*Happy Reading*Arletta benar-benar tertidur seharian seperti kata Karmilla. Entah karena obat penenang yang diberikan terlalu tinggi dosisnya atau ada hal lain. Yang jelas, itu tentu menjadi keuntungan sendiri untuk si kang photo. Kapan lagi yee kan, bisa menikmati kecantikan Arletta sampai puas. Meski orangnya tidur kek kebo gak terbangun walau badai menerpa. Penting Arkana puas banget akhirnya bisa memandang pujaannya tanpa salakan galak sang punya wajah. Oh iya! Jangan lupa di photo buat obat kangen kalau jauh. Ada-ada aja memang kang photo ini. "Eungh ..."Saat hari menjelang malam, Arletta pun akhirnya terbangun. Melenguh pelan saat merasakan kepalanya yang lumayan berdentam ketika kesadaran mulai menyapa. Gadis itu pun mengangkat tangan untuk memijat kepalanya sebentar. Namun, langsung tertegun saat menemukan sebuah infusan yang menempel pada punggung tangannya. Kok?"Udah bangun?" Sedang bingung sambil menatap infusan di tangannya. Sebuah suara berat menyita atensinya. A
*Happy Reading*Aneh! Ini benar-benar aneh!Setahu Arletta, si kang photo ini kepoan dan pemaksa juga. Tetapi, kenapa sikapnya biasa saja pada kejadian waktu itu, ya? Jangankan nanya atau minta kejelasan. Ini mengungkit kejadian itu aja, nggak loh! Kan, aneh banget, ya? Bahkan sampai hari berlalu, pria itu tetap biasa saja sikapnya. Seakan tak pernah melihat Arletta dalam kondisi tesebut.Apa dia gak terganggu dengan hal itu? Atau setidaknya ingin tahu. Meski mungkin saja dia sudah tahu dari Elkava, tapi sewajarnya dia tetap meminta konfirmasi pada Arletta, kan? Bukan malah pura-pura buta seperti ini. Bikin Arletta kepikiran saja!Benar-benar seperti bukan seorang Arkana saja. Tepatnya Arkana yang Arletta kenal. Gadis itu kini jadi kepo, sebenarnya apa yang dipikirkan kang photo?"Ayang mau ke mana?" todong Arkana, saat melihat Arletta memakai tas gembloknya pagi itu. "Mau ke cafe." Arletta menyahut acuh seraya memakai sepatu kets-nya. "Loh, udah buka? Emang perbaikannya udah sele
*Happy Reading*Racun dan api. Dua hal itu memang penggambaran si bangsat Joshua. Dulu, pria itu juga pernah melakukan hal yang sama saat Arletta masih menumpang di sebuah panti. Beruntung tidak ada korban jiwa. Semuanya bisa di selamatkan tepat waktu. Namun, tentu saja, hal itu membuat Arletta terpaksa pergi jauh akhirnya. Demi menyelamatkan anak-anak panti yang akan di jadikan korban oleh Joshua.Bertahun Arletta hidup bersembunyi dari jangkauan Joshua. Berkamuflase hidup tanpa media, Agar tidak ada lagi orang atau tempat yang Joshua jadikan korban untuk memancing Arletta agar menyerah.Kini, hal itu terulang lagi. Haruskah Arletta menghilang lagi? Tidak! Arletta tidak boleh menyerah begitu saja. Dia harus bertahan agar perjuangannya, Elkava dan Karmilla selama tujuh tahun ini tidak jadi sia-sia. "Kav, Joshua berulah lagi!" Dalam perjalanannya ke rumah sakit. Arletta menghubungi Elkava. "Gue udah denger. Lo hati-hati. Jangan keluar sendirian lagi. Gue udah kirim orang buat handle
*Happy Reading*"Ayang?"Arletta menoleh ke arah Arkana yang baru sana memanggilnya, lalu menaikan sebelah alisnya seakan menyahut 'apa?'. Arkana tersenyum lebar melihat hal itu.Meski Arletta tak pernah mengiyakan. Tetapi, entah sadar atau tidak, gadis itu selalu menoleh jika Arkana panggil dengan sebutan Ayang, Sayang, Baby, kadang-kadang My Baby Luv. Jangan heran, Lebay memang nama belakang kang photo, kan? Akan tetapi bukan itu poinnya. Melainkan sikap Arletta secara gak langsung menyatakan jika dia tidak keberatan dan mengakui hubungan mereka, kan? Itu tentu menjadi kemajuan besar untuk hubungan mereka yang didasari paksaan awalnya."Hadap sana bentar," titah kang photo kemudian. Menyuruh Arletta membuang wajah ke arah depan. "Mau apa?" Arletta tak gampang percaya. "Bentar, doang.""Iya, tapi mau apa? Jan macem-macem, deh!" tukas Arletta curiga. "Gak macam-macam, Ayang. Cuma mau selfie bentar. Udah lama nih gak post Ig. Fans Mas udah pada nanyain postingan baru. Maklum, ora
