Motor yang dikendarai oleh Benni terasa oleng, diapun menepikan motor ninja miliknya. "Ck, pakai acara kempes segala!" Benni menendang ban motornya. Benni melepas helm dan memperhatikan sekeliling, memastikan apa ada bengkel tambal ban di sekitarnya. "Kenapa motornya, Mas?" tanya seorang pengendara motor yang kebetulan melintas. "Tiba-tiba kempes ini, Pak," jawab Benni. "Oalah, jalan saja ke depan sana. Nanti sehabis tikungan persis itu ada bengkel." "Terima kasih ya, Pak," ucap Benni. "Sama-sama. Mau bantu stut, tapi motor kamu lebih gede dari punya saya ... hehe," ucap si bapak seraya melajukan motornya meninggalkan Benni yang berjuang mendorong motornya. Benni duduk menunggu saat ban motornya sedang diperbaiki. Dia mencoba menghubungi Mila, tapi sayangnya nomer Mila sudah tidak aktif. Benni menunggu dengan perasaan gelisah. "Ini Mas, sudh selesai!" ujar Abang bengkel memberitahu. "Oh iya." Benni langsung berdiri dan mengambil dompetnya. Benni mendekat
Bab 27 Braak~brak~brak "Hei, Bella. Harusnya yang marah itu orang tuamu. Ini malah kebalikannya, angkuh banget jadi anak! Kamu juga, ngapain dirayu-rayu? Dia gak mau makan biarin aja, cuekin. Kalau lapar juga ntar keluar! Berbuat kesalahan tapi songong banget!" Bella tahu itu suara siapa, hati Bella terasa sakit mendengar ocehan Shasa. Tapi dia sedang di fase malas untuk menanggapi. "Apa sih, gak usah ikut campur!" marah Harsa. "Eh, kalau kamu manjain dia. Dia bakal semakin ngelunjak ... dia itu salah. Sudah mencoreng muka orang tua dia! Bukannya tahu diri malah pakai acara mogok makan segala!" Shasa kembali bersuara. Kali ini, Shasa benar-benar puas bisa meluapkan kekesalannya pada Bella. "Mulut aja pintar nyeramahin orang, kelakuan lebih busuk dari orang yang dia hina!" umpat Shasa. "Diam gak kamu!" bentak Harsa, "pergi sana!" Harsa mengusir Shasa pergi. "Iya aku pergi, kamu pikir aku suka berada di depan kamar si julid Bella? Najis!" jawab Shasa lalu pergi
Bab 28Pak Broto dan ketiga istrinya duduk di ruang keluarga. Mereka ingin membahas acara pernikahan Bella yang akan digelar satu minggu lagi. "Rasanya tidak perlu mengadakan pesta, malu. Bella baru saja lulus sekolah, orang-orang pasti bisa langsung menebak kenapa Bella langsung menikah," tutur Bu Rani lesu. Shasa tersenyum kecil, dalam hatinya dia benar-benar merasa senang dengan apa yang menimpa Bella. "Tapi kalau dirahasiakan, bisa menimbulkan fitnah juga," timpal Bu Sari. "Kita adakan pesta kecil-kecilan saja, undang keluarga besar kita. Supaya mereka tahu jika Bella sudah menikah. Tetangga kanan kiri-kiri diundang untuk menghadiri pengajian saja. Biar mereka juga tahu, Bella sudah menikah dan tidak akan terkejut jika nanti melihat perut Bella membesar." Shasa dengan sok bijak memberi saran. Dia memang ingin terlihat baik di mata suami dan para kakak madunya. "Ide Shasa boleh juga, tapi ... tetap tak menutup kemungkinan, tetangga pasti akan menggunjing," balas Bu Rani. "Sud
Bab 29 Pagi menjelang dengan begitu cepat, Bella terbangun saat mendengar suara pintu kamar di tutup dengan kasar. Dia mendengus kasar saat menyadari, jika Dirga yang baru saja keluar dari kamar tanpa membangunkannya. "Kenapa jadi aneh begini, kenapa dia jadi berubah begitu." Bella hanya bisa membatin melihat perubahan sikap Dirga. Dulu sewaktu pacaran, Dirga sangatlah romantis dan lembut. Hingga membuat Bella benar-benar bertekuk lutut pada Dirga. Wanita muda itu, turun dari ranjangnya lalu menuju kamar mandi. Dia tidak ingin keluarganya tahu, jika hubungannya dengan pria yang baru beberapa jam jadi suaminya itu, sedang tifak baik-baik saja. Saat Bella turun, semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan, termasuk suaminya. "Ayo, Bel kita sarapan bersama!" ajak Bu Sari. Bella duduk di dekat Dirga, dia juga dengan cekatan mengambilkan makanan ke piring Dirga. "Sekarang kamu sudah jadi adik iparnya Benni. Kamu masih tetap mau jadi anak buah Benni, Ga?" tanya Shasa
