Bab 21Mila memutar badan hendak masuk ke dalam, tapi dengan cepat Dirga memeluk Mila. Hingga membuat jantung Mila seakan berhenti berdetak karena terkejut. Wawan, Jojo dan Koko menggeleng-geleng melihat adegan di depan mata mereka. Mereka memilih untuk masuk dari pada melihat lanjutan adegan yang mungkin akan membuat mereka iri. Sedangkan Benni, dia menahan amarahnya melihat perbuatan Dirga. "Kak, tolong lepaskan," tutur Mila karena menyadari wajah kesal Benni. "Aku memgkhawatirkanmu, jika kamu tak ingin lagi tinggal di sini. Akan kucarikan tempat lain untukmu," ucap Dirga sesaat setelah melepaskan pelukannya. "Hm, aku pasti akan dengan senang hati menerima tawaranmu itu," balas Mila tersenyum senang. "Baiklah, secepatnya aku akan mencari tempat yang aman untukmu. Agar tak ditemukan anak buah Pak Broto atau ibumu." "Terima kasih, aku masuk dulu. Aku sangat lelah hari ini," ucap Mila lalu masuk ke dalam melewati Benni yang berdiri kaku. Dirga juga ikut masuk ke dalam tanpa memp
Bab 22Mila menelan salivanya, dia menatap nanar ponsel yang baru saja membuatnya bahagia selama beberapa jam ini. Mila mendekati serpihan ponsel itu, dia mengambil kartu sim miliknya. Lalu berdiri tegap di hadapan Benni. Matanya menatap berani wajah Benni. "Aku tidak tahu apa mau-mu, aku juga tidak mengerti kenapa kamu selalu marah begini. Aku hanya ingin bilang, tolong buka matamu! Aku, aku ini Mila ... orang yang tak sengaja tersesat di sini dan jadi pembantu di sini. Aku bukan Shasa kekasihmu yang ingin kamu kengkang!" Mila berbicara sambil menunjuk ke arah dadanya. Benni terpana, dia diam tak menimpali perkataan Mila. Mila membuang muka, dia tidak ingin Benni melihat jika matanya sudah berembun. "Mila, aku ... minta maaf. Aku ..." ucap Benni tak berani melanjutkan ucapannya. Mila membalikkan badan dan melangkah cepat meninggalkan dapur. "Aku mencintaimu, Mila. Aku tidak tahu sejak kapan rasa ini bertandang di hati," ucap Benni sebatas dalam hatinya. Dia tak punya nyali u
Dengan kecepatan penuh, Benni memacu sepeda motor menuju rumahnya. Rasa emosi sudah menguasai dirinya. Sebelumnya ..."Apa, ini bukan prank, kan?" tanya Benni santai meski sebenarnya terkejut ketika mendengar ibunya mengatakan jika Bella hamil. "Perkara seperti ini tidak bisa dibuat bercanda, Ben. Adikmu benar-benar hamil. Tanya kan saja pada Harsa tentang kebenaran itu," balas Bu Rani dengan wajah kecewa. Wajah Benni berubah menjadi tegang, dia yang duduk di samping Bella, meneh dan menatap adiknya dari samping. Benni beralih menatap ke arah Harsa yang juga sedang menghadap ke arahnya. Helaan napas Harsa terdengar begitu berat, seberat kepalanya yang harus mengangguk menjawan kebenaran kabar tentang Bella. Rasa amarah begitu saja tersulut di hati Benni, dia menatap tajam adik perempuan satu-satunya itu. "Siapa yang melakukannya?" tanya Benni pada Mila yang mulai terisak. "Pertanyaan seperti itu hanya tepat jika dia dirudapaks4. Kalimat pertanyaan yang benar untuknya ialah, den
Bab 24"Dirga!!!" Suara Benni yang begitu lantang, memecah keheningan. Jojo, Koko, Wawan dan Dirga yang sedang berdiri di dekat dapur terlonjak kaget. Mereka berempat lari keluar ke ruang depan. Melihat kedatangan keempat temannya, tanpa menunggu Benni langsung mendekati Dirga. Bug ... Bogem mentah langsung mendarat di pipi kiri Dirga, hingga membuatnya jatu tersungkur. Dengan keadaan terkejut, dia memekik kesakitan dan menatap bingung ke arah Benni. "Ada apa, kenapa datang-datang langsung main pukul?" tanya Koko panik dia menolong Dirga untuk berdiri. Dirga memegang pipi kiri lalu mengusap darah yang mengalir dari ujung bibirnya. Dia berdecih menahan rasa pening. "Beraninya, kamu ...! Aku sudah menganggapmu seperti saudaraku sendiri, tapi mengapa kamu merusak Bella!" Benni membentak Dirga lalu hendak memukul Dirga kembali. Akan tetapi Wawan dan Jojo menghalanginya. "Aku tidak merusaknya, adikmu sendiri yang menyerahkan dirinya padaku!" jawab Dirga dengan sorot mata mengejek.
