Share

Bab 4 Jadi ART

Penulis: Biyung_Desa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 4

Benni menatap ke arah Mila yang melipat kedua tangannya di perut.

Terus kamu maunya kerja apa? Di sini selain aman, kamu juga bisa dapat makan gratis. Dapat gaji, tinggal di tempat yang nyaman. Kamu kerja di sini dapat gaji, sudah. Tidak perlu banyak mikir kerjaannya haram atau halal. Uang yang buat bayar uang haram atau bukan.

, yang penting uang lancar,” tutur Benni santai.

"Dari jawabanmuku bisa menyimpulkan jika kalian itu memang benar-benar menggeluti bisnis gelap," ucap Mila.

"Biarin gelap, biar tidak kena bayar listrik tiap bulan!" balas Benni hingga membuat Dirga menahan tawa.

"Biarkan aku pergi, aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian. Jangan khawatir, jika tertangkap aku tidak akan pernah mau menikah dengan bapakmu. Aku juga tidak akan kembali ke rumah ibuku," tegas Mila.

"Hei, anak buah bapakku itu bukan Komar dan Aseng doang. Tapi banyak sekali di luaran sana! Saat ini di pastikan kamu itu sudah jadi buronan mereka."

"Masa? Kenapa kamu beriya-iya sekali memaksaku tinggal di sini. Kamu naksir aku ya? Uhm ... tapi maaf ya, kamu bukan tipeku!" ujar Mila.

"Cih ... najis tralala ya! Narsis banget sih kamu. Ya sudah sana, pergi saja. Eneg lama-lama ngomong sama ni bocah!" usir Benni karena benar-benar merasa kesal.

Mila terdiam sejenak, memikirkan kata -kata Benni. Dia juga berpikir, mau pergi kemana dia jika keluar dari rumah ini. Saudara saja tidak punya.

"Uhm, kayaknya aku berubah pikiran deh," ucap Mila disambut senyuman manis oleh Dirga.

"Kalau boleh tau, Abang mau ngasih pekerjaan apa ke saya? Tapi tolong ya Bang, jangan yang berat-berat atau yang aneh-aneh. Saya masih kecil, lugu, dan yang pasti gadis baik-baik," tutur Mila dengan wajah dibuat semanis mungkin.

Dirga tersenyum melihat tingkah Mila, sedangkan Benni menekuk mukanya.

"Kamu lihat rumah ini, kotor kan?" tanya Benni sambil menunjuk ke seluruh ruangan.

"Ho'oh, pake banget malah," sahut Mila.

"Nah, itu pekerjaanmu!" ucap Benni sambil mengeluarkan rokok dari bungkusnya dan menempelkan di bibirnya.

"Jadi pembantu," gumam Mila lirih sambil memutar bola matanya dan berpikir.

"Aku jadi pembantu di sini?" tanya Mila lagi, meminta kejelasan.

"Ya," jawab Benni.

"Berapa gajinya?" tanya Mila dengan wajah polos.

Dirga dan Benni saling memandang satu sama lain.

"Ya, disamakan dengan gaji ART di luaran sana lah," jawab Benni.

"La iya di luaran sana itu gaji ART berapa, Bang. Harus jelas dong, jangan sampai aku capek-capek kerja eh ... bayarannya ga sesuai."

"2800, tapi full. Bersih-bersih dan masak!" ujar Benni.

"Kamu bisa masak, kan?" tanya Dirga.

Mila terdiam memikirkan tawaran dua orang asing yang baru saja bertemu dengannya.

"2800, itu maksudnya?" tanya Mila polos.

"Dua juta delapan ratus, Neng ... Oneng!" seru Benni gemas.

"Oh, oke ... cuma soal masak, aku cuma bisa bikin telur ceplok, tempe goreng  ...''

"Ya terserah kamu bisa masaknya apa, asal jangan kamu bikin rumah ini ikut termasak sampai gosong saja, sudah," sahut Benni.

"Iya, sebenarnya soal masak tidak penting. Karena kami bisa makan di rumah masing-masing. Kamu cuma perlu memasak untuk diri kamu sendiri." Dirga menimpali.

