Share

Bab 2 Kabur

Author: Biyung_Desa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 2

"Hahaha, mau membohongi Kita dia, Kang!" ledek Komar.

"Tidak, sungguh!" jawab Jenny.

"Kami tidak sekalipun per ..." Jenny memotong perkataan Kemi karena dia melihat Mila yang berdiri melihat ke arah mereka dari jarak tak terlalu jauh. Posisi Mila berada di belakang pohon jambu yang bentuknya kurus keris.

Jenny menunjuk ke arah pohon jambu itu membuat Mila terkejut.

“Itu dia, dia anakku!" teriak Jenny menunjukan posisi Mila pada ketiga pria penagih hutang.

"Mana?" tanya Kemi melihat ke arah yang ditunjukan Jenny.

"Kayaknya itu, Kang. Gadis kecil itu!" tunjuk Aseng yang sudah melihat posisi Mila.

Kemi menajamkan padangannya, meski keadaan halaman rumah kontrakan itu terang benderang karena cahaya lampu. Tapi mata Kemi mengalami rabun jauh, sehingga tak begitu jelas jika harus melihat jarak jauh.

"Udah, tangkap saja dulu ... lumayan lah. Daripada kena omelan melulu karena ga pernah dapat hasil dari si Jenny ini!" ujar Komar mengusulkan.

Mila mundur beberapa langkah, kemudian dia membalikkan badan dan berlari sekencang-kencangnya.

"Lari dia, woi!" teriak Komar.

"Aduh, Ayo kejar!" ajak Kemi berlari lebih dulu diikuti Komar dan Aseng.

"Woi, jangan lari!" Komar meneriaki Mila yang tak peduli dan terus berlari sekencang-kencangnya.

Mata Mila membeliak melihat tembok-tembok tinggi di kiri-kanan jalan yang dilaluinya. Bahkan di depan sana ada tembok lumayan tinggi di depannya. Dia berhenti,  berdiri di tikungan jalan memperhatikan jalan di depannya dan tembok pagar bumi pembatas yang lumayan tinggi di hujung jalan ini. Harus kah dia mengikuti jalan ini melarikan diri atau ...

Mila melihat ada kotak box kayu bekas buah-buahan yang tergeletak berjejer di tembok. Mila mengatur napas, dia  kembali mundur lalu bergegas berlari dengan cepat lalu melompat ke atas kotak bok kayu dan ... tap ...

Tangan kanan Mila meraih ujung atas tembok, Mila menaikkan tangan kirinya lalu mengangkat badannya ke atas. Dengan cepat diangkatnya kaki kanannya untuk naik ke atas tembok. Tanpa pikir panjang, Mila menjatuhkan diri ke seberang tembok.

Bug ...

"Auuw!" Pekik Mila lirih, "aduh, Ya Tuhan ... untung saja aku jatuh di tumpukan apa ini. Empuk," ucap Mila merasa lega.

Dengan posisi terlentang di atas tumpukan kresek hitam berisi sampah, dia menatap ke atas langit yang semakin gelap gulita. Mila menahan napasnya, saat mendengar suara orang yang mengejarnya tadi.

"Waduh, cepat banget larinya! Ayo, kita kejar kesana!"

Mila menghela napas lega saat suara orang yang mengejarnya menjauh. Mila mengangkat tangan kirinya, ditatapnya kresek berisi gorengan yang tadi dibelinya.

"Masih aman kamu? Cih ... untung saja ini bukan sampah busuk.  Sepertinya ini kain!" gumam Mila sambil menatap senang ke arah kresek gorengannya.

Sreeek ...

Mata Mila membeliak saat mendengar suara langkah kaki. Dia merubah posisinya menjadi tengkurap, dia ingin memastikan siapa yang datang.

Dari arah kegelapan ada sosok yang datang mendekat, Mila menyipitkan  mata menajamkan pandangannya.

Mata Mila menangkap sosok pria yang berdiri tegap, tak jauh darinya. Pria itu berkacak pinggang memperhatikan sekeliling.

