*Happy Reading*Akhirnya setelah kurang lebih tiga jam usaha pemadaman. Kebakaran di tempat itu pun bisa diatasi juga. Sayangnya, kini yang tertinggal hanya reruntuhan dan puing-puing yang berwana hitam pekat. Tidak ada yang tersisa. Semua orang yang harta bendanya ludes di lahap si jago merah terlihat menangis nelangsa. Tak terkecuali si ibu kos dan para gadis rekanan Arletta di tempat tersebut. Mereka pun menangis tersedu menatap reruntuhan itu karena tidak banyak yang bisa mereka selamatkan.Sementara itu, tak jauh dari mereka. Ada Arkana yang terduduk lemas menatap nanar reruntuhan itu dengan hati merepih luar biasa. Dia tidak bisa menyelamatkan Arlettanya. Tidak ada yang membiarkannya masuk ke sana meski sudah mengamuk sedemikian rupa. Yang ada, kini tubuhnya malah babak belur dihajar warga karena ulahnya. Beruntung dia masih hidup dan tak ikut menjadi korban di sana. Semuanya karena bantuan ibu kos yang berhasil meredam amarah warga, hingga akhirnya mereka bisa memaklumi kondi
*Happy Reading*Beberapa jam sebelumnya. Elkava melajukan mobilnya secepat yang dia bisa. Mengikuti titik alat pelacak yang ada pada Karmilla, Elkava pun akhirnya sampai pada sebuah villa di pinggiran ibu kota. Entah ulah siapa ini. Yang jelas, sepertinya orang ini memang sengaja memecah belah fokus Elkava dalam menjaga Arletta. Beruntung ada Arkana yang bisa dia mintai tolong untuk menangani masalah di tempat Arletta. Hingga Elkava pun bisa fokus menyelamatkan Milla. Arletta dan Karmilla adalah dua orang penting dalam hidupnya. Maka jika keduanya dalam bahaya dan dia diharuskan memilih menyelamatkan salah satu dari mereka. Elkava tidak akan bisa memilih. Itulah kenapa, Elkava lumayan tertolong dengan kehadiran Arkana sekarang.Saat sampai, pria itu langsung dihadang beberapa pria bertubuh besar dan berjas serba hitam. Mereka mencoba menghadang dan melukai Elkava. Namun, Elkava jelas bukan orang sembarang. Dia bisa beladiri, juga sebelum ke sini, sudah memanggil beberapa anak buahn
*Happy Reading*Dalam hidup ini. Arletta sudah banyak sekali didekati pria dalam berbagai sifat. Baik, jahat, munafik, licik, playboy, bahkan anak mama pun, pernah. Kebanyakan tentu saja karena mereka hanya penasaran saja pada Arletta. Lainnya hanya sekedar kagum semata. Sekalipun ada yang beneran tulus, biasanya gampang menyerah. Namun, diantara semua pria yang Arletta temui, sepertinya hanya Arkana seorang yang punya sifat keras kepala seperti batu karang. Sudah diusir berkali pun, tetap saja balik lagi. Sudah melihat Arletta dalam kondisi kumat dan hampir mati pun, tetap tidak perduli dan malah pura-pura buta. Bahkan, sudah disakiti baik itu fisik dan hatinya. Tetap kukuh mengejarnya. Arletta jadi curiga. Dulu mamaknya ngidam apa ya saat hamil? Gadoin batu koral kali, ya? Atau tembok cina. Keras kepalanya gak kaleng-kaleng. Arletta jadi gemas sendiri melihatnya. Padahal, awalnya Arletta tetap ingin mengindahkan pria itu. Meski Elkava sudah membujuknya sedemikian rupa. Arletta en
*Happy Reading*Awalnya, Arletta ingin mengajak Arkana membicarakan semuanya. Gadis itu berencana untuk jujur dan mengungkapkan dirinya yang sebenarnya. Setelah itu, mari kita lihat bagaimana tanggapan Arkana setelah mengetahui kebenaran yang ada. Akankah pria itu seperti yang diagung-agungkan selama ini? Dan berhak mendapat kesempatan untuk bisa diberikan kepercayaan dalam menjaga hatinya. Atau ... sama saja dengan pria lainnya. Aka kabur dan meninggalkan Arletta. Semua akan bisa dilihat setelah semuanya terbongkar.Sayangnya, sepertinya Arletta harus mengurungkan niatnya sementara. Karena kondisi Arkana tidak memungkinkan. Pria itu harus segera dapat pengobatan dan diberi makan. Perutnya yang terus berbunyi sangat mengganggu Arletta. Dan seperti kata pepatah yang sering terjadi. 'Habis kenyang terbitlah ngantuk'. Begitupula dengan Arkana. Setelah puas makan sampai kekenyangan. Pria itu langsung pulas di tempat tidurnya. Lebih tepatnya, tempat tidur yang ada di apartemennya. Karena
