Bab 28Pak Broto dan ketiga istrinya duduk di ruang keluarga. Mereka ingin membahas acara pernikahan Bella yang akan digelar satu minggu lagi. "Rasanya tidak perlu mengadakan pesta, malu. Bella baru saja lulus sekolah, orang-orang pasti bisa langsung menebak kenapa Bella langsung menikah," tutur Bu Rani lesu. Shasa tersenyum kecil, dalam hatinya dia benar-benar merasa senang dengan apa yang menimpa Bella. "Tapi kalau dirahasiakan, bisa menimbulkan fitnah juga," timpal Bu Sari. "Kita adakan pesta kecil-kecilan saja, undang keluarga besar kita. Supaya mereka tahu jika Bella sudah menikah. Tetangga kanan kiri-kiri diundang untuk menghadiri pengajian saja. Biar mereka juga tahu, Bella sudah menikah dan tidak akan terkejut jika nanti melihat perut Bella membesar." Shasa dengan sok bijak memberi saran. Dia memang ingin terlihat baik di mata suami dan para kakak madunya. "Ide Shasa boleh juga, tapi ... tetap tak menutup kemungkinan, tetangga pasti akan menggunjing," balas Bu Rani. "Sud
Bab 29 Pagi menjelang dengan begitu cepat, Bella terbangun saat mendengar suara pintu kamar di tutup dengan kasar. Dia mendengus kasar saat menyadari, jika Dirga yang baru saja keluar dari kamar tanpa membangunkannya. "Kenapa jadi aneh begini, kenapa dia jadi berubah begitu." Bella hanya bisa membatin melihat perubahan sikap Dirga. Dulu sewaktu pacaran, Dirga sangatlah romantis dan lembut. Hingga membuat Bella benar-benar bertekuk lutut pada Dirga. Wanita muda itu, turun dari ranjangnya lalu menuju kamar mandi. Dia tidak ingin keluarganya tahu, jika hubungannya dengan pria yang baru beberapa jam jadi suaminya itu, sedang tifak baik-baik saja. Saat Bella turun, semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan, termasuk suaminya. "Ayo, Bel kita sarapan bersama!" ajak Bu Sari. Bella duduk di dekat Dirga, dia juga dengan cekatan mengambilkan makanan ke piring Dirga. "Sekarang kamu sudah jadi adik iparnya Benni. Kamu masih tetap mau jadi anak buah Benni, Ga?" tanya Shasa
Bab 30 Betapa terkejutnya Shasa saat melihat Bu Rani berdiri di ujung tangga, ketika dirinya menuruni tangga. "Darimana kamu, Sha?" tanya Bu Rani. "Dari balkon atas, kak. Lihat pemandangan," jawab Shasa sesantai mungkin. "Oh," balas Bu Rani lalu pergi begitu saja menuju dapur. Shasa menggigit bibir bawahnya, lalu mengikuti Bu Rani menuju dapur. "Mau masak apa, Kak?" tanya Shasa basa-basi untuk menutupi kegugupannya. "Masak kesukaan Benni," jawab Bu Rani mengambil telur dari dari kulkas. "Roti isi telur dan sayur selada," ucap Shasa keceplosan. Bu Rani melirik ke arah Shasa. "Darimana kamu tahu, kalau Benni suka roti isi telur?" tanya Bu Rani. Shasa meruntuki dirinya sendiri karena tak bisa menjaga mulutnya. "Mm, gak sengaja pernah dengar pas dia pesan sama Bibik," jawab Shasa asal. "Kapan itu? Kamu kan jarang berada di sini saat pagi?" "Tepatnya kapan sih lupa, Kak. Tapi waktu itu ada Mas Broto juga, kok," jawab Shasa sedikit gugup. Bu Rani tak menanggapi, wanita yang be
Bab 31. Sinar matahari menyengat kulit, meski hari masih terbilang pagi. Benni berhenti di depan gang kecil yang terhubung dengan gang di depan rumahnya. Dia ingin mencari tahu jejak terakhir Mila, dia sangat berharap jika waktu itu ada saksi mata yang melihat. Saat Benni termenung, ada becak datang dan berhenti di dekatnya. Bapak becak itu menatap heran ke arah Benny. "Ngapain kamu di situ? Ngojek? Memangnya kamu sudah tobat dan beralih profesi?" tanya Si Bapak Tukang Becak. Dia sangat tahu siapa Benni, preman kampung tukang palak. Benny sedikit terkejut mendengar perkataan pria setengah tua itu. Mungkun dia mengira jika Benni ingin menyainginya. Benni tak ingin mengambil hati ucapan si Bapak. Saat ini dia punya misi yang lebih penting. Benni turun dari motor dan mendekati si Bapak. "Kalau mau ngojek, motornya jangan yang seperti itu. Mikir-mikir orang yang mau naik," tegurnya sambil menunjuk ke arah Benni. "Tidak kok, saya tidak mau ngojek. Tujuan saya, mau mencari orang. Mm,
