"Kartu ini adalah kartu ATM spesial, kartu yang hanya dimiliki oleh keluarga pemilik saham bank ini," jelas Smith dengan lantang.
Sang security langsung terbelalak, begitu pun dengan Vanessa yang langsung menganggkat wajahnya sambil menatap Saka.Siapa yang percaya jika ojol seperti Saka merupakan keluarga pemilik saham bank sebesar ini.Smith langsung menghampiri Saka dengan lutut yang bergetar."Apa benar kartu ini punya Anda?" tanya Smith dengan gugup.Vanessa dan sang security masih tak percaya, mereka masih mematung dengan pikirannya sendiri yang menjelajah entah ke mana."Benar, itu punyaku," jawab Saka dengan tenang, sebuah ketenangan yang tentu hanya dimiliki oleh keluarga seseorang yang punya kedudukan tinggi.Smith langsung membungkukkan badannya hingga membuat Vanessa dan sang security keheranan karena baru kali ini ia melihat orang sebesar smith membungkukkan badannya kepada seseorang.Seketika itu pula, firasat buruk mulai terasa oleh mereka, mereka mulai sadar jika mereka kini sedang ada dalam masalah besar.Sementara, Smith langsung menatap Security dan Vanessa secara bergantian.PLAAAAAAAAK! PLAAAAAAAK!Dua tamparan sangat keras mendarat di pipi sang security hingga pipinya terlihat memerah."Bikin malu aku saja kamu!" sentak Smith yang melihat tindakan sang security tadi dari CCTV di ruangannya.Tuan Smith terlihat murka, ia pun hendak menampar Vanessa namun dengan cepat Saka menangkap tangannya."Dia tidak bersalah, dia hanya melakukan tugasnya, dia masih cukup baik dan profesioal dalam menghadapiku," jelas Saka sambil menatap Vanesa yang bergetar sambil tertunduk."Tapi untuk security ini ... " lanjut Saka sambil menunjuk sang Scurity, "aku harap Anda bisa memecatnya!""Ba -baik, Tuan!" jawab Smith dengan sigap dan masih terlihat gugup.Tak ada yang menyangka, jika ternyata Saka si driver ojol ini dipanggil 'tuan' oleh Smith, bukan sebaliknya seperti perintah security tadi.Sang security dipecat saat itu juga, sementara Vanessa masih terselamatkan oleh Saka yang perlakuannya masih bisa dibilang cukup wajar."Silahkan masuk, Tuan!" ucap Smith dengan sangat penuh penghormatan.Saka mengangguk, ia melangkah sambil melirik kepada Vanessa yang masih tertunduk sambil memikirkan, siapa sebenarnya lelaki berpakaian ojol ini?Sesampainya di ruangan Smith, Saka langsung dipersilahkan duduk dan ditawari secangkir teh dan kopi terbaik."Tidak perlu, aku sedang buru-buru," jawab Saka sambil memindai setiap sudut ruangan itu."Ba -baik, Tuan. Berapa yang ingin Anda tarik?"Smith tak bisa membantah, status dirinya terpaut sangat jauh dengan Saka.Sedikit pun Smith tak berani untuk merayu apalagi membantah, kendati pun ia sangat ingin untuk berlama-lama dengan orang sebesar Saka yang akan menjadi pewaris utama keluarga Sadewa.Setelah Saka menyebutkan nominal saldo yang akan ia tarik, Smith langsung memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan segalanya untuk proses penarikan tersebut.Keadaan kantor Bank kini terlihat tegang, keberadaan Saka dan tingkah Smith yang panik menjadi penyebabnya.Namun tidak butuh waktu lama, Saka pun menyelesaikan segala urusannya dan telah mengantongi uang untuk kebutuhannya sementara."Baiklah, saya pamit," ucap