Saka memandangi pesan di ponselnya.
Empat tahun lamanya ia telah berpura-pura hidup miskin dan harus menerima berbagai hinaan yang menyakitkan.Sangat menyakitkan, tapi semua itu dilakukan keluarga Sadewa agar membuat Saka tahu tentang kerasnya kehidupan.Agar Saka Sadewa mampu mengemban tanggung jawab besar sebagai satu-satunya pewaris keluarga Sadewa.
Sementara Sadewa ... adalah keluarga terkaya nomor satu di negeri ini sekaligus masuk dalam 20 jajaran orang terkaya di dunia.Ting!Tak lama waktu berselang, ponsel Saka kembali berdenting.Sebuah pesan singkat kembali masuk ke ponselnya.[Kami sudah mentransfer uang ke rekening Anda]Saka menarik napas panjang sambil memasukkan ponselnya ke saku celananya.Kini Saka bisa sedikit bernapas lega karena dengan uang ia bisa menyelesaikan beberapa masalahnya, bahkan ia menjadi punya kesempatan untuk membalas balik semua orang yang telah merendahkan dan menyakitinya.Dengan cepat Saka lantas memakai jaket ojolnya untuk segera pergi ke Bank Gold.Saka memerlukan uang untuk membayar tunggakan kuliahnya sekaligus untuk bekal hidupnya.Namun di saat yang bersamaan, terdengar sebuah suara dari belakang tubuh Saka."Aku kira dia pintar, ternyata selain gembel dia juga payah dan bodoh!""Gak salah jika Wilma lebih memilih Damian ketimbang si gembel kampus itu!""Ya iyalah, mana bisa gembel seperti dia bersaing dengan Damian.""Sungguh bagai langit dan bumi!""Sampah masyarakat!""Gembel kampus!""Hahahaha!""Hahaa!"Saka langsung berbalik dengan cepat, ia mendapati lima orang lelaki yang merupakan kacung Damian sedang berdiri memandanginya dengan nyinyir.Jelas sudah bahwa ejekan itu memang ditujukan untuk Saka.Tatapan Saka kini terlihat tajam, aura yang kuat dan besar kini memancar dari matanya.Kelima lelaki itu sedikit terhenyak, mereka seakan sedang melihat orang yang berbeda.Dengan langkah tegas pula, Saka melangkah mendekati kelima lelaki itu.kini, ia sudah diperbolehkan untuk menggunakan sedikit keahliannya.Meski hanya sedikit, tapi Saka yakin jika dirinya akan mampu untuk menghabisi lima orang anak buah Damian dengan mudah.Saka mengepalkan tangannya, sudah sangat lama ia tidak menggunakan kekuatan yang ia miliki.Namun, tiba-tiba saja sosok Anggia datang."Jangan, Saka!" hadang Anggia sambil memegang tangan Saka.Anggia adalah teman kampus Saka, ia wanita cantik berkacamata yang merupakan teman Wilma.Entah dengan alasan apa hingga Anggia terlihat peduli padanya.Tangan halus dan hangat Anggia terasa di pergelangan tangan Saka."Mereka anak buah Damian, jangan bunuh diri dengan melawannya!" saran Anggia dengan suara halusnya."Aku tidak peduli," tegas Saka sambil memandangi kelima lelaki yang masih saja menatap Saka dengan wajah songongnya.Kedekatan mereka dengan Damian membuat mereka berani, apalagi menghadapi gembel kampus seperti Saka.Bisa mencemooh dan merendahakan Saka seakan menjadi sebuah pencapaian yang besar bagi mereka yang merupakan seorang penjilat besar."Damian bukan tandinganmu, orang tuanya punya pengaruh besar di kota ini, kamu bisa gak lulus dari kampus ini jika mencari masalah dengan Damian, bahkan semua instansi dan perusahaan bisa menolakmu untuk bekerja, kuliahmu, kerja kerasmu selama ini akan sia-sia!" jelas Anggia dengan mata indahnya yang memancarkan aura penuh kekhawatiran terhadap Saka.Saka tersenyum tipis, ia tersentuh oleh kepedulian Anggia, tapi di sisi lain ia pun tertantang oleh ucapan Anggia."Benarkah Damian sehebat itu?" desis Saka yang merasa tertantang dan ingin membuktikan seberapa besar kehebatan Damian.Anggia mengerjap, ia melihat pancaran aneh dan kuat dari sorot mata Saka. Pancaran mata yang sejatinya hanya layak dimiliki oleh para penguasa besar, bukan oleh gembel kampus seperti Saka.Tapi bagi Anggia, hal itu layaknya hanya sebuah kebodohan dan kecerobohan dari Saka.
