Share

Bab 8. kecoa

"Hei, buruan jawab! Kenapa malah senyam-senyum kayak orang gila!" ujar Benni kesal.

"Hehe, menyetir. Biar bisa menyetir mobil, biar bisa kebut-kebutan. Impianku itu jadi pembalap mobil kayak film yang pernah kutonton. Tapi entah apa judulnya, lupa," ujar Mila sambil cengar-cengir, tanpa dia tahu jika kelima pria yang mendengar ocehannya merasa dongkol.

"Bener-bener kurang se-ons ini bocah!" umpat Jojo lalu memasukan sayur selada ke mulutnya dengan kasar.

"Kita turutin saja maunya si Milo ini. Kita masukan dia kursus nyetir, biar impiannya jadi pembalap tercapai!" ujar Benni menatap serius Mila.

Mila tersenyum menunjukan rasa senangnya.

"Serius kamu, Ben?" tanya Dirga terkejut.

"Serius, nanti kalau dia sudah jago. Kita bisa rekrut dia jadi driver kita. Kita kan udah punya rencana mau buat tim p3rampokan. Itu loh, rencana untuk merampok bank," ujar Benni sambil mengedipkan sebelah matanya pada Jojo.

"Eh, iya betul juga. Bagus kalau begitu. Ya sudah, jangan tunggu lama-lama, besok daftarin dia Ben!" seru Jojo.

Wajah Mila seketika berubah menjadi pucat, dia menatap satu persatu wajah semua orang. Mereka tampak serius dan tersenyum miring.

"Kalian bercanda kan, kalian sedang mengerjai aku kan,? kalian marah cuma karena aku masakin telur doang, terus sekarang lagi membalas perbuatanku ya, kan?! Coba dong, kalian posisikan diri kalian jadi aku!

Aku dari kecil sudah hidup dari belas kasihan orang, ibuku tidak peduli denganku. Sekalinya ikut dia, dia ingin menjadikanku pelunas hutangnya. Sekarang apa? aku terjebak di sini, tinggal bersama kalian. Orang-orang asing yang tidak kukenal.

Setiap malam aku tidak bisa tidur nyenyak. Meski kalian baik padaku, tetap saja aku ini wanita dan kalian laki-laki. Betapa khawatir dan takutnya aku. Jadi biarkan aku pergi dari sini, aku janji akan pergi jauh dan tidak akan kembali. kesini. Jika aku tertangkap, aku lebih memilih mat1 daripada jadi istri keempat bapakmu, Bang Ben."

Kelima preman kampung itu terdiam mendengar perkataan Mila. Mila berdiri dari duduknya lalu memakai sandal miliknya. Semua menatap Mila dengan perasaan yang hanya diri mereka saja yang tahu.

"Ben, mungkin sebaiknya kita tidak menampung dia di sini lagi. Sepertinya dia tidak nyaman." Dirga mencoba untuk menasehati Benni.

"Wajar dia takut dan khawatir kita apa-apakan. Kita kan preman kampung, tahu sendiri kalau sudah dapat predikat preman itu, ya jelas sudah dianggap memiliki sifat yang busuk. Sampah masyarakat konon ..." timpal Jojo.

"Masalahnya, kita harus punya rencana yang matang. Dia juga harus punya tujuan yang tepat, mau kemana. Jangan sampai pada akhirnya dia luntang-lantung saat keluar dari sini," balas Benni.

"Ada benarnya apa yang dikatakan Benni, biarpun kita ini preman yang sering berbuat dosa. Setidaknya kita harus berbuat baik meski sedikit, biar ada pahala yang bisa membawa kita masuk surga setelah di hisab di neraka." Wawan ikut menimpali tapi perkataannya membuat semua orang menatap kearahnya kesal.

"Bau-baunya bakal jadi ustad kalau sudah mendapatkan pintu hidayah nanti," ujar Jojo melirik ke arah Wawan.

Benni beranjak dari tempatnya, dia memakai alas kakinya hendak pergi.

"Mau kemana?" tanya Dirga.

"Mau menemui Milo," jawab Benni.

"Biar aku saja yang membujuk dia, Ben." Dirga menawarkan diri bahkan dia sudah berdiri.

