Bab 14Semua mata tertuju pada Benni, seakan meminta penjelasan jika apa yang baru saja dikatakannya itu bukan hanya gurauan semata."Kamu pasti cuma bergurau, kan? Paling cuma mau membuat kita-kita ini gak bercandain kamu lagi, biar gak nanya kapan kawin lagi. Iya kan, Ben?" cecar Bu Dewi."Tidak," jawab Benni singkat."Dari dulu kamu juga bilang sudah ada calon, katanya mau dikenalkan sama kita-kita. Tapi buktinya mana, malah keburu bapakmu nikah lagi," ejek Bu Dewi.Benni menatap dingin ke arah wanita bergelar istri Pakdenya itu. Sedangkan Shasa, wanita muda itu tersenyum sinis mendengar ejekan Bu Dewi pada Benni."Kak Benni kan bukan anak Bude Dewi, kenapa Bude yang kayaknya rempong banget nanyain kapan kawin? Emangnya mau menyumbang berapa buat acara nikahan Mas Benni nanti. Atau cuma sekedar nanya karena mau numpang makan enak?" sindir Bella."Hush, Bella!" tegur Bu Rani pada putrinya, Bella hanya tersenyum tak menanggapi serius teguran dari ibunya."Kamu itu, Bel. Mulutmu itu
Bab 15. Di dalam kamarnya, Shasa mondar-mandir memikirkan tentang apa yang dia dengar tadi. Kata pujian cantik yang keluar dari mulut Benni untuk wanita lain, membuat hatinya merasa cemburu. "Siapa wanita yang dia puji cantik tadi," gumam Shasa. Dia sangat mencintai Benni, tapi dia juga sangat ingin memiliki kehidupan yang mewah dan serba tercukupi. Karena itulah, Shasa tak menolak saat orang tuanya menjadikannya jaminan pelunas hutang. Meski dia tahu, jika orang yang akan menikahinya adalah bapak dari pria yang dia cintai. Dalam benaknya saat itu, Benni pasti tidak akan berpaling darinya meski dirinya menjadi ibu tiri Benni. Shasa merasa jika Benni sangat mencintai dan tergila-gila padanya. Kenyataannya, kini Benni begitu cuek dan dingin padanya. Tapi dia tetap merasa jika Benni masih menyimpan perasaan untuknya. "Besok aku harus cari tahu, seperti apa wanita itu. Aku harus datangi markas Benni saat dia pergi beroperasi di pasar," ujar Shasa dengan tekad yang bulat.
Bab 16. Shasa menyeruput pelan capucinno buatan Mila. Dia menatap Mila, memperhatikan Mila dari ujung kaki hingga ujung kepala. Hal itu membuat Mila yang berdiri di hadapan Shasa merasa canggung. "Namamu siapa?" tanya Shasa. "Karmila, biasa dipanggil Mila." "Berapa usiamu?" tanya Shasa lagi. Mila mengerutkan keningnya. "Memangnya Bang Benni tidak bilang sama Mbak Bella. Kita seumuran, aku juga baru lulus SMA sama seperti Mbak Bella," jawab Mila membuat Shasa tersenyum canggung. "Ada, hanya saja aku ingin memastikan apakah yang dikatakannya benar atau tidak," kilah Shasa. "Begitu," gumam Mila. "Apa kamu suka kerja di sini?" tanya Shasa. "Suka tidak suka, sih. Mau bagaimana lagi," jawab Mila jujur. "Kamu menyukai Benni?" selidik Shasa. "Hah? Tentu saja tidak!" jawab Mila spontan. "Mana mungkin aku menyukai pria yang dingin itu. Hatiku ini sudah sering terluka, jadi aku suka pria yang romantis dan perhatian," imbuh Mila. Shasa tersenyum miring, dalam hatinya, dia semakin ya
Bab 1. Kabur "Aahh ..."Karmila menghentikan langkah kakinya saat mendengar desah4n dari kamar ibunya. Gadis belia yang baru saja merayakan kelulusan sekolah itu, menajamkan pendengarannya."Mmm ..."Dia membuang napas kasar saat mendengar lenguhan demi lenguhan tersebut. Ini bukan kali pertama dia mendengar suara seperti itu. Rasa jijik saat mendengar suara er4ngan yang bersahutan, gadis itu pun melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamarnya dan segera mengunci pintu. Mila, begitu dia disapa, menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang sama sekali tidak empuk."Ouch!" erangnya lelah.Seragam miliknya sangat kotor penuh dengan coretan warna-warni pilox. dia sudah merasa kelelahan ikut konvoi kendaraan bersama teman-teman lainya. Kini di rumah, dia harus =menyaksikan kemaksiatan yang ibunya lakukan. Mata indah Mila menatap langit-langit kamar miliknya. Memorinya terlempar ke enam bulan silam.Saat itu, sejak Oma Rita yang merawatnya sejak kecil tutup usia, Mila terpaksa tinggal bers
Bab 2"Hahaha, mau membohongi Kita dia, Kang!" ledek Komar."Tidak, sungguh!" jawab Jenny."Kami tidak sekalipun per ..." Jenny memotong perkataan Kemi karena dia melihat Mila yang berdiri melihat ke arah mereka dari jarak tak terlalu jauh. Posisi Mila berada di belakang pohon jambu yang bentuknya kurus keris.Jenny menunjuk ke arah pohon jambu itu membuat Mila terkejut.“Itu dia, dia anakku!" teriak Jenny menunjukan posisi Mila pada ketiga pria penagih hutang."Mana?" tanya Kemi melihat ke arah yang ditunjukan Jenny."Kayaknya itu, Kang. Gadis kecil itu!" tunjuk Aseng yang sudah melihat posisi Mila.Kemi menajamkan padangannya, meski keadaan halaman rumah kontrakan itu terang benderang karena cahaya lampu. Tapi mata Kemi mengalami rabun jauh, sehingga tak begitu jelas jika harus melihat jarak jauh."Udah, tangkap saja dulu ... lumayan lah. Daripada kena omelan melulu karena ga pernah dapat hasil dari si Jenny ini!" ujar Komar mengusulkan.Mila mundur beberapa langkah, kemudian dia me
Bab 3."Kayaknya dia deh yang tadi nakut-nakutin aku tadi!" sahut Jojo salah satu anak buah Benni."Maaf, Mas-Mas, Abang-Abang. Saya gak bermaksud lancang. Cuma tadi saya kepepet karena dikejar orang, terpaksa saya lompat kesini. Saya cuma bersembunyi, gak punya maksud lain kok. Sumpah!" ujar Mila."Jangan percaya, Bos. Siapa tahu dia itu sebenarnya intel," bisik Jojo."Bukan-bukan kok!" sahut Mila saat mendengar penuturan Jojo."Saya ini cuma gadis biasa saja, bukan intel seperti yang kalian duga," imbuh Mila."Mana ada maling ngaku!" balas Koko.Mila menoleh ke arah Koko, pria berkulit hitam berambut kerinting itu menatap tajam ke arah Mila."Sumpah, Bang-Abang ... saya ini tadi di kejar-kejar orang," Mila kembali menegaskan."Memang siapa yang mengejar kamu? Kenapa kamu bisa dikejar mereka, kamu buron?" tanya Dirga, dia berdiri paling dekat dengan Benni.Mila menoleh ke sumber suara, mata Mia melebar. Mulutnya sedikit terbuka saat melihat pria yang baru saja bersuara itu."Jawab!"
Bab 4Benni menatap ke arah Mila yang melipat kedua tangannya di perut.Terus kamu maunya kerja apa? Di sini selain aman, kamu juga bisa dapat makan gratis. Dapat gaji, tinggal di tempat yang nyaman. Kamu kerja di sini dapat gaji, sudah. Tidak perlu banyak mikir kerjaannya haram atau halal. Uang yang buat bayar uang haram atau bukan., yang penting uang lancar,” tutur Benni santai."Dari jawabanmuku bisa menyimpulkan jika kalian itu memang benar-benar menggeluti bisnis gelap," ucap Mila."Biarin gelap, biar tidak kena bayar listrik tiap bulan!" balas Benni hingga membuat Dirga menahan tawa."Biarkan aku pergi, aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian. Jangan khawatir, jika tertangkap aku tidak akan pernah mau menikah dengan bapakmu. Aku juga tidak akan kembali ke rumah ibuku," tegas Mila."Hei, anak buah bapakku itu bukan Komar dan Aseng doang. Tapi banyak sekali di luaran sana! Saat ini di pastikan kamu itu sudah jadi buronan mereka.""Masa? Kenapa kamu beriya-iya sekali memaksa
Bab 5Dirga mengantar Mila ke sebuah kamar yang letaknya menyorok kedalam.Kreek ...Pintu terbuka dan memperlihatkan kamar yang berisi kasur, lemari pakaian dan nakas. Kamar itu tidak begitu luas, hanya saja ada kamar mandi dalam yang terbilang kecil juga."Kamu bisa pakai kamar ini, biasanya kamar ini yang tempat pacar Benni. Jika aku kasih kamu kamar yang di belakang sana, tidak ada kamar mandi dalam. Rata-rata yang ada di sini kan cowok, nanti kamu kurang nyaman.""Sudah tahu di sini semua cowok, ngapain aku di tampung di sini. Pindahin kemana gitu," gerutu Mila."Ya, sementara tinggal di sini dulu. Nanti pasti di pindahin, kok.""Kemana? Kalian gak berniat untuk mindahin aku ke dunia lain, kan?" tanya Mila penuh selidik."Ya gak lah, biar kita preman tapi tingkatan kita masih sebatas tukang palak. Belum merambah ke yang sana," jawab Dirga santai.Mila melangkah hendak keluar dari kamar, tapi Dirga dengan cepat menarik tote bag gadis tengil itu hingga gadis itu kembali masuk kedal