Arletta 11*Happy Reading*"Gue udah berusaha sebaik mungkin untuk jagain Dita, Let. Tapi dia pergi diam-diam menemui cowoknya dan ... ya ... saat itulah dia ditangkap paman lo," ungkap Elkava. Saat Arletta meminta konfirmasi tentang kejadian yang menimpa Dita. "Padahal gue udah siapin satu rencana. Agar dia terlepas dari incaran bajingan itu. Semuanya gagal akhirnya."Arletta hanya bisa menghela napas panjang, syarat akan beban mendengar penuturan Elkava. "So? Itu berarti gue harus segera pergi dari kota ini?" Arletta memastikan.Bagaimanapun, Arletta yakin. Sebelum Dita dibunuh. Gadis itu pasti sudah diintrogasi perihal keberadaan Arletta. Dan kalian tahu sendiri bagaimana jujurnya orang yang di hadapkan maut, kan?Memang ada sebagian orang yang bisa tutup mulut hingga maut menyambut. Sayangnya, Arletta tidak yakin jika Dita orang seperti itu. Gadis itu penakut dan dia tidak tahu kebenaran tentang Arletta. Jujur untu
*Happy Reading*"Ayo, Arletta. Panggil saya Mas Arkan."Hadew ... baiklah, baiklah. Mari kira turuti saja mau pria ini, agar tidak makin panjang dramanya."Baiklah. MAS-AR-KAN. Begitu, kan?" Arletta pun mencoba mengalah. Seraya menampilkan senyum yang terlihat sangat terpaksa.Akan tetapi, pria itu seakan tak melihat kekesalan Arletta pada senyumnya. Karena kini, pria yang minta dipanggil 'MAS ARKAN' itu sudah tersenyum lebar sekali mendengar Arletta mau memanggilnya, dengan panggilan kebangaannya.Pria itu merasa bahagia dengan panggilan Arletta padanya tadi. Sekalipun nama itu sering dia dengar dari orang lain. Tapi entah kenapa? Jika Arletta yang memanggil. Seperti ada manis-manisnya, gitu. Hatinya malah berdesir hangat hanya karena panggilan itu.Konyol, Kan? Memang!"Oh, iya. Lupa. Kita belum kenalan, kan?" Sambung pria itu, seperti baru mengingat sesuatu yang penting dari tadi.Lalu pria itu pun kini terli
Tring!From: 08588012xxxx [Sudah pulang?]Sebuah chat masuk di ponsel Arletta. Saat gadis itu baru saja keluar loker, setelah mengganti sergamnya.Siapa? Nomornya asing. Karena itulah, Arletta memilih mengabaikan chat itu, dan segera keluar area cafe tanpa beban."Let? Ikut nongkrong dulu, yuk?" Ajak Kinan tiba-tiba dengan baik hati. "Anak-anak katanya mau nongkrong dulu. Ikut yuk, biar seru." Gadis keturunan jawa itu bahkan menjelaskan dengan detail ajakannya barusan."Sorry, nggak dulu, deh." Sayangnya Arletta tidak berminat. Ralat, bahkan tidak akan berminat dengan ajakan itu. Karena apa? Ya ... buat apa? Mending segera pulang dan tidur. Badannya sudah minta istirahat soalnya. "Yah ... kok gitu, sih?" Kinan tampak kecewa. "Padahal besok libur ini. Ngapain sih pulang cepet-cepet?" "Gue ada urusan. Makanya harus balik buru-buru." Arletta mencoba memberi alasan. "Urusan apa?" Kinan mulai kepo.
