"Makasih, Bang!"
Arletta menyerahkan helm sembarangan pada ojol yang mengantarkannya, sesampainya di tempat pemotretan. Setelah itu bergegas masuk, sebelum Karmila--si tuan putri kembali mengamuk karena keterlambatan Arletta dalam mengirimkan barang pesanan.Salahkan kota Jakarta yang terlalu bucin pada kemacetan. Hingga lumayan sulit bagi Arletta untuk menjadi orang ketiga agar mereka terurai.'Etdah! Ini tempat pemotretan apa pasar malam? Rame banget warganya?' gerutu Arleta dalam hati. Saat baru saja masuk lokasi pemotretan, sudah di suguhkan pemandangan riuh dan kacau."Cepetan! Katanya, dia udah hampir kehabisan napas, tahu. Kasihan."Kening Arletta makin berlipat dalam, saat tak sengaja mendengar seruan salah satu orang yang lewat di sana.'Tunggu! Ini maksudnya apa? Kenapa orang-orang itu terlihat gusar? Jangan-jangan sedang terjadi sesuatu!' batin Arletta kini bertanya dengan penasaran.Menyadari hal itu. Arletta pun mau tak mau mulai ikut panik, karena teringat Karmila yang juga ada di sini. Segera saja, Arletta meraih ponselnya dan mendial nomor si nona besar. Sayangnya, tidak ada yang mengangkat panggilan tersebut."Sialan! Kemana sih, si Karmila?" gerutu Arletta kembali mendial nomor Karmila.Seperti halnya tadi. Panggilan itu tidak diangkat. Arletta pun makin kesal, dan memilih menelepon Dita, asisten Karmila."Hallo, Dit. Lo dimana? Mila juga di mana? Gue--""Let. Milla tenggelam. Huhuhu ...."Degh!Arletta langsung tercekat. Shock mendengar kabar tersebut. Namun, juga tidak ingin percaya begitu saja pada kabar barusan."Ma-maksud lo apa, Dit? Karmila tenggelam? Bagaimana bisa? Dia kan bisa berenang. Bagaimana mungkin bisa tenggelam. Lo jangan ngadi-ngadi, ya?""Gue juga gak tahu Let, kenapa itu bisa terjadi? Karmila tadi terpeleset saat melakukan pemotretan dan ... sulit sekali diangkat kepermukaan. Mas Arkan dan asistennya sampai kepayahan mengangkat tubuhnya."Tidak masuk akal! Karmila kan kecil. Berat badannya pun ideal. Bagaimana bisa dia jatuh dan tidak bisa diangkat? Lelucon macam apa ini?"Let! Karmila sudah hampir kehabisan napas. Gimana ini? Huhuhu ... gue takut, Let! Gue takut!"Arletta pun makin dibuat gusar oleh seruan Dita yang tiba-tiba. Disertai tangisan histeris yang sukses membuatnya bergerak cepat membelah kerumunan di hadapannya."Dit! Lo jangan panik. Gue ke sana sekarang. Tapi ... kasih gue kronologi kejadian sedetail dan sesingkat mungkin." Arletta berbicara seraya mencari keberadaan Dita."Gue gak tahu, Let! Gue gak ngerti harus jelasin gimana lagi sama lo. Karena yang gue tahu. Karmila hanya terpeleset saat melakukan pemotretan di pinggir kolam renang dan terjatuh!"Pemotretan dan kolam renang? Clue apa yang bisa Arletta tarik dari dua hal itu hingga Karmila tidak bisa diangkat kepermukaan. Apa Karmila membawa sesuatu yang berat saat pemotretan, atau ....Tunggu!Sepertinya Arleta ingat sesuatu!***"Dit, Mila mana?"Akhirnya, setelah membelah kerumunan yang panjang. Arletta pun dapat menemukan Dita di pinggir kolam renang. Mata dan hidung gadis itu sudah memerah. Khas orang yang terus menerus menangis."Leta, Mila. Itu ... di dalam," jawab Dita tergagap sambil menunjuk kolam renang di hadapannya.Mata Arletta pun segera mengikuti arah tunjuk Dita, dan langsung tercekat seketika saat melihat sahabatnya, Karmila ada di dalam sedang ditarik oleh dua orang pria. Namun, tidak berhasil."Tuh! Padahal udah dibantuin Mas Dewa sama asistennya juga, tapi tetep aja gak bisa keluar. Gak tau ada apa di kolam itu?" jelas Dita lagi disela tangisannya. Sambil terus menunjuk arah tengah kolam