Anggia terperangah, matanya tak berkedip menatap wajah Saka.
Angia benar-benar keheranan, hari ini ia tersentak berkali-kali oleh berbagai keanehan yang ditunjukkan oleh Saka -teman kampusnya yang dikenal miskin hingga mendapat gelar GEMBEL KAMPUS. "Ini bank elite, Saka! Orang miskin seperti kita mana mungkin punya tabungan di bank ini!" jelas Anggia yang terlihat semakin resah.Saka tersenyum menatap wajah Anggia yang ternyata sangat cantik jika dilihat dengan lekat. Jika ditambah sedikit make-up, mungkin Anggia bisa menjelma menjadi mahasiswi kampus yang paling cantik, mungkin.Saka hanya membalas keresahan Anggia itu dengan tersenyum saja."Aku pulang, sudah cukup masalah tadi, aku gak mau terbawa masalah lagi!" pungkas Anggia sambil berjalan meninggalkan Saka."Tunggu, Anggia!"Saka mengejar Anggia."Aku antar pulang, tapi nanti setelah aku selesaikan urusanku di sini, kalau kamu tidak mau ikut ke dalam, kamu tunggu saja di cafe itu," ucap Saka sambil menunjuk sebuah cafe di sebrang jalan.Anggia menatap cafe itu, cafe yang cukup mewah."Gak usah khawatir, pesan aja apa pun yang kamu mau, nanti aku yang bayar," ucap Saka sesumbar itu meskipun saat ini ia hanya memegang uang sepuluh ribu saja.Tapi itu bukan masalah, sebentar lagi ia akan menarik uang dalam jumlah besar di Bank Gold ini.Anggia terlihat berpikir hingga akhirnya ia pun mengangguk, sepertinya ia mencoba percaya kepada Saka.Setelah Anggia memasuki cafe, Saka kemudian berjalan menuju pintu masuk bank.Namun, baru saja Saka hendak masuk, seorang security langsung menghadang langkah Saka."Berhenti, Mas!" hardik sang security sambil menyentuh dada Saka, "ada perlu apa, Mas?" lanjutnya sambil menatap jaket ojol yang dikenakan oleh Saka."Mau ngambil uang," jawab Saka singkat.Sang security langsung mengerutkan keningnya, sepertinya ia tak percaya jika lelaki berjaket ojol dengan celana jeans lusuh di hadapannya ini merupakan costumer bank elite ini.Sang security pun sekali lagi menyelidiki Saka dari ujung rambut hingga ujung kaki."Ini Bank Gold, Mas? mungkin Mas salah bank," ucap security itu sambil menatap Saka."Ini sudah benar, bank ini tujuanku," jelas Saka.Sang security itu mengerutkan keningnya kembali, matanya menyipit memperhatikan Saka.Saat itu, Saka mulai merasa terintimidasi oleh tatapan security itu."Aku ingin menemui Smith," celetuk Saka.Saka tak ingin membuat Anggia lama menunggu maka Saka pun akhirnya menyebutkan nama Smith kepada sang security.Sang security langsung terlihat mengerjap dan menatap Saka dengan lekat."Kamu tahu siapa Tuan Smith?" tanya sang security dengan mata yang membulat.Saka menggelengkan kepalanya."Aku tidak mengenalnya tapi aku ingin menemuinya," jawab Saka tenang sambil menatap ke dalam kantor melalui kaca tebal yang mengkilat.Di dalam terlihat para petugas bank yang cantik-cantik dengan senyum manisnya sedang melayani costumernya yang kesemuanya terlihat berkelas dengan jas dan dasi mereka."Heh! Aku kasih tahu ya, Tuan Smith itu manager bank ini, jadi jangan songong dengan hanya menyebut namanya, panggil beliau dengan sebutan Tuan!" sentak security itu sambil mengacungkan tangannya.Saka tersenyum tipis, ia dididik keluarganya untuk menjadi orang paling kuat, di mana pun dia berada.Keturunan Sadewa bukan orang yang mudah tunduk pada siapa pun, keturunan Sadewa harus menjadi penguasa