Karena semua orang tahu, melawan Damian sama saja dengan bunuh diri.
Namun di saat yang bersamaan, Saka tiba-tiba saja melesat untuk menghajar kelima lelaki itu.Saking cepatnya hingga Anggia tak mampu lagi untuk mencegahnya."Hentikan!"
Sebuah teriakan menghentikan upaya Saka.
Tangan Saka yang sudah mengepal harus kembali mengambang di udara.
Sosok Laura tiba-tiba muncul. Ia menatap Saka dengan tajam, terlihat sisa kemarahan di wajahnya.
"Apa yang kamu lakukan, Saka!" ucap Laura dengan tegas.
Saka perlahan menurunkan kepalan tangannya.
"Mereka merendahkanku, Bu," jawab Saka sambil menunjuk kelima mahasiswa yang terlihat cengengesan.
"Lho, bukannya kamu memang rendahan," celetuk salah satu mahasiswa sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya.
"Hahaha!" keempat mahasiswa lainnya menertawakan sambil menunjuk Saka bagai menunjuk sampah.
"Kalian yang sampah!" timpal Saka.
Kemarahan Saka kembali memuncak, namun Laura malah membentak Saka.
"Pergi, Saka!"teriak Laura dengan pipi memerah pada wajah cantiknya.
Meski terlihat marah, namun Laura nampaknya kesulitan untuk menyembunyikan kekhawatirannya terhadap Saka.
Laura membentak dan mengusir Saka bukan karena ia membela kelima mahasiswa itu, akan tetapi itu semata karena ia tau dampak dari perkelahian ini akan berpengaruh buruk pada Saka,
"Cepat kita pergi dari sini sebelum Damian datang! Ayo, Saka!" ajak Anggia dengan panik.
Saka pun terdiam, ia menatap sejenak Laura yang juga menatapnya.
"Ibu membela mereka?" tanya Saka.
Laura menarik napas dalam-dalam, "Ya," jawabnya singkat.
Saka pun menggelengkan kepalanya, kecewa dengan jawaban Laura.
Dalam kemarahan dan kekecewaan, Saka lantas menoleh kepada lima mahasiswa yang masih berada di hadapannya.
"Kalian lebih sampah dariku, bukan level-ku, AKU TANTANG DAMIAN SEKALIAN!" tantang Saka sambil pergi menaiki motornya bersama Anggia.***"Kamu gila, Saka!" Sentak Anggia dari jok belakang motornya saat motor sudah menjauh dari area kampus.Saka hanya menyikapinya dengan tersenyum sambil tetap mengemudikan motornya dengan tenang."Semua akan baik-baik saja," ucap Saka tetap tenang.Anggia langsung mengerutkan keningnya."Damian tidak akan membiarkanmu begitu saja saat ia tahu kamu telah menantangnya, aku khawatir sama kamu, Saka," timpal Anggia.Saka tersenyum kecil saja, apa yang ia katakan sebenarnya sudah terukur dengan matang. "Kamu memperdulikanku?" tanya Saka sambil memutar tubuhnya dan menatap wajah cantik Anggia di jok belakang.Wajah Anggia terlihat memerah, ia terlihat sedikit gelagapan."Sudahlah! Aku ini teman kampusmu, nasib kita sama, kita sama-sama miskin, sama-sama nunggak uang kuliah, jadi bukan hal aneh jika aku peduli sama kamu, jangan geer!" jelas Anggia terlihat menyembunyikan kegugupannya.Saka pun tersenyum tipis, ia kembali melajukan motor bututnya, tak lama kemudian tibalah di Bank Gold yang sangat megah.Area parkiran dipenuhi oleh mobil mewah, ada beberapa motor di sana namun, itu pun motor berkelas yang tentu sangat berbeda jauh dengan motor tua yang dipakai oleh Saka.Bank Gold merupakan bank Elite yang costumernya kebanyakan dari kalangan pengusaha, pejabat, atau orang yang berkelas.Tak mudah untuk menjadi costumer di bank ini, hal itu disebabkan karena peryaratan serta saldo minimal tabungan yang ditetapkan oleh pihak bank yang begitu fantastis."Mau apa kita ke sini, Saka?" tanya Anggia dengan keheranan."Mengambil uang," jawab Saka.Anggia terperangah, matanya tak berkedip menatap wajah Saka. Angia benar-benar keheranan, hari ini ia tersentak berkali-kali oleh berbagai keanehan yang ditunjukkan oleh Saka -teman kampusnya yang dikenal miskin hingga mendapat gelar GEMBEL KAMPUS. "Ini bank elite, Saka! Orang miskin seperti kita mana mungkin punya tabungan di bank ini!" jelas Anggia yang terlihat semakin