*Happy Reading*
"Ya, Tuhan, Mila!" Dita yang pertama berseru heboh. Saat Arletta berhasil mengangkat Karmila ke atas permukaan Air. Setelah itu, baru diikuti koor helaan napas lega dari para penonton di sana, serta ucapan syukur pada Tuhan mereka masing-masing. 'Apa-apaan mereka itu? Bukannya bantuin angkat, malah jadi penonton saja? Seenggaknya ambilin handuk, kek. Atau apa gitu. Ck, gak guna!' Arletta mendumel diam-diam. Arletta berusaha menepikan Mila ke arah tepian kolam dengan susah payah. Tangannya yang terluka mulai dia rasakan. Saat Arletta hampir sampai, tiba-tiba dua pria yang tadi ikut menolong Mila muncul. Satu orang langsung membantu menopang tubuh Karmila. Sementara satunya lagi naik dan menunggu kedatangan Mila di darat. Awalnya, Arletta terkejut dengan aksi mereka. Namun, saat melihat mata kedua pria itu sudah lebih bersahabat dari pada tadi. Akhirnya Arletta pun menerima bantuan mereka, dalam memberikan pertolongan pada sahabatnya. "Milaaa ... Ya, Tuhan ... terima kasih!" Dita menyambut kedatangan Mila dengan suka cita. Langsung memeluk tubuh Mila erat sekali. Seperti menyambut anaknya yang baru saja kembali dari berperang. Bahkan, matanya sudah kembali basah dengan air mata haru. Sementara itu, Mila yang masih lemas pun hanya pasrah saja dalam pelukan Dita sambil ikut menangis dalam diam. Beruntung Karmila termasuk orang yang suka olah raga, termasuk berenang. Hingga tidak mengalami kendala sulit saat harus menahan napas selama tadi. Arletta membiarkan saja momen haru itu tanpa komentar apa pun. Lebih memilih ikut naik keluar dari kolam renang, tanpa bantuan siapapun. "Sebentar, Dit. Gue cek dulu." Setelah sudah sampai daratan. Arletta pun menyerbu kembali mendekati Mila, dan menginterupsi pelukan haru model dan managernya itu. Namun, baru saja Arletta meraih tangan si model. Gadis itu sudah berseru heboh, sambil memeluk Arletta. "Leta!! Gue takut!!" Tangis Mila pun makin pecah. Dalam pelukan sahabatnya. "Gue kira, gue bakal mati tadi. Gue bener-bener takut banget!" racau Mila, yang hanya Arletta tanggapi dengan dengkusan pelan saja. "Bodoh!" omel Arletta. "Lo tau gue gak akan pernah biarin hal itu, kan?" sambung gadis itu menenangkan Mila. "Tapi gue takut banget tadi, Let," rengeknya lagi. Yang kembali membuat Arletta menghela napas panjang. Sejujurnya, Arletta juga sempat takut tadi. Takut kehilangan lagi tepatnya. Hanya saja, Arletta tidak mungkin mengungkapkan hal itu sekarang, Kan? "Gue gak akan biarin lo sampai kenapa-napa, Mil. Trust me!" Arletta meyakinkan Mila sekali lagi. Sambil menepuk-nepuk pelan punggung model cantik itu. "Kalian kenapa pada diem aja, sih? Ambilin handuk, kek. Atau apa, kek? Gak ada inisiatifnya banget, sih?" Tak lama setelahnya, suara omelan pun terdengar lantang di sekitar Arletta. Membuat beberapa orang kocar-kacir melaksanakan tugas berupa sindiran barusan. Entah itu siapa? Tapi dari suaranya, paling salah satu dari pria yang tadi bersitegang dengannya. Namun, siapapun itu. Arletta sangat menghargai perintahnya barusan. Karena memang, saat ini dia dan Mila membutuhkan sesuatu untuk mengeringkan diri. "Ini, Let?" Selang beberapa menit. Dita menyodorkan sebuah handuk ke hadapan Arletta. Sementara handuk lainnya, dia sematkan pada Mila. Arletta baru saja mau meraih handuk itu. Sebelum suara Elkava, tunangan Mila menginterupsi, memanggil-manggil tunangannya. Lalu muncul bersama beberapa orang dari rumah sakit dan polisi. Mungkin, Dita yang menelponnya tadi pas