"Perasaan tadi kaya ada suara benda jatuh, tapi di mana ya?" Pria itu tampak bergumam dengan kepalanya yang celingukan kesana-kemari.

Mila menahan napas, dalam hati dia bersyukur karena memakai kaos hitam dan suasana di tempatnya sembunyi benar-benar gelap. Itu menguntungkannya karena membuatnya tak terlihat di kegelapan.

"Ck, mana gak bawa ponsel!" gerutu pria itu.

"Aduh, kebelet pipis pula!" imbuhnya.

Pria itu mendekati pohon tak jauh dari tempat  Mila bersembunyi.

Kraaayak ...

Mila meringis jijik mendengar suara percikan air dari aktifitas pria yang sedang buang air itu. Mila tersenyum nakal, dia punya rencana yang tiba-tiba terbesit di dalam pikirannya.

"Baaa!" Mila berdiri dan langsung berteriak hingga membuat pria itu terkejut .

"Waaa, jurig ... setan!" pekik pria itu langsung berlari dengan celana yang melorot.

Kedebuk ...

Pria itu terjatuh, kemudian dia berdiri lagi dan menarik celananya ke atas lalu berlari lagi dengan memegangi celananya.

Mila tertawa terpingkal-pingkal melihat kejadian yang berlangsung di depan matanya itu. Akan tetapi tawanya seketika terhenti saat dirinya menyadari jika dia tak tahu sedang berada di mana dirinya saat ini.  Mila memperhatikan sekeliling, gelap dan dia memang tidak mengetahui wilayah ini sebelumnya.

Mila merogoh tote bagnya, mengambil ponsel dan menyalakan lampu senter ponselnya. Dia turun dari tumpukan sampah. Lalu berjalan kedepan, dia melihat ada sebuah rumah besar di depan sana dengan keadaan yang gelap juga.

"Gelap sekali, apa mungkin sedang mati lampu ya?" gumam Mila.

Mila baru menyadari jika dia sudah melompat masuk ke kawasan rumah orang yang di pagar rapat. Saat ini dia berada di halaman belakang rumah. Mila mematikan ponselnya dan berjalan mengendap mendekati pintu belakang rumah. Mila mengigit bibir menahan rasa takutnya, dia membayangkan jika  saat-saat seperti ini tiba-tiba muncul hantu secara mendadak di hadapannya.

Mila berjalan perlahan, dia mengamati situasi. Dirasa aman, Mila mengendap hendak berjalan kedepan dengan posisi membungkuk. Saat di ujung pojok rumah dan hendak berbelok Mila terkejut karena wajahnya berpapasan dengan sesosok wajah.

"Aaa ... cuh!" Mila berteriak kaget dan dengan spontan langsung meludahi seseorang yang tiba-tiba berada di hadapannya itu.

"Sial4n!" umpat kasar pria itu.

Mata Mila terbuka lebar, jantungnya berdegup kencang saat mendengar suara umpatan yang sangat keras. Beberapa orang datang mendekat seketika juga lampu menyala terang benderang.

Mila menatap satu persatu pria yang asing dalam pandangannya. Ada sekitar lima orang termasuk pria yang tepat berada di hadapannya. Pria itu mengusap kasar wajahnya.

"Hei, siapa kamu? Kenapa mengedap-ngendap di sini?" tanya salah seorang pria yang terlihat berwajah seram.

Mereka adalah sekelompok preman kampung, yang sering membuat huru-hara di kampung mereka. Tanpa Mila sadari, dia sudah memasuki wilayah markas para preman kampung itu. Malang sekali nasib Mila, lari dari harimau justru masuk kandang buaya. Benni ketua kelompok preman itu, menatap kesal Mila karena Mila sudah meludahi wajahnya.

