah mendekat, tatapannya menusuk. "Kamu lupa sama impian kita dulu? Kita akan menikah setelah dapat pekerjaan baik, bangun rumah tangga harmonis, hidup bahagia sampai tua. Apa kamu lupa impian kita itu?""Tapi Nayya sebatang kara, Cintya. Kasian dia. Toh— pernikahan ini hanya sementara. Aku akan segera ceraikan dia setelah Nayya bisa hidup mapan."Cintya menatap Liam dengan wajah hancur, air matanya mulai jatuh satu per satu. Ia me

    Last Updated : 2025-04-11
  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 94

    "Liam..."Merasa namanya dipanggil, Liam pun menoleh ke sumber suara. Tak jauh darinya, berdiri seorang wanita paruh baya dengan raut wajah tenang namun sorot matanya tajam penuh kekhawatiran. Widuri—ibunya—menatapnya tanpa senyum."Kita bisa bicara sebentar?" tanyanya, lembut tapi jelas.Liam berdiri, sedikit gugup. "Tentu aja Ma."Mereka berjalan dalam diam menuju ruangan sebelah. Begitu sampai di sana, Widuri langsung menatap putranya tanpa basa-basi.“Kamu yakin sama keputusan ini, Liam?”Liam menghela napas, lalu duduk. "Kalau Mama maksud soal pernikahan... ya, aku udah yakin."Widuri tetap berdiri, menyilangkan tangan. “Liam, dia itu umurnya masih jauh di bawah kamu. Belum lagi dia sebatang kara, keluarganya gak jelas kayak gimana. Kalau kamu ngerasa bertanggungjawab sama Nayya, kamu kan gak wajib buat nikahin dia. Kamu masih bisa melakukan hal lain."Pernyataan sang Mama, itu membuat Liam terdiam beberapa detik sebelum menjawab pelan, “Ma, Nayya gak punya siapa-siapa selain aku

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 108

    "Galen..." suara Nayya terdengar serak, memecah keheningan kamar rawat yang hanya diterangi lampu temaram."Iya, Nona?" sahut Galen, segera merapat ke sisi ranjang, menatap wajah perempuan itu yang tampak begitu rapuh.Dengan mata sembab dan merah, Nayya menatap Galen penuh iba. Ada ketakutan, ada kebingungan, dan di balik itu semua, ada permintaan tolong yang tak terucapkan. Ia butuh seseorang yang bisa diajak bicara, seseorang yang bisa membantunya memutuskan langkah berikutnya."Menurut kamu... apa yang harus aku lakukan setelah ini?" suaranya nyaris seperti bisikan, seolah takut jawaban itu sendiri akan menghancurkannya lebih dalam.Galen menahan napas sejenak, berpikir. Namun akhirnya ia balik bertanya dengan suara lembut, "Menurut Anda sendiri bagaimana?"Sejenak Nayya terdiam, lalu dengan suara bergetar, ia menjawab, "Aku ingin cerai dari Mas Liam. Aku ingin pergi jauh darinya... Aku ingin dia menghilang dari hidupku."Kalimat itu meluncur dari bibir Nayya dengan getir. Ia meng

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 107

    Galen berlari menerobos pintu gawat darurat, menggendong Nayya yang tubuhnya sudah begitu lemah. Keringat bercucuran di dahinya, tapi ia tak peduli. Yang ada dalam pikirannya hanya satu: *Selamatkan Nona Nayya dan bayinya.*Tim medis yang sigap segera menghampiri, seorang dokter perempuan paruh baya memimpin, matanya penuh ketegasan."Segera bawa ke ruang tindakan! Siapkan peralatan monitoring janin!" perintahnya cepat.Tandu digelindingkan mendekat. Dengan hati-hati, Galen memindahkan Nayya ke atasnya. Tubuh perempuan itu gemetar hebat, wajahnya memucat bagai kertas. Tangannya masih menggenggam perutnya erat-erat."A-aku... anakku..." isaknya lirih."Ssst, tenang Bu, fokuskan napasnya," suara perawat mencoba menenangkan, sambil memasang alat monitor di perut Nayya.Galen ikut berlari di samping tandu, sampai akhirnya seorang perawat pria menghentikannya di depan pintu ruang tindakan."Maaf, Pak. Bapak silakan tunggu di luar!""Aku... aku harus—" Galen tak bisa melanjutkan kata-katany