situasi kacau. Entahlah, biarkan saja. Yang jelas, sadar akan situasi yang sebentar lagi tercipta. Arletta pun segera bangkit perlahan, berbaur dengan para model sebentar. Sebelum menyingkir diam-diam tanpa di sadari orang-orang. Meninggalkan Mila yang hanya bisa menatapnya dengan sendu. *** "Mau lo puter tuh leher sampe patah juga, lo gak bakal nemu cewek itu di sini." Bruno, asisten photografher yang bertugas hari ini. Menyindir Arkana Sadewa, sang photografher yang dari tadi terus celingukan mencari seseorang. Arkana yang merasa tersindir pun. Langsung melirik Bruno dengan tatapan 'maksud lo, apa?'. "Lo nyari cewek songong, itu, kan?" tebak Bruno tepat sasaran. Namun tetap tak mendapatkan jawaban apa pun dari Arkana. "Dia gak ada di sini. Kabur pas cowoknya si Mila itu dateng." "Kabur?" beo Arkan tak mengerti. "Iya, kabur," ungkap Bruno yakin. "Kenapa?" "Mana gue tahu!" protes Bruno kesal. "Yang jelas, tadi gue lihat tuh cewe langsung melipir, pas pengacara itu dateng." Walau begitu. Bruno tetap berbaik hati memberikan info yang dia ketahui pada atasan, sekaligus kawan seperjuangannya ini. "Dia melipir kemana?" Merasa tak harus menyembunyikan apapun lagi pada Bruno. Arkan pun bertanya dengan santai pada pria tambun itu. "Gak tau. Kayanya ke arah ruang fitting baju," jawab Bruno kali ini tidak yakin. Karena memang dia sendiri hanya melihat keberadaan gadis songong, sayangnya juga pintar itu sekilas saja. Sejujurnya, Bruno masih sangat kesal pada gadis itu. Yang seenaknya saja memecahkan salah satu properti pemotretan tanpa mau minta maaf setelahnya. Sekalipun ternyata itu dilakukan untuk mencari senjata, dalam usaha pertolongan Mila. Tapi kan, ... itu mahal harganya. Memang dia mau ganti rugi? Kalau saja Arkana tidak bilang akan mengganti dengan uang pribadinya. Sudah pasti Bruno akan menuntut ganti rugi gadis itu, akan aksi nekadnya. Untung tuh cewek cakep. Coba kalau nggak? Asli deh, selain minta ganti rugi. Bakal Bruno ajak duel juga. Soalnya, tuh cewek bukan cuma sudah ngerusak properti saja. Tapi sekaligus membuat dia dan Arkana kelihatan bodoh di sini. Apa-apaan itu? Masa dia dan Arkana udah bermenit-menit berusaha keras untuk menolong si model ceroboh, tapi gak dapat hasil apa-apa. Eh, tuh cewek songong cuma itungan detik aja udah dapat cara jitu menolong Mila. Menyebalkan sekali. Argh ... pokoknya Bruno kesal luar biasa, dikalahkan bocah ingusan songong itu. "Sialan!" maki Bruno entah pada siapa. Sementara itu. Mendengar info dari Bruno. Tanpa membuang waktu, Dewa pun bangkit dari duduknya, dan menepuk bahu Bruno sekilas. Sebelum beranjak pergi ke arah yang tadi diberitahukan asistennya. Meninggalkan Bruno yang hanya bisa menggeleng tak habis pikir, melihat kelakuan Si playboy cap kapak itu. Sepertinya Arkana menemukan mangsa baru. "Kok, lo bisa kepikiran sama gaun itu sih, Let. Gue aja gak ngeh kalo ternyata, tuh gaun biang masalahnya?" Benar saja, sesampai Arkana di deretan ruang ganti dan make up para model. Arkana langsung melihat gadis itu, bersama asisten Mila di salah satu ruangan. Sedang diobati tangannya. "Karena gue pinter. Gak bodoh kaya, lo!" balas gadis itu percaya diri. Membuat Dita langsung mencebik kesal. "Sialan, lo!" maki Dita tak terima. Gadis itu pun terkekeh renyah. Menanggapi kekesalan Dita, yang mungkin terlihat lucu di matanya. "Gue serius, Arletta. Gue benar-benar penasaran. Kenapa lo bisa tau, kalau tuh gaun ternyata biang masalahnya?" 