*Happy Reading*Nyatanya, setelah mendapat ijin untuk bicara, Arletta malah diam di tempatnya. Entah kenapa, hatinya malah tiba-tiba kembali ragu. Arletta ingin jujur, tapi ketakutan akan dicampakan lagi, juga kembali merayap memeluk hatinya. Apalagi, diakui atau tidak. Arkana sudah menjadi sosok istimewa yang di dambakan hatinya. Setelah sekian tahun hatinya dibiarkan kosong dan beku. Hanya Arkana yang berhasil membuatnya jatuh cinta lagi. Lalu, haruskah dia mematahkan cinta yang baru saja tumbuh ini? Tuhan, kenapa takdirmu begitu kejam."Sayang?" Tak segera mendapat sahutan. Arkana pun kembali memanggil dan meminta atensi gadis dihadapannya. Dari sorot matanya, Arkana tahu jika gadis ini tengah dilanda kebimbangan luar biasa. "Kalau kamu memang belum siapa untuk bicara. Gak usah dipaksa. Mas bisa kok menunggu kamu sampai siap," bujuk Arkana akhirnya. Mencoba menenangkan pujaan hatinya. "Tapi ini akan semakin sakit jika dibiarkan lebih lama lagi, Mas. Karena aku ... aku ..." Arl
*Happy reading*"Cepat pergi ke Safe House. Tempat itu sudah tidak aman untuk kalian berdua!" titah Elkava tegas setelah Arletta menceritakan kejadian pagi ini di apartemen Arkana."I see.""Bawa barang seadanya aja. Yang penting-penting pastinya. Sisanya biar anak buah gue yang urus. Mayat-mayat di sana juga biarin aja. Nanti--""Untuk urusan mayat. Sudah gue urus," sela Arkana cepat. Yang juga ikut mendengarkan obrolan Arletta dan Elkava. Karena memang mereka melakukan sambungan telepon dari ponsel Arkana. Sedang ponsel Arletta kan ikut terbakar kemarin dalam kamar kosannya. "Maksudnya?" beo Elkava "Ya ... lo tahulah. Tidak ada orang yang benar-benar bersih di dunia ini," akunya kemudian. Akhirnya membuat Elkava paham."Cakep! Lo semakin bisa diandalkan, Bro!" puji pria itu kemudian. "Ya sudah, buruan ke sini. Gue sama Karmilla juga di sini, kok. Karena apartemen sama rumah gue juga udah gak aman," lanjut Elkava."Kenapa? Joshua juga nyerang kalian?" Arletta seketika kepo. "Bukan
*Happy Reading*Adikku yang lahir tiga menit setelah aku?"Maksudnya, kalian kembar?" tanya Arkana lagi memastikan. "Identik." Arletta malah mempertegas. "Serius?" Arkana terkesiap. Otak pria itu auto membayangkan jika wajah cantik Arletta ada dua di dunia ini dan .... Gila, sih. Satu aja, udah bikin dunia cowoknya terasa indah. Apalagi dua? Wah, kalau bisa memiliki keduanya. Terasa dunia bagai di surga! Jiwa playboy dan serakah Arkana seketika muncul.Menanggapi keterkejutan Arkana. Arletta malah mendengkus lucu. Melirik Arkana dengan alis yang sudah terangkat satu. "Apa ini, Mas? Aku kira kamu udah tahu hal itu. Orang kayak kamu gak mungkin diam aja melihat segala keanehan yang ada di sekitar aku, kan? Aku yakin, kamu sebenarnya udah nyuruh orang untuk menyelidiki aku, kan?"Eh? Arkana mengerjap pelan. Heran sekaligus kaget dengan pernyataan Arletta barusan. Bagaimana Arletta bisa berpikir begitu? Apa ... dia mencurigai sesuatu? Tetapi ... memang iya, sih. Arkana memang perna
*Happy Reading*"Waktu itu kita juga bukan gak mau nolongin, kan? Seandainya bisa. Kita pasti akan nolongin Arnetta. Tapi, keadaannya memang tak memungkinkan saat itu. Kita baru lulus SMA dan gak punya kekuatan apa pun. Lalu, apa salah jika akhirnya kita malah memilih bersembunyi saat Arnetta diperkosa hingga sekarat?"Grep!Dengan sigap Arkana meraih tubuh Arletta yang tiba-tiba terhuyung. Gadis itu seakan baru saja mendapat pukulan tak kasat mata pada tubuhnya yang sukses membuatnya kehilangan seluruh tenaganya. Dan itu memang benar.Faktanya, semua ucapan Milla barusan memang seperti sebuah pukulan besar pada Arletta. Karena gadis itu tidak pernah tahu pada kenyataan yang baru saja di ungkapkan sahabatnya barusan.Selama ini, yang Arletta tahu adalah adiknya, Arnetta meninggal karena bunuh diri. Bahkan di semua media pun dikabarnya demikian. Lalu, bagaimana bisa Karmilla berkata seperti barusan. Apa yang sebenarnya terjadi?"Ya, aku tahu itu, Sayang. Aku paham. Tapi, kita juga udah
*Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj
*Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok
*Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya
*Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber
*Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat