Bab 15. Di dalam kamarnya, Shasa mondar-mandir memikirkan tentang apa yang dia dengar tadi. Kata pujian cantik yang keluar dari mulut Benni untuk wanita lain, membuat hatinya merasa cemburu. "Siapa wanita yang dia puji cantik tadi," gumam Shasa. Dia sangat mencintai Benni, tapi dia juga sangat ingin memiliki kehidupan yang mewah dan serba tercukupi. Karena itulah, Shasa tak menolak saat orang tuanya menjadikannya jaminan pelunas hutang. Meski dia tahu, jika orang yang akan menikahinya adalah bapak dari pria yang dia cintai. Dalam benaknya saat itu, Benni pasti tidak akan berpaling darinya meski dirinya menjadi ibu tiri Benni. Shasa merasa jika Benni sangat mencintai dan tergila-gila padanya. Kenyataannya, kini Benni begitu cuek dan dingin padanya. Tapi dia tetap merasa jika Benni masih menyimpan perasaan untuknya. "Besok aku harus cari tahu, seperti apa wanita itu. Aku harus datangi markas Benni saat dia pergi beroperasi di pasar," ujar Shasa dengan tekad yang bulat.
Bab 16. Shasa menyeruput pelan capucinno buatan Mila. Dia menatap Mila, memperhatikan Mila dari ujung kaki hingga ujung kepala. Hal itu membuat Mila yang berdiri di hadapan Shasa merasa canggung. "Namamu siapa?" tanya Shasa. "Karmila, biasa dipanggil Mila." "Berapa usiamu?" tanya Shasa lagi. Mila mengerutkan keningnya. "Memangnya Bang Benni tidak bilang sama Mbak Bella. Kita seumuran, aku juga baru lulus SMA sama seperti Mbak Bella," jawab Mila membuat Shasa tersenyum canggung. "Ada, hanya saja aku ingin memastikan apakah yang dikatakannya benar atau tidak," kilah Shasa. "Begitu," gumam Mila. "Apa kamu suka kerja di sini?" tanya Shasa. "Suka tidak suka, sih. Mau bagaimana lagi," jawab Mila jujur. "Kamu menyukai Benni?" selidik Shasa. "Hah? Tentu saja tidak!" jawab Mila spontan. "Mana mungkin aku menyukai pria yang dingin itu. Hatiku ini sudah sering terluka, jadi aku suka pria yang romantis dan perhatian," imbuh Mila. Shasa tersenyum miring, dalam ha
Bab 17 Selesai makan, mereka berkumpul di ruang tengah. Kecuali Mila yang sibuk membuat kopi dan merasa letih melihat tumpukan piring kotor. Mila menoleh sekilas saat Dirga datang ke dapur. "Sudah selesai kopinya, sini biar aku bantu bawa ke ruang," Dirga menawarkan diri. Mila hanya mengangguk, entah mengapa dia enggan menatap apalagi bicara dengan Dirga. Setelah Dirga pergi, Mila mencuci piring kotor di sink. Pikirannya teringat dengan tamu siang tadi. "Jika yang sekarang ada di sini Bella, lalu siapa yang datang tadi pagi?" batin Mila dengan tangan yang menggosok piring kotor. "Hai, mengapa melamun?" sapa Harsa yang sudah berada di samping Mila. Mila terlonjak kaget, hampir saja piring di tangannya terlepas. "Eh, ada apa? Kenapa ada di dapur?" tanya Mila gugup. "Aku mau mengambil jus, di mana gelasnya?" jawab Harsa sambil menunjukan karton kemasan jus jeruk. Mila menunjukan di mana letak gelas lalu melanjutkan mencuci piring. Harsa berlalu dari dapur, tapi Dirga datang lag
Bab 18. Sesuai janjinya, Benni benar-benar mengajak Mila jalan-jalan keluar. Semua orang sudah pulang kecuali Dirga. Benni baru saja selesai mandi, dia hendak menunggu Mila di ruang tengah. Ternyata ada Dirga yang duduk di sana sedang bermain game. Sekilas Dirga menoleh melihat kedatangan Benni. Dia kembali menatap layar ponselnya. "Mau kemana, sudah rapi begitu?" tanya Dirga tanpa menoleh ke arah Benni. "Kencan," jawab Benni asal. Jari Dirga terhenti menekan layar ponsel, dia memperhatikan Benni mencari keseriusan dari ucapannya. "Kenapa menatapku?" tanya Benni risih. "Kencan dengan siapa?" tanya Dirga penasaran. "Dengan siapa saja, yang penting orangnya mau." Benni tersenyum miring lalu duduk di dekat Benni. "Katanya mau kencan, kenapa duduk di sini?" Dirga bingung melihat tingkah Benni. "Sudah, diam dulu ..." Benni dan Dirga kompak menoleh saat melihat seseorang datang di antara mereka. Mata Dirga menyipit melihat penampilan Mila yang terlihat lain. Mila memakai jaket c