renang yang lumayan dalam.'Ini berapa meter, sih?'Akan tetapi, bukan itu yang jadi fokus Arletta sekarang. Karena dibanding kedalaman kolam renang. Arletta lebih memilih fokus pada Karmila yang mulai kepayahan. Begitu pula dengan dua pria yang masih mencoba menariknya."Let, gimana ini? Mila udah mulai lemes itu di dalam sana," racau Dita. Seraya mencengkram tangan Arletta lumayan keras. Membuat gadis itu ikut tegang.Tangan Arletta sudah mengepal dikedua sisinya dengan kuat tanpa sadar. Gemas sendiri karena belum mendapatnya ide satu pun untuk menolong Karmila.'Berpikir Arletta! Mila membutuhkanmu saat ini. Ayo, pikirkan sesuatu yang bisa menyelamatkan Mila!' batin Arletta menyemangati, dan memaksa otaknya berpikir cepat mencari solusi.Uhm ... apa yang harus Arletta lakukan sekarang?Apa Arletta minta saja airnya dikuras, ya? Agar Mila tidak kepayahan menahan napas lagi? Tetapi, itu pasti akan membutuhkan waktu lama, dan Mila belum tentu bisa bertahan selama itu.'Tidak! tidak! Jangan yang itu. Cari solusi lain.' Tanpa sadar, Arletta menggelengkan kepalanya dengan cepat. 'Apa ... Arletta Ikut masuk saja dan membantu dua cowo itu, atau--'"Gak bisa. Dia berat banget!"Tiba-tiba seorang pria muncul di atas permukaan air, dengan napas tersengal. Membuat lamunan Arletta terganggu. Terlihat sekali jika pria itu benar-benar sudah berusaha keras.Pria itu memakai kaos polo warna maroon, tanpa aksen apa pun. Dipadu dengan jeans belel warna hitam. Sementara pria satu lagi, tampaknya masih belum menyerah untuk berusaha mengangkat tubuh Mila dari dalam sana."Ya Tuhan ... gimana ini?" pekik para model yang kebanyakan bergenre wanita itu.Jika diperhatikan baik-baik, pria di tempat ini memang hanya dua orang itu saja. Sementara yang lainnya. Cewek semua.Ini kenapa bisa timpang begini, ya?Pemotretannya emang khusus cewek, atau gimana?"Ini sulit. Dia benar-benar berat. Padahal badannya kecil. Tapi, kenapa bisa seberat itu, ya? Berapa sih, BB Karmila itu?"Pria yang tadi belum menyerah pun, kini turut menepi. Dengan napas yang sama tersengal, meninggalkan Mila yang hampir kehabisan napas dan lemas di bawah sana.Pria kali ini memakai kaos polo warna putih, dipadukan kemeja kotak-kotak tak dikancingkan.Mendengar hal itu, tentu saja perasaan Arletta makin gusar. Gadis itu terus mencoba berpikir cepat mencari solusi, seraya memindai tempat itu. Mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menolong Mila.Dapat!Mata Arletta pun seketika berbinar saat melihat lighting yang berada tak jauh dari tempatnya. Gadis itu lalu melempar paper bag yang sedari tadi dia pegang ke arah Dita."Pegangin, Dit!" titahnya sebelum beranjak pergi dengan terburu.Dita yang mendapat lemparan paper bag dari Arletta terlihat bingung. Namun, wanita itu tidak berkomentar sama sekali. Fokusnya terpecah antara Karmila di dalam kolam, dan Arletta yang ... entah mau pergi kemana?Prang!Saat orang-orang masih fokus pada kondisi Mila yang masih terjebak di dalam kolam. Tiba-tiba saja, Arletta memecahkan sebuah lighting, yang ada di sana.Tentu saja, suara membahana itu langsung mengagetkan semua orang. Yang kemudian berubah jadi kebingungan. Saat melihat seorang gadis, yang tidak diketahui asal usulnya tengah sibuk memperhatikan satu persatu, pecahan beling di sana."Hei ... lo ngapain?" tegur salah seorang cowok, yang tadi sempat menolong Mila."Kenapa lo malah ngerusak properti kami?" hardiknya kemudian. Tetapi, tidak Arletta tanggapi sama sekali. Tentu saja. Melihat keacuhan Arletta, cowok itu pun mulai meradang dan ..."Let, lo ngapain?" Dita ikut