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 106

    "Nayya... Aku minta maaf...""Segampang itu kamu minta maaf! Dasar penipu! Pembunuh! Gak tau malu kamu Mas!" Nayya terus memaki Liam tanpa henti, matanya merah, nafasnya memburu, seakan semua luka yang selama ini ia pendam, meledak malam itu."Kamu pria paling jahat yang pernah aku kenal!" teriak Nayya, tangannya gemetar menunjuk ke arah Liam. "Aku lebih baik hidup sendirian daripada harus serumah sama penjahat kayak kamu!"Liam menunduk dalam, menahan sakit di dadanya yang bukan karena pukulan Nayya, tapi karena rasa bersalah yang membunuhnya perlahan. Ia mencoba melangkah mendekat, ingin meredam badai di hadapannya.“Nayya, tolong... aku salah, aku sadar aku salah. Tapi demi Tuhan, aku mau memperbaikinya... untuk kamu, untuk bayi kita...” suara Liam lirih, hampir seperti bisikan.Mendengar itu, mata Nayya semakin membara."Bayi?" desisnya tajam. "Bayi yang bahkan kamu cegah kehadirannya dengan kebohonganmu itu?"Liam hanya diam, membiarkan kata-kata Nayya menghujamnya bertubi-tubi.

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 105

    "Kenapa kamu tega ngelakuin ini Mas?! Kenapa?!” suara Nayya pecah, menggema dalam ruangan yang semula sunyi. Tangisnya meledak bersama amarah yang selama ini ditahannya.Liam mendekat, mencoba meraih tangan Nayya. “Nayya, tolong… ikut aku pulang. Kita bicara baik-baik di rumah!"Nayya langsung menarik tangannya, menepis dengan kasar. “Jangan sentuh aku!”Liam menunduk. Wajahnya bingung dan frustrasi. “Nayya... Please..."Cintya yang masih berdiri di sudut, tampak menggigit bibir, menahan tangisnya sendiri. Ia maju pelan, menatap Liam. "Jelasin aja apa yang sebenarnya terjadi Mas! Kamu juga gak mungkin bohongin Nayya selamanya kan?"Liam menoleh ke Cintya, tatapannya tajam dan panik. “Cintya, tolong…”“Gak ada lagi yang bisa kamu tutupi,” Cintya berkata dengan tenang namun tegas.Liam terdiam. Rahangnya mengencang.Nayya menghapus air matanya, bangkit dari sofa dengan sisa tenaga yang ia punya. “Apalagi yang kamu tutupi Mas?""Aku akan jelaskan semuanya di rumah!"***Langit semakin ge

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 104

    "Please Galen... Anterin aku ke tempat mereka."Galen memejamkan mata sejenak, menahan napas panjang. Ia tahu, membiarkan Nayya ikut dalam kondisi seperti ini adalah keputusan yang berat. Tapi melihat air mata Nayya, suara rapuhnya yang memohon, dan tatapan putus asanya— membuat Galen tak tega untuk terus menolak.Dia mengangguk pelan, meski hatinya masih penuh keraguan.“Baiklah, Nona… Saya akan antar anda.”Mata Nayya langsung menatap Galen, ada campuran lega dan ketegangan di sana. Namun Galen buru-buru melanjutkan, “Tapi dengan satu syarat.""Syarat apa?""Anda harus bersiap dengan semua kemungkinan yang terjadi nanti."Nayya mengangguk sambil menelan ludah. "Baiklah. Aku janji."***Sore itu, langit mulai mendung saat mobil hitam yang Nayya tumpangi melaju menuju sebuah kawasan apartemen di pinggiran kota. Sepanjang perjalanan, Nayya hanya diam. Wajahnya pucat, tangannya tak berhenti memainkan ujung jarinya dengan resah. Dia sibuk memikirkan apa saja yang akan terjadi nanti.Apak

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 103

    “Iya, saya ingat, Nona,” jawab Galen. "Kenapa?" "Kenapa kamu gak ngasih tau aku sesuatu?" Galen terdiam sesaat. Tatapannya mengarah ke jendela yang cahaya senjanya mulai memudar. Ada konflik kecil di matanya—antara ingin melindungi Nayya dari kenyataan, atau memenuhi permintaannya sebagai bentuk kepercayaan. "Nona yakin mau tahu sekarang?" tanyanya pelan. Nayya mengangguk. “Aku udah cukup tenang buat dengar apa pun, Galen. Tolong jangan sembunyiin apa-apa dari aku!" Galen menarik napas panjang, lalu mengambil ponsel dari saku celananya. Ia membuka galeri, memperlihatkan beberapa foto yang diambil secara diam-diam. Tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan ponsel itu pada Nayya. "Perempuan itu... adalah Cintya." Deg! Jantung Nayya seolah berhenti berdetak. Nafasnya tercekat. Wajahnya seketika pucat pasi. "Ci— Cintya? Maksud kamu sekertaris baru Mas Liam?" "Benar, Nona." "Tapi Mas Liam bilang dia pergi sendiri?" "Faktanya mereka pergi bersama. Dan—" Galen melihat ke arah Nay

