Bab 6
Benni masuk ke dalam rumahnya, dia ingin memastikan jika gadis yang dia sembunyikan itu, akan jadi incaran bapaknya atau tidak. Jika tidak, dia akan melepaskan gadis itu pergi dari markasnya. Saat dia masuk, ada tiga orang anak buah bapaknya yang berdiri dengan kepala tertunduk di hadapan Pak Broto yang duduk bersilang kaki, sesekali pria itu menghisap dalam-dalam rokok yang diapit oleh kedua jari tangan kanannya. "Jadi, Jenny belum bisa bayar semua hutang pacarnya yang kabur itu?" tanya Pak Broto. "Iya, Bos," jawab Kemi. Benni memasang telinga dan pura-pura mencari sesuatu di lemari kayu yang berada tak jauh dari sofa ruang tamu. "Ini Bos," Komar menyerahkan selembar kertas berukuran 15x15 pada Pak Broto. Pak Broto menerimanya lalu menyipitkan mata saat melihat ke arah kertas poto yang bergambar seorang gadis berambut panjang dan masih berseragam sekolah. "Apa maksudnya ini, kalian mau aku mengadopsi anak ini?" tanya Pak Broto dengan raut wajah kebingungan. "Bu-bukan Bos, dia itu anaknya si Jenny. Namanya Karmila," jawab Kemi. "Terus mau diapakan anak kecil ini?" tanya Pak Broto lalu kembali menghisap rokok dan menghembuskan dengan kasar. "Jenny mau menjadikan dia sebagai jaminan pelunas hutang-hutangnya," ujar Komar membantu temannya menjawab. "Hah, pelunas hutang? Dengan mengadopsi dia, bukannya untung malah rugi dong aku. Keluar biaya!" gerutu Pak Broto. "Bukan bos, Jenny mau anaknya dijadikan istri Bos," Aseng yang dari tadi diam akhirnya bersuara. "Hahaha, kalian pikir aku p3dofil?! Gila kalian menyuruhku menikahi anak kecil!" Bentak Pak Broto di sela tawanya. Kemi, Komar dan Aseng saling berpandangan, mereka bingung harus bagaimana untuk menjelaskan pada bos mereka itu. "Dia berumur 18 tahun, Bos. Dia baru lulus SMA. Itu foto lama dia, sekarang dia sudah terlihat semakin cantik," Aseng mencoba menjelaskan. "Benarkah? oh ... 18 tahun bukan usia yang kecil lagi. Ya, bisa di bilang daun muda. Kalau begitu, coba kalian bawa gadis itu kemari." Mereka bertiga saling berpandangan kembali. Pak Broto tersenyum miring menatap ke arah poto yang baru saja diterimanya itu. "Maaf, Bos. Masalahnya, dia kabur saat mendengar dirinya akan dijadikan jaminan hutang. Kami sudah mengejarnya, tapi ... kami kehilangan jejaknya. Larinya sangat cepat!" Komar menerangkan dengan nada bergetar. "Oh, jadi dia pemberontak dan pemberani. Aku suka dengan wanita seperti itu. Kalian cari dia sampai dapat untukku!!" "Ba-baik, Bos!" jawab Kemi, Komar dan Aseng serentak. Benni merasa kesal setelah mendengar pembicaraan bapaknya dengan kedua anak buahnya. Bisa-bisanya, bapaknya ingin menikah lagi. Tidak cukupkah dengan memiliki dua istri lagi hingga membuat hati ibunya Benni, sebagai istri pertama terluka. "Aku harus benar-benar menyembunyikan si Mila. Kalau perlu, aku harus bawa Mila pergi jauh dari kampung ini." Benni bertekad dalam hati. ** Seminggu sudah Karmila berada di markas para preman kampung. Semua memperlakukan Mila dengan baik. Hingga Mila merasa begitu nyaman berada di sana. Mila merasa heran dengan para preman itu, saat datang pulang dari bekerja, wajah mereka seram sekali. Tapi langsung berubah biasa saja saat berhadapan dengan Mila. Mereka semua bersikap baik pada Mila karena takut. Bukan tanpa sebab, Mila adalah gadis incaran Pak Broto. Rentenir kaya sekaligus bapak dari bos mereka. Mereka tahu resiko terbesar jika berani macam-macam pada gadis incaran Pak Broto. "Mil, buat es teh yang banyak Mil. Sumpah, haus banget ini setelah seharian teriak-teriak malak di pasar!" ujar Jojo pada Mila yang