*Happy Reading*Dalam hidup ini. Arletta sudah banyak sekali didekati pria dalam berbagai sifat. Baik, jahat, munafik, licik, playboy, bahkan anak mama pun, pernah. Kebanyakan tentu saja karena mereka hanya penasaran saja pada Arletta. Lainnya hanya sekedar kagum semata. Sekalipun ada yang beneran tulus, biasanya gampang menyerah. Namun, diantara semua pria yang Arletta temui, sepertinya hanya Arkana seorang yang punya sifat keras kepala seperti batu karang. Sudah diusir berkali pun, tetap saja balik lagi. Sudah melihat Arletta dalam kondisi kumat dan hampir mati pun, tetap tidak perduli dan malah pura-pura buta. Bahkan, sudah disakiti baik itu fisik dan hatinya. Tetap kukuh mengejarnya. Arletta jadi curiga. Dulu mamaknya ngidam apa ya saat hamil? Gadoin batu koral kali, ya? Atau tembok cina. Keras kepalanya gak kaleng-kaleng. Arletta jadi gemas sendiri melihatnya. Padahal, awalnya Arletta tetap ingin mengindahkan pria itu. Meski Elkava sudah membujuknya sedemikian rupa. Arletta en
*Happy Reading*Awalnya, Arletta ingin mengajak Arkana membicarakan semuanya. Gadis itu berencana untuk jujur dan mengungkapkan dirinya yang sebenarnya. Setelah itu, mari kita lihat bagaimana tanggapan Arkana setelah mengetahui kebenaran yang ada. Akankah pria itu seperti yang diagung-agungkan selama ini? Dan berhak mendapat kesempatan untuk bisa diberikan kepercayaan dalam menjaga hatinya. Atau ... sama saja dengan pria lainnya. Aka kabur dan meninggalkan Arletta. Semua akan bisa dilihat setelah semuanya terbongkar.Sayangnya, sepertinya Arletta harus mengurungkan niatnya sementara. Karena kondisi Arkana tidak memungkinkan. Pria itu harus segera dapat pengobatan dan diberi makan. Perutnya yang terus berbunyi sangat mengganggu Arletta. Dan seperti kata pepatah yang sering terjadi. 'Habis kenyang terbitlah ngantuk'. Begitupula dengan Arkana. Setelah puas makan sampai kekenyangan. Pria itu langsung pulas di tempat tidurnya. Lebih tepatnya, tempat tidur yang ada di apartemennya. Karena
*Happy Reading*Nyatanya, setelah mendapat ijin untuk bicara, Arletta malah diam di tempatnya. Entah kenapa, hatinya malah tiba-tiba kembali ragu. Arletta ingin jujur, tapi ketakutan akan dicampakan lagi, juga kembali merayap memeluk hatinya. Apalagi, diakui atau tidak. Arkana sudah menjadi sosok istimewa yang di dambakan hatinya. Setelah sekian tahun hatinya dibiarkan kosong dan beku. Hanya Arkana yang berhasil membuatnya jatuh cinta lagi. Lalu, haruskah dia mematahkan cinta yang baru saja tumbuh ini? Tuhan, kenapa takdirmu begitu kejam."Sayang?" Tak segera mendapat sahutan. Arkana pun kembali memanggil dan meminta atensi gadis dihadapannya. Dari sorot matanya, Arkana tahu jika gadis ini tengah dilanda kebimbangan luar biasa. "Kalau kamu memang belum siapa untuk bicara. Gak usah dipaksa. Mas bisa kok menunggu kamu sampai siap," bujuk Arkana akhirnya. Mencoba menenangkan pujaan hatinya. "Tapi ini akan semakin sakit jika dibiarkan lebih lama lagi, Mas. Karena aku ... aku ..." Arl
*Happy reading*"Cepat pergi ke Safe House. Tempat itu sudah tidak aman untuk kalian berdua!" titah Elkava tegas setelah Arletta menceritakan kejadian pagi ini di apartemen Arkana."I see.""Bawa barang seadanya aja. Yang penting-penting pastinya. Sisanya biar anak buah gue yang urus. Mayat-mayat di sana juga biarin aja. Nanti--""Untuk urusan mayat. Sudah gue urus," sela Arkana cepat. Yang juga ikut mendengarkan obrolan Arletta dan Elkava. Karena memang mereka melakukan sambungan telepon dari ponsel Arkana. Sedang ponsel Arletta kan ikut terbakar kemarin dalam kamar kosannya. "Maksudnya?" beo Elkava "Ya ... lo tahulah. Tidak ada orang yang benar-benar bersih di dunia ini," akunya kemudian. Akhirnya membuat Elkava paham."Cakep! Lo semakin bisa diandalkan, Bro!" puji pria itu kemudian. "Ya sudah, buruan ke sini. Gue sama Karmilla juga di sini, kok. Karena apartemen sama rumah gue juga udah gak aman," lanjut Elkava."Kenapa? Joshua juga nyerang kalian?" Arletta seketika kepo. "Bukan