Bab 32 Malam terasa begitu sunyi, Benmi merasa jika uasana di rumahnya juga terasa berbeda dari biasanya. Benni masuk ke kamar yang biasanya di tempati oleh Mila. Dia memperhatikan seluruh penjuru kamar. Benni tergelak karena pernah ketakutan melihat kecoa di kamar ini bersama Mila. "Kau harus tahu Mila, setelah Shasa mengkhianati diriku. Aku benar-benar menutup pintu hatiku untuk wanita manapun. Tapi bocah ingusan sepertimu, dengan begitu muda meluluhkan hatiku. Tapi saat hatiku mulai bersemi kenapa kamu pergi hingga membuat rasa ini hampir layu sebelum berkembang," gumam Benni sendirian. Keadaan rumahnya memang sangat sepi, biasanya ada Dirga yang tinggal di rumah ini menjaga Mila. Tapi hal-hal tak terduga terjadi bagai mimpi buruk yang ikut menjelma ke alam nyata. Benni membaringkan diri di atas kasur, dia menatap ke atas langit kamar. Wajah Mira menari-nari dalam ingatan. Aroma wangi Mila masih menempel pada sprei membuatnya rindu pada perdebatan kecil setiap bertemu dengan M
Bab 33Benni termangu di tempatnya berdiri, mendengar apa yang baru saja dikatakan bapaknya. Pikirannya langsung tertuju pada Mila. 'Mungkinkah Bapak sudah menemukan Mila?' batin Benni. "Sekarang kalian tahu kan, rasanya dikhianati suami? Ibuku merasakan rasa sakit itu berulang kali!!" ucap Benni dingin. "Ck, sok tahu kamu itu Ben! Jadi pria itu bebas mau punya istri berapa, yang penting adil ngasih nafkah," sahut Pak Broto. "Terserah Bapak saja, sudah tua bukannya tobat malah makin menjadi. Dasar bandot tua!" kata Benni mengungkapkan isi hatinya. "Kamu itu, gak sopan! Mau seperti apapun aku ini, bapakmu!" bentakPak Broto yang merasa kesal dengan perkataan Benni. Benni berkacak pinggang menatap bapaknya, nyali Pak Broto menciut melihat tatapan elang Benni. "Apa ada yang salah dengan ucapanku tadi? Bapak itu egois, Bapak selalu ingin Ibu mengerti apa kemauan Bapak. Tapi Bapak tidak pernah mau mengerti Ibu! Bapak itu kawin terus, selingkuh sana-sini. Coba Bapak pikir jika itu di
"Apa hubungan Mak Romlah dengan gadis tadi?" tanya Komar membuat Mak Romlah menahan napas dan meliruk ke arah pintu rumahnya yang terbuka. "Dia, temannya anak saya, Bang," jawab Mak Romlah lirih sambil menatap takut Komar dan Aseng. Komar dan Aseng saling melirik satu sama lain. "Bang, jangan minta dia untuk dijadikan jaminan pelunas hutang suami saya. Dia tidak ada hubungan apapun dengan kami," kata Mak Romlah memohon. "Asal kamu tahu ya, Mak. Kamu gak mau menjadikan dia jaminan hutangmu sekalipun, dia itu iti sudah jadi jaminan hutang. Dia itu, buronan kita ... ibunya menjadikan jaminan hutang pada Pak Broto. Tapi dia kabur," beritahu Komar dengan suara setengah berbisik. Mak Romlah terperangah mendengar penjelasan dari Komar. "Tapi ... tadi," ucap Mak Romlah menggantung karena bingung. "Dia itu tak tahu siapa kami, karena pasti tak mengenali kami. Jadi Mak harus diam dan membantu kami. Tenang saja, pasti ada imbalannya kalau Mak Romlah membantu kami membawa Mila pulang ke r
Komar dan Aseng lantas menjelaskan rencana mereka pada Pak Komar. "Wah, pintar sekali kalian!" Puji Pak Broto, "kalau berhasil, saya akan kasih bonus pada kalian berdua!" Mendengar kalimat itu, Aseng dan Komar bertambah semakin semangat. "Tapi, Mak Romlah mengajukan syarat untuk bantuan yang akan dia berikan," Komar memberitahu. "Apa yang dia mau? Melunaskan hutangnya? Ya sudah, lunaskan saja ... toh, dia sudah membayar hutang pokok dengan bunga yang sudah memberi keuntungan lumayan. Penuhi saja apa maunya," jawab Pak Broto seakan tahu. Komar pun menjelaskan kembali syarat yang diajukan Mak Romlah. Pak Broto pun tidak keberatan dan segera membuat surat pernyataan. Pikirannya terus teringat wajah Mila yang cantik bak artis korea yang dia sangat gemari. Komar menghubungi Mak Romlah, jika sore itu mereka akan segera datang ke rumahnya membawa surat perjanjian dari Pak Broto. Mak Romlah keluar dari kamarnya, dia mencari Mila yang ternyata sedang berada di dapur. Mila sedang