sedang mengeluarkan es batu dari kulkas. "Oke, Bang!" jawab Mila. Satu teko besar es teh selesai dibuat, Dirga datang ke dapur untuk mengambil. "Sudah jadi es tehnya?" tanya Dirga, Mila yang sedang menyusun lauk di piring menoleh. "Sudah, Kak. Tolong bantu bawa keluar ya. Aku mau nyiapin makan siang dulu." Dirga mendekati Mila yang begitu serius menyusun ikan lele di piring. Dia berdiri tepat disamping Mila, Dirga tersenyum melihat Mila, dia tak menyangka di balik sifat pembangkangnya, Mila seorang gadis yang sangat rajin. Meski terkadang masakan yang dia masak tidak di terima dengan baik oleh lidah. Dirga mengambil tisu, lalu mengusap dahi Mila yang basah karena keringat. Dengan spontan Mila menoleh dan sedikit menjauhkan kepalanya karena terkejut. "Eh, Kak," ucap Mila dengan senyuman canggung. "Kamu semangat banget kalau masak, sampai berkeringat begini," Dirga kembali mengusap kening Mila menggunakan tisu. "Kak, gak enak kalau di lihat sama yang lain." "Biarin," ujar Dirga mencubit hidung Mila, hingga membuat gadis itu tersenyum dan merasakan hatinya berdesir bak ada bunga-bunga yang tumbuh bermekaran di hatinya. "Ehem!" Mila dan Dirga seketika menoleh karena dikagetkan suara orang berdehem. Benni berdiri di ambang pintu dapur memperhatikan mereka berdua. "Sedang apa kalian?" tanya Benni berdiri sambil melipat kedua tangannya. Pandangannya begitu tajam. "Ini, aku lagi bantuin Mila untuk menyiapkan makan siang," jawab Dirga santai. "Oh, kita makan di halaman belakang saja. Sekalian ada yang mau kuobrolin," ujar Benni dengan wajah serius. "Ya, siap ... tolong kamu panggil yang lain juga buat bantuin bawa piring dan gelas ke belakang," Dirga meminta tolong pada Benni. "Aku ini bosmu, tapi kamu malah balik nyuruh aku!" gerutu Benni berlalu dari dapur. Dirga hanya tersenyum mendengar ocehan Benni. Dia kembali membantu Mila. Mila menatap Dirga sambil senyum-senyum sendiri. Bahkan dia sampai tidak sadar jika Jojo dan Koko sudah datang, dan berdiri di belakang mereka. "Kenapa tuh bocil, kok senyum-senyum sendiri begitu?" bisik Jojo pada Koko. "Dia tersirep ketampanan Dirga kayaknya," jawab Jojo sambil menggelengkan kepala. "Ck, nasib kita apes bener ya, Jo. Perasaan kalau kita ketemu cewek, rata-rata mereka kalau gak naksir Dirga ya naksirnya si bos," ucap Koko. "Kalian lagi ngomongi apa?" tanya Dirga yang menyadari kedatangan Koko dan Jojo. Hingga membuat Mila tersadar dan pura-pura sibuk menata sendok. "Gak ada, cuma dapur ini berasa ada aroma wangi cinta yang tumbuh," jawab Jojo melirik ke arah Mila yang berdiri tersenyum kecil sambil mengedipkan kedua matanya sok imut. Dirga menoleh ke arah Mila,"buruan, Mil. Semua sudah menunggu!" titah Dirga tidak ingin membuat kedua temannya membuat spekulasi lebih jauh.Bab 7Diatas tikar yang terbentang di bawah pohon mangga yang rindang, terhidang nasi hangat, lele goreng lengkap dengan lalapan beserta sambal. Es teh juga sudah siap untuk mengobati dahaga. "Milo, kamu tidak punya keinginan untuk melanjutkan kuliah?" tanya Benni disela-sela makan siang mereka. Tangan Mila yang hendak menyuapkan nasi, seketika terhenti. "Gak mikir sampai ke situ aku, Bang. Aku tidak pernah punya pikiran yang muluk-muluk. Bisa lulus sampai SMK saja sudah bersyukur. Iya kali mau kuliah, biaya hidup saja aku harus cari sendiri sampai ngab. Gak pernah kepikiran pokoknya." "Jadi, sekarang kan sudah lulus. Apa rencanamu?" tanya Benni lagi. "Rencana apa? orang aku sudah terkurung di sini. Ya pikirannya, ya cuma di sini doang. Mau punya rencana apa lagi, coba? Misal Bang Benni mau ngelepasin aku, mungkin aku baru mikir rencana mau hidup yang kayak gimana." "Milo, aku bukannya berniat mengurung kamu. Tapi, anak buah bapakku memang sedang mencari-cari kamu. Waktu meliha
"Hei, buruan jawab! Kenapa malah senyam-senyum kayak orang gila!" ujar Benni kesal. "Hehe, menyetir. Biar bisa menyetir mobil, biar bisa kebut-kebutan. Impianku itu jadi pembalap mobil kayak film yang pernah kutonton. Tapi entah apa judulnya, lupa," ujar Mila sambil cengar-cengir, tanpa dia tahu jika kelima pria yang mendengar ocehannya merasa dongkol. "Bener-bener kurang se-ons ini bocah!" umpat Jojo lalu memasukan sayur selada ke mulutnya dengan kasar. "Kita turutin saja maunya si Milo ini. Kita masukan dia kursus nyetir, biar impiannya jadi pembalap tercapai!" ujar Benni menatap serius Mila. Mila tersenyum menunjukan rasa senangnya. "Serius kamu, Ben?" tanya Dirga terkejut. "Serius, nanti kalau dia sudah jago. Kita bisa rekrut dia jadi driver kita. Kita kan udah punya rencana mau buat tim p3rampokan. Itu loh, rencana untuk merampok bank," ujar Benni sambil mengedipkan sebelah matanya pada Jojo. "Eh, iya betul juga. Bagus kalau begitu. Ya sudah, jangan tunggu lama-lama
Mila duduk di dekat jendela yang tirainya sengaja dia buka. Dia menatap keatas langit yang di penuhi bintang. Keindahan langit malam semakin terlihat karena cahaya bulan purnama. Mila memeriksa ponselnya, tidak ada yang menghubunginya. Karena Mila memang tak memiliki teman dekat atau sahabat. Dia lebih memilih berteman ala kadarnya. Ibunya juga tidak memiliki nomor teleponnya, jadi dia merasa aman dalam pelarian ini. "Mungkin, saat ini ... ini adalah tempat teraman untukku. Lagi pula aku mau pergi kemana jika keluar dari sini? Aku belum siap untuk menjadi gelandangan." Mila berbicara seorang diri dengan menompang kepalanya dengan tangan kirinya yang dia sandarkan di dinding. "Milo!" Mila menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup, dia mengangkat satu alisnya karena merasa heran. "Tumben dia ada di sini?" gumam Mila. Mila beranjak dari tempatnya dan membuka pintu. Benni berdiri di depan kamar, ia tersenyum menunjukan barisan giginya. Mila terpesona melihat wajah tampan Benni,
Ceklek ~ Mulut Mila ternganga saat pintu lemari suah terbuka lebar. "Wow!" pekiknya. "Busyet, banyak banget. Ih ... tasnya bagus-bagus ... tapi ini model cewek dewasa!" seru Mila menyentuh satu persatu tas di dalam lemari. Dia mengambil satu tas dan mencobanya dengan mengalungkan di tangannya. Dia berpose seolah menjadi wanita sosialita. Mila meletakan kembali tas ke tempat semula, dia berjongkok lalu menyentuh berurutan sepatu dan high heels di bagian paling bawah lemari. "Oh My God, semua barangnya bagus-bagus. Ketua preman kampung gaes ... beli barang buat buat ceweknya gak kaleng-kaleng. Ckckck ..." Mila berdecak kagum. Mila membuka lemari pintu bagian satunya, biji mata Mila hampir terlepas melihat tumpukan baju di bagian atas. Semua masih terbungkus plastik. Di bagian yang tergantung juga penuh dengan gaun yang indah. "Ih, iya kali aku pakai gaun begini. Berasa sudah dewasa aku!" sambil bergumam Mila menempelkan satu mini dress di badannya. Dia mengembalik