Bab 19. Saat mereka berdebat, tiba-tiba saja ada pemuda mendekati mereka berdua. Mila kaget karena pemuda itu adalah Andi, teman sekelasnya. "Andi," sapa Mila membuka masker. "Hei, Mil." balas Andi tampak terkejut. "Sedang apa di sini, kamu?" tanya Mila. "Kerja," jawab Andi sambil meletakkan dua kebab di meja. "Mil, bisa poto bareng gak? Ini pertemuan kita setelah sebulan lulus sekolah," kata Andi. "Tentu saja boleh," jawab Mila senang. "Mas bisa ..." "Eh, jangan dia!" Mila langsung memotong perkataan Andi yang ingin meminta tolong pada Benni untuk memoto mereka berdua. Mila mengajak Andi sedikit menjauh, lalu meminta salah satu teman kerja Andi untuk membantu memotret mereka. Benni merasa kesal dengan perbuatan Mila. Suasana hatinya yang tak baik karena baru bertemu Shasa dan merasa cemburu karena Mila menyukai Dirga. Kini justru semakin kesal melihat kedekatan Mila dengan Andi. Mila sudah memakai kembali markernya saat mendekati Benni. Benni menatap kesal Mi
Bab 20. Mila yang sudah selesai berbelanja, mendekati kasir terlebih dahulu. Kebetulan, keadaan mini market sedang sepi. Mila meletakkan keranjang belanjaannya di meja kasir, Mbak Kasir memulai menscan satu persatu barang dari keranjang. "Semua totalnya 250 ribu ya, Kak," ucap Mbak Kasir dengan senyuman manis. Mila merogoh tote bagnya, Mila celingukan karena ternyata uangnya hanya 200 ribu. Mila menggaruk keningnya, tersenyum malu pada Mbak Kasir yang masih tersenyum menunggu pembayaran darinya. "Kenapa Mil?" tanya Harsa yang sudah selesai dan mendekati Mila yang berdiri di depan kasir terlihat kebingungan. Mila sedikit mendekati Harsa, "Bang, uangku kurang 50 ribu. Perasaan tadi aku bawa uang 300. Mm, hutang dulu, boleh?" bisik Mila membuat Harsa tersenyum lalu mengangguk. Harsa mendekati kasir lalu membayar belanjaan Mila. Mila bernapas lega karena tidak jadi malu. Saat di luar mini market, Mila menyerahkan uang miliknya untuk mengganti uang Harsa tadi. "Bang,
Bab 21Mila memutar badan hendak masuk ke dalam, tapi dengan cepat Dirga memeluk Mila. Hingga membuat jantung Mila seakan berhenti berdetak karena terkejut. Wawan, Jojo dan Koko menggeleng-geleng melihat adegan di depan mata mereka. Mereka memilih untuk masuk dari pada melihat lanjutan adegan yang mungkin akan membuat mereka iri. Sedangkan Benni, dia menahan amarahnya melihat perbuatan Dirga. "Kak, tolong lepaskan," tutur Mila karena menyadari wajah kesal Benni. "Aku memgkhawatirkanmu, jika kamu tak ingin lagi tinggal di sini. Akan kucarikan tempat lain untukmu," ucap Dirga sesaat setelah melepaskan pelukannya. "Hm, aku pasti akan dengan senang hati menerima tawaranmu itu," balas Mila tersenyum senang. "Baiklah, secepatnya aku akan mencari tempat yang aman untukmu. Agar tak ditemukan anak buah Pak Broto atau ibumu." "Terima kasih, aku masuk dulu. Aku sangat lelah hari ini," ucap Mila lalu masuk ke dalam melewati Benni yang berdiri kaku. Dirga juga ikut masuk ke dalam tanpa memp
Bab 22Mila menelan salivanya, dia menatap nanar ponsel yang baru saja membuatnya bahagia selama beberapa jam ini. Mila mendekati serpihan ponsel itu, dia mengambil kartu sim miliknya. Lalu berdiri tegap di hadapan Benni. Matanya menatap berani wajah Benni. "Aku tidak tahu apa mau-mu, aku juga tidak mengerti kenapa kamu selalu marah begini. Aku hanya ingin bilang, tolong buka matamu! Aku, aku ini Mila ... orang yang tak sengaja tersesat di sini dan jadi pembantu di sini. Aku bukan Shasa kekasihmu yang ingin kamu kengkang!" Mila berbicara sambil menunjuk ke arah dadanya. Benni terpana, dia diam tak menimpali perkataan Mila. Mila membuang muka, dia tidak ingin Benni melihat jika matanya sudah berembun. "Mila, aku ... minta maaf. Aku ..." ucap Benni tak berani melanjutkan ucapannya. Mila membalikkan badan dan melangkah cepat meninggalkan dapur. "Aku mencintaimu, Mila. Aku tidak tahu sejak kapan rasa ini bertandang di hati," ucap Benni sebatas dalam hatinya. Dia tak punya nyali u