"Begitu," sahut Mila tersenyum senang, "omon-omon nih ... kalian kerjanya apa?" tanya Mila dengan bahasa alay.

"Gak usah kepo!" jawab Benni.

"Gak bisa gitu, aku kan ada di rumah kalian nih. Misal kalian kerjanya jadi pengedar atau pembvnvh bayaran gitu kan. Terus ketangkep polisi, aku gak mau dong ikut terseret cuma karena aku tinggal sama kalian!" protes Mila.

"Ya Tuhan, cerewet amat nih anak. Ah, mau balik aku! Urus nih dia, lama-lama ngomong sama dia, bisa punya darah tinggi aku!" gerutu Benni seraya bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan ruang tamu.

Dirga dan Mila saling melempar senyum saat tatapan mereka bertemu. Dirga berdehem untuk mencairkan suasana.

"Pekerjaan kami bukan seperti yang kamu sebutkan tadi," ucap Dirga menjelaskan.

"Terus apa? Kurir paket?" Mila menimpali.

"Bukan juga, kerjaan kami itu keliling pasar dan kampung."

"Oh, hansip," tebak Mila.

"Bukan," jawab Dirga.

"Kredit keliling?" tebak Mila lagi.

"Bukan juga," jawab Dirga santai.

"Terus apa? Tukang palak!" ujar Mila sedikit kesal karena salah tebak terus.

"Nah ... itu!" jawab Dirga.

Mulut Mila terbuka lebar saat mendengar jawaban dari Dirga.

"Eh, jangan bercanda Kak!" seru Mila.

"Serius kok," jawab Dirga dengan wajah datar.

"Oh, jadi kalian ini preman?” gumam Mila masih tak percaya.

"He'em."

"Berarti aku ini bakal kerja sama preman?" ucap Mila masih seperti tidak percaya.

"Yoi," timpal Dirga dengan senyuman bangga.

"Preman kampung ..." ucap Mila hingga membuat senyuman Dirga memudar.

"Terserah kamu, mau nyebut preman kampung atau preman pasar. Yang penting kamu serius kerjanya," ucap Dirga.

"Keluar dari kandang kambing malah masuk kandang garangan," celetuk Mila.

Dirga memutar bola matanya, lalu tersenyum kecil. Dia paham, mungkin gadis di hadapannya itu ragu karena harus tinggal bersama orang asing.

"Oh ya, nama kamu siapa? Dari tadi ngobrol tapi belum tahu namanya," tanya Dirga

"Mila, umur 18 lebih sebulan. Baru lulus sekolah tadi, seragam juga baru dioret-oret tadi. Masih di atas kasur belum kulipat," jawab Mila dengan wajah lelah. Dia mengeluarkan satu gorengan dari plastik yang dari tadi berada di tangannya. Dengan wajah lesu, Mila menggigit gorengan.

Dirga tersenyum melihat pemandangan di hadapannya itu," Namaku Dirga, kamu ..."

"Iya Kak Dirga, salam kenal. Boleh minta minum gak? Haus nih," potong Mila sambil mengelus lehernya tanda jika dirinya memang kehausan.

"Boleh, sebentar ya biar aku ambilkan." Dirga mengangguk lalu pergi ke dapur mengambilkan minum untuk Mila. 

Mila memperhatikan sekeliling, hatinya bergejolak antara ingin kabur atau ingin tinggal. Jika kabur, dia bingung harus pergi kemana. 

Dirga datang membawa sebotol air mineral dingin. Dia meletakan di hadapan Mila. 

“minumlah!” ujar Dirga sembari duduk.

“Terima kasih,” ucap Mila meraih botol dan meminumnya. 

“Setelah selesai, mari kuantar ke kamarmu. Kamu bisa istirahat.”

Mila menatap Dirga.”Ck, Baiklah. Ayo!” 

Mila berdiri, Dirga ikut berdiri lalu berjalan menuju ke dalam diikuti Mila.

“Rumah ini lumayan besar, ya?” celetuk Mila memperhatikan sekeliling.