Bab 11 Selesai sarapan, Benni berniat pulang ke rumahnya dahulu sebelum pergi mengambil pajak keamanan para pedagang pasar dan toko di kampung sekitar. Dia meninggalkan Mila dan Dirga begitu saja saat mereka asyik mengobrol di dapur. "Bajumu bagus Mila," puji Dirga. "Hm, ini dikasih gratis sama Bang Ben. Banyak banget tuh di lemari. Katanya dia beli buat mantan pacar dia." "Iya, dulu pacarnya Benni suka sekali shopping. Uang Benni banyak sekali yang dikeluarkan untuk Shasa. Buruk sekali nasib Benni, jatuh hati pada wanita matre," Dirga tersenyum miring di akhir ceritanya. "Mengapa Shasa bisa menikah dengan bapaknya Bang Ben?" Dirga menatap Mila. "Benni menceritakannya padamu?" "Sedikit, cuma keceplosan mungkin," jawab Mila mengira-ngira. "Orang tua Shasa memiliki hutang pada Pak Broto, mereka tidak bisa membayar hutang mereka. Kebetulan Pak Broto menyukai Shasa, beliau menjanjikan semua hutang orang tua Shasa lunas. Asal Shasa mau jadi istri mudanya." "Cih,
Bab 12. Mila merasa tidak nyaman pada bagian perut bawahnya. Hal itu membuatnya teringat jika dirinya mungkin kedatangan tamu bulanan. Mila mendengus saat mendapati bahwa dirinya memang sedang datang bulan, sedangkan dirinya tidak memiliki pembalut. Mila menemui Dirga yang sedang sedang menonton tv bersama Jojo dan Wawan. "Kak, ada yang ingin aku katakan ini," ucap Mila "Hm, iya... apa Mil?" tanya Dirga masih fokus menatap ke arah layar tv. "Anu, mau minta tolong," imbuh Mia membuat Dirga menoleh ke arahnya. "Minta tolong apa?" tanya Dirga. "Sini!" Mila melambaikan tangan mengajak Dirga menjauhi Wawan. Dia malu jika sampai Wawan mendengar. Dirga mendekati Mila, mereka berdua sedikit menjauhi Wawan. "Ada apa?" tanya Dirga penasaran. "Kak," bisik Mila sedikit lebih mendekat dengan Dirga,"Aku kedatangan tamu bulanan. Aku gak punya pem balut." Mila memberitahu dengan tersenyum canggung. Dirga menatap Mila, Dirga menampakan wajah bingungnya. "Lha terus gimana, Mil?" tanya Dirg
Selepas bekerja, Benni langsung pulang ke rumahnya. Benni mengerutkan keningnya saat mendapati ada mobil berwarna merah di dalam bagasi rumahnya. Dia pun mematikan mesin motor dan menurunkan standar. "Ini kan, Mobil milik Shasa. Mengapa bisa ada di sini?" batin Benni. Benni bergegas masuk ke dalam rumah, melalui pintu garasi yang menembus ruangan dapur. Di sana, ada tiga orang wanita yang sedang memasak. Mereka tampak sangat akur. Benni menghela napas kasar melihat pemandangan Ibunya yang begitu akrab dengan kedua adik madunya itu. Pemandangan secara kasar mata yang sengaja di perlihatkan Bu Rani pada dunia, jika dirinya baik-baik saja meski dimadu dua kali oleh suaminya. Dia bersikap baik dan akrab dengan Bu Sari istri kedua suaminya dan Shasa istri termuda suaminya saat ini. Padahal, setiap kali sendiri, Bu Rani sering menangis. Benni mengatahui semua itu, dia pernah melihat tanpa sengaja betapa Bu Rani menangis meraung saat berdebat dengan Pak Broto. Sebab itu lah, Benni sangat
Bab 14Semua mata tertuju pada Benni, seakan meminta penjelasan jika apa yang baru saja dikatakannya itu bukan hanya gurauan semata."Kamu pasti cuma bergurau, kan? Paling cuma mau membuat kita-kita ini gak bercandain kamu lagi, biar gak nanya kapan kawin lagi. Iya kan, Ben?" cecar Bu Dewi."Tidak," jawab Benni singkat."Dari dulu kamu juga bilang sudah ada calon, katanya mau dikenalkan sama kita-kita. Tapi buktinya mana, malah keburu bapakmu nikah lagi," ejek Bu Dewi.Benni menatap dingin ke arah wanita bergelar istri Pakdenya itu. Sedangkan Shasa, wanita muda itu tersenyum sinis mendengar ejekan Bu Dewi pada Benni."Kak Benni kan bukan anak Bude Dewi, kenapa Bude yang kayaknya rempong banget nanyain kapan kawin? Emangnya mau menyumbang berapa buat acara nikahan Mas Benni nanti. Atau cuma sekedar nanya karena mau numpang makan enak?" sindir Bella."Hush, Bella!" tegur Bu Rani pada putrinya, Bella hanya tersenyum tak menanggapi serius teguran dari ibunya."Kamu itu, Bel. Mulutmu itu