di bumi mana pun yang ia pijak.Tapi ... Saka belum diijinkan untuk menggunakan seluruh kekuatannya, ia sedang menempuh proses ujian dari keluarganya."Baiklah, aku ingin menemui Tuan Smith," ucap Saka dengan santai."Nah gitu dong," timpal sang security merasa menang, "tunggu di sini!" lanjutnya sambil menunjuk hidung Saka.Sang security masuk ke dalam kantor.Dari kaca terlihat security itu berbincang dengan salah seorang wanita muda yang bisa dibilang paling cantik di sana.Wanita itu langsung bangkit dari kursinya saat mendengar laporan dari security.Entah apa yang terjadi, tapi wanita itu dengan gugup dan panik langsung berlari keluar dan menghampiri Saka.Namun, perubahan wajah terjadi saat wanita dengan tulisan nama Vanessa itu melihat sosok Saka."Maaf ada perlu apa ya, Mas?" tanya Vanessa sambil menatap jaket ojol lusuh yang dikenakan oleh Saka."Mau bertemu Smith, eh Tuan Smith maksudku," jawab Saka sambil melirik si security yang berdiri tegap di belakang Vanessa.Vanessa kembali menyelidiki sosok Saka lebih teliti lagi.Saka hanya diam, fokusnya kini hanya ke bibir wanita itu yang sangat indah dengan pahatan alam yang memukau."Mas udah ada janji?" selidik Vanessa."Tidak, tapi aku mau menemuinya," jawab Saka singkat.Seketika itu pula Vanessa menghempaskan napasnya.Sebelumnya ia mengira bahwa orang yang datang adalah tamu spesial yang dikatakan oleh Tuan Smith."Kalau tidak ada janji ... mohon maaf sekali, Mas tidak bisa menemuinya, beliau lagi sibuk, dia sedang menunggu tamu penting, lebih baik Mas kembalilah!" ucap Vanessa sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya yang tercetak padat di kain kemeja putihnya."Tapi aku mau menemuinya sekaligus mau menarik uang di sini," jelas Saka."Kamu ... mau menarik uang di sini?" celetuk Vanessa sambil tersenyum kecil seraya menggelangkan kepalanya."Mas, aku aja pegawai bank di sini gak sanggup untuk membuka rekening di sini, apalagi kamu yang ... maaf hanya driver ojol!" Vanessa sedikit menyindir Saka dengan pikiran logisnya."Ini bank khusus untuk pejabat dan pebisnis kalangan atas, bukan untuk orang miskin dan gembel seperti kamu!" imbuh sang security yang merasa lebih kaya dan lebih terhormat dari driver ojol seperti Saka."Sudah, Mas! lebih baik Mas pergi dari sini sebelum aku perintahkan security ini untuk menyeret Mas dengan paksa," ancam Vanessa sambil mengatupkan kedua tangannya.Kesabaran Saka hampir hilang, bukan kepada Vanessa tapi kepada sang Scurity yang telah berbicara kasar kepadanya.karena sebelumnya ia sudah ingin menghentikan segala hinaan di dalam hidupnya.Akan tetapi, ia kembali mencoba bersabar apalagi di hadapan wanita secantik Vanessa."Tapi aku benar-benar mau menarik uang, Mbak Vanessa Arteja," jelas Saka sambil melirik papan nama di dada Vanessa.Vanessa langsung membulatkan matanya, seketika itu pula tatapan mereka beradu beberapa detik lamanya."Kalau benar Mas mau menarik uang di sini, coba tunjukkan buku tabungan atau kartu ATM-mu!" pinta Vanessa sambil tetap menatap mata Saka dengan lekat.Saka tersenyum tipis sambil merogoh sesuatu dari tas slempang di dadanya.Saka merasa salut dengan Vanessa yang masih kuat untuk membalas tatapannya yang sejatinya memiliki aura yang sangat kuat.Itu menandakan jika Vanessa merupakan wanita yang berbeda, wanita yang mungkin unik."Ini kartu ATM punyaku," ucap Saka sambil menyerahkan sebuah kartu berwarna hitam dengan garis keemasan di sudut dan sisinya.Vanessa menerima kartu tersebut, menyelidikinya hingga berkali-kali, membolak baliknya dengan kening yang mengerut.Tiga tahun bekerja di kantor ini, dari mulai menjabat sebagai Costumer Service hingga sekarang menjabat sebagai KABID Operasional, baru sekarang ia melihat kartu seperti ini.Namun, belum juga Vanessa mengeluarkan komentar untuk kartu itu, tiba-tiba sang Scurity langsung mengambil kartu ATM itu dari tangan Vanessa kemudian melemparnya sembarang arah."Heh! Bank ini tidak mengeluarkan ATM seperti itu, jelas kamu mau menipu ya! Atau sengaja mau buat keributan di sini, hah! Mau nantang aku kamu hah!" Sentak sang scurity kali ini sambil mendorong dada Saka hingga Saka terpental beberapa meter.Saka menepuk dadanya sambil menatap kartu ATM miliknya yang tergeletak di lantai.Tangan Saka mengepal kuat, ia tak terima dengan perlakuan sang security terhadapnya."Apa? Mau ngelawan hah? Dasar driver ojol miskin!" sang security lagi-lagi mendorong dada Saka.Saka hendak melepaskan pukulannya, namun tiba-tiba muncul lelaki paruh baya berkumis tebal dengan jas elegan yang melekat di tubuhnya.Sang security dan Vanessa langsung membungkukkan badannya, mereka terlihat sangat menghormati lelaki itu.Lelaki berjas itu langsung memungut kartu ATM yang tergeletak di lantai, ia menyelidiki karyu ATM itu dan seketika saja matanya langsung bergetar seiring tangan dan lututnya yang juga ikut bergetar."Milik siapa ini?" tanya lelaki itu."Itu kartu milik dia, Tuan Smith. Ojol itu hendak menipu dan membuat kekacauan di sini. Tapi tenang saja, Tuan, aku akan mengusirnya," jawab sang security dengan semangat seakan apa yang ia lakukan itu akan berbalas penghargaan yang setimpal.Vanessa hanya diam dan tertunduk.Sementara, mata lelaki yang ternyata adalah Tuan Smith itu langsung membulat sempurna."Apa kamu tahu, kartu ini adalah kartu ATM spesial, kartu yang hanya dimiliki oleh keluarga pemilik saham bank ini," jelas Smith dengan lantang."Kartu ini adalah kartu ATM spesial, kartu yang hanya dimiliki oleh keluarga pemilik saham bank ini," jelas Smith dengan lantang.Sang security langsung terbelalak, begitu pun dengan Vanessa yang langsung menganggkat wajahnya sambil menatap Saka.Siapa yang percaya jika ojol seperti Saka merupakan keluarga pemilik saham bank sebesar ini.Smith langsung menghampiri Saka dengan lutut yang bergetar."Apa benar kartu ini punya Anda?" tanya Smith dengan gugup.Vanessa dan sang security masih tak percaya, mereka masih mematung dengan pikirannya sendiri yang menjelajah entah ke mana."Benar, itu punyaku," jawab Saka dengan tenang, sebuah ketenangan yang tentu hanya dimiliki oleh keluarga seseorang yang punya kedudukan tinggi.Smith langsung membungkukkan badannya hingga membuat Vanessa dan sang security keheranan karena baru kali ini ia melihat orang sebesar smith membungkukkan badannya kepada seseorang.Seketika itu pula, firasat buruk mulai terasa oleh mereka, mereka mulai sadar jika merek