*Happy Reading*Adikku yang lahir tiga menit setelah aku?"Maksudnya, kalian kembar?" tanya Arkana lagi memastikan. "Identik." Arletta malah mempertegas. "Serius?" Arkana terkesiap. Otak pria itu auto membayangkan jika wajah cantik Arletta ada dua di dunia ini dan .... Gila, sih. Satu aja, udah bikin dunia cowoknya terasa indah. Apalagi dua? Wah, kalau bisa memiliki keduanya. Terasa dunia bagai di surga! Jiwa playboy dan serakah Arkana seketika muncul.Menanggapi keterkejutan Arkana. Arletta malah mendengkus lucu. Melirik Arkana dengan alis yang sudah terangkat satu. "Apa ini, Mas? Aku kira kamu udah tahu hal itu. Orang kayak kamu gak mungkin diam aja melihat segala keanehan yang ada di sekitar aku, kan? Aku yakin, kamu sebenarnya udah nyuruh orang untuk menyelidiki aku, kan?"Eh? Arkana mengerjap pelan. Heran sekaligus kaget dengan pernyataan Arletta barusan. Bagaimana Arletta bisa berpikir begitu? Apa ... dia mencurigai sesuatu? Tetapi ... memang iya, sih. Arkana memang perna
*Happy Reading*"Waktu itu kita juga bukan gak mau nolongin, kan? Seandainya bisa. Kita pasti akan nolongin Arnetta. Tapi, keadaannya memang tak memungkinkan saat itu. Kita baru lulus SMA dan gak punya kekuatan apa pun. Lalu, apa salah jika akhirnya kita malah memilih bersembunyi saat Arnetta diperkosa hingga sekarat?"Grep!Dengan sigap Arkana meraih tubuh Arletta yang tiba-tiba terhuyung. Gadis itu seakan baru saja mendapat pukulan tak kasat mata pada tubuhnya yang sukses membuatnya kehilangan seluruh tenaganya. Dan itu memang benar.Faktanya, semua ucapan Milla barusan memang seperti sebuah pukulan besar pada Arletta. Karena gadis itu tidak pernah tahu pada kenyataan yang baru saja di ungkapkan sahabatnya barusan.Selama ini, yang Arletta tahu adalah adiknya, Arnetta meninggal karena bunuh diri. Bahkan di semua media pun dikabarnya demikian. Lalu, bagaimana bisa Karmilla berkata seperti barusan. Apa yang sebenarnya terjadi?"Ya, aku tahu itu, Sayang. Aku paham. Tapi, kita juga udah
*Happy Reading*Flashback"Ngapain sih, Sayang? Bt banget kamu kayaknya?" tanya Elkava seraya menghampiri kekasihnya, Karmilla yang dari tadi terdengar berdecak kesal seraya mengotak atik ponselnya. Saat ini, Elkava tengah berada di rumah Karmilla. Berkunjung seperti biasa dan dalam rangka semakin mendekatkan diri pada calon mertua. Tetapi, pacarnya itu dari tadi malah sibuk sendiri dengan raut wajah yang kesal sekali."Ini loh, Yang. Dari kemarin aku coba telp sama chat si sirup jeruk. Tapi gak nyambung terus. Padahal, aku kan cuma mau kasih tahu kalau surat kelulusannya ada di sini. Kesel banget aku jadinya," terang Milla akhirnya membuat Elkava akhirnya paham."Mungkin Ale sedang sibuk, Yang. Coba kamu teleponya sama Ane. Kali di angkat," usul Elkava."Sama aja, Yang. Dua-duanya gak ada yang respon." Karmilla mendengkus kasar. "Ih, nyebelin banget gak sih mereka tuh. Sejak pindah ke rumah pamannya jadi susah banget di hubungi. Apalagi ditemui. Ke sekolah buat ambil ijazah aja, ngg
*Enjoy it!*Bugh!Tanpa tedeng aling-aling. Arletta langsung melayangkan sebuah bogeman kuat pada wajah Elkava, setelah pria itu selesai cerita. Milla langsung berteriak histeris melihat pacarnya tersungkur mengenaskan di lantai."Brengsek lo, Kav! Brengsek!""Bugh!Bugh!Bugh!Seakan kesetanan. Arletta kemudian menerjang Elkava dan melayangkan banyak sekali pukulan pada pria itu. Elkava hanya pasrah menerimanya. "Arletta, sudah! Hentikan!" Milla makin histeris. Sementara Arkana seakan linglung di tempatnya. Antara kaget mendengar cerita pahit Arnetta, dan kaget pada kebrutalan Arletta. Pria itu jadi bingung sendiri harus bagaimana sekarang. "Mas Arkan, tolong! Jangan diem aja!" seru Milla lagi, akhirnya membuat Arkana menginjak bumi lagi. "Arletta, sudah! Sudah!" Arkana lalu berusaha melerai. Menahan Arletta agar tak semakin menggila memukuli Elkava. Herannya, setahu Arkana, Elkava itu lumayan bisa jago diri. Tetapi, kenapa tidak melawan sama sekali dan malah seakan membiarkan Ar