Bersambung …

Related chapters

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 3 Menyembunyikan

    Bab 3."Kayaknya dia deh yang tadi nakut-nakutin aku tadi!" sahut Jojo salah satu anak buah Benni."Maaf, Mas-Mas, Abang-Abang. Saya gak bermaksud lancang. Cuma tadi saya kepepet karena dikejar orang, terpaksa saya lompat kesini. Saya cuma bersembunyi, gak punya maksud lain kok. Sumpah!" ujar Mila."Jangan percaya, Bos. Siapa tahu dia itu sebenarnya intel," bisik Jojo."Bukan-bukan kok!" sahut Mila saat mendengar penuturan Jojo."Saya ini cuma gadis biasa saja, bukan intel seperti yang kalian duga," imbuh Mila."Mana ada maling ngaku!" balas Koko.Mila menoleh ke arah Koko, pria berkulit hitam berambut kerinting itu menatap tajam ke arah Mila."Sumpah, Bang-Abang ... saya ini tadi di kejar-kejar orang," Mila kembali menegaskan."Memang siapa yang mengejar kamu? Kenapa kamu bisa dikejar mereka, kamu buron?" tanya Dirga, dia berdiri paling dekat dengan Benni.Mila menoleh ke sumber suara, mata Mia melebar. Mulutnya sedikit terbuka saat melihat pria yang baru saja bersuara itu."Jawab!"

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 4 Jadi ART

    Bab 4Benni menatap ke arah Mila yang melipat kedua tangannya di perut.Terus kamu maunya kerja apa? Di sini selain aman, kamu juga bisa dapat makan gratis. Dapat gaji, tinggal di tempat yang nyaman. Kamu kerja di sini dapat gaji, sudah. Tidak perlu banyak mikir kerjaannya haram atau halal. Uang yang buat bayar uang haram atau bukan., yang penting uang lancar,” tutur Benni santai."Dari jawabanmuku bisa menyimpulkan jika kalian itu memang benar-benar menggeluti bisnis gelap," ucap Mila."Biarin gelap, biar tidak kena bayar listrik tiap bulan!" balas Benni hingga membuat Dirga menahan tawa."Biarkan aku pergi, aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian. Jangan khawatir, jika tertangkap aku tidak akan pernah mau menikah dengan bapakmu. Aku juga tidak akan kembali ke rumah ibuku," tegas Mila."Hei, anak buah bapakku itu bukan Komar dan Aseng doang. Tapi banyak sekali di luaran sana! Saat ini di pastikan kamu itu sudah jadi buronan mereka.""Masa? Kenapa kamu beriya-iya sekali memaksa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 5 Mimpi

    Bab 5Dirga mengantar Mila ke sebuah kamar yang letaknya menyorok kedalam.Kreek ...Pintu terbuka dan memperlihatkan kamar yang berisi kasur, lemari pakaian dan nakas. Kamar itu tidak begitu luas, hanya saja ada kamar mandi dalam yang terbilang kecil juga."Kamu bisa pakai kamar ini, biasanya kamar ini yang tempat pacar Benni. Jika aku kasih kamu kamar yang di belakang sana, tidak ada kamar mandi dalam. Rata-rata yang ada di sini kan cowok, nanti kamu kurang nyaman.""Sudah tahu di sini semua cowok, ngapain aku di tampung di sini. Pindahin kemana gitu," gerutu Mila."Ya, sementara tinggal di sini dulu. Nanti pasti di pindahin, kok.""Kemana? Kalian gak berniat untuk mindahin aku ke dunia lain, kan?" tanya Mila penuh selidik."Ya gak lah, biar kita preman tapi tingkatan kita masih sebatas tukang palak. Belum merambah ke yang sana," jawab Dirga santai.Mila melangkah hendak keluar dari kamar, tapi Dirga dengan cepat menarik tote bag gadis tengil itu hingga gadis itu kembali masuk kedal