"Anggia?"Saka tak percaya jika dirinya dituduh sudah memperkosa Anggia, wanita cantik nan lugu yang kemarin bersamanya, wanita yang peduli terhadapnya, bahkan wanita yang baru saja sudah ia bayarkan uang kuliahnya."Ya, kamu tega sekali, temanmu sendiri kamu perkosa, sungguh tak punya hati!" ucap Damian sambil menggelengkan kepalanya.Saka mendengus sambil menatap Damian, tangannya yang terborgol kini mengepal kuat."Kamu bisa memfitnahku semaumu, tapi jika sampai terjadi apa-apa dengan Anggia, kamu akan menyesal seumur hidupmu," tegas Saka dengan wajah yang merah penuh amarah.Damian hanya tersenyum santai, sebagai anak orang terkaya nomor satu di kota ini, tentu hal yang mudah untuk menjebloskan Saka ke penjara.Sementara, para mahasiswa sudah berkerumun, ia melihat Saka yang tengah dibekuk oleh polisi."Sudah gembel, pemerkosa pula, memalukan!""Orang seperti dia harusnya dipotong perkakasnya!""Iya, biar kapok.""Cih, memalukan!"Sayup-sayup terdengar celaan dan kutukan untuk Sak
"Aku adalah Saka Sadewa, pewaris tunggal keluarga Sadewa!" Orang yang dikenal sebagai gembel kampus itu mengatakan sebuah pengakuan yang tak terduga dan sangat mencengangkan.Siapa yang bisa percaya, saat seorang 'gembel kampus' yang nunggak biaya kuliah, yang setiap hari menggunakan motor butut, mengakui dirinya sebagai pewaris tunggal orang terkaya di negeri ini?Rasanya tak akan ada, tapi Saka mengakuinya dengan penuh keyakinan."Kalian tentu tahu seberapa besar pengaruh keluarga Sadewa di negeri ini, kan? Jadi lepaskan aku kemudian tangkap dan lakukan penyelidikan untuk Damian Delangga! Aku yakin dia pelakunya," lanjut Saka dengan aura yang jauh dari kesan seorang gembel.Saka benar-benar ingin menunjukkan kekuatan dirinya di hadapan ketiga oknum polisi yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadapnya.Ketiga oknum polisi itu pun jelas tersentak, mereka langsung mematung, saling tatap satu sama lain kemudian berakhir menatap Saka penuh selidik."Kamu ... pewaris tunggal keluarga S
Mata Saka membulat sempurna.Saka tak menyangka, jika dosennya ini masih mau menemuinya setelah penolakan dirinya terhadap ajakan tidur dari dosen cantiknya itu.Tak hanya itu, bahkan sebelumnya pun, bu Laura telah membayarkan tunggakan uang kuliahnya, tanpa sepengetahuannya.Seribu tanya bersarang di benak Saka.Sementara, Laura langsung terbelalak saat melihat keadaan Saka yang babak belur dengan luka lebam di wajahnya."Siapa yang membuat kamu seperti ini, Saka!" teriak Laura sambil mendekati jeruji besi seraya menatap setiap lebam di wajah tampan Saka.Terlihat wajah penuh khawatir di mata indah Laura yang bergetar dan berkaca-kaca di balik kacamata beningnya."Apa para polisi itu yang menghajarmu hingga kamu seperti ini?" terka Laura dengan suara serak dan bergetar penuh amarah."Tega sekali mereka, keterlaluan!" rutuk Laura sambil menatap keadaan Saka yang memprihatinkan.Saka menunduk seakan menyembunyikan luka di wajahnya dari Laura -dosennya itu."Aku akan menghubungi pengaca
Sementara di ruang tahanan..."Kamu tenang aja, aku akan segera menghubungi pengacaraku untuk membebaskanmu, aku sangat yakin jika kamu bukan pelakunya," ucap Laura."Dan apa pun itu, para polisi di sini harus memperlakukanmu dengan layak! aku tak akan membiarkan mereka memukulimu lagi seperti ini!" lanjut Laura menjelang kepergiannya dari hadapan Saka.Saka hanya terdiam, ia tak mampu mencegah keinginan Bu Laura yang ingin berupaya untuk membebaskannya. Saka hanya menatap tubuh bagian belakang Laura yang tercetak indah hingga sosoknya itu benar-benar hilang dari pandangan.Sebuah tubuh yang nyatanya terlihat segar dan menarik hasrat, meski usia Laura sudah menginjak kepala tiga, terpaut sekitar sepuluh tahun dari Saka, tapi ia nampak bagai perawan tingting yang belum dibelah.Saka kembali duduk, di sudut ruangan lembab itu ia membayangkan wajah cantik Laura yang terlihat begitu peduli terhadapnya.Namun sejatinya ... Saka tak sebodoh itu, tentu ia bisa melihat adanya perasaan lain y
