*Happy Reading*"Lele?!"Arletta langsung menjauhkan ponselnya dari telinga. Saat baru saja mengangkat panggilan dari Karmila, tapi langsung dihadiahi seruan lantang. Arlett merasa auto mendadak budek karena ulah sahabatnya itu.Sialan, Karmila!"Bisa gak, gak usah teriak-teriak gitu. Kuping gue masih normal." Arletta menggeram kesal, melirik sekitarnya. Padahal, Arletta maunya membalas teriakan Karmilla barusan tak kalah lantang. Biar si model itu bisa auto budek juga seperti Arletta. Akan tetapi, sayang saat ini dia ada di halte bis yang lumayan rame. Baru akan berangkat kerja. "Gak bisa, gak bisa! Gue emang butuh menyuarakan ini dengan lantang sama lo. Biar lo tahu sekesal apa gue saat ini," balas Karmilla menggebu. "Ck, menyuarakan apa, sih? Emang gue ngapain sampe bikin lo kesel? Perasaan, udah lama gak ketemu, juga.""Nah, itu!"Arlette kembali menjauhkan ponselnya dari jangkau. Karena Karmilla kembali berteriak di balik telepon. Sumpah ya, nih, cewek satu. Lama-lama Arletta
*Happy Reading*"Gue gak papa, No. Serius, deh! Tiduran bentar juga bae, kok." Arkana masih menolak dengan keras titah Bruno. Padahal wajahnya sudah sepucat kertas dan badannya sudah selemas jelly. Tetap saja, pria itu tidak mau ke dokter. Bahkan untuk pulang pun, tidak mau. Entah karena apa? Yang jelas, hal itu tentu saja membuat Bruno, sebagai asistennya khawatir. Pun para kru dan model yang terlibat pemotretan kali ini. Insident sakitnya Arkana menjadi aji mumpung untuk beberapa model. Mereka auto sok perhatian, dan berusaha mencari simpatik Arkana yang memang menjadi photografer idola. Bruno sampai mengira. Mungkin, hal itu juga yang membuat si kang photo itu malas pulang. Secara, kapan lagi ya kan, mendapat banyak perhatian dari cewek cantik gini. Daripada pulang hanya bisa menderita sendiri. Mending di sini, di manja semua orang dan para model cantik. Karena itulah, Bruno kesal luar biasa pada sifat ngeyel si kang photo dan minta Karmilla menghubungi Arletta. Biar tahu rasa
*Happy Reading*"Infeksi lambung?" beo Arkana, menatap tak percaya pada dokter yang baru saja memeriksanya."Iya, Wa. Kan gue udah bilang sama lo. Jaga pola makan lo dan jauhi kopi dulu. Tapi lo emang ngeyel banget kayaknya. Makanya, ya ... jangan heran kalau lo akhirnya kena infeksi lambung kayak gini," sahut di dokter yang tak lain dan tak bukan adalah teman Arkana, Haikal namanya. Namun, bukan itu yang membuat Arkana hampir melotot tak percaya pada si dokter. Melainkan ada pada diagnosanya yang sama pada Arletta. Diam-diam, Arkana melirik gadis itu yang duduk manis di sofa tak jauh darinya. Tengah asik bermain dengan ponselnya. Seakan acuh pada kebetulan yang terjadi di sana. Masih setia dengan masker dan kupluk hodie yang hampir menutupi wajahnya.'Ini kok diagnosa Arletta bisa tepat gitu, ya? Siapa sebenarnya gadis itu?' batin Arkana berbisik bingung. "Ini gue tulisin resep buat lo ya, Wa. Mau di kirim Bruno seperti biasa atau kasih pembantu lo?" Dokter Haikal bersuara lagi."