Saka sambil bangkit dari kursinya."I -iya, Tuan. Sekali lagi kami mohon maaf atas sambutan kami yang tidak mengenakan tadi, tapi aku menjamin jika kerahasiaan identitas Anda akan aman di sini," ucap Smith sambil membungkukkan badannya.Saka mengangguk dengan wajah tenangnya, aura Saka membuat pakaian ojol yang ia kenakan sangat tidak pantas melekat di tubuhnya.Saka pun meninggalkan ruangan Smith, ia harus segera menemui Anggia yang sudah menunggu di cafe sebrang sana.Namun, baru saja ia turun dari tangga, sosok Vanessa tiba-tiba menghampirinya.Wajahnya yang cantik terlihat semakin misterius dengan wajah merahnya serta bibirnya tipisnya yang bergetar.Wangi farpum khas pun menguar ke rongga hidung Saka yang lancip sempurna."Ma -maaf, a -aku tidak tahu siapa Anda sebenarnya, tapi aku benar-benar minta maaf dan terima kasih karena telah menolongku," ucap Vanessa dengan gugup sambil menunduk di hadapan Saka."Menolongmu?" tanya Saka mengerutkan keningnya."Aku pasti sudah dipecat jika bukan karena Anda," jelas Vanessa."Oh itu ... bukan masalah, aku memang harus melakukannya," timpal Saka dengan tenang sambil berjalan melalui Vanessa dan meninggalkannya begitu saja.Vanessa mengangkat wajahnya, melihat punggung Saka yang kokoh.Baru kali ini ada lelaki yang mengacuhkannya seperti ini tapi, Vanessa merasakan jika ada tatapan lain yang memancar dari sorot mata Saka.Sorot mata yang nyaris menyerupai cinta.Saka pun menaiki motor bututnya kemudian memarkirkan motor tersebut di area parkiran cafe yang cukup megah di kota ini.Dengan tergesa Saka pun memasuki cafe dan mencari keberadaan Anggia.Namun, keberadaan Anggia tidak ia temukan hingga sebuah pesan masuk ke ponselnya.[Maaf, Saka! Aku pulang duluan, terima kasih atas tawarannya. Oya hati-hati, Saka! Aku dengar Damian sedang mencarimu.]****Keesokan harinya, Saka bergegas ke kampus, ke ruang administrasi untuk membayar tunggakan biaya kuliahnya.Bu Dewi, petugas administrasi menyambut Saka dengan sinis seperti biasanya."Aku mau melunasi uang tunggakan kuliah," ucap Saka sambil membuka resleting kantong slempangnya.Namun, Bu Dewi malah mengerutkan keningnya sambil menatap Saka."Tunggakanmu sudah lunas, kamu sudah bisa mengajukan sidang skripsimu," ucap Bu Dewi membuat Saka mematung."Lunas?""Ya, sudah lunas," jawab Bu Dewi."Siapa yang melunasinya?" tanya Saka keheranan karena Saka meraka tak pernah membayar uang kuliahnya."Bu Laura yang melunasinya, dia juga berpesan agar kamu segera mendaftarkan sidang skripsimu," jelas Bu Dewi.DEEEEGH!Saka terperanjat, ia tak menyangka jika Bu Laura yang telah melunasi uang kuliahnya.Padahal sebelumnya, Bu Laura mengatakan jika dirinya tak akan membantu lagi urusan kuliahnya.Segala tanya kembali merajam hatinya.'Aku harus menemuinya,' gumam Saka di dalam hatinya."Baik, Bu. Kalau begitu aku mau melunasi biaya tunggakan kuliah Anggia saja, Anggia Haruningsih," lanjut Saka.Bu Dewi terkejut, ia kembali mengerutkan keningnya sambil menatap Saka. Ia tak percaya sosok yang dikenal gembel kampus mau membayarkan uang kuliah mahasiswa lain."Apa aku gak salah dengar? Tunggakannya besar lho," celetuk Bu Dewi yang meragukan Saka."Berapa?" tanya Saka singkat."Dua belas juta lima