“Hm, bukan lumayan tapi memang besar,” Dirga menimpali.

“Astaga, Aku pasti bakalan kelelahan kerja di sini. Semoga semua ini lekas berlalu dan selesai. Aku bisa segera bertemu seorang pangeran berkuda putih, yang bisa menolongku dari jurang penderintaan ini,” gumam Mila.

“Aamiin,” sahut Dirga.

“Hm, Kamu suka dimasakin apa, Kak?” tanya Mila spontan.

Dirga tersenyum miring. “Tadi katanya tidak bisa masak? Kenapa sekarang bertanya, aku minta dimasakin apa?” 

Mila tersenyum malu, dia lupa kalau dirinya sedang pura-pura tidak bisa masak.

“Aku nanti bisa belajar lewat yutub, Kak.”

“Aku ini pemakan segala, daging segar pun kumakan,” jawab Dirga tersenyum kecil.

“Hah, kamu kanibal?” 

“Jangan banyak nanya, ayo Aku antar Kamu ke kamar!” jawab Dirga.

Bersambung … 

Bab terkait

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 5 Mimpi

    Bab 5Dirga mengantar Mila ke sebuah kamar yang letaknya menyorok kedalam.Kreek ...Pintu terbuka dan memperlihatkan kamar yang berisi kasur, lemari pakaian dan nakas. Kamar itu tidak begitu luas, hanya saja ada kamar mandi dalam yang terbilang kecil juga."Kamu bisa pakai kamar ini, biasanya kamar ini yang tempat pacar Benni. Jika aku kasih kamu kamar yang di belakang sana, tidak ada kamar mandi dalam. Rata-rata yang ada di sini kan cowok, nanti kamu kurang nyaman.""Sudah tahu di sini semua cowok, ngapain aku di tampung di sini. Pindahin kemana gitu," gerutu Mila."Ya, sementara tinggal di sini dulu. Nanti pasti di pindahin, kok.""Kemana? Kalian gak berniat untuk mindahin aku ke dunia lain, kan?" tanya Mila penuh selidik."Ya gak lah, biar kita preman tapi tingkatan kita masih sebatas tukang palak. Belum merambah ke yang sana," jawab Dirga santai.Mila melangkah hendak keluar dari kamar, tapi Dirga dengan cepat menarik tote bag gadis tengil itu hingga gadis itu kembali masuk kedal

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 6 Diam-diam suka

    Bab 6 Benni masuk ke dalam rumahnya, dia ingin memastikan jika gadis yang dia sembunyikan itu, akan jadi incaran bapaknya atau tidak. Jika tidak, dia akan melepaskan gadis itu pergi dari markasnya. Saat dia masuk, ada tiga orang anak buah bapaknya yang berdiri dengan kepala tertunduk di hadapan Pak Broto yang duduk bersilang kaki, sesekali pria itu menghisap dalam-dalam rokok yang diapit oleh kedua jari tangan kanannya. "Jadi, Jenny belum bisa bayar semua hutang pacarnya yang kabur itu?" tanya Pak Broto. "Iya, Bos," jawab Kemi. Benni memasang telinga dan pura-pura mencari sesuatu di lemari kayu yang berada tak jauh dari sofa ruang tamu. "Ini Bos," Komar menyerahkan selembar kertas berukuran 15x15 pada Pak Broto. Pak Broto menerimanya lalu menyipitkan mata saat melihat ke arah kertas poto yang bergambar seorang gadis berambut panjang dan masih berseragam sekolah. "Apa maksudnya ini, kalian mau aku mengadopsi anak ini?" tanya Pak Broto dengan raut wajah kebingungan.

