"Kartu ini adalah kartu ATM spesial, kartu yang hanya dimiliki oleh keluarga pemilik saham bank ini," jelas Smith dengan lantang.
Sang security langsung terbelalak, begitu pun dengan Vanessa yang langsung menganggkat wajahnya sambil menatap Saka.Siapa yang percaya jika ojol seperti Saka merupakan keluarga pemilik saham bank sebesar ini.Smith langsung menghampiri Saka dengan lutut yang bergetar."Apa benar kartu ini punya Anda?" tanya Smith dengan gugup.Vanessa dan sang security masih tak percaya, mereka masih mematung dengan pikirannya sendiri yang menjelajah entah ke mana."Benar, itu punyaku," jawab Saka dengan tenang, sebuah ketenangan yang tentu hanya dimiliki oleh keluarga seseorang yang punya kedudukan tinggi.Smith langsung membungkukkan badannya hingga membuat Vanessa dan sang security keheranan karena baru kali ini ia melihat orang sebesar smith membungkukkan badannya kepada seseorang.Seketika itu pula, firasat buruk mulai terasa oleh mereka, mereka mulai sadar jika mereka kini sedang ada dalam masalah besar.Sementara, Smith langsung menatap Security dan Vanessa secara bergantian.PLAAAAAAAAK! PLAAAAAAAK!Dua tamparan sangat keras mendarat di pipi sang security hingga pipinya terlihat memerah."Bikin malu aku saja kamu!" sentak Smith yang melihat tindakan sang security tadi dari CCTV di ruangannya.Tuan Smith terlihat murka, ia pun hendak menampar Vanessa namun dengan cepat Saka menangkap tangannya."Dia tidak bersalah, dia hanya melakukan tugasnya, dia masih cukup baik dan profesioal dalam menghadapiku," jelas Saka sambil menatap Vanesa yang bergetar sambil tertunduk."Tapi untuk security ini ... " lanjut Saka sambil menunjuk sang Scurity, "aku harap Anda bisa memecatnya!""Ba -baik, Tuan!" jawab Smith dengan sigap dan masih terlihat gugup.Tak ada yang menyangka, jika ternyata Saka si driver ojol ini dipanggil 'tuan' oleh Smith, bukan sebaliknya seperti perintah security tadi.Sang security dipecat saat itu juga, sementara Vanessa masih terselamatkan oleh Saka yang perlakuannya masih bisa dibilang cukup wajar."Silahkan masuk, Tuan!" ucap Smith dengan sangat penuh penghormatan.Saka mengangguk, ia melangkah sambil melirik kepada Vanessa yang masih tertunduk sambil memikirkan, siapa sebenarnya lelaki berpakaian ojol ini?Sesampainya di ruangan Smith, Saka langsung dipersilahkan duduk dan ditawari secangkir teh dan kopi terbaik."Tidak perlu, aku sedang buru-buru," jawab Saka sambil memindai setiap sudut ruangan itu."Ba -baik, Tuan. Berapa yang ingin Anda tarik?"Smith tak bisa membantah, status dirinya terpaut sangat jauh dengan Saka.Sedikit pun Smith tak berani untuk merayu apalagi membantah, kendati pun ia sangat ingin untuk berlama-lama dengan orang sebesar Saka yang akan menjadi pewaris utama keluarga Sadewa.Setelah Saka menyebutkan nominal saldo yang akan ia tarik, Smith langsung memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan segalanya untuk proses penarikan tersebut.Keadaan kantor Bank kini terlihat tegang, keberadaan Saka dan tingkah Smith yang panik menjadi penyebabnya.Namun tidak butuh waktu lama, Saka pun menyelesaikan segala urusannya dan telah mengantongi uang untuk kebutuhannya sementara."Baiklah, saya pamit," ucap Saka sambil bangkit dari kursinya."I -iya, Tuan. Sekali lagi kami mohon maaf atas sambutan kami yang tidak mengenakan tadi, tapi aku menjamin jika kerahasiaan identitas Anda akan aman di sini," ucap Smith sambil membungkukkan badannya.Saka mengangguk dengan wajah tenangnya, aura Saka membuat pakaian ojol yang ia kenakan sangat tidak pantas melekat di tubuhnya.Saka