*Happy Reading*
"Ngapain lo masih di sini? Mau sok jadi ibu peri, nungguin gue sampai sembuh?" salak Bruno galak. Ketika Arletta masuk ruangan tempatnya harus dirawat beberapa hari.Arletta yang mendengar itu tidak marah sama sekali. Gadis itu mengedikan bahu dengan acuh, lalu meletakan dompet dan tanda pengenal pria galak itu."Kok, dompet sama KTP gue ada di elo?" tanyanya curiga."Lo kira gue mau bayar biaya admin rumah sakit ini?" jawab Arletta acuh. "Sorry gue gak sekaya dan sebaik itu." Arlette menambahkan dengan lugas.Bruno pun mendengkus kesal mendengar sahutan tanpa beban gadis di hadapannya ini. Bruno jadi kepikiran Arkana. Sahabat sekaligus bos-nya yang sedang menargetkan Arletta sebagai calon pacar berikutnya. Entah bagaimana nasib pria itu nanti."Terus? Kenapa lo masih di sini? Balik sana!" usirnya lagi, masih dengan nada galak sekali. "Pakai mobil gue dulu kalau lo mau. Tapi besok balikin! Gue cuma pinjemin lo*Happy Reading*Dua hari kemudian."Mas Arkan?"Siang itu, kening Arletta langsung mengernyit samar. Saat baru saja keluar gang untuk bekerja, sudah melihat sosok Arkana yang sedang bersandar santai di sebelah mobil mewahnya.Sedang apa pria itu?Tadinya, Arletta tak mau menghiraukan pria itu, dan hendak pergi saja secepatnya dari sana.Akan tetapi, baru saja hendak membelok langkahnya. Pria itu sudah melihatnya, dan melambai dengan riang pada Arletta.Jangan bilang kalau pria itu memang sedang menunggu Arletta?Walaupun begitu, gadis itu tak serta merta membalas lambaian tangan Arkana. Bahkan tak berniat mendekat sedikit pun ke arah pria, yang hari ini memakai kaos hitam berlengan panjang dan celana jeans biru pudar. Membuat penampilannya makin bersinar di tengah lalu lalang orang-orang di sana.Melihat sikap Arletta, si tukang photo akhirnya berdecak pelan dan memilih mengalah mendekati Arletta lebih dulu."Ternyata kamu masuk siang hari ini," ucap pria itu santai, saat sudah di dek
*Happy Reading*Arkana benar-benar membawa Arletta ke warung makan padang. Pria itu memesan beberapa menu sekaligus. Arletta membiarkan Arkana makan sepuasnya. Benar-benar tak ingin menghiraukannya, apalagi meminta makanannya.Karena Arletta juga sudah punya bagiannya sendiri. Jadi buat apa berebut. Iya, kan?Arkana makan dengan lahap di sana. Entah karena lauknya memang enak, atau karena dia tengah kelaparan. Yang jelas, si pria tukang modus itu makan banyak sekali sampai tiga kali nasi. Arletta sampai menggeleng pelan tak habis pikir melihatnya.Cakep-cakep porsi makannya kayak kuli!Astaga!Itu perut apa karet, ya? Kok, bisa nampung makanan sebanyak itu. Gak sakit, apa?Pokoknya, si tukang photo benar-benar khidmat sekali makannya. Saking khidmatnya, dia sampai menguncir rambut panjangnya agar tak mengganggu acara makannya.Ya! Arkana memang punya rambut panjang setengah leher. Yang sering dia kuncir di atas kepalanya. Sengaja membiarkan anak-anak rambut di bagian tengkuknya berjat
*Happy Reading*"Kamu chat sama siapa?" tanya Arkana, sekembalinya dari menerima telpon tadi."Bos." Arletta menjawab jujur, sambil kembali menyimpan ponsel di tas, dan mengabaikan chat terakhir Pak Chandra.Palingan salah kirim. Iya kan? Mana mungkin Pak Chandra selugas itu mengirim chat seperti tadi.Arkana melirik arloji mahalnya sejenak, sebelum menghela napas panjang, karena menyadari memang sudah menahan Arletta terlalu lama.Gadis ini harus bekerja, kan?"Baiklah, saya antar kamu kerja sekarang." Arkana membereskan kunci mobil, jam tangan yang sempat di lepas saat makan, dan memasukan ponselnya lagi ke dalam saku celana. Arletta bergeming, melirik si tukang photo lekat. 'Bukannya tadi mau membahas sesuatu, kok malah langsung balik. Nggak jadi bahaskah? Atau memang Arletta sedang dikerjain si tukang modus ini?'. Arletta membatin sedikit kesal. "Kenapa liatin saya kayak gitu? Gak rela ya pisah cepet sama saya? Masih pengen berduaan, ya? Kalau gitu kita sama. Gimana kalau kamu b
*Happy Reading*"Berenti di sana aja, Mas!" Arletta menunjuk sebuah pom bensin, yang tak jauh dari cafe tempatnya bekerja."Kenapa? Saya bisa kok anter kamu sampai depan cafe." "Gak usah.""Kenapa?""Gak papa. Udah, turunin di sana aja." Arletta bersikukuh, ketika Arkana hampir melewati tempat yang ditunjuknya tadi. Si gondrong macho itu pun mau tak mau menghentikan mobil mewahnya di tempat yang Arletta mau. Meski ...."Mas buka, ih! Saya mau turun!" Ternyata tak begitu saja membiarkan Arletta pergi. "Sebentar dulu. Kita kan belum deal perkara tadi." Arkana kembali menyebalkan. "Perkara apa?""Hubungan kitalah. Apa lagi, coba?"Astaga pria ini! Masih aja ternyata gak mau nyerah. "Loh, kan. Katanya saya cuma suruh nikmatin aja perjuangan Mas deketin saya. Gimana, sih?" Arletta mencoba mengingatkan ucapan pria itu sendiri."Saya berubah pikiran.""Maksudnya?" Arletta tidak mengerti."Saya maunya beneran pacaran sama kamu. Gimana? Kamu mau, kan?"Gila! Pria ini memang sudah tidak te
