*Happy Reading*"Kamu chat sama siapa?" tanya Arkana, sekembalinya dari menerima telpon tadi."Bos." Arletta menjawab jujur, sambil kembali menyimpan ponsel di tas, dan mengabaikan chat terakhir Pak Chandra.Palingan salah kirim. Iya kan? Mana mungkin Pak Chandra selugas itu mengirim chat seperti tadi.Arkana melirik arloji mahalnya sejenak, sebelum menghela napas panjang, karena menyadari memang sudah menahan Arletta terlalu lama.Gadis ini harus bekerja, kan?"Baiklah, saya antar kamu kerja sekarang." Arkana membereskan kunci mobil, jam tangan yang sempat di lepas saat makan, dan memasukan ponselnya lagi ke dalam saku celana. Arletta bergeming, melirik si tukang photo lekat. 'Bukannya tadi mau membahas sesuatu, kok malah langsung balik. Nggak jadi bahaskah? Atau memang Arletta sedang dikerjain si tukang modus ini?'. Arletta membatin sedikit kesal. "Kenapa liatin saya kayak gitu? Gak rela ya pisah cepet sama saya? Masih pengen berduaan, ya? Kalau gitu kita sama. Gimana kalau kamu b
*Happy Reading*"Berenti di sana aja, Mas!" Arletta menunjuk sebuah pom bensin, yang tak jauh dari cafe tempatnya bekerja."Kenapa? Saya bisa kok anter kamu sampai depan cafe." "Gak usah.""Kenapa?""Gak papa. Udah, turunin di sana aja." Arletta bersikukuh, ketika Arkana hampir melewati tempat yang ditunjuknya tadi. Si gondrong macho itu pun mau tak mau menghentikan mobil mewahnya di tempat yang Arletta mau. Meski ...."Mas buka, ih! Saya mau turun!" Ternyata tak begitu saja membiarkan Arletta pergi. "Sebentar dulu. Kita kan belum deal perkara tadi." Arkana kembali menyebalkan. "Perkara apa?""Hubungan kitalah. Apa lagi, coba?"Astaga pria ini! Masih aja ternyata gak mau nyerah. "Loh, kan. Katanya saya cuma suruh nikmatin aja perjuangan Mas deketin saya. Gimana, sih?" Arletta mencoba mengingatkan ucapan pria itu sendiri."Saya berubah pikiran.""Maksudnya?" Arletta tidak mengerti."Saya maunya beneran pacaran sama kamu. Gimana? Kamu mau, kan?"Gila! Pria ini memang sudah tidak te
*Happy Reading*"Hukuman macam apa itu?" tanya Arletta bingung."Kenapa? Terlalu ringan buat kamu? Mau langsung yang serius saja?" tukas Pak Chandra seperti menantangnya.Namun, Arletta tetaplah Arletta. Yang bukannya baper ditembak bos sendiri. Dia malah menimpali dengan santai."Ck, ayolah, Pak. Jangan bercanda. Saya tau Bapak bukan orang amatir seperti ini. Bapak itu Bos yang baik dan bijak di sini. Jadi, tidak mungkin mencampur adukan urusan asmara dengan pekerjaan. Lagipula, Bapak memilih orang yang salah untuk bercanda. Karena saya bukan tipe baperan. Jadi maaf, prank anda kali ini gagal!"Luar biasa kan, Arletta ini? Dia bukan hanya tidak baper ditembak bosnya. Tapi malah menganggap ini prank semata. Padahal kalau Arletta tau, Pak Chandra justru sudah tertarik padanya, sejak pertama melihat surat lamaran kerja yang dikirimkan..Tentu saja, fisik Arletta tidak perlu diragukan untuk itu. Karena siapapun pasti akan tertegun lama hanya dalam pertemuan pertama. Arletta mempunya fisi
*Happy reading*Akibat chat dan telponnya Arletta abaikan. Arkana Sadewa pun kembali berulah. Dia bukannya hanya mengirim ratusan chat yang isinya spam semata. Juga menelpon Arletta berulang kali.Memang, teleponnya tidak sampai diangkat Arletta. Karena ponsel Arletta ada di loker dan telepon Arkana berlalu begitu saja. Hanya saja, gara-gara ulah si kang photo itu. Ponsel Arletta langsung ngelag bahkan mati total karena kehabisan daya.Benar-benar menyebalkan memang si tukang photo pemaksa ini. Awas saja, ketemu Arletta jambak rambut gondrongnya. Biar botak sekalian!"Lo kenapa sih, Let? Muka lo asem banget kek ketek si Andra." Reza bertanya saat mengantri untuk melakukan absen jari.Mereka memang satu shift hari ini, dan sudah jamnya untuk pulang.Andra yang merasa disebut pun tak terima dengan tuduhan itu, dan langsung menarik kepala Reza ke arah ketiaknya untuk membuktikan langsung ucapannya barusan."Rasain nih aroma surga ketek gue!" seru Andra dengan jumawa.Tak terima dengan ul