pun meninggalkan ruangan Smith, ia harus segera menemui Anggia yang sudah menunggu di cafe sebrang sana.Namun, baru saja ia turun dari tangga, sosok Vanessa tiba-tiba menghampirinya.Wajahnya yang cantik terlihat semakin misterius dengan wajah merahnya serta bibirnya tipisnya yang bergetar.Wangi farpum khas pun menguar ke rongga hidung Saka yang lancip sempurna."Ma -maaf, a -aku tidak tahu siapa Anda sebenarnya, tapi aku benar-benar minta maaf dan terima kasih karena telah menolongku," ucap Vanessa dengan gugup sambil menunduk di hadapan Saka."Menolongmu?" tanya Saka mengerutkan keningnya."Aku pasti sudah dipecat jika bukan karena Anda," jelas Vanessa."Oh itu ... bukan masalah, aku memang harus melakukannya," timpal Saka dengan tenang sambil berjalan melalui Vanessa dan meninggalkannya begitu saja.Vanessa mengangkat wajahnya, melihat punggung Saka yang kokoh.Baru kali ini ada lelaki yang mengacuhkannya seperti ini tapi, Vanessa merasakan jika ada tatapan lain yang memancar dari sorot mata Saka.Sorot mata yang nyaris menyerupai cinta.Saka pun menaiki motor bututnya kemudian memarkirkan motor tersebut di area parkiran cafe yang cukup megah di kota ini.Dengan tergesa Saka pun memasuki cafe dan mencari keberadaan Anggia.Namun, keberadaan Anggia tidak ia temukan hingga sebuah pesan masuk ke ponselnya.[Maaf, Saka! Aku pulang duluan, terima kasih atas tawarannya. Oya hati-hati, Saka! Aku dengar Damian sedang mencarimu.]****Keesokan harinya, Saka bergegas ke kampus, ke ruang administrasi untuk membayar tunggakan biaya kuliahnya.Bu Dewi, petugas administrasi menyambut Saka dengan sinis seperti biasanya."Aku mau melunasi uang tunggakan kuliah," ucap Saka sambil membuka resleting kantong slempangnya.Namun, Bu Dewi malah mengerutkan keningnya sambil menatap Saka."Tunggakanmu sudah lunas, kamu sudah bisa mengajukan sidang skripsimu," ucap Bu Dewi membuat Saka mematung."Lunas?""Ya, sudah lunas," jawab Bu Dewi."Siapa yang melunasinya?" tanya Saka keheranan karena Saka meraka tak pernah membayar uang kuliahnya."Bu Laura yang melunasinya, dia juga berpesan agar kamu segera mendaftarkan sidang skripsimu," jelas Bu Dewi.DEEEEGH!Saka terperanjat, ia tak menyangka jika Bu Laura yang telah melunasi uang kuliahnya.Padahal sebelumnya, Bu Laura mengatakan jika dirinya tak akan membantu lagi urusan kuliahnya.Segala tanya kembali merajam hatinya.'Aku harus menemuinya,' gumam Saka di dalam hatinya."Baik, Bu. Kalau begitu aku mau melunasi biaya tunggakan kuliah Anggia saja, Anggia Haruningsih," lanjut Saka.Bu Dewi terkejut, ia kembali mengerutkan keningnya sambil menatap Saka. Ia tak percaya sosok yang dikenal gembel kampus mau membayarkan uang kuliah mahasiswa lain."Apa aku gak salah dengar? Tunggakannya besar lho," celetuk Bu Dewi yang meragukan Saka."Berapa?" tanya Saka singkat."Dua belas juta lima ratus," jawab Bu Dewi.Saka pun mengangguk, kemudian mengeluarkan uang sebanyak itu dan menyerahkannya kepada Bu Dewi."Ini uangnya, Bu. Tolong bayarkan untuk tunggakan biaya kuliah Anggia. Struk pembayarannya nanti serahkan langsung ke Anggia, sekarang aku ada urusan sebentar," ucap Saka sambil menyodorkan uangnya.Saka pun langsung berbalik kemudian melangkah cepat menuju ruangan Bu Laura.Sesampainya di pintu ruangan Bu Laura, Saka mematung sejenak, ia sedikit ragu namun akhirnya ia pun mengetuk pintunya perlahan.Akan tetapi, belum sempat Saka mendapat jawaban dari dalam, tiba-tiba saja Damian datang bersama empat orang polisi berseragan lengkap.Saka mematung menatap kedatangan mereka."Dia orangnya, Pak! Tangkap dia, jebloskan