Bab 1. Kabur
"Aahh ..." Karmila menghentikan langkah kakinya saat mendengar desah4n dari kamar ibunya. Gadis belia yang baru saja merayakan kelulusan sekolah itu, menajamkan pendengarannya. "Mmm ..." Dia membuang napas kasar saat mendengar lenguhan demi lenguhan tersebut. Ini bukan kali pertama dia mendengar suara seperti itu. Rasa jijik saat mendengar suara er4ngan yang bersahutan, gadis itu pun melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamarnya dan segera mengunci pintu. Mila, begitu dia disapa, menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang sama sekali tidak empuk. "Ouch!" erangnya lelah. Seragam miliknya sangat kotor penuh dengan coretan warna-warni pilox. dia sudah merasa kelelahan ikut konvoi kendaraan bersama teman-teman lainya. Kini di rumah, dia harus =menyaksikan kemaksiatan yang ibunya lakukan. Mata indah Mila menatap langit-langit kamar miliknya. Memorinya terlempar ke enam bulan silam. Saat itu, sejak Oma Rita yang merawatnya sejak kecil tutup usia, Mila terpaksa tinggal bersama Ibu kandungnya, yang notabene membuangnya dari kecil dulu. Rumah yang dulu ditempati dirinya bersama Oma Rita, telah dijual oleh sanak saudara wanita itu.Mila diusir, karena memang tak memiliki hak apapun. Oma Rita yang tak memiliki anak karena tak pernah menikah semasa hidupnya.
Dia hanya diadopsi. Oma Rita yang waktu itu hidup sendirian, merasa kasihan pada Mila kecil yang kurus tak terawat. Ibu dan bapaknya bercerai saat Mila berusia tiga tahun.
Mila dirawat bapaknya setelah perceraian itu, tapi tak lama ... bapaknya meninggal. Menurut cerita yang dia dengar, bapaknya hanyut dan dinyatakan hilang saat memancing di sungai besar yang berada di dekat kampungnya. Ibunya, sibuk dengan dunianya sendiri dan tak mau merawatnya.
Semua cerita itu dia dengar dari Oma Rita dan beberapa tetangganya. Dan kini, selepas Oma Rita tiada, dia terpaksa berada satu atap dengan ibunya karena tidak memiliki tempat tinggal lain. itu pun, Mila harus memohon kepada Ibunya.
Jenny benar-benar tidak menginginkan Mila, dia bahkan hanya memberi ijin putrinya itu tinggal di rumahnya hingga sampai lulus sekolah. Setelah itu, dia tidak mau tahu, Mila harus angkat kaki dari rumahnya yang hanya mengontrak itu. Jika saja bukan karena ketakutan menjadi gelandangan, dia tak akan sudi tinggal bersama ibunya.
"Hahaha iya, makasih ya ... jangan lupa datang lagi!"
Mila mengerlingkan matanya saat mendengar suara ibunya di luar sana. Dia membatin, meratapi kemalangannya yang harus tinggal bersama ibu kandung yang tak memedulikannya sama sekali. Kruuuk ... Mila memegang perutnya yang berbunyi nyaring. Dia lantas bangun dari rebahannya dan mengambil handuk yang dia gantung di dekat jendela kamarnya. Dia ingin mandi lalu pergi mencari makan.Mila keluar dari kamarnya. Jenny yang hendak pergi ke kamar mandi, melirik ke arah putrinya yang baru saja keluar dari kamar.
Kamar Mila memang berada di belakang, di dekat dapur. Rumah kontrakan yang Jenny sewa ada dua kamar. Satu yang ditempati Mila saat ini adalah gudang sebelum putrinya itu datang. Mila mendengus kesal saat Ibunya mendahuluinya masuk ke kamar mandi. Dia pun memutuskan untuk tidak mandi dan masuk kembali ke dalam kamarnya.Dia menukar seragam kotornya dengan kaos oversize dan celana jeans panjang. Rambutnya dia gulung dengan asal. Tak lupa, menyemprotkan minyak wangi untuk menyamarkan bau asam yang melekat di badannya. Diraihnya dompet di tote bag, Mila menghitung jumlah uang miliknya yang mulai menipis.
Mila tidak pernah sekalipun mau menerima uang dari Ibunya, karena menurutnya itu uang yang didapat dengan cara yang tidak halal. Gadis itu menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja paruh waktu di toko peralatan alat tulis yang berada tepat di depan sekolahnya. Di jaman yang serba canggih ini, harusnya Mila bisa mengikuti trend masa kini dari video lebay saja yang bisa mendapatkan uang. Tapi Mila tidak bisa melakukan itu karena ponsel miliknya yang hanya ponsel kentang, bahkan masa aktif aplikasi hijaunya saja hampir kadaluarsa. "Nasib baik, aku sekolah di sekolah negeri. Setidaknya bebas spp lah ya ... meski yang lain-lain tetap ada yang bayar. Setidaknya terbantu, kalau tidak, bisa-bisa aku putus sekolah." gumam Mila sambil memasukan kembali dompetnya ke dalam tote bag. Tanpa pamit, Mila keluar dari rumah. Dia berjalan menuju jalan besar yang jaraknya sekitar 200 meter dari rumahnya. Tepat di depan gang masuk perkampungan ini, ada beberapa warung makan. Terutama warteg yang jam operasional 24 jam tapi ramai tanpa jeda. Mila menuju warteg itu, keadaan warteg lumayan ramai. Mila hanya memesan nasi rames dan es teh, dia menyesuaikan dengan isi dompetnya. Setelah perut terisi dengan kenyang, dia membeli gorengan di pedagang gorengan yang berjualan tepat di samping warteg. Setelahnya, dia berjalan riang menuju rumah kontrakan Ibunya. Mata Mila menyipit melihat keadaan rumah ibunya yang terlihat ramai. Bahkan sangat gaduh, ada beberapa pria yang terlihat sangat berotot di sana. Mila menghentikan langkahnya dan memilih berdiri menonton dari kejauhan. "Si4lan kamu, mau sampai kapan hutang-hutangmu ini tidak kau bayar, hah?!" bentak salah satu pria berbadan kekar itu. "Nanti lah, sabar. Pasti aku bayar ... " jawab Jenny dengan nada gemetar. Dia sudah terduduk di lantai teras karena diseret keluar dengan paksa oleh ketiga pria itu. "Halah, omong doang! kamu itu membuang-buang waktu kita tahu, gak?!" rungut Kemi ketua dari kedua pria lainnya. Kemi menoyor kasar kepala Jenny hingga wanita itu hampir tersungkur. "Hutangmu itu sudah terlalu banyak, akan sulit bagimu untuk melunasinya. Mau Kamu kerja sampai tua pun, tidak mungkin lunas. Nasib baik, kamu tidak punya anak. Jika punya, sudah di pastikan mereka menanggung beban hutangmu. Makanya jangan mudah diperdaya pria, begini kan jadinya nasibmu. Pria itu yang memakai duitnya, kamu yang sengsara bayar pada bos kami. Coba kamu punya anak perempuan, bisalah ditukar untuk melunasi hutangmu dengan menjadikannya gundik bos kita. Hahaha!" ujar Kemi diselingi gelak tawa dan ikuti juga oleh kedua anak buahnya. Mila menggigit bibir bawahnya, jantungnya berdebar kencang mendengar penuturan ketiga pria yang berada di teras rumah kontrakan ibunya itu. "Jadi Ibu terlibat hutang pada rentenir karena dibodohi pacarnya,” gumam Mila dalam hati. "Kita mau apa kan dia, Kang?" tanya Komar pada Kemi. "Kita hajar saja dia biar dia tahu diri, biar mikir bayar hutang!" Aseng memberi ide pada kedua temannya. "Jangan, Kang ... kalau saya dihajar. Gimana nanti Saya bisa kerja mencari uang untuk bayar hutang. Jangan ya, Kang. Saya janji akan segera melunasi hutang saya." Jenny menangkupkan kedua tangannya memelas. "Halah, omong kosong!" sahut Kemi menendang kasar lutut Jenny hingga membuat wanita itu meringis kesakitan. "Sungguh, Kang. Anu ... A- aku punya a nak perem puan, Kang. Dia cantik!" jawab Jenny dengan nada bergetar. Bersambung ….Bab 2"Hahaha, mau membohongi Kita dia, Kang!" ledek Komar."Tidak, sungguh!" jawab Jenny."Kami tidak sekalipun per ..." Jenny memotong perkataan Kemi karena dia melihat Mila yang berdiri melihat ke arah mereka dari jarak tak terlalu jauh. Posisi Mila berada di belakang pohon jambu yang bentuknya kurus keris.Jenny menunjuk ke arah pohon jambu itu membuat Mila terkejut.“Itu dia, dia anakku!" teriak Jenny menunjukan posisi Mila pada ketiga pria penagih hutang."Mana?" tanya Kemi melihat ke arah yang ditunjukan Jenny."Kayaknya itu, Kang. Gadis kecil itu!" tunjuk Aseng yang sudah melihat posisi Mila.Kemi menajamkan padangannya, meski keadaan halaman rumah kontrakan itu terang benderang karena cahaya lampu. Tapi mata Kemi mengalami rabun jauh, sehingga tak begitu jelas jika harus melihat jarak jauh."Udah, tangkap saja dulu ... lumayan lah. Daripada kena omelan melulu karena ga pernah dapat hasil dari si Jenny ini!" ujar Komar mengusulkan.Mila mundur beberapa langkah, kemudian dia me