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 6 Diam-diam suka

    Bab 6 Benni masuk ke dalam rumahnya, dia ingin memastikan jika gadis yang dia sembunyikan itu, akan jadi incaran bapaknya atau tidak. Jika tidak, dia akan melepaskan gadis itu pergi dari markasnya. Saat dia masuk, ada tiga orang anak buah bapaknya yang berdiri dengan kepala tertunduk di hadapan Pak Broto yang duduk bersilang kaki, sesekali pria itu menghisap dalam-dalam rokok yang diapit oleh kedua jari tangan kanannya. "Jadi, Jenny belum bisa bayar semua hutang pacarnya yang kabur itu?" tanya Pak Broto. "Iya, Bos," jawab Kemi. Benni memasang telinga dan pura-pura mencari sesuatu di lemari kayu yang berada tak jauh dari sofa ruang tamu. "Ini Bos," Komar menyerahkan selembar kertas berukuran 15x15 pada Pak Broto. Pak Broto menerimanya lalu menyipitkan mata saat melihat ke arah kertas poto yang bergambar seorang gadis berambut panjang dan masih berseragam sekolah. "Apa maksudnya ini, kalian mau aku mengadopsi anak ini?" tanya Pak Broto dengan raut wajah kebingungan.

  • Gelora Asmara Preman Kampung    bab 7. Kursus

    Bab 7Diatas tikar yang terbentang di bawah pohon mangga yang rindang, terhidang nasi hangat, lele goreng lengkap dengan lalapan beserta sambal. Es teh juga sudah siap untuk mengobati dahaga. "Milo, kamu tidak punya keinginan untuk melanjutkan kuliah?" tanya Benni disela-sela makan siang mereka. Tangan Mila yang hendak menyuapkan nasi, seketika terhenti. "Gak mikir sampai ke situ aku, Bang. Aku tidak pernah punya pikiran yang muluk-muluk. Bisa lulus sampai SMK saja sudah bersyukur. Iya kali mau kuliah, biaya hidup saja aku harus cari sendiri sampai ngab. Gak pernah kepikiran pokoknya." "Jadi, sekarang kan sudah lulus. Apa rencanamu?" tanya Benni lagi. "Rencana apa? orang aku sudah terkurung di sini. Ya pikirannya, ya cuma di sini doang. Mau punya rencana apa lagi, coba? Misal Bang Benni mau ngelepasin aku, mungkin aku baru mikir rencana mau hidup yang kayak gimana." "Milo, aku bukannya berniat mengurung kamu. Tapi, anak buah bapakku memang sedang mencari-cari kamu. Waktu meliha

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 8. kecoa

    "Hei, buruan jawab! Kenapa malah senyam-senyum kayak orang gila!" ujar Benni kesal. "Hehe, menyetir. Biar bisa menyetir mobil, biar bisa kebut-kebutan. Impianku itu jadi pembalap mobil kayak film yang pernah kutonton. Tapi entah apa judulnya, lupa," ujar Mila sambil cengar-cengir, tanpa dia tahu jika kelima pria yang mendengar ocehannya merasa dongkol. "Bener-bener kurang se-ons ini bocah!" umpat Jojo lalu memasukan sayur selada ke mulutnya dengan kasar. "Kita turutin saja maunya si Milo ini. Kita masukan dia kursus nyetir, biar impiannya jadi pembalap tercapai!" ujar Benni menatap serius Mila. Mila tersenyum menunjukan rasa senangnya. "Serius kamu, Ben?" tanya Dirga terkejut. "Serius, nanti kalau dia sudah jago. Kita bisa rekrut dia jadi driver kita. Kita kan udah punya rencana mau buat tim p3rampokan. Itu loh, rencana untuk merampok bank," ujar Benni sambil mengedipkan sebelah matanya pada Jojo. "Eh, iya betul juga. Bagus kalau begitu. Ya sudah, jangan tunggu lama-lama

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 9 Cerita Masa Lalu

    Mila duduk di dekat jendela yang tirainya sengaja dia buka. Dia menatap keatas langit yang di penuhi bintang. Keindahan langit malam semakin terlihat karena cahaya bulan purnama. Mila memeriksa ponselnya, tidak ada yang menghubunginya. Karena Mila memang tak memiliki teman dekat atau sahabat. Dia lebih memilih berteman ala kadarnya. Ibunya juga tidak memiliki nomor teleponnya, jadi dia merasa aman dalam pelarian ini. "Mungkin, saat ini ... ini adalah tempat teraman untukku. Lagi pula aku mau pergi kemana jika keluar dari sini? Aku belum siap untuk menjadi gelandangan." Mila berbicara seorang diri dengan menompang kepalanya dengan tangan kirinya yang dia sandarkan di dinding. "Milo!" Mila menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup, dia mengangkat satu alisnya karena merasa heran. "Tumben dia ada di sini?" gumam Mila. Mila beranjak dari tempatnya dan membuka pintu. Benni berdiri di depan kamar, ia tersenyum menunjukan barisan giginya. Mila terpesona melihat wajah tampan Benni,

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bekas Tapi Baru

    Ceklek ~ Mulut Mila ternganga saat pintu lemari suah terbuka lebar. "Wow!" pekiknya. "Busyet, banyak banget. Ih ... tasnya bagus-bagus ... tapi ini model cewek dewasa!" seru Mila menyentuh satu persatu tas di dalam lemari. Dia mengambil satu tas dan mencobanya dengan mengalungkan di tangannya. Dia berpose seolah menjadi wanita sosialita. Mila meletakan kembali tas ke tempat semula, dia berjongkok lalu menyentuh berurutan sepatu dan high heels di bagian paling bawah lemari. "Oh My God, semua barangnya bagus-bagus. Ketua preman kampung gaes ... beli barang buat buat ceweknya gak kaleng-kaleng. Ckckck ..." Mila berdecak kagum. Mila membuka lemari pintu bagian satunya, biji mata Mila hampir terlepas melihat tumpukan baju di bagian atas. Semua masih terbungkus plastik. Di bagian yang tergantung juga penuh dengan gaun yang indah. "Ih, iya kali aku pakai gaun begini. Berasa sudah dewasa aku!" sambil bergumam Mila menempelkan satu mini dress di badannya. Dia mengembalik

Latest chapter

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 79

    Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 78

    Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 77

    "Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 76

    Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 75

    Desas-desus Mila hamil semakin ramai diperbincangkan di panti. Semua penghuni menduga jika Mila hamil dengan Yuza, tapi mereka sengaja merahasiakan hubungan mereka karena memiliki alasan tersendiri. Dugaan itu semakin kuat, karena Yuza sangat perhatian pada Mila. "Mila, kamu kalau sudah lelah istirahat saja. Biar Mbok sama Mak Leha yang menyelesaikan semua ini," ucap Mbok Denok yang merasa khawatir karena wajah Mila terlihat pucat. Mereka sedang membuat kue dan makanan untuk menyambut kedatangan orang tua Yuza. "Mungkin Mila semangat untuk menyambut kedatangan mertuanya," celetuk Mak Leha, spontan Mbok Denok menyenggol Mak Leha. Mila cukup terkejut mendengar perkataan Mak Leha. Sejak kapan dia digosipkan jadi istri Yuza. Mila menunduk, sebenarnya dia memang sedang tidak enak badan. Dia merasa pusing dan badan terasa dingin. "Mbok, Mak, Mila masuk ke kamar dulu ya. Gak enak badan soalnya." Mila pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar saja. Dia tak ingin memaksakan diri u

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 74

    Seminggu kemudian ... Mila merasakan sakit kepala yang luar biasa. Dia bahkan tak bisa bangun walau sekadar ingin ke kamar mandi. Intan begitu perhatian pada Mila, untung saja hari ini hari minggu sehingga Intan tak perlu sekolah dan bisa menjaga Mila. Tok~tok Intan membuka pintu kamar, Yuza berdiri di depan pintu. "Mana Kak Mila?" tanya Yuza. "Tuh, kepalanya sakit katanya." Intan menunjuk ke arah Mila yang terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Yuza masuk ke dalam dan langsung menyentuh dahi Mila kemudian kaki Mila yang terasa dingin. Yuza mengukur tensi Mila. "Astaga, tensinya rendah sekali," gumam Yuza. "Kak," Intan menyerahkan sesuatu pada Yuza. Yuza tertegun melihat benda yang baru saja Intan berikan padanya. Intan mendekati Yuza lalu berbisik di telingan Yuza. "Intan menemukan itu di kamar mandi sekitar satu minggu yang lalu," bisik Intan. Yuza mengingat-ingat kembali percakapan saat pertama bertemu dengan Mila. "Jangan-jangan ..." ucapan Yuza meng

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 73

    Subuh buta, Mila sudah terbangun karena alarm yang dia pasang. Dia mengikuti intruksi yang tertera di bungkus testpack. Urine yang paling akurat adalah yang saat bangun tidur. Dia membawa kotak susu uht kosong yang sudah dia potong ke dalam kamar mandi lalu mencucinya untuk dia gunakan sebagai penampung urine nya. Mila menghela napas panjang, lalu mencelupkan stik testpack, beberapa detik saja alat itu sudah menunjukkan dua garis yang bermakna jika dia positif hamil. Mulut Mila terganga, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ih, nanti aku ken cing lagi lah. Aku tes lagi ..." gumamnya. Mila lekas membersihkan kamar mandi dan keluar dari kamar mandi. Intan sudah terbangun dan menunggu di depan kamar mandi. 'Wah, bocil itu bangunnya pagi sekali,' batin Mila. Mila duduk di kursi belajar milik Intan, dia membuka satu botol air mineral yang semalam dia beli. Meneguknya dengan perlahan sambil memikirkan bagaimana menjelaskan pada Yuza jika memang dirinya hamil. Dia han

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 72.

    "Kamu kenapa, Mir?" tanya Mbok Denok yang merasa jika Mila terlihat aneh. Mila menelan air liurnya. "Mm, aku merasa ingin memakan mangga itu, Mbok." Mbok Denok menatap heran ke arah Mila, lalu mengeluarkan satu per satu mangga dalam kresek. Intan ikut duduk di dekat Mbok Denok. Liur Mila semakin mengucur saat mencium aroma getah mangga. "Kamu kok terlihat kayak oeang ngidam sih, Mil?" celetuk Mbok Debok. Mila tertegun, dia kembali mengingat tanggal periode haid nya. "Astaga ..." gumam Mila dalam hati."Kenapa jadi diam?" tanya Mbok Denok semakin bingung.Mila tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya, lalu mengambil satu mangga dan mencium aromanya. "Hmm, seger ... masih belum matang ini," ucap Mila mengalihkan pembicaraan."Iya, kita diamkan dulu beberapa hari baru matang dan bisa kita makan," balas Mbok Denok."Pak Rt itu yang rumahnya berselang dua rumah dari panti ini, kan?" tanya Mila ingin tahu."He'em, yang depan rumahnya ada dua pohon mangga itu," jawab Mbok Denok. Mereka

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 71. Mangga

    Bella merasa puas dengan apa yang sudah dia lakukan pada Dirga. Rasa cintanya pada Dirga sangat besar, tapi seketika rasa itu menjadi rasa benci tanpa cela. Dia benci karena Dirga bukan hanya memukulinya, tapi menghina dan ingin menghancurkan keluarganya. Dia juga sangat marah, karena Dirga sudah membuat Mila pergi dari rumah. Bella mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Benni dan yang lain membuntuti Bella, tujuan mereka saat ini adalah pulang ke rumah untuk memberi pelajaran pada Shasa. Bu Rani merasa lega saat kedua anaknya datang. Bu Sari yang menemani kakak madunya juga ikut merasa lega. Pak Broto duduk di sofa, Shasa menempel pada Pak Broto dengan wajah sedikit tegang. "Mana Dirga?" tanya Bu Rani."Dia sudah mendapatkan apa yang semestinya dia dapat." jawab Bella duduk di sofa seberang yang berhadapan dengan bapaknya dan Shasa. "Astaga, Bella. Kamu kan sedang hamil, kamu harus hati-hati. Kamu barusan naik motor sendirian? Ih ... biar Ibu ambilkan air minum dulu buat k

DMCA.com Protection Status