  • Gelora Asmara Preman Kampung    bab 7. Kursus

    Bab 7Diatas tikar yang terbentang di bawah pohon mangga yang rindang, terhidang nasi hangat, lele goreng lengkap dengan lalapan beserta sambal. Es teh juga sudah siap untuk mengobati dahaga. "Milo, kamu tidak punya keinginan untuk melanjutkan kuliah?" tanya Benni disela-sela makan siang mereka. Tangan Mila yang hendak menyuapkan nasi, seketika terhenti. "Gak mikir sampai ke situ aku, Bang. Aku tidak pernah punya pikiran yang muluk-muluk. Bisa lulus sampai SMK saja sudah bersyukur. Iya kali mau kuliah, biaya hidup saja aku harus cari sendiri sampai ngab. Gak pernah kepikiran pokoknya." "Jadi, sekarang kan sudah lulus. Apa rencanamu?" tanya Benni lagi. "Rencana apa? orang aku sudah terkurung di sini. Ya pikirannya, ya cuma di sini doang. Mau punya rencana apa lagi, coba? Misal Bang Benni mau ngelepasin aku, mungkin aku baru mikir rencana mau hidup yang kayak gimana." "Milo, aku bukannya berniat mengurung kamu. Tapi, anak buah bapakku memang sedang mencari-cari kamu. Waktu meliha

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 8. kecoa

    "Hei, buruan jawab! Kenapa malah senyam-senyum kayak orang gila!" ujar Benni kesal. "Hehe, menyetir. Biar bisa menyetir mobil, biar bisa kebut-kebutan. Impianku itu jadi pembalap mobil kayak film yang pernah kutonton. Tapi entah apa judulnya, lupa," ujar Mila sambil cengar-cengir, tanpa dia tahu jika kelima pria yang mendengar ocehannya merasa dongkol. "Bener-bener kurang se-ons ini bocah!" umpat Jojo lalu memasukan sayur selada ke mulutnya dengan kasar. "Kita turutin saja maunya si Milo ini. Kita masukan dia kursus nyetir, biar impiannya jadi pembalap tercapai!" ujar Benni menatap serius Mila. Mila tersenyum menunjukan rasa senangnya. "Serius kamu, Ben?" tanya Dirga terkejut. "Serius, nanti kalau dia sudah jago. Kita bisa rekrut dia jadi driver kita. Kita kan udah punya rencana mau buat tim p3rampokan. Itu loh, rencana untuk merampok bank," ujar Benni sambil mengedipkan sebelah matanya pada Jojo. "Eh, iya betul juga. Bagus kalau begitu. Ya sudah, jangan tunggu lama-lama

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 9 Cerita Masa Lalu

    Mila duduk di dekat jendela yang tirainya sengaja dia buka. Dia menatap keatas langit yang di penuhi bintang. Keindahan langit malam semakin terlihat karena cahaya bulan purnama. Mila memeriksa ponselnya, tidak ada yang menghubunginya. Karena Mila memang tak memiliki teman dekat atau sahabat. Dia lebih memilih berteman ala kadarnya. Ibunya juga tidak memiliki nomor teleponnya, jadi dia merasa aman dalam pelarian ini. "Mungkin, saat ini ... ini adalah tempat teraman untukku. Lagi pula aku mau pergi kemana jika keluar dari sini? Aku belum siap untuk menjadi gelandangan." Mila berbicara seorang diri dengan menompang kepalanya dengan tangan kirinya yang dia sandarkan di dinding. "Milo!" Mila menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup, dia mengangkat satu alisnya karena merasa heran. "Tumben dia ada di sini?" gumam Mila. Mila beranjak dari tempatnya dan membuka pintu. Benni berdiri di depan kamar, ia tersenyum menunjukan barisan giginya. Mila terpesona melihat wajah tampan Benni,

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bekas Tapi Baru

    Ceklek ~ Mulut Mila ternganga saat pintu lemari suah terbuka lebar. "Wow!" pekiknya. "Busyet, banyak banget. Ih ... tasnya bagus-bagus ... tapi ini model cewek dewasa!" seru Mila menyentuh satu persatu tas di dalam lemari. Dia mengambil satu tas dan mencobanya dengan mengalungkan di tangannya. Dia berpose seolah menjadi wanita sosialita. Mila meletakan kembali tas ke tempat semula, dia berjongkok lalu menyentuh berurutan sepatu dan high heels di bagian paling bawah lemari. "Oh My God, semua barangnya bagus-bagus. Ketua preman kampung gaes ... beli barang buat buat ceweknya gak kaleng-kaleng. Ckckck ..." Mila berdecak kagum. Mila membuka lemari pintu bagian satunya, biji mata Mila hampir terlepas melihat tumpukan baju di bagian atas. Semua masih terbungkus plastik. Di bagian yang tergantung juga penuh dengan gaun yang indah. "Ih, iya kali aku pakai gaun begini. Berasa sudah dewasa aku!" sambil bergumam Mila menempelkan satu mini dress di badannya. Dia mengembalik

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Shasa

    Bab 11 Selesai sarapan, Benni berniat pulang ke rumahnya dahulu sebelum pergi mengambil pajak keamanan para pedagang pasar dan toko di kampung sekitar. Dia meninggalkan Mila dan Dirga begitu saja saat mereka asyik mengobrol di dapur. "Bajumu bagus Mila," puji Dirga. "Hm, ini dikasih gratis sama Bang Ben. Banyak banget tuh di lemari. Katanya dia beli buat mantan pacar dia." "Iya, dulu pacarnya Benni suka sekali shopping. Uang Benni banyak sekali yang dikeluarkan untuk Shasa. Buruk sekali nasib Benni, jatuh hati pada wanita matre," Dirga tersenyum miring di akhir ceritanya. "Mengapa Shasa bisa menikah dengan bapaknya Bang Ben?" Dirga menatap Mila. "Benni menceritakannya padamu?" "Sedikit, cuma keceplosan mungkin," jawab Mila mengira-ngira. "Orang tua Shasa memiliki hutang pada Pak Broto, mereka tidak bisa membayar hutang mereka. Kebetulan Pak Broto menyukai Shasa, beliau menjanjikan semua hutang orang tua Shasa lunas. Asal Shasa mau jadi istri mudanya." "Cih,

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bulan yang Datang

    Bab 12. Mila merasa tidak nyaman pada bagian perut bawahnya. Hal itu membuatnya teringat jika dirinya mungkin kedatangan tamu bulanan. Mila mendengus saat mendapati bahwa dirinya memang sedang datang bulan, sedangkan dirinya tidak memiliki pembalut. Mila menemui Dirga yang sedang sedang menonton tv bersama Jojo dan Wawan. "Kak, ada yang ingin aku katakan ini," ucap Mila "Hm, iya... apa Mil?" tanya Dirga masih fokus menatap ke arah layar tv. "Anu, mau minta tolong," imbuh Mia membuat Dirga menoleh ke arahnya. "Minta tolong apa?" tanya Dirga. "Sini!" Mila melambaikan tangan mengajak Dirga menjauhi Wawan. Dia malu jika sampai Wawan mendengar. Dirga mendekati Mila, mereka berdua sedikit menjauhi Wawan. "Ada apa?" tanya Dirga penasaran. "Kak," bisik Mila sedikit lebih mendekat dengan Dirga,"Aku kedatangan tamu bulanan. Aku gak punya pem balut." Mila memberitahu dengan tersenyum canggung. Dirga menatap Mila, Dirga menampakan wajah bingungnya. "Lha terus gimana, Mil?" tanya Dirg

Bab terbaru

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 81

    Intan yang semula ingin masuk kios, memilih diam dan menguping di sisi pintu. Dia bisa mengerti dan memahami isi percakapan Mila dan Mbok Denok yang terdengar dari ponsel Mila. Baru setelah Mila selesai mengobrol, Intan memunculkan diri. "Kak," sapa Intan mendekati Mila. "Ya Sayang," jawab Mila tersenyum pada Intan. "Kak mila sudah makan siang?" tanya Intan. "Sudah tadi, sebelum Mbak Retno pergi. Adik Kak Mila ini sudah makan?" "Sudah. Kak, boleh gak Intan minta sesuatu sama Kak Mila?" tanya Intan. "Boleh, mau minta apa? Kalau Kak Mila bisa turutin pasti langsung diturutin." "Intan mau tinggal sama Kak Mila selamanya, boleh?" Bibir Mila terkunci, matanya menatap lekat wajah Intan. Dia curiga, jika Intan pasti sudah mendengar pembicaraannya dengan Mbok Denok. "Pasti, Kak Mila tidak pernah keberatan jika Intan tinggal sama Kakak. Karena kan, Kak Mila gak punya keluarga. Jadi, pas ada Intan jadi berasa punya keluarga. Intan itu satu-satunya adik yang Kak Mila punya. Kena

