*Happy Reading*Nyatanya, Arletta tidak pulang seperti ucapnya pada Arkana. Gadis itu malah berjalan tak tentu arah, menyusuri jalan mengikuti langkah kaki membawanya pergi tanpa tujuan. Mungkinkah masih ada cinta tulus untuknya? Kalimat itu terus terngiang di kepalanya. Disertai bayang wajah dan tatap kesungguhan dari Arkana. Sialan!Padahal awalnya Arletta mengijinkan pria itu dekat, hanya demi memenuhi rasa penasaran Arkana saja. Arletta tidak pernah pakai hati dan menganggap serius hubungannya. Arletta tahu pasti bagaimana ending dari hubungan dengan seorang playboy seperti Arkana. Tetapi, entah kenapa ... Arletta merasa sudah kecolongan. Tidak tahu tepatnya kapan, sepertinya pria itu sudah menyusup ke dalam hatinya dan mulai punya posisi penting di sana. Seperti angin yang tak terlihat keberadaannya, tapi perlahan membelai lembut hatinya yang sudah sengaja dikunci serapat mungkin, bahkan dibekukan. Hingga tanpa terduga kebekuan hatinya mulai mencair.Lalu harus bagaimana sekar
*Happy Reading*Kiranya, malam itu Arletta hanya sedang marah dan butuh waktu untuk sendiri saja. Makanya Arkana pun mencoba memaklumi dan berharap besoknya gadis itu akan kembali perhatian. Tetapi, ternyata sampai hari berganti, tidak ada perubahan sedikit pun. Bahkan semakin parah. Karena entah sejak kapan, nomor ponsel Arkana sudah di blokir gadis itu. Membuat pria itu tak bisa mengirim spam apa pun pada Arletta. Dan itu berlangsung berhari-hari. Tak ayal, pria itu pun jadi uring-uringan sendirian di kamar rawatnya. Bruno yang setiap hari memang datang memantau keadaannya sampai jengah sendiri. "Sialaaannn!" maki Arkana entah untuk keberapa kali, seraya mengacak rambut gondrongnya yang semakin tak terurus. "Maunya apa sih, dia tuh? Bisa depresi gue lama-lama kalau begini!" lanjutnya dengan kesal. Bruno yang hari ini memang menemaninya seraya mendiskusikan pekerjaan, hanya bisa mendesah panjang dan menggeleng saja di tempatnya. Sudah malas ngomong dan menasehati pria itu. "Kala
*Happy Reading*"Kamu ... gak papa?" Pak Chakra, yang sudah mengemudikan mobilnya menjauh dari kosan Arletta, mencoba bertanya pada gadis yang kini tampak dingin dan fokus melihat ke arah depan. "Fine!" sahut Arletta datar. Menyandarkan tubuh dan membuang wajah pada luar jendela pintu bagiannya. Berusaha menghindari kaca spion yang menampilkan wajahnya. Chakra lalu melirik ke kaca spion dalam, melihat pria yang baru saja dicampakan Arletta. Jujur saja, sebagai pria yang juga ada hati pada Arletta, sebagian hatinya agak senang dengan sikap acuh Arletta barusan. Tetapi sebagian lainnya kasian juga dengan nasib pria tadi. Soalnya, kelihatannya pria itu sangat menyayangi Arletta. Sebagai sesama pria, jelas Chakra bisa membedakan mana sikap serius dan hanya main-main dari seorang pria terhadap lawan jenisnya. Dan tadi itu ... nampaknya pria yang sering memanggil dirinya 'Mas' itu lumayan serius pada Arletta. Makanya, Chakra prihatin akan nasibnya barusan. Melirik ke arah Arletta lagi.