*Happy Reading*Nyatanya, Arletta tidak pulang seperti ucapnya pada Arkana. Gadis itu malah berjalan tak tentu arah, menyusuri jalan mengikuti langkah kaki membawanya pergi tanpa tujuan. Mungkinkah masih ada cinta tulus untuknya? Kalimat itu terus terngiang di kepalanya. Disertai bayang wajah dan tatap kesungguhan dari Arkana. Sialan!Padahal awalnya Arletta mengijinkan pria itu dekat, hanya demi memenuhi rasa penasaran Arkana saja. Arletta tidak pernah pakai hati dan menganggap serius hubungannya. Arletta tahu pasti bagaimana ending dari hubungan dengan seorang playboy seperti Arkana. Tetapi, entah kenapa ... Arletta merasa sudah kecolongan. Tidak tahu tepatnya kapan, sepertinya pria itu sudah menyusup ke dalam hatinya dan mulai punya posisi penting di sana. Seperti angin yang tak terlihat keberadaannya, tapi perlahan membelai lembut hatinya yang sudah sengaja dikunci serapat mungkin, bahkan dibekukan. Hingga tanpa terduga kebekuan hatinya mulai mencair.Lalu harus bagaimana sekar
*Happy Reading*Kiranya, malam itu Arletta hanya sedang marah dan butuh waktu untuk sendiri saja. Makanya Arkana pun mencoba memaklumi dan berharap besoknya gadis itu akan kembali perhatian. Tetapi, ternyata sampai hari berganti, tidak ada perubahan sedikit pun. Bahkan semakin parah. Karena entah sejak kapan, nomor ponsel Arkana sudah di blokir gadis itu. Membuat pria itu tak bisa mengirim spam apa pun pada Arletta. Dan itu berlangsung berhari-hari. Tak ayal, pria itu pun jadi uring-uringan sendirian di kamar rawatnya. Bruno yang setiap hari memang datang memantau keadaannya sampai jengah sendiri. "Sialaaannn!" maki Arkana entah untuk keberapa kali, seraya mengacak rambut gondrongnya yang semakin tak terurus. "Maunya apa sih, dia tuh? Bisa depresi gue lama-lama kalau begini!" lanjutnya dengan kesal. Bruno yang hari ini memang menemaninya seraya mendiskusikan pekerjaan, hanya bisa mendesah panjang dan menggeleng saja di tempatnya. Sudah malas ngomong dan menasehati pria itu. "Kala
*Happy Reading*"Kamu ... gak papa?" Pak Chakra, yang sudah mengemudikan mobilnya menjauh dari kosan Arletta, mencoba bertanya pada gadis yang kini tampak dingin dan fokus melihat ke arah depan. "Fine!" sahut Arletta datar. Menyandarkan tubuh dan membuang wajah pada luar jendela pintu bagiannya. Berusaha menghindari kaca spion yang menampilkan wajahnya. Chakra lalu melirik ke kaca spion dalam, melihat pria yang baru saja dicampakan Arletta. Jujur saja, sebagai pria yang juga ada hati pada Arletta, sebagian hatinya agak senang dengan sikap acuh Arletta barusan. Tetapi sebagian lainnya kasian juga dengan nasib pria tadi. Soalnya, kelihatannya pria itu sangat menyayangi Arletta. Sebagai sesama pria, jelas Chakra bisa membedakan mana sikap serius dan hanya main-main dari seorang pria terhadap lawan jenisnya. Dan tadi itu ... nampaknya pria yang sering memanggil dirinya 'Mas' itu lumayan serius pada Arletta. Makanya, Chakra prihatin akan nasibnya barusan. Melirik ke arah Arletta lagi.
*Happy Reading*Arletta merasa tubuhnya hampir remuk akibat ulah yang di sengaja si sopir taksi gadungan. Beruntung dia tadi tak melepaskan sabuk pengaman hingga tubuhnya tak terlempar ke mana-mana. Hanya saja, kepalanya lumayan berdenging akibat sempat terantuk kaca mobil dan atap. Kakinya juga lumayan sakit karena tadi dipakai menahan gerak lawan saat dia melakukan belitan tali tas. Arletta melirik bagian depan mobil, tepatnya pada bangku si sopir. Meski wajahnya berhasil selamat berkat air bag yang otomatis terbuka saat ada benturan. Namun, akibat tikaman pulpen dan cekikan Arletta membuatnya lumayan kepayahan. Mungkin sopir itu mulai kehilangan banyak darah. Meski begitu, si sopir gadungan masih berusaha menodongkan sebuah pistol ke arah Arletta, yang tentu saja bisa dihalau gadis itu dengan mudah. Dalam posisinya yang masih terbalik, Arletta menedang kuat tangan si sopir hingga pistol tersebut jatuh entah ke mana. Tak membuang waktu, Arletta pun segera menarik tali tas yang ma