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 80

    Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 79

    Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 78

    Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 77

    "Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 76

    Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 75

    Desas-desus Mila hamil semakin ramai diperbincangkan di panti. Semua penghuni menduga jika Mila hamil dengan Yuza, tapi mereka sengaja merahasiakan hubungan mereka karena memiliki alasan tersendiri. Dugaan itu semakin kuat, karena Yuza sangat perhatian pada Mila. "Mila, kamu kalau sudah lelah istirahat saja. Biar Mbok sama Mak Leha yang menyelesaikan semua ini," ucap Mbok Denok yang merasa khawatir karena wajah Mila terlihat pucat. Mereka sedang membuat kue dan makanan untuk menyambut kedatangan orang tua Yuza. "Mungkin Mila semangat untuk menyambut kedatangan mertuanya," celetuk Mak Leha, spontan Mbok Denok menyenggol Mak Leha. Mila cukup terkejut mendengar perkataan Mak Leha. Sejak kapan dia digosipkan jadi istri Yuza. Mila menunduk, sebenarnya dia memang sedang tidak enak badan. Dia merasa pusing dan badan terasa dingin. "Mbok, Mak, Mila masuk ke kamar dulu ya. Gak enak badan soalnya." Mila pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar saja. Dia tak ingin memaksakan diri u

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 74

    Seminggu kemudian ... Mila merasakan sakit kepala yang luar biasa. Dia bahkan tak bisa bangun walau sekadar ingin ke kamar mandi. Intan begitu perhatian pada Mila, untung saja hari ini hari minggu sehingga Intan tak perlu sekolah dan bisa menjaga Mila. Tok~tok Intan membuka pintu kamar, Yuza berdiri di depan pintu. "Mana Kak Mila?" tanya Yuza. "Tuh, kepalanya sakit katanya." Intan menunjuk ke arah Mila yang terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Yuza masuk ke dalam dan langsung menyentuh dahi Mila kemudian kaki Mila yang terasa dingin. Yuza mengukur tensi Mila. "Astaga, tensinya rendah sekali," gumam Yuza. "Kak," Intan menyerahkan sesuatu pada Yuza. Yuza tertegun melihat benda yang baru saja Intan berikan padanya. Intan mendekati Yuza lalu berbisik di telingan Yuza. "Intan menemukan itu di kamar mandi sekitar satu minggu yang lalu," bisik Intan. Yuza mengingat-ingat kembali percakapan saat pertama bertemu dengan Mila. "Jangan-jangan ..." ucapan Yuza meng

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 73

    Subuh buta, Mila sudah terbangun karena alarm yang dia pasang. Dia mengikuti intruksi yang tertera di bungkus testpack. Urine yang paling akurat adalah yang saat bangun tidur. Dia membawa kotak susu uht kosong yang sudah dia potong ke dalam kamar mandi lalu mencucinya untuk dia gunakan sebagai penampung urine nya. Mila menghela napas panjang, lalu mencelupkan stik testpack, beberapa detik saja alat itu sudah menunjukkan dua garis yang bermakna jika dia positif hamil. Mulut Mila terganga, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ih, nanti aku ken cing lagi lah. Aku tes lagi ..." gumamnya. Mila lekas membersihkan kamar mandi dan keluar dari kamar mandi. Intan sudah terbangun dan menunggu di depan kamar mandi. 'Wah, bocil itu bangunnya pagi sekali,' batin Mila. Mila duduk di kursi belajar milik Intan, dia membuka satu botol air mineral yang semalam dia beli. Meneguknya dengan perlahan sambil memikirkan bagaimana menjelaskan pada Yuza jika memang dirinya hamil. Dia han

DMCA.com Protection Status