resah.Saka tersenyum menatap wajah Anggia yang ternyata sangat cantik jika dilihat dengan lekat. Jika ditambah sedikit make-up, mungkin Anggia bisa menjelma menjadi mahasiswi kampus yang paling cantik, mungkin.Saka hanya membalas keresahan Anggia itu dengan tersenyum saja."Aku pulang, sudah cukup masalah tadi, aku gak mau terbawa masalah lagi!" pungkas Anggia sambil berjalan meninggalkan Saka."Tunggu, Anggia!" Saka mengejar Anggia."Aku antar pulang, tapi nanti setelah aku selesaikan urusanku di sini, kalau kamu tidak mau ikut ke dalam, kamu tunggu saja di cafe itu," ucap Saka sambil menunjuk sebuah cafe di se
"Kartu ini adalah kartu ATM spesial, kartu yang hanya dimiliki oleh keluarga pemilik saham bank ini," jelas Smith dengan lantang.Sang security langsung terbelalak, begitu pun dengan Vanessa yang langsung menganggkat wajahnya sambil menatap Saka.Siapa yang percaya jika ojol seperti Saka merupakan keluarga pemilik saham bank sebesar ini.Smith langsung menghampiri Saka dengan lutut yang bergetar."Apa benar kartu ini punya Anda?" tanya Smith dengan gugup.Vanessa dan sang security masih tak percaya, mereka masih mematung dengan pikirannya sendiri yang menjelajah entah ke mana."Benar, itu punyaku," jawab Saka dengan tenang, sebuah ketenangan yang tentu hanya dimiliki oleh keluarga seseorang yang punya kedudukan tinggi.Smith langsung membungkukkan badannya hingga membuat Vanessa dan sang security keheranan karena baru kali ini ia melihat orang sebesar smith membungkukkan badannya kepada seseorang.Seketika itu pula, firasat buruk mulai terasa oleh mereka, mereka mulai sadar jika merek
"Anggia?"Saka tak percaya jika dirinya dituduh sudah memperkosa Anggia, wanita cantik nan lugu yang kemarin bersamanya, wanita yang peduli terhadapnya, bahkan wanita yang baru saja sudah ia bayarkan uang kuliahnya."Ya, kamu tega sekali, temanmu sendiri kamu perkosa, sungguh tak punya hati!" ucap Damian sambil menggelengkan kepalanya.Saka mendengus sambil menatap Damian, tangannya yang terborgol kini mengepal kuat."Kamu bisa memfitnahku semaumu, tapi jika sampai terjadi apa-apa dengan Anggia, kamu akan menyesal seumur hidupmu," tegas Saka dengan wajah yang merah penuh amarah.Damian hanya tersenyum santai, sebagai anak orang terkaya nomor satu di kota ini, tentu hal yang mudah untuk menjebloskan Saka ke penjara.Sementara, para mahasiswa sudah berkerumun, ia melihat Saka yang tengah dibekuk oleh polisi."Sudah gembel, pemerkosa pula, memalukan!""Orang seperti dia harusnya dipotong perkakasnya!""Iya, biar kapok.""Cih, memalukan!"Sayup-sayup terdengar celaan dan kutukan untuk Sak
"Aku adalah Saka Sadewa, pewaris tunggal keluarga Sadewa!" Orang yang dikenal sebagai gembel kampus itu mengatakan sebuah pengakuan yang tak terduga dan sangat mencengangkan.Siapa yang bisa percaya, saat seorang 'gembel kampus' yang nunggak biaya kuliah, yang setiap hari menggunakan motor butut, mengakui dirinya sebagai pewaris tunggal orang terkaya di negeri ini?Rasanya tak akan ada, tapi Saka mengakuinya dengan penuh keyakinan."Kalian tentu tahu seberapa besar pengaruh keluarga Sadewa di negeri ini, kan? Jadi lepaskan aku kemudian tangkap dan lakukan penyelidikan untuk Damian Delangga! Aku yakin dia pelakunya," lanjut Saka dengan aura yang jauh dari kesan seorang gembel.Saka benar-benar ingin menunjukkan kekuatan dirinya di hadapan ketiga oknum polisi yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadapnya.Ketiga oknum polisi itu pun jelas tersentak, mereka langsung mematung, saling tatap satu sama lain kemudian berakhir menatap Saka penuh selidik."Kamu ... pewaris tunggal keluarga S