*Happy Reading*"Aduh, siapa dah? Lupa gue!" Arletta menepuk kepalanya dengan refleks. Saat tak berhasil mengingat orang yang sedang dihajar beberapa preman di kawasan itu. Arletta merasa mengenalnya. Pernah melihat tepatnya, tapi lupa di mana? Maka dari itu jadi gemas sendiri. Masalahnya, Arletta itu bukan tipe orang yang gampang mengingat orang. Kecuali yang pernah berinteraksi dengannya dalam momen tertentu, baru dia bisa ngeh pada wajah orang itu. Nah, kali ini itulah yang Arletta rasakan. "Siapa, sih? Asli gue lupa. Tapi ... ini tolongin jangan, ya?" Arletta bermonolog lagi, masih memantau keadaan yang tak jauh dari tempatnya."Kalau gue tolongin, nanti para preman itu dendam. Bisa-bisa gue yang bakal jadi target berikutnya."Tidak masalah sebenarnya. Arletta bukan tipe orang yang bisa digertak, kok. Hanya saja, untuk ukuran seseorang yang harus selalu tidak terlihat, jelas mempunyai masalah dengan para preman itu bukan hal yang bagus. Kalau pamannya malah kerj
*Happy Reading*"Ngapain lo masih di sini? Mau sok jadi ibu peri, nungguin gue sampai sembuh?" salak Bruno galak. Ketika Arletta masuk ruangan tempatnya harus dirawat beberapa hari.Arletta yang mendengar itu tidak marah sama sekali. Gadis itu mengedikan bahu dengan acuh, lalu meletakan dompet dan tanda pengenal pria galak itu."Kok, dompet sama KTP gue ada di elo?" tanyanya curiga."Lo kira gue mau bayar biaya admin rumah sakit ini?" jawab Arletta acuh. "Sorry gue gak sekaya dan sebaik itu." Arlette menambahkan dengan lugas. Bruno pun mendengkus kesal mendengar sahutan tanpa beban gadis di hadapannya ini. Bruno jadi kepikiran Arkana. Sahabat sekaligus bos-nya yang sedang menargetkan Arletta sebagai calon pacar berikutnya. Entah bagaimana nasib pria itu nanti. "Terus? Kenapa lo masih di sini? Balik sana!" usirnya lagi, masih dengan nada galak sekali. "Pakai mobil gue dulu kalau lo mau. Tapi besok balikin! Gue cuma pinjemin lo
*Happy Reading*Dua hari kemudian."Mas Arkan?"Siang itu, kening Arletta langsung mengernyit samar. Saat baru saja keluar gang untuk bekerja, sudah melihat sosok Arkana yang sedang bersandar santai di sebelah mobil mewahnya.Sedang apa pria itu?Tadinya, Arletta tak mau menghiraukan pria itu, dan hendak pergi saja secepatnya dari sana.Akan tetapi, baru saja hendak membelok langkahnya. Pria itu sudah melihatnya, dan melambai dengan riang pada Arletta.Jangan bilang kalau pria itu memang sedang menunggu Arletta?Walaupun begitu, gadis itu tak serta merta membalas lambaian tangan Arkana. Bahkan tak berniat mendekat sedikit pun ke arah pria, yang hari ini memakai kaos hitam berlengan panjang dan celana jeans biru pudar. Membuat penampilannya makin bersinar di tengah lalu lalang orang-orang di sana.Melihat sikap Arletta, si tukang photo akhirnya berdecak pelan dan memilih mengalah mendekati Arletta lebih dulu."Ternyata kamu masuk siang hari ini," ucap pria itu santai, saat sudah di dek
*Happy Reading*Arkana benar-benar membawa Arletta ke warung makan padang. Pria itu memesan beberapa menu sekaligus. Arletta membiarkan Arkana makan sepuasnya. Benar-benar tak ingin menghiraukannya, apalagi meminta makanannya.Karena Arletta juga sudah punya bagiannya sendiri. Jadi buat apa berebut. Iya, kan?Arkana makan dengan lahap di sana. Entah karena lauknya memang enak, atau karena dia tengah kelaparan. Yang jelas, si pria tukang modus itu makan banyak sekali sampai tiga kali nasi. Arletta sampai menggeleng pelan tak habis pikir melihatnya.Cakep-cakep porsi makannya kayak kuli!Astaga!Itu perut apa karet, ya? Kok, bisa nampung makanan sebanyak itu. Gak sakit, apa?Pokoknya, si tukang photo benar-benar khidmat sekali makannya. Saking khidmatnya, dia sampai menguncir rambut panjangnya agar tak mengganggu acara makannya.Ya! Arkana memang punya rambut panjang setengah leher. Yang sering dia kuncir di atas kepalanya. Sengaja membiarkan anak-anak rambut di bagian tengkuknya berjat
*Happy Reading*"Kamu chat sama siapa?" tanya Arkana, sekembalinya dari menerima telpon tadi."Bos." Arletta menjawab jujur, sambil kembali menyimpan ponsel di tas, dan mengabaikan chat terakhir Pak Chandra.Palingan salah kirim. Iya kan? Mana mungkin Pak Chandra selugas itu mengirim chat seperti tadi.Arkana melirik arloji mahalnya sejenak, sebelum menghela napas panjang, karena menyadari memang sudah menahan Arletta terlalu lama.Gadis ini harus bekerja, kan?"Baiklah, saya antar kamu kerja sekarang." Arkana membereskan kunci mobil, jam tangan yang sempat di lepas saat makan, dan memasukan ponselnya lagi ke dalam saku celana. Arletta bergeming, melirik si tukang photo lekat. 'Bukannya tadi mau membahas sesuatu, kok malah langsung balik. Nggak jadi bahaskah? Atau memang Arletta sedang dikerjain si tukang modus ini?'. Arletta membatin sedikit kesal. "Kenapa liatin saya kayak gitu? Gak rela ya pisah cepet sama saya? Masih pengen berduaan, ya? Kalau gitu kita sama. Gimana kalau kamu b