*Happy Reading*"Hukuman macam apa itu?" tanya Arletta bingung."Kenapa? Terlalu ringan buat kamu? Mau langsung yang serius saja?" tukas Pak Chandra seperti menantangnya.Namun, Arletta tetaplah Arletta. Yang bukannya baper ditembak bos sendiri. Dia malah menimpali dengan santai."Ck, ayolah, Pak. Jangan bercanda. Saya tau Bapak bukan orang amatir seperti ini. Bapak itu Bos yang baik dan bijak di sini. Jadi, tidak mungkin mencampur adukan urusan asmara dengan pekerjaan. Lagipula, Bapak memilih orang yang salah untuk bercanda. Karena saya bukan tipe baperan. Jadi maaf, prank anda kali ini gagal!"Luar biasa kan, Arletta ini? Dia bukan hanya tidak baper ditembak bosnya. Tapi malah menganggap ini prank semata. Padahal kalau Arletta tau, Pak Chandra justru sudah tertarik padanya, sejak pertama melihat surat lamaran kerja yang dikirimkan..Tentu saja, fisik Arletta tidak perlu diragukan untuk itu. Karena siapapun pasti akan tertegun lama hanya dalam pertemuan pertama. Arletta mempunya fisi
*Happy reading*Akibat chat dan telponnya Arletta abaikan. Arkana Sadewa pun kembali berulah. Dia bukannya hanya mengirim ratusan chat yang isinya spam semata. Juga menelpon Arletta berulang kali.Memang, teleponnya tidak sampai diangkat Arletta. Karena ponsel Arletta ada di loker dan telepon Arkana berlalu begitu saja. Hanya saja, gara-gara ulah si kang photo itu. Ponsel Arletta langsung ngelag bahkan mati total karena kehabisan daya.Benar-benar menyebalkan memang si tukang photo pemaksa ini. Awas saja, ketemu Arletta jambak rambut gondrongnya. Biar botak sekalian!"Lo kenapa sih, Let? Muka lo asem banget kek ketek si Andra." Reza bertanya saat mengantri untuk melakukan absen jari.Mereka memang satu shift hari ini, dan sudah jamnya untuk pulang.Andra yang merasa disebut pun tak terima dengan tuduhan itu, dan langsung menarik kepala Reza ke arah ketiaknya untuk membuktikan langsung ucapannya barusan."Rasain nih aroma surga ketek gue!" seru Andra dengan jumawa.Tak terima dengan ul
*Happy reading*"Kenapa?" Tak mendapat sahutan berarti dari Arletta akan cerita tentang sang adik. Arkana pun menyadari jika Arletta sepertinya tengah memikirkan sesuatu. "Gak papa," sahut Arletta pelan. "Beneran? Kok, kamu kelihatannya lesu gitu? Gak suka ya, sama cerita adik Mas?" selidik Arkana. "Nggak, kok." Arletta tersenyum tipis dan menggeleng satu kali. "Aku gak ada masalah soal itu. Kalau Mas mau cerita. Lanjutkan saja." Arletta menambahkan. Namun, sayangnya justru membuat Arkana semakin curiga. Arletta yang Arkana kenal itu galak dan jutek. Kenapa mendadak lembut begini? Arkana jadi nething kan jadinya. Gadis ini gak sedang kesurupan, kan? Kesurupan penunggu pohon yang mereka lewati, gitu. Siapa tahu aja, ya, kan?"Nanti aja deh, Mas lanjutin ceritanya. Sekarang mending kita makan dulu. Uhm ... kita nakan di sini aja, ya?" ajak Arkana. Setelah menghentikan mobilnya di depan warung tenda pecel lele.Arletta hanya mengangguk sekilas. Sebelum membuka seatbelt yang melingkar
*Happy Reading*Nyatanya, Arletta ternyata tak jadi pulang jam delapan. Karna tiba-tiba cafe rame saat jam tujuh tadi. Lanjut sampe jam 9.30. Makanya Arletta jadi lembur mendadak malam itu.Kalau kata Devi, sih. 'Makan bubur di cilandak, emang enak lembur mendadak!'Huh, dasar!Alhasil, Arletta pun hanya mampu berdecak kesal, saat menemukan si tukang photo ada di cafe menjelang last order. "Mas Arkan ngapain ke sini?" Arletta berbisik seraya diam-diam mendekati si gondrong nan maskulin, yang kini sudah menjadi pacarnya."Minum kopi," sahut Arkana santai, memamerkan gelas kopi dan menyesapnya dengan khidmat. Hadew! Anak bocah juga tahu. Kalau ke warung kopi itu, pastinya beli kopi. Ya kali beli semen. Ini yang salah pertanyaan Arletta, atau otak si kang photo yang terlalu polos. Otak kang photo polos? Hah ... gak mungkin banget!"Ngapain minum kopi malem-malem. Mau ronda situ?" cebik Arletta kesel. Senyum lebar si kang photo pun segera terbit. "Kalau kamu gak keberatan saya rondai