Mata Saka membulat sempurna.Saka tak menyangka, jika dosennya ini masih mau menemuinya setelah penolakan dirinya terhadap ajakan tidur dari dosen cantiknya itu.Tak hanya itu, bahkan sebelumnya pun, bu Laura telah membayarkan tunggakan uang kuliahnya, tanpa sepengetahuannya.Seribu tanya bersarang di benak Saka.Sementara, Laura langsung terbelalak saat melihat keadaan Saka yang babak belur dengan luka lebam di wajahnya."Siapa yang membuat kamu seperti ini, Saka!" teriak Laura sambil mendekati jeruji besi seraya menatap setiap lebam di wajah tampan Saka.Terlihat wajah penuh khawatir di mata indah Laura yang bergetar dan berkaca-kaca di balik kacamata beningnya."Apa para polisi itu yang menghajarmu hingga kamu seperti ini?" terka Laura dengan suara serak dan bergetar penuh amarah."Tega sekali mereka, keterlaluan!" rutuk Laura sambil menatap keadaan Saka yang memprihatinkan.Saka menunduk seakan menyembunyikan luka di wajahnya dari Laura -dosennya itu."Aku akan menghubungi pengaca
Sementara di ruang tahanan..."Kamu tenang aja, aku akan segera menghubungi pengacaraku untuk membebaskanmu, aku sangat yakin jika kamu bukan pelakunya," ucap Laura."Dan apa pun itu, para polisi di sini harus memperlakukanmu dengan layak! aku tak akan membiarkan mereka memukulimu lagi seperti ini!" lanjut Laura menjelang kepergiannya dari hadapan Saka.Saka hanya terdiam, ia tak mampu mencegah keinginan Bu Laura yang ingin berupaya untuk membebaskannya. Saka hanya menatap tubuh bagian belakang Laura yang tercetak indah hingga sosoknya itu benar-benar hilang dari pandangan.Sebuah tubuh yang nyatanya terlihat segar dan menarik hasrat, meski usia Laura sudah menginjak kepala tiga, terpaut sekitar sepuluh tahun dari Saka, tapi ia nampak bagai perawan tingting yang belum dibelah.Saka kembali duduk, di sudut ruangan lembab itu ia membayangkan wajah cantik Laura yang terlihat begitu peduli terhadapnya.Namun sejatinya ... Saka tak sebodoh itu, tentu ia bisa melihat adanya perasaan lain y
"Apa kamu mau memperkosanya juga?" Ucapan Pak Harto itu membuat Saka -Sang Pewaris Sadewa merasa tersinggung.Ia benar-benar ingin menyudahi sikap-sikap seperti ini terhadapnya."Beliau adalah dosen waliku, Pak. Aku ingin menemuinya untuk urusan sidang skripsiku!" tegas Saka dengan tatapan tajam sambil mencondongkan wajahnya ke wajah Pak Harto.Saka nampak mencoba menahan sedikit amarahnya meskipun kemarahan itu sudah bergejolak di dalam dadanya.Namun, Pak Harto malah terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.Ia menganggap kemarahan Saka ini bukanlah sebuah ancaman baginya.Ia meragukan keberanian seorang gembel seperti Saka."Alibi, mana ada orang yang percaya sama gembel dan pemerkosa sepertimu," ucap Pak Harto dengan renyahnya.Saka mengepalkan tangannya, kesabarannya benar-benar telah habis."Apa? mau marah, hah? Ayo, kalau kamu ingin dikeluarkan dari kampus ini, ayo pukul aku!" sungut Pak Harto seakan menggertak Saka yang sudah nampak mengepalkan tangannya kuat-kuat.Saka lantas
Tanpa sengaja, dan seketika saja ... tubuh Saka telah berada di atas tubuh Laura -dosennya yang sungguh cantik meski dalam jarak sedekat itu.Kulitnya putih halus tanpa noda, wangi shampo semakin kuat menelusup ke rongga hidung Saka.Tubuh Laura yang terpahat indah itu terasa hangat dan empuk.Jantung Saka berdegup kencang tak beraturan.Tatapan mata mereka beradu, semakin dekat dan semakin dekat.Hingga akhirnya ... Saka tersadar bahwa hal itu tak selayaknya terjadi.Saka pun segera bangkit, coba mematikan hasratnya yang bergejolak dengan tiba-tiba."I -ibu gak apa-apa, Bu?" tanya Saka sambil bangkit seraya coba membangunkan Bu Laura yang hanya melongo seraya mengatur napasnya.Wajah Laura terlihat memerah, nampaknya ia shock juga, sekaligus merasakan sesuatu yang aneh saat tubuhnya ditindih oleh tubuh kekar Saka."Aku tidak apa-apa, hanya kepalaku yang sedikit sakit," jawab Laura sambil menggosok-gosok kepala bagian belakangnya yang memang membentur keramik."Maaf, Bu. Aku tadi- ""