ke penjara selama mungkin!" ucap Damian kepada keempat polisi itu sambil menunjuk Saka.Keempat polisi itu langsung merangsek menangkap Saka.Saka sebenarnya bisa saja melawan baik dengan tenaganya atau dengan argumennya.Polisi mana pun tak akan ada yang berani untuk menyentuh keluarga Sadewa.Tapi Saka membiarkannya, ia ingin tahu seperti apa permainan Damian kali ini."Apa salahku hingga menangkapku, Pak?" celetuk Saka dengan kedua tangan yang sudah terborgol."Kamu sudah menganiaya, sekaligus telah memperkosa seorang wanita," jawab salah seorang polisi.Mendengar itu, Saka langsung terperanjat. Rupanya Damian semakin mengada-ada saja, melakukan berbagai cara untuk membalaskan dendamnya."Siapa yang aku perkosa?" tanya Saka sambil menatap tajam wajah Damian yang terlihat jumawa melihat Saka diborgol."Anggia, Anggia Haruningsih! Dia korban yang sudah kamu renggut kesuciannya.""Anggia?""Anggia?"Saka tak percaya jika dirinya dituduh sudah memperkosa Anggia, wanita cantik nan lugu yang kemarin bersamanya, wanita yang peduli terhadapnya, bahkan wanita yang baru saja sudah ia bayarkan uang kuliahnya."Ya, kamu tega sekali, temanmu sendiri kamu perkosa, sungguh tak punya hati!" ucap Damian sambil menggelengkan kepalanya.Saka mendengus sambil menatap Damian, tangannya yang terborgol kini mengepal kuat."Kamu bisa memfitnahku semaumu, tapi jika sampai terjadi apa-apa dengan Anggia, kamu akan menyesal seumur hidupmu," tegas Saka dengan wajah yang merah penuh amarah.Damian hanya tersenyum santai, sebagai anak orang terkaya nomor satu di kota ini, tentu hal yang mudah untuk menjebloskan Saka ke penjara.Sementara, para mahasiswa sudah berkerumun, ia melihat Saka yang tengah dibekuk oleh polisi."Sudah gembel, pemerkosa pula, memalukan!""Orang seperti dia harusnya dipotong perkakasnya!""Iya, biar kapok.""Cih, memalukan!"Sayup-sayup terdengar celaan dan kutukan untuk Sak
"Aku adalah Saka Sadewa, pewaris tunggal keluarga Sadewa!" Orang yang dikenal sebagai gembel kampus itu mengatakan sebuah pengakuan yang tak terduga dan sangat mencengangkan.Siapa yang bisa percaya, saat seorang 'gembel kampus' yang nunggak biaya kuliah, yang setiap hari menggunakan motor butut, mengakui dirinya sebagai pewaris tunggal orang terkaya di negeri ini?Rasanya tak akan ada, tapi Saka mengakuinya dengan penuh keyakinan."Kalian tentu tahu seberapa besar pengaruh keluarga Sadewa di negeri ini, kan? Jadi lepaskan aku kemudian tangkap dan lakukan penyelidikan untuk Damian Delangga! Aku yakin dia pelakunya," lanjut Saka dengan aura yang jauh dari kesan seorang gembel.Saka benar-benar ingin menunjukkan kekuatan dirinya di hadapan ketiga oknum polisi yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadapnya.Ketiga oknum polisi itu pun jelas tersentak, mereka langsung mematung, saling tatap satu sama lain kemudian berakhir menatap Saka penuh selidik."Kamu ... pewaris tunggal keluarga S
Mata Saka membulat sempurna.Saka tak menyangka, jika dosennya ini masih mau menemuinya setelah penolakan dirinya terhadap ajakan tidur dari dosen cantiknya itu.Tak hanya itu, bahkan sebelumnya pun, bu Laura telah membayarkan tunggakan uang kuliahnya, tanpa sepengetahuannya.Seribu tanya bersarang di benak Saka.Sementara, Laura langsung terbelalak saat melihat keadaan Saka yang babak belur dengan luka lebam di wajahnya."Siapa yang membuat kamu seperti ini, Saka!" teriak Laura sambil mendekati jeruji besi seraya menatap setiap lebam di wajah tampan Saka.Terlihat wajah penuh khawatir di mata indah Laura yang bergetar dan berkaca-kaca di balik kacamata beningnya."Apa para polisi itu yang menghajarmu hingga kamu seperti ini?" terka Laura dengan suara serak dan bergetar penuh amarah."Tega sekali mereka, keterlaluan!" rutuk Laura sambil menatap keadaan Saka yang memprihatinkan.Saka menunduk seakan menyembunyikan luka di wajahnya dari Laura -dosennya itu."Aku akan menghubungi pengaca
Sementara di ruang tahanan..."Kamu tenang aja, aku akan segera menghubungi pengacaraku untuk membebaskanmu, aku sangat yakin jika kamu bukan pelakunya," ucap Laura."Dan apa pun itu, para polisi di sini harus memperlakukanmu dengan layak! aku tak akan membiarkan mereka memukulimu lagi seperti ini!" lanjut Laura menjelang kepergiannya dari hadapan Saka.Saka hanya terdiam, ia tak mampu mencegah keinginan Bu Laura yang ingin berupaya untuk membebaskannya. Saka hanya menatap tubuh bagian belakang Laura yang tercetak indah hingga sosoknya itu benar-benar hilang dari pandangan.Sebuah tubuh yang nyatanya terlihat segar dan menarik hasrat, meski usia Laura sudah menginjak kepala tiga, terpaut sekitar sepuluh tahun dari Saka, tapi ia nampak bagai perawan tingting yang belum dibelah.Saka kembali duduk, di sudut ruangan lembab itu ia membayangkan wajah cantik Laura yang terlihat begitu peduli terhadapnya.Namun sejatinya ... Saka tak sebodoh itu, tentu ia bisa melihat adanya perasaan lain y
"Apa kamu mau memperkosanya juga?" Ucapan Pak Harto itu membuat Saka -Sang Pewaris Sadewa merasa tersinggung.Ia benar-benar ingin menyudahi sikap-sikap seperti ini terhadapnya."Beliau adalah dosen waliku, Pak. Aku ingin menemuinya untuk urusan sidang skripsiku!" tegas Saka dengan tatapan tajam sambil mencondongkan wajahnya ke wajah Pak Harto.Saka nampak mencoba menahan sedikit amarahnya meskipun kemarahan itu sudah bergejolak di dalam dadanya.Namun, Pak Harto malah terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.Ia menganggap kemarahan Saka ini bukanlah sebuah ancaman baginya.Ia meragukan keberanian seorang gembel seperti Saka."Alibi, mana ada orang yang percaya sama gembel dan pemerkosa sepertimu," ucap Pak Harto dengan renyahnya.Saka mengepalkan tangannya, kesabarannya benar-benar telah habis."Apa? mau marah, hah? Ayo, kalau kamu ingin dikeluarkan dari kampus ini, ayo pukul aku!" sungut Pak Harto seakan menggertak Saka yang sudah nampak mengepalkan tangannya kuat-kuat.Saka lantas
Tanpa sengaja, dan seketika saja ... tubuh Saka telah berada di atas tubuh Laura -dosennya yang sungguh cantik meski dalam jarak sedekat itu.Kulitnya putih halus tanpa noda, wangi shampo semakin kuat menelusup ke rongga hidung Saka.Tubuh Laura yang terpahat indah itu terasa hangat dan empuk.Jantung Saka berdegup kencang tak beraturan.Tatapan mata mereka beradu, semakin dekat dan semakin dekat.Hingga akhirnya ... Saka tersadar bahwa hal itu tak selayaknya terjadi.Saka pun segera bangkit, coba mematikan hasratnya yang bergejolak dengan tiba-tiba."I -ibu gak apa-apa, Bu?" tanya Saka sambil bangkit seraya coba membangunkan Bu Laura yang hanya melongo seraya mengatur napasnya.Wajah Laura terlihat memerah, nampaknya ia shock juga, sekaligus merasakan sesuatu yang aneh saat tubuhnya ditindih oleh tubuh kekar Saka."Aku tidak apa-apa, hanya kepalaku yang sedikit sakit," jawab Laura sambil menggosok-gosok kepala bagian belakangnya yang memang membentur keramik."Maaf, Bu. Aku tadi- ""
"Aku masih perawan, Saka!" Laura tertunduk dengan air mata yang mulai berjatuhan.Saka sontak tersentak, ia menatap dosennya itu seakan tak percaya.'Dua tahun menikah tapi belum tersentuh dan masih perawan?' gumam Saka di dalam hatinya sambil menatap Laura antara percaya dan tidak.Kendati demikian Saka kebingungan sekaligus merasa iba dan kasihan namun ia tak mampu untuk berbuat apa pun.Saka kini benar-benar merasa bersalah, mungkin karenanya, Laura yang selalu tampil tenang di kampus ini pun kini enjadi menangis dan seakan seperti wanita yang rapuh."Apa ini alasan ibu hingga kemarin ibu mengajakku tidur?" tanya Saka memberanikan dirinya.Laura pun mengangkat wajahnya, menatap Saka dengan matanya yang basah."Bukan karena itu, tapi ... "Suara Laura terhenti, dilanjutkan dengan tangisnya yang semakin menjadi.Saka semakin keheranan melihat dosen cantiknya ini."Maaf, Bu. Aku- ""Sudahlah, lupakan itu!" potong Laura sambil mengangkat wajahnya dan menyeka air matanya dengan pungung
Kedatangan Smith, suaminya Laura membuat Saka dan Laura yang tengah berpelukan sontak terkejut.Smith yang sudah tua dengan kumis tebal serta rambut putihnya nampak sangat murka.Tongkat yang ia pegang di tangannya terlihat bergetar seiring dengan getaran di dadanya.Laura langsung bangkit dengan sangat panik dan gugup, ia menghapus air matanya kemudian menghampiri suaminya itu."Maaf, Mas. I - ini tidak seperti yang kamu lihat, dia -dia mahasiswaku, datang ke sini untuk bimbingan sidang skripsinya, Mas," jelas Laura kepada Smith dengan gugup.Saka menelan salivanya, ia yang selalu menjauh dan menghindari urusan pribadi dosennya ini, kini malah terlibat secara langsung."Iya, Tuan. Saya hanya ingin- ""DIAM KAU!" sentak Smith sambil menunjuk Saka dengan tongkatnya.Saka langsung terdiam, sementara Smith kembali menatap Laura kemudian melangkah satu langkah ke hadapan Laura yang langsung tertunduk."Aku sudah datang ke negeri ini dari tiga hari yang lalu, aku memata-mataimu terlebih da
"Kamu sahabatku, masalahmu jadi masalahku juga," ucap Saka sambil menoleh kepada Anggia yang terlihat berderai air mata.Wajah cantik Anggia kini nampam begitu rapuh paska kabar pemerkosaannya beberapa waktu yang lalu."Kita hanya kenal di kampus saja, selebihnya kita bukan apa-apa," timpal Anggia sambil mengusap air matanya dan balas menatap Saka.Selain kesedihan yang dalam, Saka juga melihat ada rasa takut yang kini dirasakan oleh Anggia.Anggia seperti takut untuk dekat atau pun berhubungan dengan Saka.Saka menilai bahwa hal itu ada kaitannya dengan Damian. Mungkinkan Anggia telah diancam oleh Damian?"Lebih baik kamu pergi, dekat denganmu hanya akan memperburuk keadaanku saja," lanjut Anggia dengan suara bergetar.Saka menarik napasnya dalam-dalam sambil menatap Anggia dengan lekat.Wanita di hadapannya adalah wanita lugu dan baik, kehidupannya kini berubah total dan menjadi berantakan karena ulah Damian."Dengar Anggia! Kehadiranku mungkin telah membuat hidupmu berantakan, tap
Semua mata terbelalak saat melihat Saka muncul dari mobil super mewah yang mereka tabu harganya selangit.Bu Ratna menggosok-gosok matanya untuk meyakinkan penglihatannya.Namun, apa yang ia lihat sangat jelas bahwa orang yang turun dari mobil itu adalah Saka.Sementara, Saka berjalan tegap seakan tidak menghiraukan semua mata yang mengarah padanya dengan penuh rasa tak percaya."Sa -Saka, a -apa itu mobilmu?" tanya Bu Ratna sambil menelan salivanya.Saka hanya tersenyum tipis kemudian membungkuk dan memungut tas serta dus-dus yang berisi barang-barangnya.Vinna masih terpaku sambil menatap Saka yang nampak lebih ganteng saja dengan mobil mewahnya."Aku pamit, ya, Bu. Sekali lagi terima kasih atas semuanya," ucap Saka sambil menenteng barang-barangnya untuk dimasukan ke dalam mobilnya."Tunggu, Saka! Apa benar ini mobilmu?" hadang Bu Ratna sambil menatap Saka.Saka menghela napasnya, ia menatap Bu Ratna dengan tatapan tenang namun cukup menusuk.Hinaan serta sikap Bu Ratna masih terng