'Jadi namanya Arletta? Sesuai banget sama rupanya. Cantik sekali,' batin Arkana masih memperhatikan mereka diam-diam. Lalu, gadis bernama Arletta itupun terlihat memutar mata dengan malas sebentar. Sebelum menjawab dengan serius. "Karena benda apa pun akan bertambah beratnya dua kali lipat jika di dalam Air. Dan gue cuma nambahin berat badan Mila sama tuh gaun. Terus gue kaliin dua kali lipat saja. Just that!" Gadis pintar! "Oh ... gitu?" gumam Dita kemudian mulai paham. "Eh, tapi, dari mana lo tahu tentang gaun itu?" Dita masih penasaran. "Lah, lo lupa. Waktu Mila nelpon gue kan, dia ada nyebutin berat tuh gaun." 'Benar juga,' Dita membatin. "Dan lo ingat di waktu yang tepat. Lo emang luar biasa, Let!" Dita memuji dengan tulus pada akhirnya. "Anehnya, kenapa cuma lo doang yang bisa mikir ke sana, ya? Kenapa kami yang lainnya nggak?" Dita ternyata tak sepenuhnya menyerah. "Kan, gue udah bilang. Karena gue ini pinter. Gak kaya kalian, bodoh!" "Ck, lo emang rese, ya? Demen banget ngatain orang!" Dita kembali mengomel sambil menoyor kepala gadis itu. "Itu faktanya, sayang!" balas Arleta dengan santai. Sama sekali tak tersinggung dengan kelakuan kurang ajar asisten Mila itu. Entah kenapa, malah Dewa yang baper mendengar panggilan gadis itu untuk Dita. 'Sayang' rasanya sangat merdu di telanganya, dan Arkana menginginkan Arletta juga memanggilnya seperti itu. "Iya, iya, deh. Gue ngaku kalah," balas Dita akhirnya, sambil menutup kotak P3k di sampingnya. Karena acara obat mengobati tersebut sudah selesai. "Abis ini jangan lupa mampir ke rumah sakit atau klinik. Luka lo dalem banget tau, Let. Harus dijahit kayaknya," lanjut Dita lagi. Menyimpan kotak pengobatan itu di atas meja rias yang ada di sana. "Ngapain? Kan udah lo obatin tadi. Lagian--" "Jangan bantah. Ikutin aja pokoknya. Nih, biaya pengobatannya, sama ongkos ke sana," sela Dita sambil menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah pada Arletta. "Dari lo, apa dari El?" Arletta bertanya lagi seraya melirik uang itu. Masih belum mau menerimanya. "Dari El, lah! Ya kali dari gue? Siapa elo sampe harus gue biayai?" "Bangke! Ngeselin lo lama-lama, ya, Dit?" maki Arletta kesal. "Biarin! Lo sendiri juga ngeselin, kok. Makanya gue bikin kesel balik. Wleee!" Dita terlihat meledek Arletta. "Udah, pokoknya lakuin aja perintas Pak Bos. Awas kalau lo gak nurut! Tau sendiri kan, El kaya gimana?" Dita lalu memperingati. Membuat Arletta kembali mencebik kesal. "Iya, gue tau!" jawabnya kemudian. Sambil memakai hodie dan kacamatanya kembali. "Kalau gitu gue balik, ya? Babay!" pamitnya, setelah mengambil lembaran uang merah yang Dita tawarkan. Kemudian beranjak pergi sambil melambai santai. "Sialan! Mana baterai ponsel abis lagi. Terpaksa deh, nyari ojeg pangkalan. Huft ... semoga ada yang mau ngangkut penumpang basah kuyup kaya gue." Arletta mendumel sambil melewati Arkana begitu saja. Membuat si tukang photo yang bersiap tebar pesona, mengernyit bingung di tempatnya. Demi apa? Arkana dilewati begitu saja? Diabaikan dan .... Astaga! Apa itu tandanya kegantengan seorang Arkana Sadewa sudah luntur?