*Happy reading*"Kenapa?" Tak mendapat sahutan berarti dari Arletta akan cerita tentang sang adik. Arkana pun menyadari jika Arletta sepertinya tengah memikirkan sesuatu. "Gak papa," sahut Arletta pelan. "Beneran? Kok, kamu kelihatannya lesu gitu? Gak suka ya, sama cerita adik Mas?" selidik Arkana. "Nggak, kok." Arletta tersenyum tipis dan menggeleng satu kali. "Aku gak ada masalah soal itu. Kalau Mas mau cerita. Lanjutkan saja." Arletta menambahkan. Namun, sayangnya justru membuat Arkana semakin curiga. Arletta yang Arkana kenal itu galak dan jutek. Kenapa mendadak lembut begini? Arkana jadi nething kan jadinya. Gadis ini gak sedang kesurupan, kan? Kesurupan penunggu pohon yang mereka lewati, gitu. Siapa tahu aja, ya, kan?"Nanti aja deh, Mas lanjutin ceritanya. Sekarang mending kita makan dulu. Uhm ... kita nakan di sini aja, ya?" ajak Arkana. Setelah menghentikan mobilnya di depan warung tenda pecel lele.Arletta hanya mengangguk sekilas. Sebelum membuka seatbelt yang melingkar
*Happy Reading*Nyatanya, Arletta ternyata tak jadi pulang jam delapan. Karna tiba-tiba cafe rame saat jam tujuh tadi. Lanjut sampe jam 9.30. Makanya Arletta jadi lembur mendadak malam itu.Kalau kata Devi, sih. 'Makan bubur di cilandak, emang enak lembur mendadak!'Huh, dasar!Alhasil, Arletta pun hanya mampu berdecak kesal, saat menemukan si tukang photo ada di cafe menjelang last order. "Mas Arkan ngapain ke sini?" Arletta berbisik seraya diam-diam mendekati si gondrong nan maskulin, yang kini sudah menjadi pacarnya."Minum kopi," sahut Arkana santai, memamerkan gelas kopi dan menyesapnya dengan khidmat. Hadew! Anak bocah juga tahu. Kalau ke warung kopi itu, pastinya beli kopi. Ya kali beli semen. Ini yang salah pertanyaan Arletta, atau otak si kang photo yang terlalu polos. Otak kang photo polos? Hah ... gak mungkin banget!"Ngapain minum kopi malem-malem. Mau ronda situ?" cebik Arletta kesel. Senyum lebar si kang photo pun segera terbit. "Kalau kamu gak keberatan saya rondai
*Happy Reading*"Lele?!"Arletta langsung menjauhkan ponselnya dari telinga. Saat baru saja mengangkat panggilan dari Karmila, tapi langsung dihadiahi seruan lantang. Arlett merasa auto mendadak budek karena ulah sahabatnya itu.Sialan, Karmila!"Bisa gak, gak usah teriak-teriak gitu. Kuping gue masih normal." Arletta menggeram kesal, melirik sekitarnya. Padahal, Arletta maunya membalas teriakan Karmilla barusan tak kalah lantang. Biar si model itu bisa auto budek juga seperti Arletta. Akan tetapi, sayang saat ini dia ada di halte bis yang lumayan rame. Baru akan berangkat kerja. "Gak bisa, gak bisa! Gue emang butuh menyuarakan ini dengan lantang sama lo. Biar lo tahu sekesal apa gue saat ini," balas Karmilla menggebu. "Ck, menyuarakan apa, sih? Emang gue ngapain sampe bikin lo kesel? Perasaan, udah lama gak ketemu, juga.""Nah, itu!"Arlette kembali menjauhkan ponselnya dari jangkau. Karena Karmilla kembali berteriak di balik telepon. Sumpah ya, nih, cewek satu. Lama-lama Arletta
*Happy Reading*"Gue gak papa, No. Serius, deh! Tiduran bentar juga bae, kok." Arkana masih menolak dengan keras titah Bruno. Padahal wajahnya sudah sepucat kertas dan badannya sudah selemas jelly. Tetap saja, pria itu tidak mau ke dokter. Bahkan untuk pulang pun, tidak mau. Entah karena apa? Yang jelas, hal itu tentu saja membuat Bruno, sebagai asistennya khawatir. Pun para kru dan model yang terlibat pemotretan kali ini. Insident sakitnya Arkana menjadi aji mumpung untuk beberapa model. Mereka auto sok perhatian, dan berusaha mencari simpatik Arkana yang memang menjadi photografer idola. Bruno sampai mengira. Mungkin, hal itu juga yang membuat si kang photo itu malas pulang. Secara, kapan lagi ya kan, mendapat banyak perhatian dari cewek cantik gini. Daripada pulang hanya bisa menderita sendiri. Mending di sini, di manja semua orang dan para model cantik. Karena itulah, Bruno kesal luar biasa pada sifat ngeyel si kang photo dan minta Karmilla menghubungi Arletta. Biar tahu rasa