"Kamu mau membangkang hanya karena mahasiswa miskin seperti dia!" sentak Bu Ratna kepada anaknya sambil menunjuk Saka."Kamu udah dewasa, Mama gak larang kamu jatuh cinta, tapi ya harus pilih-pilih, masa pria miskin seperti dia bisa buat kamu jatuh cinta!" lanjut Bu Ratna dengan tatapan nyinyir dan kesal kepada Saka."Tampan aja gak akan cukup, Vinna!" lanjutnya sambil menepuk pundak Vina untuk membuat anaknya mengerti.Vina langsung menyingkirkan tangan mamanya, ia mundur satu langkah seakan tak ingin dekat dengan ibunya yang sudah mengusir Saka."Pokoknya, jika Mama tetap mengusirnya maka aku pun akan pergi dari sini," tegas Vina sambil menatap Bu Ratna dengan tajam.Bu Ratna langsung terdiam, bagai mana pun juga dia sangat menyayangi Vina sebagai anak semata wayangnya.Sementara, Saka yang selesai memungut barang-barangnya langsung menghampiri Bu Ratna dan Vina yang tengah berditegang.Rupanya sedari tadi Saka merasa tak nyaman atas pertengkaran ibu dan anak di hadapannya."Ini ...
"Diamlah, aku akan membuatmu merasakan nikmat!" ucap Smith sedikit membentak sambil berusaha untuk menarik celana dalam Laura.Laura menangis, ia tak rela kesuciannya direnggut oleh lelaki tua ini.Meski Smith adalah suaminya, tapi Laura tidak mencintainya, pernikahannya ini pun merupakan sebuah keterpaksaan.Sementara, Smith nampak sudah tak tahan, perkakasnya sudah mengeras dan siap untuk dilesakkan.Perlahan jarinya menarik celana dalam Laura ke arah bawah.Jantung Smith terlihat naik turun seiring napasnya yang sudah tak beraturan.Tenaga Smith cukup kuat hingga Laura tak bisa lagi untuk melepaskan dirinya.Tenaga Laura hampir habis, Laura hampir pasrah dan menyerahkan tubuhnya, hingga tiba-tiba saja wajah Saka melintas dalam pikirannya.Ketidakrelaan semakin kuat dalam benak Laura hingga tanpa sengaja juru matanya menangkap sebuah vas bunga di sebuah nakas di sampingnya.Tanpa pikir panjang, tangan kanan Laura merogoh kanvas bunga itu kemudian menghantamkannya ke kepala Smith.BR
Saka duduk di dalam mobil mewahnya ia menatap Damian, Wilma, beserta mahasiswa lainnya yang nampak terbelalak.Mereka tak percaya jika mobil yang sedari tadi mereka kagumi kini dinaiki oleh Saka yang mereka kenal sebagai gembel kampus.Siapa yang bisa percaya jika orang yang mereka kenal sebagai mahasiswa miskin memiliki mobil super mewah yang diproduksi terbatas bahkan hanya ada satu di negeri ini.Sementara, Saka tersenyum tipis, ia mengenakan kacamata hitamnya kemudian menekan sebuah tombol hingga kaca jendela mobilnya terbuka dengan mulus.Wajah tampannya menyembul dan terlihat mempesona saat ia duduk di kursi kemudi mobil idaman itu.BRUUUUUUM! BRUUUUUM! BRUUUUM!Dengan sengaja Saka menginjak-nginjak pedal gas mobilnya untuk memanas-manasi Damian dan mahasiswa lainnya yang masih mematung dan tercekat.Tanpa banyak berkata lagi, Saka pun melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.Wilma menelan salivanya.'A -apa itu mobilnya? Sial, kenapa aku lihat gembel itu menjadi begitu tampa