*Happy Reading*Arletta merasa tubuhnya hampir remuk akibat ulah yang di sengaja si sopir taksi gadungan. Beruntung dia tadi tak melepaskan sabuk pengaman hingga tubuhnya tak terlempar ke mana-mana. Hanya saja, kepalanya lumayan berdenging akibat sempat terantuk kaca mobil dan atap. Kakinya juga lumayan sakit karena tadi dipakai menahan gerak lawan saat dia melakukan belitan tali tas. Arletta melirik bagian depan mobil, tepatnya pada bangku si sopir. Meski wajahnya berhasil selamat berkat air bag yang otomatis terbuka saat ada benturan. Namun, akibat tikaman pulpen dan cekikan Arletta membuatnya lumayan kepayahan. Mungkin sopir itu mulai kehilangan banyak darah. Meski begitu, si sopir gadungan masih berusaha menodongkan sebuah pistol ke arah Arletta, yang tentu saja bisa dihalau gadis itu dengan mudah. Dalam posisinya yang masih terbalik, Arletta menedang kuat tangan si sopir hingga pistol tersebut jatuh entah ke mana. Tak membuang waktu, Arletta pun segera menarik tali tas yang ma
*Happy Reading*Gila!Arletta rasa, satu kata itu sangat tepat menggambarkan sosok Arkana. Bagaimana tidak? Padahal, semalam Arletta sudah kabur diam-diam dan bersembunyi di rumah Elkava. Namun, saat pagi menjelang. Tepatnya saat dia baru bangun dan keluar kamar yang biasa dia tempati di rumah Elkava, si kang photo itu tahu-tahu sudah tertidur pulas di ruang tamu.Entah sejak kapan dan bagaimana dia bisa berada di sana. Yang jelas, tentu saja hal itu mulai mengganggu Arletta. Kalian tahu netizen nyambi sasaeng. Arletta rasa, si kang photo ini salah satu dari mereka. "Udah bangun lo? Sarapan dulu sana. Abis itu minum obat," tegur Elkava yang baru saja muncul dari dapur, seraya membawa minum hendak kembali ke kamarnya. Pria itu nampak tidak terganggu sama sekali dengan keberadaan Arkana di sana. Membuat Arletta auto curiga jadinya. Jangan bilang ...."Lo yang kasih tahu gue di sini sama dia?" tuduh Arletta akhirnya. Menatap Elkava penuh selidik. "Lo kata gue gak ada kerjaan," sahut E
*Happy Reading*Melihat Arkana terbangun. Sontak saja Arletta berjongkok dan menyembunyikan diri di balik kulkas. Sementara pria yang terkaget dalam tidurnya kini linglung seraya melihat sendal yang baru saja mencium wajahnya. Pria itu mengucek mata sejenak sebelum melirik Elkava yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya. Kemudian, dengkusan kesal pun hadir. "Sialan lo, Kav! Rese banget. Masih pagi juga!" tuduhnya pada Elkava, seraya melempar balik sendal itu.'Loh, kok, jadi gue?' Mungkin itulah yang ada dipikiran Elkava saat ini. Soalnya ....Yang makan nangka siapa, yang kena getahnya siapa? Elkava langsung menatap tak terima si kang photo yang kini bersiap tidur kembali itu. "Gue gak--""Udah, diem! Jangan berisik! Gue mau tidur lagi sebelum Yayang Leta bangun. Gue butuh energi lebih ngadepin sabahat lo itu, kan?" sela Arkana cepat. Kembali meringkuk di atas sofa, yang sebenarnya tak begitu bisa menampung badan besarnya. Elkava sontak melirik kulkas di mana Arletta masih men
*Happy Reading*Melihat berita kebakaran itu, Elkava langsung beranjak cepat dari duduknya dengan cepat kemudian berlari ke dalam kamar. Arkana masih linglung awalnya. Melihat televisi dan kepergian Elkava secara bergantian. Namun, tak lama dia pun bisa menguasai keterkejutannya dan langsung menyusul Elkava. Arkana melihat Elkava tengah mengutak atik laptopnya. Dengan tanpa sopan santun, Arkana ikut nimbrung melihat ke layar laptop Elkava. Terlihat gambaran maps dan banyak titik di sana. Salah satunya ada nama Arletta. "Lo masangin Arletta alat pelacak?" tanya Arkana terkejut. "Lo kira bagaimana cara gue jaga dia selama ini?" Elkava malah bertanya balik."Tapi kan itu--""Shit!" Belum selesai Arkana bicara, Elkava tiba-tiba memaki marah ketika melihat posisi Arletta ada di kosan yang terbakar itu. Elkava segera meraih ponselnya dan mendial nomor Arletta. Tetapi, nomor tersebut tidak ada yang mengangkat. "Ayo angkat, Arletta!" geram Elkava mendial ulang nomor tersebut. Namun, hasi
*Happy Reading*Akhirnya setelah kurang lebih tiga jam usaha pemadaman. Kebakaran di tempat itu pun bisa diatasi juga. Sayangnya, kini yang tertinggal hanya reruntuhan dan puing-puing yang berwana hitam pekat. Tidak ada yang tersisa. Semua orang yang harta bendanya ludes di lahap si jago merah terlihat menangis nelangsa. Tak terkecuali si ibu kos dan para gadis rekanan Arletta di tempat tersebut. Mereka pun menangis tersedu menatap reruntuhan itu karena tidak banyak yang bisa mereka selamatkan.Sementara itu, tak jauh dari mereka. Ada Arkana yang terduduk lemas menatap nanar reruntuhan itu dengan hati merepih luar biasa. Dia tidak bisa menyelamatkan Arlettanya. Tidak ada yang membiarkannya masuk ke sana meski sudah mengamuk sedemikian rupa. Yang ada, kini tubuhnya malah babak belur dihajar warga karena ulahnya. Beruntung dia masih hidup dan tak ikut menjadi korban di sana. Semuanya karena bantuan ibu kos yang berhasil meredam amarah warga, hingga akhirnya mereka bisa memaklumi kondi
*Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj
*Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok
*Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya
*Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber
*Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat