*Happy Reading*
Hari ini, Arletta merasa ada yang aneh dengan teman-teman kerjanya.Pasalnya, dari Arletta masuk Midle tadi. Mereka sering sekali melirik Arletta. Seakan ada sesuatu yang aneh pada gadis itu. Tapi ... apa?Apa yang aneh dengan Arletta.Perasaan, seragamnya lengkap, bersih dan rapi. Lalu ... kenapa mereka semua tetep aja curi-curi lirik pada Arletta, ya? Mereka pada kenapa, coba?Apa mungkin, ini karna kejadian tempo hari, saat Arletta membekuk pemabuk di Cafenya?Akan tetapi ... itu kan, sudah beberapa hari yang lalu. Kenapa mereka baru melirik Arletta seaneh itu sekarang?"Udah, tanya aja sono! Daripada kita penasaran, iya gak, Gaes?" Terdengar bisikan di belakang tubuh Arletta, saat gadis itu tengah sibuk membereskan tissu untuk para pelanggan."Tapi kalo salah, gimana, bego? Kan, tengsin nanti, gue!""Ya ... makanya kita nanya dulu. Bukan langsung nuduh.""Ya, tapi kan, tetep aja gue agak-agak jiper gimana gitu. Kalian tau kan dia galaknya kaya gimana? Bapak-bapak mabuk aja dia hajar, apa kabar nanti, gue?""Elah, nanya doang. Ya kali langsung dihajar.""Iya, nanya doang mah, gak bakal digigit kali.""Kalo pun digigit. Ya, lo gigit balik, lah. Biar sama-sama enak. Iya kan, Gaes?""Nah, iya. Setuju gue.""Ah ... pada peak lo pada! Gue kan--"Braakkk!!Akhirnya, karena sudah gemas. Arletta pun sengaja menutup laci agak keras dengan tiba-tiba. Membuat tiga cowok yang malah sibuk bergosip di belakangnya, langsung berjengit kaget."Kaget gue, njiirrr!" Gerutu salah seorang dari mereka yang berkacamata. Namanya Davin.Sementara itu, kini Arletta sudah berbalik menatap mereka satu persatu dengan facepoker-nya."Udah belum bisik-bisiknya?" tanya Arletta kemudian. Galak seperti biasa."Eh?"Seketika, ketiga pria itu pun gelagapan menerima pertanyaan Arletta barusan. Karna mungkin tak menyangka akan diciduk gadis itu dengan cepat.Padahal, bagi Arletta. Ini sudah jangka waktu terlama yang dia berikan untuk menunggu mereka bicara sendiri. Karena sebenarnya, Arletta ini bukan termasuk orang yang sabar."Gak usah banyak alesan. Gue tau kok, kalo kalian dari tadi gosipin gue," tembak Arletta langsung."Eh ... uhm ... itu ....""Gak hanya kalian, sih. Tapi, sebagian besar karyawan Cafe ini juga. Hari ini emang kayanya pada nafsu banget gosipin gue. Seolah gue artis yang baru viral karna sebuah sekandal. iya, kan?" Arletta menambahkan tanpa basa basi. "Kenapa? Kalian mau minta tanda tangan? Bilang aja. Gak usah malu-malu," sambungnya lagi dengan percaya diri."Anjiir! Pede gila, lo!" tukas Andra tak terima."Ya, terus? Kalian mau apa ngelirik gue dari tadi?" timpal Arletta tak suka."Kita enggak--""Apa perlu kita cek CCTV hari ini?" sela Arletta tak ingin dibantah. Membuat ketiga pria itupun langsung terdiam, dan saling melepar pandangan pada kawannya.Jangan remehkan Arletta. Karena sekalipun Arletta selama ini selalu cuek pada semua hal. Tetapi, saat ada yang berani mengusiknya, Arletta gak akan segan-segan membalas."Kami ... sebenarnya ... uhm ... gimana ya, ngomongnya? ... uhm ..." Salah satu dari mereka bertiga pun akhirnya mulai angkat bicara.Namun sayangnya, malah jadi seperti orang linglung. Membuat Arletta gemas luar biasa."Kalian sebenernya kenapa, sih? Ada yang aneh ya, sama gue hari ini? Atau ... gue ada salah sama kalian?"Oke, mungkin sebaiknya memang Arletta mengalah saja sekarang. Soalnya kalau tidak, bakal panjang urusannya nanti."Hehehe ... enggak kok, Ta," jawab Davin akhirnya, sambil nyengir konyol.Bohong!"Lah, terus? Kenapa kalian ngelirikin gue kayak gitu dari tadi?"Sekali lagi, mereka bertiga malah saling lempar pandang, sambil bertukar kode lewat mata.Ngeselin banget, kan?"Ck, Kalian mau jawab sekarang. Atau ... gue laporin ke Pak Candra aja, karena kalian udah bikin gue gak nyaman hari ini. Gimana?" ancam Arletta akhirnya. Yang memang sudah tak ingin bersabar lagi."Eh, buset! Ancemannya bawa-bawa Pak Candra, coy!""Gila kali, ya? Masa masalah sepele aja, harus ngelibatin manager cafe.""Huum. Dasar emang women. Demennya ngadu!!"Bukannya menjawab. Ketiga pria itu malah sibuk berghibah sekarang."Gue itung ampe tiga, ya?" Sayangnya, Arletta memang bukan orang sabar. Karena itulah, dia tak menghiraukan gerutuan teman-temannya itu.Ngapain? Buang-buang napas saja!"Kalau kalian masih gak mau ngomong. Gue gue bakal--""Eh, eh. Iya-iya, astaga!!! Bentar ngapa sih, Ta. Gak sabaran amat jadi orang. Ini juga kami lagi diskusi dulu, iya gak, Bro!" potong Davin dengan cepat. Yang memang terkenal paling penakut di antara mereka bertiga.Akan tetapi .... mereka bilang apa barusan?Diskusi?Bagian mananya yang mereka diskusikan?Bukannya, dari tadi mereka cuma sibuk berghibah, ya?What ever! Terserah mereka aja."Oke! Jadi ... kita tuh sebenernya cuma mau nanya aja tadi." Andra akhirnya berinisiatif membuka cerita. Setelah melirik kedua temannya. Seakan meminta semangat, untuk mengajukan pertanyaan pada Arletta."Lo ... waktu libur kemaren. Pergi kemana, Ta?" lanjutnya kemudian. Membuat kening Arletta bertaut samar.Maksudnya apa nanya kaya begitu?"Tidur seharian." Arletta memilih berbohong. Karena, gak mungkin juga kan, kalau dia menjawab dengan jujur.Tidak boleh ada yang tahu, jika waktu libur kemarin Arletta bersama Karmila. Karena Arletta tidak ingin sampai ada yang tahu tentang hubungannya dengan Karmila si model."Nah, kan! Apa gue bilang. Gak mungkin lah, itu si Leta!" timpat Davin tiba-tiba, sambil bertepuk satu kali dengan hiperbola.Maksudnya?"Tapi, mirip dia, kok. Gimana, dong?" Andra bersikukuh."Belum tentu, Bego! Kita kan, gak bisa liat jelas mukanya tuh cewek." Dan mereka malah kembali asyik sendiri."Ya, tapi--""Ck, sebenarnya kalian ngomongin apaan, sih?" sela Arletta kesal. "Mirip gue? Siapa? Cewek yang mana, yang mirip gue?" lanjutnya kemudian. Makin penasaran dengan keanehan teman-temannya itu.Ketiga pria itu pun terdiam, sebelum saling lirik lagi."Sebenernya ... kami penasaran sama video ini, Ta." Akhirnya, Davin pun berbaik hati memberikan percerahan. Sambil menyodorkan ponselnya ke arah gadis itu.Awalnya, tentu saja Arletta bingung mengartikan sikap Davin itu. Tetapi, saat dia terus menyodorkan ponselnya dengan tanda sebuah video di sana.Arletta pun mau tak mau menerina ponsel itu. Kemudian memperhatikannya sejenak."Video apaan, nih? Bukan video bokep, kan?" tanya Arletta waspada."Njir, tuh mulut bisa dikondisikan gak sih, Ta? Bocor banget kaya pralon kos-kosan gue," protes Davin lagi."Ya, kan gue harus waspada. Secara muka-muka kaya kalian kan, emang tampang mesum semua," jawab Arletta kejam. Langsung dihadahi protesan keras dari ketiga pria itu."Sianying. Kalo ngomong bener-bener gak di pikir, ya!" Andra mendumel kesal."Tapi emang bener, kan?" Arletta tetap bersikukuh dengan tuduhannya."Gak, lah! Masa iya tampang mirip Shawn Mendes gini lo bilang mesum. Gak ada sejarahnya, ya?" bantah Andra tegas."Shawn mendes, apaan? Sawan menedelep baru bener?" cebik Arletta asal. Membuat pria yang ada di sana pun langsung tertawa ngakak. Minus Andra yang kini malah misuh-misuh tak suka."Udah. Gak usah banyak bacot lo. Tonton tuh video buruan, sebelum Cafe rame." Andra mencoba mengembalikan topik."Tapi ini video--""Bukan, Arletta! Astaga!! Suudzon mulu nih, bawaannya sama kita-kita, orang kita anak baik-baik juga," sela Davin mulai ikut kesal."Muka kalian meragukan soalnya," balas Arletta enteng. Membuat ketiga pria itu pun mendengkus kesal.Akan tetapi, setelah itu Arletta pun akhirnya mau memutar video, yang Davin berikan padanya. Dan ...Degh!Seketika seluruh