Jetrek! Jetrek!Para Mahasiswa sengaja mengabadikan momennya bersama sebuah mobil mewah yang kabarnya hanya ada satu di negeri ini.Mereka meng-uploudnya ke media sosial mereka hingga mendapatkan komentar serta like yang cukup banyak."Aku kira ini mobilmu, Damian?" ucap Jerry sambil menatap mobil Bugatti Divo berwarna hitam legam dengan penuh kekaguman.Damian yang disinyalir merupakan orang terkaya di kampus ini mengerutkan keningnya sambil menatap mobil yang sejatinya ia inginkan namun tidak mampu untuk ia beli dengan harga yang sepantastis itu."Pemiliknya pasti bukan dosen atau mahasiswa di sini, kamu tahu kan, di kampus ini tidak ada orang yang lebih kaya dariku," ucap Damian sedikit kesal karena pamornya merasa tersaingi.Bahkan Wilma pun terlihat begitu terkesan hingga matanya tak berkedip menatap mobil mewah itu."Mobilnya bangus banget, Mas. Kamu beli deh mobil kayak begini," ucap Wilma sambil bergelayutan di tangan Damian."Apa kamu gila, mobil ini harganya hampir 100 Milya
Hansen langsung menoleh kepada Ethan dengan tatapan yang sangat tajam."Tadi kamu bilang dia apa? gembel katamu?" ucap Hansen dengan wajah merah dan rahang yang gemurutuk."I -iya, Tuan. Dia gembel yang mengacau di sini dengan belagak mau beli.""Liat aja penampilannya, Tuan. Gak mungkin kan dia bisa beli mobil seharga 90 milliar?" lanjut Ethan sambil menunjuk Saka.Hansen semakin terlihat murka, matanya membulat sempurna dengan urat-urat leher yang nampak menyembul."Tapi tenang, Tuan. Saya bisa membereskan gembel ini," lanjut Ethan dengan jumawa.PLAAAAAAAAAAK!Hansen langsung menampar Ethan dengan sangat keras hingga membuat ruangan itu hening seketika.Suasana ketegangan mulai nampak di wajah para marketing yang jelas keheranan melihat supervisor-nya ditampar oleh Hansen."Apa selama ini kerjamu seperti ini, Ethan? Melihat costumer hanya dari penampilannya saja!" sentak Hansen sambil menunjuk Ethan yang menunduk sambil meraba pipinya yang merah."Tu -tuan, maafkan atas kejadian in
"Mbak tolong tunjukkan mobil yang paling bagus dan paling mahal di showroom ini!"Saka sengaja mengucapkan itu dengan suara yang sedikit keras sehingga hampir semua orang di sana menatap ke arah Saka.Namun, pada akhirnya ucapan Saka itu dibalas dengan gelak tawa saat mereka melihat penampilan Saka."Maaf, Mas. Sebaiknya kamu pergi! Kami sedang sibuk di sini," ucap Ethan -lelaki berkemeja putih yang merupakan supervisor pemasaran di showroom ini."Bukankah sudah aku bilang, aku mau beli mobil di sini!" timpal Saka sambil menatap lelaki itu dengan tajam.Lelaki itu langsung tertawa, sementara wanita cantik yang merupakan marketing baru hanya tertunduk di sampingnya."Oke, oke, silahkan dipilih mobilnya, aku mau tahu, apa kamu bisa bayar! Kalau kamu gak bisa bayar, jangan salahkan aku kalau kami menyeretmu keluar dari sini," celetuk lelaki itu dengan tegas.Ethan pun menyuruh para marketing senior di sana untuk melayani Saka."Maaf, Pak. Aku sedang menunggu costemer lain, suruh Selly aj
Wooow! Tubuh Laura nampak putih bersih, lekuk-lekuk serta tonjolan terpahat dengan sempurna, terpampang jelas di hadapan Smith.Smith langsung menekan salivanya, tubuh yang ia harapkan selama ini akhirnya bisa ia nikmati.Namun, seketika saja wajah Smith tiba-tiba berubah menjadi panik. Ia menunduk sambil meraba sesuatu di bawah pusarnya.Entah apa yang terjadi, Smith langsung bangkit kemudian merogoh ponsel dari atas meja dan menelpon seseorang."Gimana ini, Dok! Punyaku gak berekasi, padahal kemarin udah gerak!" ucap Smith dengan penuh kemarahan serta rasa paniknya.Smith terlihat marah-marah terhadap seseorang di telpon itu."Aku akan minum obatnya, tapi kalau sampai besok punyaku masih gak berfungsi, akan kubunuh kau!" pungkas Smith sambil mengakhiri sambungan telponnya kemudian meletakkan ponselnya itu di atas meja dengan kasar.Sepertinya, Smith menelpon dokternya dikarenakan perkakasnya kembali tidak berfungsi.Sungguh kesal hati Smith karena perkakasnya itu sedang sangat ia bu