mendekat dan bertanya bingung pada gadis yang dikenalnya sebagai sahabat artis binaannya tersebut."Diem dulu," sahut Arletta masih acuh. Tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun pada Dita, dan terus fokus pada pecahan kaca di hadapannya. "Tapi lo ngapain, sih? Lo jangan bikin situasi makin kacau, bisa?""Ck, nanti juga lo tahu.""Ta--""Heh?! Lo siapa, sih?" Pria tadi kembali menghardik. Menyela Dita. "Kok, songong banget jadi orang. Lo artis baru, ya? Lo--""Nah, ini dia!" seru Arletta kemudian dengan tiba-tiba, memotong omelan pria berkaos maroon itu. Seraya mengangkat sebuah bilah pecahan kaca yang memanjang. Set
*Happy Reading* "Ya, Tuhan, Mila!" Dita yang pertama berseru heboh. Saat Arletta berhasil mengangkat Karmila ke atas permukaan Air. Setelah itu, baru diikuti koor helaan napas lega dari para penonton di sana, serta ucapan syukur pada Tuhan mereka masing-masing. 'Apa-apaan mereka itu? Bukannya bantuin angkat, malah jadi penonton saja? Seenggaknya ambilin handuk, kek. Atau apa gitu. Ck, gak guna!' Arletta mendumel diam-diam. Arletta berusaha menepikan Mila ke arah tepian kolam dengan susah payah. Tangannya yang terluka mulai dia rasakan. Saat Arletta hampir sampai, tiba-tiba dua pria yang tadi ikut menolong Mila muncul. Satu orang langsung membantu menopang tubuh Karmila. Sementara satunya lagi naik dan menunggu kedatangan Mila di darat. Awalnya, Arletta terkejut dengan aksi mereka. Namun, saat melihat mata kedua pria itu sudah lebih bersahabat dari pada tadi. Akhirnya Arletta pun menerima bantuan mereka, dalam memberikan pertolongan pada sahabatnya. "Milaaa ... Ya, Tuhan ... teri
*Happy Reading* "Woy, Kan?!" Arkana langsung memutar badannya ke arah sumber suara, lalu mengangkat tangan membalas lambaian sang pemanggil. Sebelum menghampiri pria yang pernah satu bangku kuliah dengannya itu. "Bro?!" Setelah dekat dengan pria itu, Arkana pun menyambut tangan yang mengajaknya ber-high five. Dan membenturkan bahu mereka dengan pelan. "Gimana kabar, lo? Betah banget di Makasar. Sampe lupa balik ke Jakarta. Kepincut janda kembang ya, di sana?" kelakar Arkana. Membuat Boy, salah satu kawannya itu tergelak renyah menanggapinya. "Kaga, lah. Gue masih setia sama bini gue yang di sini. Lo sendiri, gimana? Udah berapa anak gadis yang lo risak?" Kali ini giliran Arkana yang tergelak dengan pertanyaan Boy. Karena, sepertinya memang hanya itulah yang dikenal darinya selama pertemanan mereka. "Ada, lah. Cukup gue aja yang tau. Nanti lo ngiri kalo tau," timpal Arkana dengan jumawa. Sebelum kedua sahabat itu tergelak bersama. Setelah itu, keduanya pun memilih melanjutkan o
*Happy Reading*Hari ini, Arletta merasa ada yang aneh dengan teman-teman kerjanya.Pasalnya, dari Arletta masuk Midle tadi. Mereka sering sekali melirik Arletta. Seakan ada sesuatu yang aneh pada gadis itu. Tapi ... apa?Apa yang aneh dengan Arletta.Perasaan, seragamnya lengkap, bersih dan rapi. Lalu ... kenapa mereka semua tetep aja curi-curi lirik pada Arletta, ya? Mereka pada kenapa, coba?Apa mungkin, ini karna kejadian tempo hari, saat Arletta membekuk pemabuk di Cafenya?Akan tetapi ... itu kan, sudah beberapa hari yang lalu. Kenapa mereka baru melirik Arletta seaneh itu sekarang?"Udah, tanya aja sono! Daripada kita penasaran, iya gak, Gaes?" Terdengar bisikan di belakang tubuh Arletta, saat gadis itu tengah sibuk membereskan tissu untuk para pelanggan."Tapi kalo salah, gimana, bego? Kan, tengsin nanti, gue!""Ya ... makanya kita nanya dulu. Bukan langsung nuduh.""Ya, tapi kan, tetep