tubuh Arletta seperti di siram air es. Karena video itu ternyata ...."Tuh, kan, Let! Mirip lo banget!"Glek!Mampus!Kenapa video ini bisa tersebar?"El?""Yes, beibs. I'm here for u."Arletta langsung memutar bola mata ke atas dengan malas. Saat mendengar sahutan Elkava, di seberang telepon. Setelah perdebatan cukup alot dengan ketiga cowok tukang ghibah itu. Akhirnya Arletta memang berhasil melarikan diri, dengan berpura-pura sakit perut karena salah makan. Biarkan saja disebut lebay, gaje, prik, atau apa pun itu sebutannya. Yang penting bisa lolos dari interogasi tiga cowok tadi, dan langsung menelpon Elkava."Bacot deh, El. Gue serius ini." Arletta mulai kesal "Aduh, Let. Sorry kalau gitu. Gue gak bisa. Soalnya lo tahu sendiri gue udah bucin sama Mila. Jadi, please jangan minta keseriusan dari gue. Sama yang lain aja, oke!""Bacot sekali lagi, gue kirim kuyang online ke sana ya, El!"Bukannya takut, Elkava malah terbahak renyah menanggapi ancaman Arletta. Pria itu memang kadang sangat menyebalkan. Membuat Arletta naik darah saja."Woles ngapa
Arletta 7*Happy Reading*Benar saja, sehari setelah pengaduan Arletta pada Elkava. Video itu pun hilang dari peredaran. Dan terhapus dari semua pencarian.Ya! Elkava memang selalu bisa diandalkan untuk urusan seperti ini.Namun, seperti kata Elkava pula. Seusai huru hara tentang Video itu menghilang. Kini Arletta harus menerima teror dari si model cantik, yang sudah kembali eksis di depan kamera.Karmila Anastasya.Model sekaligus sahabat kampretnya, yang mulai sering menerornya tiap hari. Perihal video itu.Seperti halnya pagi ini, saat Arletta sedang bersiap untuk melaksanakan tugas pagi di Cafe. Model itu sudah merecokinya.Karmila [Letaaa ... manager gue mau ketemu sama lo]Arletta hanya bisa menghela napas lelah melihat chat dari si model.Arletta: [Apalagi sih, Mil? Gue udah bilang gak mau bahas itu lagi!]Arletta menjawab dengan kesal. Karena sudah sangat muak diteror chat sepe
*Happy Reading*Arletta [Mil, lo kenal cowo yang namanya Arkana Sadewa H, gak?]Setelah Kinan kembali dari break makan pagi. Arletta segera pergi ke loker. Mengambil ponselnya dan mengirim chat pada Karmila. Bertanya perihal cowok yang memberinya cofee dan Cake tadi. Soalnya, saat tadi Arletta ingin bertanya kembali. Pria itu sudah beranjak pergi, dan tak bisa Arletta kejar. Sepertinya, pria itu sedang diburu waktu. Tetapi tolong jangan tanya kopi dan cakenya, ya? Karena semua sudah aman di dalam perut Arletta.Sekalipun awalnya sungkan menerima pemberian orang. Tapi, karena sudah di berikan. Ya ... sudah terima saja. Rezeki itu kan, gak boleh di tolak. Benar tidak?Tring!Eh, tumben nih bocah balasnya cepat. Lagi break juga kali, ya?Karmila [Siapa? Mas Arkan maksud lo?]Ck, balasan macam apa ini? Bukannya jawab malah balik tanya. Dasar model peak.Arletta [Mana gue tau, Karmila. Maka itu gu
*Happy Reading*"Kata gue sih dia murahan. Tuh, liat aja kelakuannya. Udah tahu tunangan orang, masih aja nempel-nempel kek cewek gatel. Fix lah, pelakor pasti!""Lo ngapa dah, No? Berisik sendiri nontonin hp doang. Kek emak-emak pecinta sinetron lo!"Arkana pun menggeleng tak habis pikir, melihat kelakuan Bruno, asistennya yang aneh sedari tadi. Padahal ini waktunya kerja. Tapi malah main hp. Mana berisik lagi. Bikin ganggu konsentrasi."Sialan lo! Cakep gini, malah di samain sama emak-emak pecinta sinetron. Buta atau gimana, lo?" tukas Bruno tak terima. "Tetep gantengan gue." Arkana menjawab santai. Namun, sukses membuat Bruno misuh-misuh kesal. Faktanya, itu memang benar, kan?"Lagi lo kenapa, sih? Nonton apaan sampe rame sendiri kek gitu?" tanya Arkana kemudian. Lumayan kepo dengan apa yang sedang asistennya lakukan. "Lagi nonton live-nya si Dita.""Dita asistennya Karmila?""Iya, itu."