ratus," jawab Bu Dewi.Saka pun mengangguk, kemudian mengeluarkan uang sebanyak itu dan menyerahkannya kepada Bu Dewi."Ini uangnya, Bu. Tolong bayarkan untuk tunggakan biaya kuliah Anggia. Struk pembayarannya nanti serahkan langsung ke Anggia, sekarang aku ada urusan sebentar," ucap Saka sambil menyodorkan uangnya.Saka pun langsung berbalik kemudian melangkah cepat menuju ruangan Bu Laura.Sesampainya di pintu ruangan Bu Laura, Saka mematung sejenak, ia sedikit ragu namun akhirnya ia pun mengetuk pintunya perlahan.Akan tetapi, belum sempat Saka mendapat jawaban dari dalam, tiba-tiba saja Damian datang bersama empat orang polisi berseragan lengkap.Saka mematung menatap kedatangan mereka."Dia orangnya, Pak! Tangkap dia, jebloskan ke penjara selama mungkin!" ucap Damian kepada keempat polisi itu sambil menunjuk Saka.Keempat polisi itu langsung merangsek menangkap Saka.Saka sebenarnya bisa saja melawan baik dengan tenaganya atau dengan argumennya.Polisi mana pun tak akan ada yang berani untuk menyentuh keluarga Sadewa.Tapi Saka membiarkannya, ia ingin tahu seperti apa permainan Damian kali ini."Apa salahku hingga menangkapku, Pak?" celetuk Saka dengan kedua tangan yang sudah terborgol."Kamu sudah menganiaya, sekaligus telah memperkosa seorang wanita," jawab salah seorang polisi.Mendengar itu, Saka langsung terperanjat. Rupanya Damian semakin mengada-ada saja, melakukan berbagai cara untuk membalaskan dendamnya."Siapa yang aku perkosa?" tanya Saka sambil menatap tajam wajah Damian yang terlihat jumawa melihat Saka diborgol."Anggia, Anggia Haruningsih! Dia korban yang sudah kamu renggut kesuciannya.""Anggia?""Anggia?"Saka tak percaya jika dirinya dituduh sudah memperkosa Anggia, wanita cantik nan lugu yang kemarin bersamanya, wanita yang peduli terhadapnya, bahkan wanita yang baru saja sudah ia bayarkan uang kuliahnya."Ya, kamu tega sekali, temanmu sendiri kamu perkosa, sungguh tak punya hati!" ucap Damian sambil menggelengkan kepalanya.Saka mendengus sambil menatap Damian, tangannya yang terborgol kini mengepal kuat."Kamu bisa memfitnahku semaumu, tapi jika sampai terjadi apa-apa dengan Anggia, kamu akan menyesal seumur hidupmu," tegas Saka dengan wajah yang merah penuh amarah.Damian hanya tersenyum santai, sebagai anak orang terkaya nomor satu di kota ini, tentu hal yang mudah untuk menjebloskan Saka ke penjara.Sementara, para mahasiswa sudah berkerumun, ia melihat Saka yang tengah dibekuk oleh polisi."Sudah gembel, pemerkosa pula, memalukan!""Orang seperti dia harusnya dipotong perkakasnya!""Iya, biar kapok.""Cih, memalukan!"Sayup-sayup terdengar celaan dan kutukan untuk Sak
"Aku adalah Saka Sadewa, pewaris tunggal keluarga Sadewa!" Orang yang dikenal sebagai gembel kampus itu mengatakan sebuah pengakuan yang tak terduga dan sangat mencengangkan.Siapa yang bisa percaya, saat seorang 'gembel kampus' yang nunggak biaya kuliah, yang setiap hari menggunakan motor butut, mengakui dirinya sebagai pewaris tunggal orang terkaya di negeri ini?Rasanya tak akan ada, tapi Saka mengakuinya dengan penuh keyakinan."Kalian tentu tahu seberapa besar pengaruh keluarga Sadewa di negeri ini, kan? Jadi lepaskan aku kemudian tangkap dan lakukan penyelidikan untuk Damian Delangga! Aku yakin dia pelakunya," lanjut Saka dengan aura yang jauh dari kesan seorang gembel.Saka benar-benar ingin menunjukkan kekuatan dirinya di hadapan ketiga oknum polisi yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadapnya.Ketiga oknum polisi itu pun jelas tersentak, mereka langsung mematung, saling tatap satu sama lain kemudian berakhir menatap Saka penuh selidik."Kamu ... pewaris tunggal keluarga S