Bab 3."Kayaknya dia deh yang tadi nakut-nakutin aku tadi!" sahut Jojo salah satu anak buah Benni."Maaf, Mas-Mas, Abang-Abang. Saya gak bermaksud lancang. Cuma tadi saya kepepet karena dikejar orang, terpaksa saya lompat kesini. Saya cuma bersembunyi, gak punya maksud lain kok. Sumpah!" ujar Mila."Jangan percaya, Bos. Siapa tahu dia itu sebenarnya intel," bisik Jojo."Bukan-bukan kok!" sahut Mila saat mendengar penuturan Jojo."Saya ini cuma gadis biasa saja, bukan intel seperti yang kalian duga," imbuh Mila."Mana ada maling ngaku!" balas Koko.Mila menoleh ke arah Koko, pria berkulit hitam berambut kerinting itu menatap tajam ke arah Mila."Sumpah, Bang-Abang ... saya ini tadi di kejar-kejar orang," Mila kembali menegaskan."Memang siapa yang mengejar kamu? Kenapa kamu bisa dikejar mereka, kamu buron?" tanya Dirga, dia berdiri paling dekat dengan Benni.Mila menoleh ke sumber suara, mata Mia melebar. Mulutnya sedikit terbuka saat melihat pria yang baru saja bersuara itu."Jawab!"
Bab 4Benni menatap ke arah Mila yang melipat kedua tangannya di perut.Terus kamu maunya kerja apa? Di sini selain aman, kamu juga bisa dapat makan gratis. Dapat gaji, tinggal di tempat yang nyaman. Kamu kerja di sini dapat gaji, sudah. Tidak perlu banyak mikir kerjaannya haram atau halal. Uang yang buat bayar uang haram atau bukan., yang penting uang lancar,” tutur Benni santai."Dari jawabanmuku bisa menyimpulkan jika kalian itu memang benar-benar menggeluti bisnis gelap," ucap Mila."Biarin gelap, biar tidak kena bayar listrik tiap bulan!" balas Benni hingga membuat Dirga menahan tawa."Biarkan aku pergi, aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian. Jangan khawatir, jika tertangkap aku tidak akan pernah mau menikah dengan bapakmu. Aku juga tidak akan kembali ke rumah ibuku," tegas Mila."Hei, anak buah bapakku itu bukan Komar dan Aseng doang. Tapi banyak sekali di luaran sana! Saat ini di pastikan kamu itu sudah jadi buronan mereka.""Masa? Kenapa kamu beriya-iya sekali memaksa
Bab 5Dirga mengantar Mila ke sebuah kamar yang letaknya menyorok kedalam.Kreek ...Pintu terbuka dan memperlihatkan kamar yang berisi kasur, lemari pakaian dan nakas. Kamar itu tidak begitu luas, hanya saja ada kamar mandi dalam yang terbilang kecil juga."Kamu bisa pakai kamar ini, biasanya kamar ini yang tempat pacar Benni. Jika aku kasih kamu kamar yang di belakang sana, tidak ada kamar mandi dalam. Rata-rata yang ada di sini kan cowok, nanti kamu kurang nyaman.""Sudah tahu di sini semua cowok, ngapain aku di tampung di sini. Pindahin kemana gitu," gerutu Mila."Ya, sementara tinggal di sini dulu. Nanti pasti di pindahin, kok.""Kemana? Kalian gak berniat untuk mindahin aku ke dunia lain, kan?" tanya Mila penuh selidik."Ya gak lah, biar kita preman tapi tingkatan kita masih sebatas tukang palak. Belum merambah ke yang sana," jawab Dirga santai.Mila melangkah hendak keluar dari kamar, tapi Dirga dengan cepat menarik tote bag gadis tengil itu hingga gadis itu kembali masuk kedal
Bab 6 Benni masuk ke dalam rumahnya, dia ingin memastikan jika gadis yang dia sembunyikan itu, akan jadi incaran bapaknya atau tidak. Jika tidak, dia akan melepaskan gadis itu pergi dari markasnya. Saat dia masuk, ada tiga orang anak buah bapaknya yang berdiri dengan kepala tertunduk di hadapan Pak Broto yang duduk bersilang kaki, sesekali pria itu menghisap dalam-dalam rokok yang diapit oleh kedua jari tangan kanannya. "Jadi, Jenny belum bisa bayar semua hutang pacarnya yang kabur itu?" tanya Pak Broto. "Iya, Bos," jawab Kemi. Benni memasang telinga dan pura-pura mencari sesuatu di lemari kayu yang berada tak jauh dari sofa ruang tamu. "Ini Bos," Komar menyerahkan selembar kertas berukuran 15x15 pada Pak Broto. Pak Broto menerimanya lalu menyipitkan mata saat melihat ke arah kertas poto yang bergambar seorang gadis berambut panjang dan masih berseragam sekolah. "Apa maksudnya ini, kalian mau aku mengadopsi anak ini?" tanya Pak Broto dengan raut wajah kebingungan.