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 102

    Sementara itu, suasana pagi yang hangat juga terasa di apartemen milik Cintya. Matahari menyusup malu-malu dari balik tirai ruang makan, menyinari wajah mungil Lora yang duduk di kursi makannya sambil mengayun-ayunkan kaki kecilnya.“Papa... Aaa...” pinta Lora dengan suara cadel, menunjuk mangkuk bubur di tangan Liam.Liam tersenyum, mengaduk bubur itu pelan agar tidak terlalu panas, lalu menyuapkan ke mulut putrinya yang terbuka lebar.“Lora anak pintar, ya. Makannya yang lahap ya, biar cepet sembuh,” ujarnya lembut.Lora terkekeh kecil, pipinya yang tembam ikut bergerak. “Coalnya Papa yang ucapin," katanya bangga dengan cadel khas anak-anak seusianya. "Lola cukaaa..."Liam terkikik pelan mendengarnya. "Iya sayang... Iya. Abis makan kita minum obat ya! Biar Lora cepet sembuh."Lora mengerutkan keningnya. Bocah lucu berpipi gembul itu tampak kurang setuju dengan ucapan Liam. "Pait Pa. Obat gak enak.""Kata siapa obatnya pahit? Obatnya kan rasa stoberi.""Sto...be...li?""Yap. Buah kes

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 101

    "Nona..." bisiknya, nyaris tak terdengar.Pandangan Galen turun ke arah perut Nayya yang masih rata, tapi baginya... itu adalah pusat dari segalanya sekarang. Dengan gerakan lembut, Galen menaruh tangannya di atas perut itu—seolah sedang menyentuh sesuatu yang paling rapuh, paling berharga dalam hidupnya."Hai, sayang..." Galen berbisik, suaranya bergetar pelan. "Papa tahu kamu belum bisa dengar suara ini, atau mungkin... kamu belum ngerti apa-apa. Tapi tolong kerja samanya ya! Tolong jangan bikin Mama kamu repot begini."Ia menunduk, keningnya hampir menyentuh perut Nayya. "Jangan bikin dia sakit. Jangan buat dia mual terus. Kamu tau kan, nutrisi yang masuk ke tubuh Mama kamu, itu buat kamu juga. Jadi ayo kta kerja sama."Ia mencium pelan perut Nayya, seperti sebuah doa dalam diam. Lalu kembali menatap wajah perempuan yang ia cintai diam-diam selama ini—bukan sebagai seorang bodyguard, tapi sebagai pria yang hatinya sudah sepenuhnya tertambat pada Nayya."Maafkan aku Nayya. Maafkan a

  • Hasrat Terlarang Sang Bodyguard   Bab 100

    Namun..."Bagaimana kalau Cintya bohong?" pikirnya. "Gimana kalau ini cuma cara dia biar aku datang?"Tapi bayangan suara tangis anak perempuannya di telepon tadi membuat Liam segera menepis semua pikiran buruknya barusan.Dengan kantong plastik berisi obat penurun demam, termometer, dan beberapa kebutuhan lain yang tadi sempat ia beli di apotek, Liam melangkah cepat menuju pintu rumah. Begitu diketuk, pintu langsung dibuka. Cintya berdiri di sana, masih memakai piyama tipis dan mata yang terlihat lelah.“Masuk cepat. Dia rewel banget dari tadi,” ucap Cintya pelan.Liam melangkah masuk. Bau balsam anak dan kain basah langsung menyeruak dari dalam rumah. Di sofa kecil dekat jendela, terlihat anak perempuan mereka—berbaring lemah, pipinya memerah, rambutnya lepek karena keringat. Matanya terbuka sedikit, tapi sayu.Liam langsung menghampiri.“Sayang... Papa di sini, ya,” gumamnya sambil duduk di tepi sofa. Ia menyentuh dah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status