Mata Saka membulat sempurna.Saka tak menyangka, jika dosennya ini masih mau menemuinya setelah penolakan dirinya terhadap ajakan tidur dari dosen cantiknya itu.Tak hanya itu, bahkan sebelumnya pun, bu Laura telah membayarkan tunggakan uang kuliahnya, tanpa sepengetahuannya.Seribu tanya bersarang di benak Saka.Sementara, Laura langsung terbelalak saat melihat keadaan Saka yang babak belur dengan luka lebam di wajahnya."Siapa yang membuat kamu seperti ini, Saka!" teriak Laura sambil mendekati jeruji besi seraya menatap setiap lebam di wajah tampan Saka.Terlihat wajah penuh khawatir di mata indah Laura yang bergetar dan berkaca-kaca di balik kacamata beningnya."Apa para polisi itu yang menghajarmu hingga kamu seperti ini?" terka Laura dengan suara serak dan bergetar penuh amarah."Tega sekali mereka, keterlaluan!" rutuk Laura sambil menatap keadaan Saka yang memprihatinkan.Saka menunduk seakan menyembunyikan luka di wajahnya dari Laura -dosennya itu."Aku akan menghubungi pengaca
Sementara di ruang tahanan..."Kamu tenang aja, aku akan segera menghubungi pengacaraku untuk membebaskanmu, aku sangat yakin jika kamu bukan pelakunya," ucap Laura."Dan apa pun itu, para polisi di sini harus memperlakukanmu dengan layak! aku tak akan membiarkan mereka memukulimu lagi seperti ini!" lanjut Laura menjelang kepergiannya dari hadapan Saka.Saka hanya terdiam, ia tak mampu mencegah keinginan Bu Laura yang ingin berupaya untuk membebaskannya. Saka hanya menatap tubuh bagian belakang Laura yang tercetak indah hingga sosoknya itu benar-benar hilang dari pandangan.Sebuah tubuh yang nyatanya terlihat segar dan menarik hasrat, meski usia Laura sudah menginjak kepala tiga, terpaut sekitar sepuluh tahun dari Saka, tapi ia nampak bagai perawan tingting yang belum dibelah.Saka kembali duduk, di sudut ruangan lembab itu ia membayangkan wajah cantik Laura yang terlihat begitu peduli terhadapnya.Namun sejatinya ... Saka tak sebodoh itu, tentu ia bisa melihat adanya perasaan lain y
"Apa kamu mau memperkosanya juga?" Ucapan Pak Harto itu membuat Saka -Sang Pewaris Sadewa merasa tersinggung.Ia benar-benar ingin menyudahi sikap-sikap seperti ini terhadapnya."Beliau adalah dosen waliku, Pak. Aku ingin menemuinya untuk urusan sidang skripsiku!" tegas Saka dengan tatapan tajam sambil mencondongkan wajahnya ke wajah Pak Harto.Saka nampak mencoba menahan sedikit amarahnya meskipun kemarahan itu sudah bergejolak di dalam dadanya.Namun, Pak Harto malah terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.Ia menganggap kemarahan Saka ini bukanlah sebuah ancaman baginya.Ia meragukan keberanian seorang gembel seperti Saka."Alibi, mana ada orang yang percaya sama gembel dan pemerkosa sepertimu," ucap Pak Harto dengan renyahnya.Saka mengepalkan tangannya, kesabarannya benar-benar telah habis."Apa? mau marah, hah? Ayo, kalau kamu ingin dikeluarkan dari kampus ini, ayo pukul aku!" sungut Pak Harto seakan menggertak Saka yang sudah nampak mengepalkan tangannya kuat-kuat.Saka lantas