"Apa kamu mau memperkosanya juga?" Ucapan Pak Harto itu membuat Saka -Sang Pewaris Sadewa merasa tersinggung.Ia benar-benar ingin menyudahi sikap-sikap seperti ini terhadapnya."Beliau adalah dosen waliku, Pak. Aku ingin menemuinya untuk urusan sidang skripsiku!" tegas Saka dengan tatapan tajam sambil mencondongkan wajahnya ke wajah Pak Harto.Saka nampak mencoba menahan sedikit amarahnya meskipun kemarahan itu sudah bergejolak di dalam dadanya.Namun, Pak Harto malah terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.Ia menganggap kemarahan Saka ini bukanlah sebuah ancaman baginya.Ia meragukan keberanian seorang gembel seperti Saka."Alibi, mana ada orang yang percaya sama gembel dan pemerkosa sepertimu," ucap Pak Harto dengan renyahnya.Saka mengepalkan tangannya, kesabarannya benar-benar telah habis."Apa? mau marah, hah? Ayo, kalau kamu ingin dikeluarkan dari kampus ini, ayo pukul aku!" sungut Pak Harto seakan menggertak Saka yang sudah nampak mengepalkan tangannya kuat-kuat.Saka lantas
Tanpa sengaja, dan seketika saja ... tubuh Saka telah berada di atas tubuh Laura -dosennya yang sungguh cantik meski dalam jarak sedekat itu.Kulitnya putih halus tanpa noda, wangi shampo semakin kuat menelusup ke rongga hidung Saka.Tubuh Laura yang terpahat indah itu terasa hangat dan empuk.Jantung Saka berdegup kencang tak beraturan.Tatapan mata mereka beradu, semakin dekat dan semakin dekat.Hingga akhirnya ... Saka tersadar bahwa hal itu tak selayaknya terjadi.Saka pun segera bangkit, coba mematikan hasratnya yang bergejolak dengan tiba-tiba."I -ibu gak apa-apa, Bu?" tanya Saka sambil bangkit seraya coba membangunkan Bu Laura yang hanya melongo seraya mengatur napasnya.Wajah Laura terlihat memerah, nampaknya ia shock juga, sekaligus merasakan sesuatu yang aneh saat tubuhnya ditindih oleh tubuh kekar Saka."Aku tidak apa-apa, hanya kepalaku yang sedikit sakit," jawab Laura sambil menggosok-gosok kepala bagian belakangnya yang memang membentur keramik."Maaf, Bu. Aku tadi- ""
"Aku masih perawan, Saka!" Laura tertunduk dengan air mata yang mulai berjatuhan.Saka sontak tersentak, ia menatap dosennya itu seakan tak percaya.'Dua tahun menikah tapi belum tersentuh dan masih perawan?' gumam Saka di dalam hatinya sambil menatap Laura antara percaya dan tidak.Kendati demikian Saka kebingungan sekaligus merasa iba dan kasihan namun ia tak mampu untuk berbuat apa pun.Saka kini benar-benar merasa bersalah, mungkin karenanya, Laura yang selalu tampil tenang di kampus ini pun kini enjadi menangis dan seakan seperti wanita yang rapuh."Apa ini alasan ibu hingga kemarin ibu mengajakku tidur?" tanya Saka memberanikan dirinya.Laura pun mengangkat wajahnya, menatap Saka dengan matanya yang basah."Bukan karena itu, tapi ... "Suara Laura terhenti, dilanjutkan dengan tangisnya yang semakin menjadi.Saka semakin keheranan melihat dosen cantiknya ini."Maaf, Bu. Aku- ""Sudahlah, lupakan itu!" potong Laura sambil mengangkat wajahnya dan menyeka air matanya dengan pungung