Bab 7Diatas tikar yang terbentang di bawah pohon mangga yang rindang, terhidang nasi hangat, lele goreng lengkap dengan lalapan beserta sambal. Es teh juga sudah siap untuk mengobati dahaga. "Milo, kamu tidak punya keinginan untuk melanjutkan kuliah?" tanya Benni disela-sela makan siang mereka. Tangan Mila yang hendak menyuapkan nasi, seketika terhenti. "Gak mikir sampai ke situ aku, Bang. Aku tidak pernah punya pikiran yang muluk-muluk. Bisa lulus sampai SMK saja sudah bersyukur. Iya kali mau kuliah, biaya hidup saja aku harus cari sendiri sampai ngab. Gak pernah kepikiran pokoknya." "Jadi, sekarang kan sudah lulus. Apa rencanamu?" tanya Benni lagi. "Rencana apa? orang aku sudah terkurung di sini. Ya pikirannya, ya cuma di sini doang. Mau punya rencana apa lagi, coba? Misal Bang Benni mau ngelepasin aku, mungkin aku baru mikir rencana mau hidup yang kayak gimana." "Milo, aku bukannya berniat mengurung kamu. Tapi, anak buah bapakku memang sedang mencari-cari kamu. Waktu meliha
"Hei, buruan jawab! Kenapa malah senyam-senyum kayak orang gila!" ujar Benni kesal. "Hehe, menyetir. Biar bisa menyetir mobil, biar bisa kebut-kebutan. Impianku itu jadi pembalap mobil kayak film yang pernah kutonton. Tapi entah apa judulnya, lupa," ujar Mila sambil cengar-cengir, tanpa dia tahu jika kelima pria yang mendengar ocehannya merasa dongkol. "Bener-bener kurang se-ons ini bocah!" umpat Jojo lalu memasukan sayur selada ke mulutnya dengan kasar. "Kita turutin saja maunya si Milo ini. Kita masukan dia kursus nyetir, biar impiannya jadi pembalap tercapai!" ujar Benni menatap serius Mila. Mila tersenyum menunjukan rasa senangnya. "Serius kamu, Ben?" tanya Dirga terkejut. "Serius, nanti kalau dia sudah jago. Kita bisa rekrut dia jadi driver kita. Kita kan udah punya rencana mau buat tim p3rampokan. Itu loh, rencana untuk merampok bank," ujar Benni sambil mengedipkan sebelah matanya pada Jojo. "Eh, iya betul juga. Bagus kalau begitu. Ya sudah, jangan tunggu lama-lama
Mila duduk di dekat jendela yang tirainya sengaja dia buka. Dia menatap keatas langit yang di penuhi bintang. Keindahan langit malam semakin terlihat karena cahaya bulan purnama. Mila memeriksa ponselnya, tidak ada yang menghubunginya. Karena Mila memang tak memiliki teman dekat atau sahabat. Dia lebih memilih berteman ala kadarnya. Ibunya juga tidak memiliki nomor teleponnya, jadi dia merasa aman dalam pelarian ini. "Mungkin, saat ini ... ini adalah tempat teraman untukku. Lagi pula aku mau pergi kemana jika keluar dari sini? Aku belum siap untuk menjadi gelandangan." Mila berbicara seorang diri dengan menompang kepalanya dengan tangan kirinya yang dia sandarkan di dinding. "Milo!" Mila menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup, dia mengangkat satu alisnya karena merasa heran. "Tumben dia ada di sini?" gumam Mila. Mila beranjak dari tempatnya dan membuka pintu. Benni berdiri di depan kamar, ia tersenyum menunjukan barisan giginya. Mila terpesona melihat wajah tampan Benni,