Bab 25.Benny membuka kasar pintu kamar di mana Dirga dikurung, Dirga yang kaki dan tangannya terikat, menatap tajam kedatangan Benni. "Di mana kamu menyembunyikan, Mila?!" tanya Benni. Dirga mengangkat satu alisnya mendengar pertanyaan Benni, sesaat kemudian dua tersenyum miring karena paham dengan tuduhan Benni. "Kemana aku menyembunyikannya? Untuk apa aku memberitahumu!" balas Dirga sinis. "Cepat katakan atau aku hajar kamu!" Benni mengancam Dirga sambil menunjuk ke arah wajah Dirga, matanya melotot karena marah. "Hajar saja, kalau perlu sampai mati sekalian! Biar kamu tidak menemukan Mila dan aku juga tidak perlu menikahi adikmu itu!" jawab Dirga tak gentar dengan ancaman Benni. "Brengsek!" umpat Benni mendekati Dirga. Bug ... bug ... bug "Kau pikir aku tidak bisa mencarikan pria lain untuk menikahi adikku jika kamu mati?! Kamu pikir kamu itu siapa!!" Benni memukuli Dirga tanpa belas kasihan, sampai Harsa dan yang lainnya datang memegangi Benni agar berhenti memukuli Hars
Motor yang dikendarai oleh Benni terasa oleng, diapun menepikan motor ninja miliknya. "Ck, pakai acara kempes segala!" Benni menendang ban motornya. Benni melepas helm dan memperhatikan sekeliling, memastikan apa ada bengkel tambal ban di sekitarnya. "Kenapa motornya, Mas?" tanya seorang pengendara motor yang kebetulan melintas. "Tiba-tiba kempes ini, Pak," jawab Benni. "Oalah, jalan saja ke depan sana. Nanti sehabis tikungan persis itu ada bengkel." "Terima kasih ya, Pak," ucap Benni. "Sama-sama. Mau bantu stut, tapi motor kamu lebih gede dari punya saya ... hehe," ucap si bapak seraya melajukan motornya meninggalkan Benni yang berjuang mendorong motornya. Benni duduk menunggu saat ban motornya sedang diperbaiki. Dia mencoba menghubungi Mila, tapi sayangnya nomer Mila sudah tidak aktif. Benni menunggu dengan perasaan gelisah. "Ini Mas, sudh selesai!" ujar Abang bengkel memberitahu. "Oh iya." Benni langsung berdiri dan mengambil dompetnya. Benni mendekat
Bab 27 Braak~brak~brak "Hei, Bella. Harusnya yang marah itu orang tuamu. Ini malah kebalikannya, angkuh banget jadi anak! Kamu juga, ngapain dirayu-rayu? Dia gak mau makan biarin aja, cuekin. Kalau lapar juga ntar keluar! Berbuat kesalahan tapi songong banget!" Bella tahu itu suara siapa, hati Bella terasa sakit mendengar ocehan Shasa. Tapi dia sedang di fase malas untuk menanggapi. "Apa sih, gak usah ikut campur!" marah Harsa. "Eh, kalau kamu manjain dia. Dia bakal semakin ngelunjak ... dia itu salah. Sudah mencoreng muka orang tua dia! Bukannya tahu diri malah pakai acara mogok makan segala!" Shasa kembali bersuara. Kali ini, Shasa benar-benar puas bisa meluapkan kekesalannya pada Bella. "Mulut aja pintar nyeramahin orang, kelakuan lebih busuk dari orang yang dia hina!" umpat Shasa. "Diam gak kamu!" bentak Harsa, "pergi sana!" Harsa mengusir Shasa pergi. "Iya aku pergi, kamu pikir aku suka berada di depan kamar si julid Bella? Najis!" jawab Shasa lalu pergi
Bab 28Pak Broto dan ketiga istrinya duduk di ruang keluarga. Mereka ingin membahas acara pernikahan Bella yang akan digelar satu minggu lagi. "Rasanya tidak perlu mengadakan pesta, malu. Bella baru saja lulus sekolah, orang-orang pasti bisa langsung menebak kenapa Bella langsung menikah," tutur Bu Rani lesu. Shasa tersenyum kecil, dalam hatinya dia benar-benar merasa senang dengan apa yang menimpa Bella. "Tapi kalau dirahasiakan, bisa menimbulkan fitnah juga," timpal Bu Sari. "Kita adakan pesta kecil-kecilan saja, undang keluarga besar kita. Supaya mereka tahu jika Bella sudah menikah. Tetangga kanan kiri-kiri diundang untuk menghadiri pengajian saja. Biar mereka juga tahu, Bella sudah menikah dan tidak akan terkejut jika nanti melihat perut Bella membesar." Shasa dengan sok bijak memberi saran. Dia memang ingin terlihat baik di mata suami dan para kakak madunya. "Ide Shasa boleh juga, tapi ... tetap tak menutup kemungkinan, tetangga pasti akan menggunjing," balas Bu Rani. "Sud
Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l
Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d
Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa
"Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa
Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny
Desas-desus Mila hamil semakin ramai diperbincangkan di panti. Semua penghuni menduga jika Mila hamil dengan Yuza, tapi mereka sengaja merahasiakan hubungan mereka karena memiliki alasan tersendiri. Dugaan itu semakin kuat, karena Yuza sangat perhatian pada Mila. "Mila, kamu kalau sudah lelah istirahat saja. Biar Mbok sama Mak Leha yang menyelesaikan semua ini," ucap Mbok Denok yang merasa khawatir karena wajah Mila terlihat pucat. Mereka sedang membuat kue dan makanan untuk menyambut kedatangan orang tua Yuza. "Mungkin Mila semangat untuk menyambut kedatangan mertuanya," celetuk Mak Leha, spontan Mbok Denok menyenggol Mak Leha. Mila cukup terkejut mendengar perkataan Mak Leha. Sejak kapan dia digosipkan jadi istri Yuza. Mila menunduk, sebenarnya dia memang sedang tidak enak badan. Dia merasa pusing dan badan terasa dingin. "Mbok, Mak, Mila masuk ke kamar dulu ya. Gak enak badan soalnya." Mila pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar saja. Dia tak ingin memaksakan diri u
Seminggu kemudian ... Mila merasakan sakit kepala yang luar biasa. Dia bahkan tak bisa bangun walau sekadar ingin ke kamar mandi. Intan begitu perhatian pada Mila, untung saja hari ini hari minggu sehingga Intan tak perlu sekolah dan bisa menjaga Mila. Tok~tok Intan membuka pintu kamar, Yuza berdiri di depan pintu. "Mana Kak Mila?" tanya Yuza. "Tuh, kepalanya sakit katanya." Intan menunjuk ke arah Mila yang terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Yuza masuk ke dalam dan langsung menyentuh dahi Mila kemudian kaki Mila yang terasa dingin. Yuza mengukur tensi Mila. "Astaga, tensinya rendah sekali," gumam Yuza. "Kak," Intan menyerahkan sesuatu pada Yuza. Yuza tertegun melihat benda yang baru saja Intan berikan padanya. Intan mendekati Yuza lalu berbisik di telingan Yuza. "Intan menemukan itu di kamar mandi sekitar satu minggu yang lalu," bisik Intan. Yuza mengingat-ingat kembali percakapan saat pertama bertemu dengan Mila. "Jangan-jangan ..." ucapan Yuza meng
Subuh buta, Mila sudah terbangun karena alarm yang dia pasang. Dia mengikuti intruksi yang tertera di bungkus testpack. Urine yang paling akurat adalah yang saat bangun tidur. Dia membawa kotak susu uht kosong yang sudah dia potong ke dalam kamar mandi lalu mencucinya untuk dia gunakan sebagai penampung urine nya. Mila menghela napas panjang, lalu mencelupkan stik testpack, beberapa detik saja alat itu sudah menunjukkan dua garis yang bermakna jika dia positif hamil. Mulut Mila terganga, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ih, nanti aku ken cing lagi lah. Aku tes lagi ..." gumamnya. Mila lekas membersihkan kamar mandi dan keluar dari kamar mandi. Intan sudah terbangun dan menunggu di depan kamar mandi. 'Wah, bocil itu bangunnya pagi sekali,' batin Mila. Mila duduk di kursi belajar milik Intan, dia membuka satu botol air mineral yang semalam dia beli. Meneguknya dengan perlahan sambil memikirkan bagaimana menjelaskan pada Yuza jika memang dirinya hamil. Dia han
"Kamu kenapa, Mir?" tanya Mbok Denok yang merasa jika Mila terlihat aneh. Mila menelan air liurnya. "Mm, aku merasa ingin memakan mangga itu, Mbok." Mbok Denok menatap heran ke arah Mila, lalu mengeluarkan satu per satu mangga dalam kresek. Intan ikut duduk di dekat Mbok Denok. Liur Mila semakin mengucur saat mencium aroma getah mangga. "Kamu kok terlihat kayak oeang ngidam sih, Mil?" celetuk Mbok Debok. Mila tertegun, dia kembali mengingat tanggal periode haid nya. "Astaga ..." gumam Mila dalam hati."Kenapa jadi diam?" tanya Mbok Denok semakin bingung.Mila tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya, lalu mengambil satu mangga dan mencium aromanya. "Hmm, seger ... masih belum matang ini," ucap Mila mengalihkan pembicaraan."Iya, kita diamkan dulu beberapa hari baru matang dan bisa kita makan," balas Mbok Denok."Pak Rt itu yang rumahnya berselang dua rumah dari panti ini, kan?" tanya Mila ingin tahu."He'em, yang depan rumahnya ada dua pohon mangga itu," jawab Mbok Denok. Mereka