Bab 30 Betapa terkejutnya Shasa saat melihat Bu Rani berdiri di ujung tangga, ketika dirinya menuruni tangga. "Darimana kamu, Sha?" tanya Bu Rani. "Dari balkon atas, kak. Lihat pemandangan," jawab Shasa sesantai mungkin. "Oh," balas Bu Rani lalu pergi begitu saja menuju dapur. Shasa menggigit bibir bawahnya, lalu mengikuti Bu Rani menuju dapur. "Mau masak apa, Kak?" tanya Shasa basa-basi untuk menutupi kegugupannya. "Masak kesukaan Benni," jawab Bu Rani mengambil telur dari dari kulkas. "Roti isi telur dan sayur selada," ucap Shasa keceplosan. Bu Rani melirik ke arah Shasa. "Darimana kamu tahu, kalau Benni suka roti isi telur?" tanya Bu Rani. Shasa meruntuki dirinya sendiri karena tak bisa menjaga mulutnya. "Mm, gak sengaja pernah dengar pas dia pesan sama Bibik," jawab Shasa asal. "Kapan itu? Kamu kan jarang berada di sini saat pagi?" "Tepatnya kapan sih lupa, Kak. Tapi waktu itu ada Mas Broto juga, kok," jawab Shasa sedikit gugup. Bu Rani tak menanggapi, wanita yang be
Bab 31. Sinar matahari menyengat kulit, meski hari masih terbilang pagi. Benni berhenti di depan gang kecil yang terhubung dengan gang di depan rumahnya. Dia ingin mencari tahu jejak terakhir Mila, dia sangat berharap jika waktu itu ada saksi mata yang melihat. Saat Benni termenung, ada becak datang dan berhenti di dekatnya. Bapak becak itu menatap heran ke arah Benny. "Ngapain kamu di situ? Ngojek? Memangnya kamu sudah tobat dan beralih profesi?" tanya Si Bapak Tukang Becak. Dia sangat tahu siapa Benni, preman kampung tukang palak. Benny sedikit terkejut mendengar perkataan pria setengah tua itu. Mungkun dia mengira jika Benni ingin menyainginya. Benni tak ingin mengambil hati ucapan si Bapak. Saat ini dia punya misi yang lebih penting. Benni turun dari motor dan mendekati si Bapak. "Kalau mau ngojek, motornya jangan yang seperti itu. Mikir-mikir orang yang mau naik," tegurnya sambil menunjuk ke arah Benni. "Tidak kok, saya tidak mau ngojek. Tujuan saya, mau mencari orang. Mm,
Bab 32 Malam terasa begitu sunyi, Benmi merasa jika uasana di rumahnya juga terasa berbeda dari biasanya. Benni masuk ke kamar yang biasanya di tempati oleh Mila. Dia memperhatikan seluruh penjuru kamar. Benni tergelak karena pernah ketakutan melihat kecoa di kamar ini bersama Mila. "Kau harus tahu Mila, setelah Shasa mengkhianati diriku. Aku benar-benar menutup pintu hatiku untuk wanita manapun. Tapi bocah ingusan sepertimu, dengan begitu muda meluluhkan hatiku. Tapi saat hatiku mulai bersemi kenapa kamu pergi hingga membuat rasa ini hampir layu sebelum berkembang," gumam Benni sendirian. Keadaan rumahnya memang sangat sepi, biasanya ada Dirga yang tinggal di rumah ini menjaga Mila. Tapi hal-hal tak terduga terjadi bagai mimpi buruk yang ikut menjelma ke alam nyata. Benni membaringkan diri di atas kasur, dia menatap ke atas langit kamar. Wajah Mira menari-nari dalam ingatan. Aroma wangi Mila masih menempel pada sprei membuatnya rindu pada perdebatan kecil setiap bertemu dengan M
Bab 33Benni termangu di tempatnya berdiri, mendengar apa yang baru saja dikatakan bapaknya. Pikirannya langsung tertuju pada Mila. 'Mungkinkah Bapak sudah menemukan Mila?' batin Benni. "Sekarang kalian tahu kan, rasanya dikhianati suami? Ibuku merasakan rasa sakit itu berulang kali!!" ucap Benni dingin. "Ck, sok tahu kamu itu Ben! Jadi pria itu bebas mau punya istri berapa, yang penting adil ngasih nafkah," sahut Pak Broto. "Terserah Bapak saja, sudah tua bukannya tobat malah makin menjadi. Dasar bandot tua!" kata Benni mengungkapkan isi hatinya. "Kamu itu, gak sopan! Mau seperti apapun aku ini, bapakmu!" bentakPak Broto yang merasa kesal dengan perkataan Benni. Benni berkacak pinggang menatap bapaknya, nyali Pak Broto menciut melihat tatapan elang Benni. "Apa ada yang salah dengan ucapanku tadi? Bapak itu egois, Bapak selalu ingin Ibu mengerti apa kemauan Bapak. Tapi Bapak tidak pernah mau mengerti Ibu! Bapak itu kawin terus, selingkuh sana-sini. Coba Bapak pikir jika itu di
Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l
Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d
Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa
"Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa
Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny
Desas-desus Mila hamil semakin ramai diperbincangkan di panti. Semua penghuni menduga jika Mila hamil dengan Yuza, tapi mereka sengaja merahasiakan hubungan mereka karena memiliki alasan tersendiri. Dugaan itu semakin kuat, karena Yuza sangat perhatian pada Mila. "Mila, kamu kalau sudah lelah istirahat saja. Biar Mbok sama Mak Leha yang menyelesaikan semua ini," ucap Mbok Denok yang merasa khawatir karena wajah Mila terlihat pucat. Mereka sedang membuat kue dan makanan untuk menyambut kedatangan orang tua Yuza. "Mungkin Mila semangat untuk menyambut kedatangan mertuanya," celetuk Mak Leha, spontan Mbok Denok menyenggol Mak Leha. Mila cukup terkejut mendengar perkataan Mak Leha. Sejak kapan dia digosipkan jadi istri Yuza. Mila menunduk, sebenarnya dia memang sedang tidak enak badan. Dia merasa pusing dan badan terasa dingin. "Mbok, Mak, Mila masuk ke kamar dulu ya. Gak enak badan soalnya." Mila pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar saja. Dia tak ingin memaksakan diri u
Seminggu kemudian ... Mila merasakan sakit kepala yang luar biasa. Dia bahkan tak bisa bangun walau sekadar ingin ke kamar mandi. Intan begitu perhatian pada Mila, untung saja hari ini hari minggu sehingga Intan tak perlu sekolah dan bisa menjaga Mila. Tok~tok Intan membuka pintu kamar, Yuza berdiri di depan pintu. "Mana Kak Mila?" tanya Yuza. "Tuh, kepalanya sakit katanya." Intan menunjuk ke arah Mila yang terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Yuza masuk ke dalam dan langsung menyentuh dahi Mila kemudian kaki Mila yang terasa dingin. Yuza mengukur tensi Mila. "Astaga, tensinya rendah sekali," gumam Yuza. "Kak," Intan menyerahkan sesuatu pada Yuza. Yuza tertegun melihat benda yang baru saja Intan berikan padanya. Intan mendekati Yuza lalu berbisik di telingan Yuza. "Intan menemukan itu di kamar mandi sekitar satu minggu yang lalu," bisik Intan. Yuza mengingat-ingat kembali percakapan saat pertama bertemu dengan Mila. "Jangan-jangan ..." ucapan Yuza meng
Subuh buta, Mila sudah terbangun karena alarm yang dia pasang. Dia mengikuti intruksi yang tertera di bungkus testpack. Urine yang paling akurat adalah yang saat bangun tidur. Dia membawa kotak susu uht kosong yang sudah dia potong ke dalam kamar mandi lalu mencucinya untuk dia gunakan sebagai penampung urine nya. Mila menghela napas panjang, lalu mencelupkan stik testpack, beberapa detik saja alat itu sudah menunjukkan dua garis yang bermakna jika dia positif hamil. Mulut Mila terganga, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ih, nanti aku ken cing lagi lah. Aku tes lagi ..." gumamnya. Mila lekas membersihkan kamar mandi dan keluar dari kamar mandi. Intan sudah terbangun dan menunggu di depan kamar mandi. 'Wah, bocil itu bangunnya pagi sekali,' batin Mila. Mila duduk di kursi belajar milik Intan, dia membuka satu botol air mineral yang semalam dia beli. Meneguknya dengan perlahan sambil memikirkan bagaimana menjelaskan pada Yuza jika memang dirinya hamil. Dia han
"Kamu kenapa, Mir?" tanya Mbok Denok yang merasa jika Mila terlihat aneh. Mila menelan air liurnya. "Mm, aku merasa ingin memakan mangga itu, Mbok." Mbok Denok menatap heran ke arah Mila, lalu mengeluarkan satu per satu mangga dalam kresek. Intan ikut duduk di dekat Mbok Denok. Liur Mila semakin mengucur saat mencium aroma getah mangga. "Kamu kok terlihat kayak oeang ngidam sih, Mil?" celetuk Mbok Debok. Mila tertegun, dia kembali mengingat tanggal periode haid nya. "Astaga ..." gumam Mila dalam hati."Kenapa jadi diam?" tanya Mbok Denok semakin bingung.Mila tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya, lalu mengambil satu mangga dan mencium aromanya. "Hmm, seger ... masih belum matang ini," ucap Mila mengalihkan pembicaraan."Iya, kita diamkan dulu beberapa hari baru matang dan bisa kita makan," balas Mbok Denok."Pak Rt itu yang rumahnya berselang dua rumah dari panti ini, kan?" tanya Mila ingin tahu."He'em, yang depan rumahnya ada dua pohon mangga itu," jawab Mbok Denok. Mereka