*Happy reading*"PUTRI SULUNG KELUARGA PENGUSAHA KENAMAAN IBUKOTA, ARLETTA REGINA ZAVIER. DITEMUKAN TEWAS BUNUH DIRI DI KAMARNYA. KABARNYA KARENA TIDAK BISA MENERIMA KEPERGIAN ORANG TUANYA DALAM KECELAKAAN BEBERAPA BULAN LALU. ARLETTA MENGALAMI DEPRESI HINGGA MEMUTUSKAN MENYUSUL IBU DAN AYAHNYA. Awalnya, Arkana menolak tegas kabar yang di bawa Haikal. Soalnya itu memang gak mungkin, kan? Arletta segar bugar begitu, masa dikabarkan meninggal. Ada gila-gilanya memang nih orang. Lagi pula, nama Arletta itu banyak. Siapa tahu yang Haikal maksud itu bukan Arletta-nya, tapi Arletta lain. Bisa saja, kan? Akan tetapi, tubuh Arkana pun seketika membatu melihat jejak media yang baru saja ditunjukan Haikal. Plus photo yang terpampang di sana. Itu benar-benar wajah Arletta. Meski dalam versi remaja dan memakai seragam SMA. Tetap saja, itu wajah pacarnya, Arletta. Senyumnya, hidungnya, matanya, pokoknya semuanya milik Arletta. Bagaimana mungkin ini terjadi? Sungguh Arkana tidak habis pikir. Ka
*Happy Reading*"Sorry. Kamu gak papa, kan?"Sialan! Kenapa dunia mendadak sempit begini, sih?Arletta membenarkan letak masker yang menutupi wajahnya sejenak. Lalu segera mengambil hp yang terjatuh akibat tabrakan tadi, saat Tristan bergerak hendak mengambil ponsel tersebut. Bukan apa-apa, hanya saja layar depan ponsel masih menamilkan ruang chat antara Arletta dan Karmilla. Kalau sampai dilihat Tristan, bisa kacau jadinya. Arletta hanya mengangguk sekilas sebelum berlalu pergi dengan cepat. Meski saat ini Arletta masih mengenakan masker dan kupluk hodie yang bisa menyamarkan penampilannya. Arletta harus tetap berjaga-jaga pada Tristan. Karena di akui atau tidak, Tristan adalah pria yang lumayan mengenalnya dan Ane, adiknya dulu. "Eh?" Baru saja Arletta beberapa langkah Arletta melewati pria itu. Tangannya sudah dicekal seseorang. Pelakunya adalah Tristan sendiri. Arletta sontak menoleh ke arah pria itu lagi. "Beneran kamu gak papa? Ponselnya? Gak rusak?" Suara tristan lebih nge
*Happy Reading*Arletta sedikit terkesiap, saat merasakan sebuah rasa dingin pada puncak kepalanya. Ketika mendongak, gadis itu menemukan wajah Pak Chandra, atasannya tersenyum manis menatapnya. Dengkusan pelan pun hadir setelahnya.Tanpa di perintah, Pak Chandra lalu mengambil duduk di sebelah Arletta. Lalu menyerahkan minuman kaleng yang dibawanya ke pada gadis itu. "Minum dulu, biar otaknya agak adem," selorohnya. "Thanks," jawab Arletta sekenanya sambil menerima minuman itu. Namun, tanpa berniat meminumnya sama sekali. Karena Arletta tidak suka minuman bersoda. "Kamu sudah makan? Cateringan, saya liat udah menipis, loh. Hati-hati gak kebagian." Pak Chandra, atau biasa Arletta panggil Kang kopi bersuara lagi. "Udah, kok. Baru selesai makanya ngaso bentar di sini," jawab Arletta lugas. Mencoba tidak mengusirnya bosnya sendiri yang lumayan bawel hari ini. Padahal, Arletta sebenarnya sedang ingin sendiri. Menenangkan perasaannya yang masih kacau akibat si kang photo. Mumpung seda
*Happy Reading*"Memang selama ini Mas udah milikin aku? Enggak, kan? Sadar, Mas! Hubungan ini hanya semu semata! Aku gak pernah punya perasaan apa pun sama Mas! Ada pun yang aku lakukan selama ini. Itu hanya belas kasihan semata saja untuk kamu!"Setelah mengatakan kalimat kejam itu, Arletta menyentak tangan si kang photo dengan kasar sekali, kemudian melanjutkan langkahnya ke arah loker tanpa menoleh lagi."Maaf Mas. Ini bukan area umum. Ini area khusus karyawan." Samar, Arletta mendengar larangan si kang kopi yang pastinya diperuntukan untuk kang photo.Sepertinya pria itu belum bisa menerima keadaan dan masih ingin menghentikan langkah Arletta. Sayang, kang kopi sudah keburu muncul dan menghentikan niatannya. Dengan kecewa akhirnya Arkana pun membalik badan dan melangkah pergi. Bukan hanya dari area khusus karyawan. Tetapi juga keluar cafe. Wajahnya penuh kekecewaan dan amarah. Sementara itu di dalam loker. Arletta berusaha tetap bersikap santai dan mengganti seragamnya di bawah
*Happy Reading*"A-Alle?" ucap Tristan terbata, setelah menemukan keberadaan Arletta. "I-ini beneran kamu, kan?" tanya lagi masih dengan nada tak percaya. Namun, matanya sudah berkaca-kaca penuh haru. Sementara Arletta yang melihat hal itu malah makin muak. Mau apa lagi coba pria ini? Dan lagi, bagaimana pula dia bisa menemukan Arletta di sini? Padahal, Arletta sudah bermain secantik mungkin untuk tidak di temukan, bahkan di kenali saat papasan kemarin. Ternyata, pria ini tetap bisa menemukannya. Sayangnya, yang Arletta tidak tahu. Saat kemarin kang photo memanggil namanya di lobby apartemen. Tristan juga ada di sana, sedang sarapan di cafe indoor bersama asistennya. Lebih dari itu, cara Arletta menolak kang photo lah yang membuat Tristan makin yakin pada dugaannya. Dulu, Arletta pun bersikap begitu saat mendapati perselingkuhannya dengan Arnetta. Karena itulah, untuk bisa membuktikan kecurigaannya. Tristan pun menyuruh seseorang mengikuti Arkana, dan ... Arletta pun di temukan!"D