"Gue minta maaf. Gue bener-bener gak tahu soal yang tadi.""Halah! Apanya yang gak tahu? Bukannya dari awal lo kerja, gue udah bilang jangan melakukan live, photo-photo atau apa pun yang akan tersebar di medsos saat gue sama Arletta. Lo lupa atau gimana?" Raut marah masih sangat terlihat di wajah Karmila. Pada Asistennya yang telah lancang melakukan live tanpa sepengetahuannya. Karmila bahkan langsung melempar gawai canggih si asisten. Sampai tercerai berai dengan mengenaskan setelah membetur tembok."Ya, gue tahu. Tapi kan kemarenan video Arletta udah tersebar. Gue kira, udah boleh nunjukin dia ke medsos.""So? Lo mau pansos ceritanya? Huh?" tukas Karmila sengit. "Bukan gitu. Gue cuma ... cuma ...." Dita, sang asisten kebingungan menjelaskan pada Karmila tentang maksud dan tujuannya mengadakan Live tadi. Bukan karena Dita ada maksud tertentu atau ingin pansos seperti yang Karmila tuduhkan tadi. Tetapi ... duh, gimana ya jelasinnya? Bukannya jaman sek
Arletta 11*Happy Reading*"Gue udah berusaha sebaik mungkin untuk jagain Dita, Let. Tapi dia pergi diam-diam menemui cowoknya dan ... ya ... saat itulah dia ditangkap paman lo," ungkap Elkava. Saat Arletta meminta konfirmasi tentang kejadian yang menimpa Dita. "Padahal gue udah siapin satu rencana. Agar dia terlepas dari incaran bajingan itu. Semuanya gagal akhirnya."Arletta hanya bisa menghela napas panjang, syarat akan beban mendengar penuturan Elkava. "So? Itu berarti gue harus segera pergi dari kota ini?" Arletta memastikan.Bagaimanapun, Arletta yakin. Sebelum Dita dibunuh. Gadis itu pasti sudah diintrogasi perihal keberadaan Arletta. Dan kalian tahu sendiri bagaimana jujurnya orang yang di hadapkan maut, kan?Memang ada sebagian orang yang bisa tutup mulut hingga maut menyambut. Sayangnya, Arletta tidak yakin jika Dita orang seperti itu. Gadis itu penakut dan dia tidak tahu kebenaran tentang Arletta. Jujur untu
*Happy Reading*"Ayo, Arletta. Panggil saya Mas Arkan."Hadew ... baiklah, baiklah. Mari kira turuti saja mau pria ini, agar tidak makin panjang dramanya."Baiklah. MAS-AR-KAN. Begitu, kan?" Arletta pun mencoba mengalah. Seraya menampilkan senyum yang terlihat sangat terpaksa.Akan tetapi, pria itu seakan tak melihat kekesalan Arletta pada senyumnya. Karena kini, pria yang minta dipanggil 'MAS ARKAN' itu sudah tersenyum lebar sekali mendengar Arletta mau memanggilnya, dengan panggilan kebangaannya.Pria itu merasa bahagia dengan panggilan Arletta padanya tadi. Sekalipun nama itu sering dia dengar dari orang lain. Tapi entah kenapa? Jika Arletta yang memanggil. Seperti ada manis-manisnya, gitu. Hatinya malah berdesir hangat hanya karena panggilan itu.Konyol, Kan? Memang!"Oh, iya. Lupa. Kita belum kenalan, kan?" Sambung pria itu, seperti baru mengingat sesuatu yang penting dari tadi.Lalu pria itu pun kini terli
Tring!From: 08588012xxxx [Sudah pulang?]Sebuah chat masuk di ponsel Arletta. Saat gadis itu baru saja keluar loker, setelah mengganti sergamnya.Siapa? Nomornya asing. Karena itulah, Arletta memilih mengabaikan chat itu, dan segera keluar area cafe tanpa beban."Let? Ikut nongkrong dulu, yuk?" Ajak Kinan tiba-tiba dengan baik hati. "Anak-anak katanya mau nongkrong dulu. Ikut yuk, biar seru." Gadis keturunan jawa itu bahkan menjelaskan dengan detail ajakannya barusan."Sorry, nggak dulu, deh." Sayangnya Arletta tidak berminat. Ralat, bahkan tidak akan berminat dengan ajakan itu. Karena apa? Ya ... buat apa? Mending segera pulang dan tidur. Badannya sudah minta istirahat soalnya. "Yah ... kok gitu, sih?" Kinan tampak kecewa. "Padahal besok libur ini. Ngapain sih pulang cepet-cepet?" "Gue ada urusan. Makanya harus balik buru-buru." Arletta mencoba memberi alasan. "Urusan apa?" Kinan mulai kepo.