*Happy reading*"PUTRI SULUNG KELUARGA PENGUSAHA KENAMAAN IBUKOTA, ARLETTA REGINA ZAVIER. DITEMUKAN TEWAS BUNUH DIRI DI KAMARNYA. KABARNYA KARENA TIDAK BISA MENERIMA KEPERGIAN ORANG TUANYA DALAM KECELAKAAN BEBERAPA BULAN LALU. ARLETTA MENGALAMI DEPRESI HINGGA MEMUTUSKAN MENYUSUL IBU DAN AYAHNYA. Awalnya, Arkana menolak tegas kabar yang di bawa Haikal. Soalnya itu memang gak mungkin, kan? Arletta segar bugar begitu, masa dikabarkan meninggal. Ada gila-gilanya memang nih orang. Lagi pula, nama Arletta itu banyak. Siapa tahu yang Haikal maksud itu bukan Arletta-nya, tapi Arletta lain. Bisa saja, kan? Akan tetapi, tubuh Arkana pun seketika membatu melihat jejak media yang baru saja ditunjukan Haikal. Plus photo yang terpampang di sana. Itu benar-benar wajah Arletta. Meski dalam versi remaja dan memakai seragam SMA. Tetap saja, itu wajah pacarnya, Arletta. Senyumnya, hidungnya, matanya, pokoknya semuanya milik Arletta. Bagaimana mungkin ini terjadi? Sungguh Arkana tidak habis pikir. Ka
*Happy Reading*"Sorry. Kamu gak papa, kan?"Sialan! Kenapa dunia mendadak sempit begini, sih?Arletta membenarkan letak masker yang menutupi wajahnya sejenak. Lalu segera mengambil hp yang terjatuh akibat tabrakan tadi, saat Tristan bergerak hendak mengambil ponsel tersebut. Bukan apa-apa, hanya saja layar depan ponsel masih menamilkan ruang chat antara Arletta dan Karmilla. Kalau sampai dilihat Tristan, bisa kacau jadinya. Arletta hanya mengangguk sekilas sebelum berlalu pergi dengan cepat. Meski saat ini Arletta masih mengenakan masker dan kupluk hodie yang bisa menyamarkan penampilannya. Arletta harus tetap berjaga-jaga pada Tristan. Karena di akui atau tidak, Tristan adalah pria yang lumayan mengenalnya dan Ane, adiknya dulu. "Eh?" Baru saja Arletta beberapa langkah Arletta melewati pria itu. Tangannya sudah dicekal seseorang. Pelakunya adalah Tristan sendiri. Arletta sontak menoleh ke arah pria itu lagi. "Beneran kamu gak papa? Ponselnya? Gak rusak?" Suara tristan lebih nge
*Happy Reading*Arletta sedikit terkesiap, saat merasakan sebuah rasa dingin pada puncak kepalanya. Ketika mendongak, gadis itu menemukan wajah Pak Chandra, atasannya tersenyum manis menatapnya. Dengkusan pelan pun hadir setelahnya.Tanpa di perintah, Pak Chandra lalu mengambil duduk di sebelah Arletta. Lalu menyerahkan minuman kaleng yang dibawanya ke pada gadis itu. "Minum dulu, biar otaknya agak adem," selorohnya. "Thanks," jawab Arletta sekenanya sambil menerima minuman itu. Namun, tanpa berniat meminumnya sama sekali. Karena Arletta tidak suka minuman bersoda. "Kamu sudah makan? Cateringan, saya liat udah menipis, loh. Hati-hati gak kebagian." Pak Chandra, atau biasa Arletta panggil Kang kopi bersuara lagi. "Udah, kok. Baru selesai makanya ngaso bentar di sini," jawab Arletta lugas. Mencoba tidak mengusirnya bosnya sendiri yang lumayan bawel hari ini. Padahal, Arletta sebenarnya sedang ingin sendiri. Menenangkan perasaannya yang masih kacau akibat si kang photo. Mumpung seda
*Happy Reading*"Memang selama ini Mas udah milikin aku? Enggak, kan? Sadar, Mas! Hubungan ini hanya semu semata! Aku gak pernah punya perasaan apa pun sama Mas! Ada pun yang aku lakukan selama ini. Itu hanya belas kasihan semata saja untuk kamu!"Setelah mengatakan kalimat kejam itu, Arletta menyentak tangan si kang photo dengan kasar sekali, kemudian melanjutkan langkahnya ke arah loker tanpa menoleh lagi."Maaf Mas. Ini bukan area umum. Ini area khusus karyawan." Samar, Arletta mendengar larangan si kang kopi yang pastinya diperuntukan untuk kang photo.Sepertinya pria itu belum bisa menerima keadaan dan masih ingin menghentikan langkah Arletta. Sayang, kang kopi sudah keburu muncul dan menghentikan niatannya. Dengan kecewa akhirnya Arkana pun membalik badan dan melangkah pergi. Bukan hanya dari area khusus karyawan. Tetapi juga keluar cafe. Wajahnya penuh kekecewaan dan amarah. Sementara itu di dalam loker. Arletta berusaha tetap bersikap santai dan mengganti seragamnya di bawah
*Happy Reading*"A-Alle?" ucap Tristan terbata, setelah menemukan keberadaan Arletta. "I-ini beneran kamu, kan?" tanya lagi masih dengan nada tak percaya. Namun, matanya sudah berkaca-kaca penuh haru. Sementara Arletta yang melihat hal itu malah makin muak. Mau apa lagi coba pria ini? Dan lagi, bagaimana pula dia bisa menemukan Arletta di sini? Padahal, Arletta sudah bermain secantik mungkin untuk tidak di temukan, bahkan di kenali saat papasan kemarin. Ternyata, pria ini tetap bisa menemukannya. Sayangnya, yang Arletta tidak tahu. Saat kemarin kang photo memanggil namanya di lobby apartemen. Tristan juga ada di sana, sedang sarapan di cafe indoor bersama asistennya. Lebih dari itu, cara Arletta menolak kang photo lah yang membuat Tristan makin yakin pada dugaannya. Dulu, Arletta pun bersikap begitu saat mendapati perselingkuhannya dengan Arnetta. Karena itulah, untuk bisa membuktikan kecurigaannya. Tristan pun menyuruh seseorang mengikuti Arkana, dan ... Arletta pun di temukan!"D
*Happy Reading*"Cinta?" decih Arletta sejenak. Sebelum tiba-tiba terkekeh dengan nada yang benar-benar merendahkan Tristan. Kepalanya menggeleng beberapa kali tak habis pikir.Melihat hal itu, Tristan tentu saja tersinggung. Dia merasa perasaannya di remehkan ... entah oleh Arletta atau Arnetta. Mereka terlalu mirip hingga sulit di bedakan. "Kenapa lo malah ketawa? Gue serius dengan ucapan gue! Gue ingin kembali dengan Arletta. Karena gue sadar, hanya dialah wanita yang gue cintai!" Tristan memperjelas niatannya."So ... lo pikir Arletta akan percaya? Lo gak lupa kan, apa yang sudah lo lakuin sama dia?" balas Arletta santai. Tristan pun terdiam dengan rahang mengatup kuat. "Kalau-kalau lo lupa. Sini, gue ingetin. Lo ...." Arletta menunjuk tegas wajah Tristan. "Bukan hanya sudah berselingkuh dan mengkhianatinya bersama Arnetta. Tapi lo juga udah--'"Ya! Ya! Gue tahu!" sela Tristan cepat. Tak sanggup diingatkan dosanya sendiri. "Tapi justru karena itu gue mau ketemu dia dan minta maa
*Happy Reading*Arletta mencoba berontak dalam dekapan seseorang. Namun, tangan yang ada di belakang kepalanya menahan kuat pergerakannya dan malah makin membenamkannya dalam dada bidang yang menguarkan aroma maskulin. "Ssttt ... diamlah. Jangan takut. Aku pastikan kamu akan baik-baik saja." Suara di atas kepalanya mencoba menenangkan. Namun, sepertinya sudah salah paham pada aksi Arletta. Gadis itu bukan bergerak gelisah karena takut. Melainkan karena tidak nyaman dengan situasinya saat ini. Dekapan pria ini terlalu kuat dan ruang geraknya begitu sempit. Arletta mulai merasa sesak."Amankan pengunjung lainnya!""Sebelah sini! Ayo bantu angkat!""Satu lagi, ayo!"Suara pria lain, yang Arletta kenali sebagai kang kopi terdengar berkali-kali memerintah. Entah pada siapa, yang jelas sepertinya kondisi di luaran sana lumayan kacau. Arletta mencoba bergerak kembali. Namun, lagi-lagi tangan di belakang kepalanya menahan kuat agar tak bergerak dari posisinya saat ini. Sialan!"Mas, lepas
*Happy Reading*Tangan Arletta mengepal kuat di kedua sisi tubuhnya hingga buku-bukunya memutih. Hatinya kesal luar biasa melihat pemandangan di hadapannya saat ini. Bukan, Arletta bukan sedang cemburu karena lagi-lagi menemukan si kang photo bersama wanita lain yang cantik bin seksi. Namun, Arletta lebih ke marah karena lagi-lagi tertipu modusan si kang photo. Padahal, tadi hati Arletta sempat luluh akibat insident penyelamatan dalam cafe. Meski tak langsung baper dan melthing. Tetap saja, aksi heroik Arkana mampu membuat hati Arletta sedikit iba. Bagaimana pun, Arletta tetap lah wanita yang pasti punya sisi sensitifnya sendiri.Sayangnya, sepertinya itu hanya modusan semata. Karena lagi-lagi pria itu terciduk dan ketahuan belangnya. Meski mereka di sana tidak sedang bermesraan. Malah si kang photo tengah terpejam lelap. Tetapi ... Sumpah! Arletta merasa sudah buang-buang napas saja telah mengkhawatirkan pria itu sejak tadi."Dasar garong!" decih Arletta pelan sebelum memutuskan mu