*Happy Reading* "Woy, Kan?!" Arkana langsung memutar badannya ke arah sumber suara, lalu mengangkat tangan membalas lambaian sang pemanggil. Sebelum menghampiri pria yang pernah satu bangku kuliah dengannya itu. "Bro?!" Setelah dekat dengan pria itu, Arkana pun menyambut tangan yang mengajaknya ber-high five. Dan membenturkan bahu mereka dengan pelan. "Gimana kabar, lo? Betah banget di Makasar. Sampe lupa balik ke Jakarta. Kepincut janda kembang ya, di sana?" kelakar Arkana. Membuat Boy, salah satu kawannya itu tergelak renyah menanggapinya. "Kaga, lah. Gue masih setia sama bini gue yang di sini. Lo sendiri, gimana? Udah berapa anak gadis yang lo risak?" Kali ini giliran Arkana yang tergelak dengan pertanyaan Boy. Karena, sepertinya memang hanya itulah yang dikenal darinya selama pertemanan mereka. "Ada, lah. Cukup gue aja yang tau. Nanti lo ngiri kalo tau," timpal Arkana dengan jumawa. Sebelum kedua sahabat itu tergelak bersama. Setelah itu, keduanya pun memilih melanjutkan o
*Happy Reading*Hari ini, Arletta merasa ada yang aneh dengan teman-teman kerjanya.Pasalnya, dari Arletta masuk Midle tadi. Mereka sering sekali melirik Arletta. Seakan ada sesuatu yang aneh pada gadis itu. Tapi ... apa?Apa yang aneh dengan Arletta.Perasaan, seragamnya lengkap, bersih dan rapi. Lalu ... kenapa mereka semua tetep aja curi-curi lirik pada Arletta, ya? Mereka pada kenapa, coba?Apa mungkin, ini karna kejadian tempo hari, saat Arletta membekuk pemabuk di Cafenya?Akan tetapi ... itu kan, sudah beberapa hari yang lalu. Kenapa mereka baru melirik Arletta seaneh itu sekarang?"Udah, tanya aja sono! Daripada kita penasaran, iya gak, Gaes?" Terdengar bisikan di belakang tubuh Arletta, saat gadis itu tengah sibuk membereskan tissu untuk para pelanggan."Tapi kalo salah, gimana, bego? Kan, tengsin nanti, gue!""Ya ... makanya kita nanya dulu. Bukan langsung nuduh.""Ya, tapi kan, tetep
"El?""Yes, beibs. I'm here for u."Arletta langsung memutar bola mata ke atas dengan malas. Saat mendengar sahutan Elkava, di seberang telepon. Setelah perdebatan cukup alot dengan ketiga cowok tukang ghibah itu. Akhirnya Arletta memang berhasil melarikan diri, dengan berpura-pura sakit perut karena salah makan. Biarkan saja disebut lebay, gaje, prik, atau apa pun itu sebutannya. Yang penting bisa lolos dari interogasi tiga cowok tadi, dan langsung menelpon Elkava."Bacot deh, El. Gue serius ini." Arletta mulai kesal "Aduh, Let. Sorry kalau gitu. Gue gak bisa. Soalnya lo tahu sendiri gue udah bucin sama Mila. Jadi, please jangan minta keseriusan dari gue. Sama yang lain aja, oke!""Bacot sekali lagi, gue kirim kuyang online ke sana ya, El!"Bukannya takut, Elkava malah terbahak renyah menanggapi ancaman Arletta. Pria itu memang kadang sangat menyebalkan. Membuat Arletta naik darah saja."Woles ngapa
Arletta 7*Happy Reading*Benar saja, sehari setelah pengaduan Arletta pada Elkava. Video itu pun hilang dari peredaran. Dan terhapus dari semua pencarian.Ya! Elkava memang selalu bisa diandalkan untuk urusan seperti ini.Namun, seperti kata Elkava pula. Seusai huru hara tentang Video itu menghilang. Kini Arletta harus menerima teror dari si model cantik, yang sudah kembali eksis di depan kamera.Karmila Anastasya.Model sekaligus sahabat kampretnya, yang mulai sering menerornya tiap hari. Perihal video itu.Seperti halnya pagi ini, saat Arletta sedang bersiap untuk melaksanakan tugas pagi di Cafe. Model itu sudah merecokinya.Karmila [Letaaa ... manager gue mau ketemu sama lo]Arletta hanya bisa menghela napas lelah melihat chat dari si model.Arletta: [Apalagi sih, Mil? Gue udah bilang gak mau bahas itu lagi!]Arletta menjawab dengan kesal. Karena sudah sangat muak diteror chat sepe