"Tidak perlu, biar aku. Aku yang membuatnya tetap di sini. Biar aku yang menyelesaikan semua!" balas Benni membuat Dirga terdiam di tempatnya berdiri.

Benni pergi menuju rumah, sedangkan Dirga menatap sahabatnya itu, hingga sahabatnya itu masuk kedalam.

●●●●

Bab 9

Mila menghempaskan diri di kasur, matanya menatap plafon kamar yang di cat bernuansa langit biru berawan.

"Bapak, Oma ... haruskah aku mengakhiri hidupku ini?" gumam Mila.

"Seandainya saja, waktu itu aku tidak menumpang di rumah Jenny. Mungkin saat ini aku tidak akan terjebak di situasi seperti ini. Kenapa waktu itu aku takut jadi gelandangan, jika akhirnya hidupku saat ini juga seberantakan ini."

Tok~tok~tok

Mila mendengus kesal saat mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Milo!" Mila berdecak saat mendengar suara yang memanggilnya dari luar. Dia tahu betul siapa yang datang. Hanya Benni yang memanggilnya dengan sebutan itu.

Mila beranjak dari tempat tidur dan berjalan mendekati pintu.

Ceklek ~

Pintu terbuka, Benni berdiri dan tersenyum tipis di sana. Mila menyambutnya dengan wajah masam.

"Ada apa, Bang?" tanya Mila dingin.

"Maaf jika aku membuatmu berada di situasi yang tida kamu inginkan," ucap Benni tulus.

"Bukan kalian yang membuatku berada di situasi seperti ini, tapi ibuku pelakunya. Mungkin saat ini, dia juga tak ingat diriku lagi." Mila tersenyum miring mengenang wajah sinis ibunya.

"Milo, kalau kamu ingin pergi dari sini. Pergilah, tapi satu pesanku. Bulatkan dulu tekadmu, dan tentukan tujuannmu mau kemana. Jangan sampai, saat sudah keluar dari sini, kamu hidup luntang-lantung di luaran sana."

Perkataan Benni membuat Mila terpana, tatapan mata mereka saling bertemu. Mila menundukkan kepalanya.

"Aku bicara seperti ini, karena aku juga memiliki adik perempuan.

Mila mengangguk mengerti dengan penjelasan Benni, ada rasa terharu dan senang karena dia dipertemukan dengan orang baik meski kelihatannya seram.

Wuss ...brrr ...

Mata Mil membeliak saat tiba-tiba ada sesuatu yang terbang dan menghampiri mereka. Mila semakin terkejut saat melihat jika itu ternyata kecoa.

Puk ...

Mila meringis melihat kecoa itu hingga di pundak Benni.

"Mil, ke-kecoa," bisik Benni dengan wajah meringis geli.

"Iya, Bang. Yang bilang itu capung juga siapa?" balas Mila.

"Mil, ambil ... buruan!" pinta Benni memelas.

"Hus!" Mila berusaha mengusir kecoa itu dengan mengibaskan kedua tangannya.

Kecoa itu bukan pergi malah justru  terbang pindah  ke atas kepala Benni.

"Astaga, Milo!" pekik Benni berjingkrak geli hingga tanpa sadar dia sudah masuk ke kamar Mila.

Mila berlari mengikuti Benni yang ketakutan hingga naik berdiri ke atas tempat tidur.

"Ih, Bang. Berantakanlah tempat tidur aku!" Mila memprotes tidak terima.

Benni lekas turun dari tempat tidur saat kecoa itu terbang keluar dari jendela.

"Sorry Mil, maaf. Salahin saja tuh kecoa!"

"Bang Benni ini aneh, Bang Benni ini kan preman, masa takut sama kecoa yang kecil begitu," ledek Mila.

"Bukan takut, woi. Cuma geli ..." Benni bergidik geli.

"Kamu kurang bersih nih, Mil. Masa masih ada kecoa yang berkeliaran!" sungut Benni menggelengkan kepala diiringi decakan.

"Kurang bersih gimana? Coba bandingi tempat ini dulu sewaktu belum ada aku dan setelah ada aku!"

"Iya-iya, sudahlah. Aku mau pulang dulu." Benni pamit pulang.

Benni keluar dari kamar Mila. Kini tinggal Mila dengan berkacak pinggang menatap kesal ke arah tempat tidurnya berantakan. 

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status