Tanpa sengaja, dan seketika saja ... tubuh Saka telah berada di atas tubuh Laura -dosennya yang sungguh cantik meski dalam jarak sedekat itu.Kulitnya putih halus tanpa noda, wangi shampo semakin kuat menelusup ke rongga hidung Saka.Tubuh Laura yang terpahat indah itu terasa hangat dan empuk.Jantung Saka berdegup kencang tak beraturan.Tatapan mata mereka beradu, semakin dekat dan semakin dekat.Hingga akhirnya ... Saka tersadar bahwa hal itu tak selayaknya terjadi.Saka pun segera bangkit, coba mematikan hasratnya yang bergejolak dengan tiba-tiba."I -ibu gak apa-apa, Bu?" tanya Saka sambil bangkit seraya coba membangunkan Bu Laura yang hanya melongo seraya mengatur napasnya.Wajah Laura terlihat memerah, nampaknya ia shock juga, sekaligus merasakan sesuatu yang aneh saat tubuhnya ditindih oleh tubuh kekar Saka."Aku tidak apa-apa, hanya kepalaku yang sedikit sakit," jawab Laura sambil menggosok-gosok kepala bagian belakangnya yang memang membentur keramik."Maaf, Bu. Aku tadi- ""
"Aku masih perawan, Saka!" Laura tertunduk dengan air mata yang mulai berjatuhan.Saka sontak tersentak, ia menatap dosennya itu seakan tak percaya.'Dua tahun menikah tapi belum tersentuh dan masih perawan?' gumam Saka di dalam hatinya sambil menatap Laura antara percaya dan tidak.Kendati demikian Saka kebingungan sekaligus merasa iba dan kasihan namun ia tak mampu untuk berbuat apa pun.Saka kini benar-benar merasa bersalah, mungkin karenanya, Laura yang selalu tampil tenang di kampus ini pun kini enjadi menangis dan seakan seperti wanita yang rapuh."Apa ini alasan ibu hingga kemarin ibu mengajakku tidur?" tanya Saka memberanikan dirinya.Laura pun mengangkat wajahnya, menatap Saka dengan matanya yang basah."Bukan karena itu, tapi ... "Suara Laura terhenti, dilanjutkan dengan tangisnya yang semakin menjadi.Saka semakin keheranan melihat dosen cantiknya ini."Maaf, Bu. Aku- ""Sudahlah, lupakan itu!" potong Laura sambil mengangkat wajahnya dan menyeka air matanya dengan pungung
Kedatangan Smith, suaminya Laura membuat Saka dan Laura yang tengah berpelukan sontak terkejut.Smith yang sudah tua dengan kumis tebal serta rambut putihnya nampak sangat murka.Tongkat yang ia pegang di tangannya terlihat bergetar seiring dengan getaran di dadanya.Laura langsung bangkit dengan sangat panik dan gugup, ia menghapus air matanya kemudian menghampiri suaminya itu."Maaf, Mas. I - ini tidak seperti yang kamu lihat, dia -dia mahasiswaku, datang ke sini untuk bimbingan sidang skripsinya, Mas," jelas Laura kepada Smith dengan gugup.Saka menelan salivanya, ia yang selalu menjauh dan menghindari urusan pribadi dosennya ini, kini malah terlibat secara langsung."Iya, Tuan. Saya hanya ingin- ""DIAM KAU!" sentak Smith sambil menunjuk Saka dengan tongkatnya.Saka langsung terdiam, sementara Smith kembali menatap Laura kemudian melangkah satu langkah ke hadapan Laura yang langsung tertunduk."Aku sudah datang ke negeri ini dari tiga hari yang lalu, aku memata-mataimu terlebih da