*Happy Reading*Arletta [Mil, lo kenal cowo yang namanya Arkana Sadewa H, gak?]Setelah Kinan kembali dari break makan pagi. Arletta segera pergi ke loker. Mengambil ponselnya dan mengirim chat pada Karmila. Bertanya perihal cowok yang memberinya cofee dan Cake tadi. Soalnya, saat tadi Arletta ingin bertanya kembali. Pria itu sudah beranjak pergi, dan tak bisa Arletta kejar. Sepertinya, pria itu sedang diburu waktu. Tetapi tolong jangan tanya kopi dan cakenya, ya? Karena semua sudah aman di dalam perut Arletta.Sekalipun awalnya sungkan menerima pemberian orang. Tapi, karena sudah di berikan. Ya ... sudah terima saja. Rezeki itu kan, gak boleh di tolak. Benar tidak?Tring!Eh, tumben nih bocah balasnya cepat. Lagi break juga kali, ya?Karmila [Siapa? Mas Arkan maksud lo?]Ck, balasan macam apa ini? Bukannya jawab malah balik tanya. Dasar model peak.Arletta [Mana gue tau, Karmila. Maka itu gu
*Happy Reading*"Kata gue sih dia murahan. Tuh, liat aja kelakuannya. Udah tahu tunangan orang, masih aja nempel-nempel kek cewek gatel. Fix lah, pelakor pasti!""Lo ngapa dah, No? Berisik sendiri nontonin hp doang. Kek emak-emak pecinta sinetron lo!"Arkana pun menggeleng tak habis pikir, melihat kelakuan Bruno, asistennya yang aneh sedari tadi. Padahal ini waktunya kerja. Tapi malah main hp. Mana berisik lagi. Bikin ganggu konsentrasi."Sialan lo! Cakep gini, malah di samain sama emak-emak pecinta sinetron. Buta atau gimana, lo?" tukas Bruno tak terima. "Tetep gantengan gue." Arkana menjawab santai. Namun, sukses membuat Bruno misuh-misuh kesal. Faktanya, itu memang benar, kan?"Lagi lo kenapa, sih? Nonton apaan sampe rame sendiri kek gitu?" tanya Arkana kemudian. Lumayan kepo dengan apa yang sedang asistennya lakukan. "Lagi nonton live-nya si Dita.""Dita asistennya Karmila?""Iya, itu."
"Gue minta maaf. Gue bener-bener gak tahu soal yang tadi.""Halah! Apanya yang gak tahu? Bukannya dari awal lo kerja, gue udah bilang jangan melakukan live, photo-photo atau apa pun yang akan tersebar di medsos saat gue sama Arletta. Lo lupa atau gimana?" Raut marah masih sangat terlihat di wajah Karmila. Pada Asistennya yang telah lancang melakukan live tanpa sepengetahuannya. Karmila bahkan langsung melempar gawai canggih si asisten. Sampai tercerai berai dengan mengenaskan setelah membetur tembok."Ya, gue tahu. Tapi kan kemarenan video Arletta udah tersebar. Gue kira, udah boleh nunjukin dia ke medsos.""So? Lo mau pansos ceritanya? Huh?" tukas Karmila sengit. "Bukan gitu. Gue cuma ... cuma ...." Dita, sang asisten kebingungan menjelaskan pada Karmila tentang maksud dan tujuannya mengadakan Live tadi. Bukan karena Dita ada maksud tertentu atau ingin pansos seperti yang Karmila tuduhkan tadi. Tetapi ... duh, gimana ya jelasinnya? Bukannya jaman sek
Arletta 11*Happy Reading*"Gue udah berusaha sebaik mungkin untuk jagain Dita, Let. Tapi dia pergi diam-diam menemui cowoknya dan ... ya ... saat itulah dia ditangkap paman lo," ungkap Elkava. Saat Arletta meminta konfirmasi tentang kejadian yang menimpa Dita. "Padahal gue udah siapin satu rencana. Agar dia terlepas dari incaran bajingan itu. Semuanya gagal akhirnya."Arletta hanya bisa menghela napas panjang, syarat akan beban mendengar penuturan Elkava. "So? Itu berarti gue harus segera pergi dari kota ini?" Arletta memastikan.Bagaimanapun, Arletta yakin. Sebelum Dita dibunuh. Gadis itu pasti sudah diintrogasi perihal keberadaan Arletta. Dan kalian tahu sendiri bagaimana jujurnya orang yang di hadapkan maut, kan?Memang ada sebagian orang yang bisa tutup mulut hingga maut menyambut. Sayangnya, Arletta tidak yakin jika Dita orang seperti itu. Gadis itu penakut dan dia tidak tahu kebenaran tentang Arletta. Jujur untu