"El?""Yes, beibs. I'm here for u."Arletta langsung memutar bola mata ke atas dengan malas. Saat mendengar sahutan Elkava, di seberang telepon. Setelah perdebatan cukup alot dengan ketiga cowok tukang ghibah itu. Akhirnya Arletta memang berhasil melarikan diri, dengan berpura-pura sakit perut karena salah makan. Biarkan saja disebut lebay, gaje, prik, atau apa pun itu sebutannya. Yang penting bisa lolos dari interogasi tiga cowok tadi, dan langsung menelpon Elkava."Bacot deh, El. Gue serius ini." Arletta mulai kesal "Aduh, Let. Sorry kalau gitu. Gue gak bisa. Soalnya lo tahu sendiri gue udah bucin sama Mila. Jadi, please jangan minta keseriusan dari gue. Sama yang lain aja, oke!""Bacot sekali lagi, gue kirim kuyang online ke sana ya, El!"Bukannya takut, Elkava malah terbahak renyah menanggapi ancaman Arletta. Pria itu memang kadang sangat menyebalkan. Membuat Arletta naik darah saja."Woles ngapa
Arletta 7*Happy Reading*Benar saja, sehari setelah pengaduan Arletta pada Elkava. Video itu pun hilang dari peredaran. Dan terhapus dari semua pencarian.Ya! Elkava memang selalu bisa diandalkan untuk urusan seperti ini.Namun, seperti kata Elkava pula. Seusai huru hara tentang Video itu menghilang. Kini Arletta harus menerima teror dari si model cantik, yang sudah kembali eksis di depan kamera.Karmila Anastasya.Model sekaligus sahabat kampretnya, yang mulai sering menerornya tiap hari. Perihal video itu.Seperti halnya pagi ini, saat Arletta sedang bersiap untuk melaksanakan tugas pagi di Cafe. Model itu sudah merecokinya.Karmila [Letaaa ... manager gue mau ketemu sama lo]Arletta hanya bisa menghela napas lelah melihat chat dari si model.Arletta: [Apalagi sih, Mil? Gue udah bilang gak mau bahas itu lagi!]Arletta menjawab dengan kesal. Karena sudah sangat muak diteror chat sepe
*Happy Reading*Arletta [Mil, lo kenal cowo yang namanya Arkana Sadewa H, gak?]Setelah Kinan kembali dari break makan pagi. Arletta segera pergi ke loker. Mengambil ponselnya dan mengirim chat pada Karmila. Bertanya perihal cowok yang memberinya cofee dan Cake tadi. Soalnya, saat tadi Arletta ingin bertanya kembali. Pria itu sudah beranjak pergi, dan tak bisa Arletta kejar. Sepertinya, pria itu sedang diburu waktu. Tetapi tolong jangan tanya kopi dan cakenya, ya? Karena semua sudah aman di dalam perut Arletta.Sekalipun awalnya sungkan menerima pemberian orang. Tapi, karena sudah di berikan. Ya ... sudah terima saja. Rezeki itu kan, gak boleh di tolak. Benar tidak?Tring!Eh, tumben nih bocah balasnya cepat. Lagi break juga kali, ya?Karmila [Siapa? Mas Arkan maksud lo?]Ck, balasan macam apa ini? Bukannya jawab malah balik tanya. Dasar model peak.Arletta [Mana gue tau, Karmila. Maka itu gu
*Happy Reading*"Kata gue sih dia murahan. Tuh, liat aja kelakuannya. Udah tahu tunangan orang, masih aja nempel-nempel kek cewek gatel. Fix lah, pelakor pasti!""Lo ngapa dah, No? Berisik sendiri nontonin hp doang. Kek emak-emak pecinta sinetron lo!"Arkana pun menggeleng tak habis pikir, melihat kelakuan Bruno, asistennya yang aneh sedari tadi. Padahal ini waktunya kerja. Tapi malah main hp. Mana berisik lagi. Bikin ganggu konsentrasi."Sialan lo! Cakep gini, malah di samain sama emak-emak pecinta sinetron. Buta atau gimana, lo?" tukas Bruno tak terima. "Tetep gantengan gue." Arkana menjawab santai. Namun, sukses membuat Bruno misuh-misuh kesal. Faktanya, itu memang benar, kan?"Lagi lo kenapa, sih? Nonton apaan sampe rame sendiri kek gitu?" tanya Arkana kemudian. Lumayan kepo dengan apa yang sedang asistennya lakukan. "Lagi nonton live-nya si Dita.""Dita asistennya Karmila?""Iya, itu."