*Happy Reading*"Biasa aja kali komuknya. Sobek dah lama-lama tuh mulut." Dengkus jengah Arletta terdengar, disertai sindiran saat lagi-lagi menemukan Arkana dengan senyum gak jelasnya. Sejak menemukan keberadaan Arletta paska siuman, pria gondrong ini memang tak berhenti tersenyum gak jelas. Ditambah dengan telatennya Arletta mengurus pria itu. Si kang photo tersebut makin kesenengan saja jadinya. "Namanya juga lagi bahagia, wajar dong kalau Mas senyum terus," jawab pria itu lugas. Masih dengan senyum dan mata menatap Arletta."Abis dapet lotre situ. Bahagia banget kek nya. Ayo buka mulutnya," balas Arletta acuh. Seraya menyodorkan sesendok penuh bubur dari rumah sakit ke hadapan pria itu.Arkana membuka patuh. Membuka mulutnya lebar dan mengunyah dengan lahap suapan bubur tersebut. Meski sebenarnya bubur itu hambar dan gak terlalu lembek di mulutnya. Tetapi karena yang menyuapinya adalah Arletta. Nikmat aja udah tuh bubur. Kang photo memang sebucin itu sekarang."Bukan lotre lagi
*Happy Reading*Karmilla turut memeluk Arletta bersama dengan sang kekasih, Elkava. Mengusap lembut rambut gadis itu demi menenangkannya yang makin gergugu dalam peluk kedua sahabatnya. Itulah kali pertama Arkana melihat Arletta dalam kondisi sangat rapuh sekali. Tangisnya pilu dan sukses membuatnya ikut merepih dalam diam. Siapa sangka, dibalik sikap judes dan acuhnya seorang Arletta. Ternyata gadis itu bisa serapuh ini. Meski Arkana belum tahu apa yang terjadi sebenarnya dengan Arletta dan apa yang sudah dilaluinya selama ini. Tetapi Arkana yakin, itu bukanlah hal yang mudah. Hidupnya pasti sangat keras dan pilu hingga gadis itu mencoba menyembunyikan kesedihan dan masalahnya dibalik wajah fake-nya selama ini. Arkana makin ingin mengenal Arletta.Setelah puas menangis. Arletta tertidur dalam pelukan kedua sahabatnya. Pasangan itu akhirnya bisa mendesah lega setelahnya, dan baru melirik keberadaan Arkana yang menyimak tak jauh dari mereka. "Maaf sudah membuat kacau. Biar nanti kam
*Happy Reading*"Tapi gue emang serius sama Arletta, Astaga! Harus gimana lagi gue ngomongnya? Apa perlu gue nikahin doi sekarang juga?!" gemas Arkana akhirnya.Niat pria itu awalnya hanya untuk meraih sedikit simpati dua sahabat Arletta ini. Atau setidaknya, agar niat mendekati Arletta di notice sedikit. Tetapi ternyata ...."Gak usah sok mau nikahin. Coba kenalin Arletta ke orang tua lo dulu, deh. Berani, gak? Via telepon juga gak papa. Ayo! Gue pengen liat," timpal Elkava menantang balik. Arkana pun auto menggaruk kepalanya dengan refleks. "Kenapa? Gak berani, kan? Omdo, huh!" ledek Karmilla dengan sarkas."Bukan gak berani," bantah Arkana. "Tapi sebelum ortu gue. Kan harus gue dulu yang tahu siapa Arletta. Biar nanti kalau di tanya, enak gitu jawabnya." Arkana masih membela diri."Loh, kata lo barusan. Ortu loh bukan tipe orang yang mentingin bibit, bebet, dan bobot pasangan lo. Harusnya asal tahu lo cinta sama Arletta. Mereka akan kasih restu tanpa perduli siapa, bagaimana dan d
*Happy Reading*Arletta benar-benar tertidur seharian seperti kata Karmilla. Entah karena obat penenang yang diberikan terlalu tinggi dosisnya atau ada hal lain. Yang jelas, itu tentu menjadi keuntungan sendiri untuk si kang photo. Kapan lagi yee kan, bisa menikmati kecantikan Arletta sampai puas. Meski orangnya tidur kek kebo gak terbangun walau badai menerpa. Penting Arkana puas banget akhirnya bisa memandang pujaannya tanpa salakan galak sang punya wajah. Oh iya! Jangan lupa di photo buat obat kangen kalau jauh. Ada-ada aja memang kang photo ini. "Eungh ..."Saat hari menjelang malam, Arletta pun akhirnya terbangun. Melenguh pelan saat merasakan kepalanya yang lumayan berdentam ketika kesadaran mulai menyapa. Gadis itu pun mengangkat tangan untuk memijat kepalanya sebentar. Namun, langsung tertegun saat menemukan sebuah infusan yang menempel pada punggung tangannya. Kok?"Udah bangun?" Sedang bingung sambil menatap infusan di tangannya. Sebuah suara berat menyita atensinya. A
*Happy Reading*Aneh! Ini benar-benar aneh!Setahu Arletta, si kang photo ini kepoan dan pemaksa juga. Tetapi, kenapa sikapnya biasa saja pada kejadian waktu itu, ya? Jangankan nanya atau minta kejelasan. Ini mengungkit kejadian itu aja, nggak loh! Kan, aneh banget, ya? Bahkan sampai hari berlalu, pria itu tetap biasa saja sikapnya. Seakan tak pernah melihat Arletta dalam kondisi tesebut.Apa dia gak terganggu dengan hal itu? Atau setidaknya ingin tahu. Meski mungkin saja dia sudah tahu dari Elkava, tapi sewajarnya dia tetap meminta konfirmasi pada Arletta, kan? Bukan malah pura-pura buta seperti ini. Bikin Arletta kepikiran saja!Benar-benar seperti bukan seorang Arkana saja. Tepatnya Arkana yang Arletta kenal. Gadis itu kini jadi kepo, sebenarnya apa yang dipikirkan kang photo?"Ayang mau ke mana?" todong Arkana, saat melihat Arletta memakai tas gembloknya pagi itu. "Mau ke cafe." Arletta menyahut acuh seraya memakai sepatu kets-nya. "Loh, udah buka? Emang perbaikannya udah sele
*Happy Reading*Racun dan api. Dua hal itu memang penggambaran si bangsat Joshua. Dulu, pria itu juga pernah melakukan hal yang sama saat Arletta masih menumpang di sebuah panti. Beruntung tidak ada korban jiwa. Semuanya bisa di selamatkan tepat waktu. Namun, tentu saja, hal itu membuat Arletta terpaksa pergi jauh akhirnya. Demi menyelamatkan anak-anak panti yang akan di jadikan korban oleh Joshua.Bertahun Arletta hidup bersembunyi dari jangkauan Joshua. Berkamuflase hidup tanpa media, Agar tidak ada lagi orang atau tempat yang Joshua jadikan korban untuk memancing Arletta agar menyerah.Kini, hal itu terulang lagi. Haruskah Arletta menghilang lagi? Tidak! Arletta tidak boleh menyerah begitu saja. Dia harus bertahan agar perjuangannya, Elkava dan Karmilla selama tujuh tahun ini tidak jadi sia-sia. "Kav, Joshua berulah lagi!" Dalam perjalanannya ke rumah sakit. Arletta menghubungi Elkava. "Gue udah denger. Lo hati-hati. Jangan keluar sendirian lagi. Gue udah kirim orang buat handle
*Happy Reading*"Ayang?"Arletta menoleh ke arah Arkana yang baru sana memanggilnya, lalu menaikan sebelah alisnya seakan menyahut 'apa?'. Arkana tersenyum lebar melihat hal itu.Meski Arletta tak pernah mengiyakan. Tetapi, entah sadar atau tidak, gadis itu selalu menoleh jika Arkana panggil dengan sebutan Ayang, Sayang, Baby, kadang-kadang My Baby Luv. Jangan heran, Lebay memang nama belakang kang photo, kan? Akan tetapi bukan itu poinnya. Melainkan sikap Arletta secara gak langsung menyatakan jika dia tidak keberatan dan mengakui hubungan mereka, kan? Itu tentu menjadi kemajuan besar untuk hubungan mereka yang didasari paksaan awalnya."Hadap sana bentar," titah kang photo kemudian. Menyuruh Arletta membuang wajah ke arah depan. "Mau apa?" Arletta tak gampang percaya. "Bentar, doang.""Iya, tapi mau apa? Jan macem-macem, deh!" tukas Arletta curiga. "Gak macam-macam, Ayang. Cuma mau selfie bentar. Udah lama nih gak post Ig. Fans Mas udah pada nanyain postingan baru. Maklum, ora
*Happy Reading*Nyatanya, Arletta tidak pulang seperti ucapnya pada Arkana. Gadis itu malah berjalan tak tentu arah, menyusuri jalan mengikuti langkah kaki membawanya pergi tanpa tujuan. Mungkinkah masih ada cinta tulus untuknya? Kalimat itu terus terngiang di kepalanya. Disertai bayang wajah dan tatap kesungguhan dari Arkana. Sialan!Padahal awalnya Arletta mengijinkan pria itu dekat, hanya demi memenuhi rasa penasaran Arkana saja. Arletta tidak pernah pakai hati dan menganggap serius hubungannya. Arletta tahu pasti bagaimana ending dari hubungan dengan seorang playboy seperti Arkana. Tetapi, entah kenapa ... Arletta merasa sudah kecolongan. Tidak tahu tepatnya kapan, sepertinya pria itu sudah menyusup ke dalam hatinya dan mulai punya posisi penting di sana. Seperti angin yang tak terlihat keberadaannya, tapi perlahan membelai lembut hatinya yang sudah sengaja dikunci serapat mungkin, bahkan dibekukan. Hingga tanpa terduga kebekuan hatinya mulai mencair.Lalu harus bagaimana sekar
*Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj
*Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok
*Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya
*Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber
*Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat