“Tolong … pinjami saya uang, Pak!” Ziandra mengulangi permohonannya karena tak juga dia mendengar sahutan dari Aldric. “Sa-satu miliar rupiah ….” Suaranya seperti mencicit karena gugup, malu, dan ragu ketika mengatakannya.
Awalnya dia hendak meminjam Rp100 juta, tapi mendadak dia berubah pikiran dan menyatakan nominal Rp1 miliar ke Aldric. Dia pikir, uang sebanyak itu bisa mencukupi seluruh biaya pengobatan anaknya.
‘Aku tak peduli dianggap terlalu serakah. Ini semua demi Clara!’ seru batinnya.
Jantungnya berdegup kencang menanti jawaban bosnya. Dia tahu, permintaannya sangat keterlaluan. Mana ada karyawan meminjam sebanyak itu? Terlebih lagi, dia bukan jajaran eksekutif.
Apakah dia akan menerima semburan marah bosnya? Ziandra ingin menangis.
“Kenapa jumlahnya sebesar itu?” Suara Aldric meninggi tanpa berteriak. Tentu saja dia sangat terkejut mendengar nominal yang disebutkan kepala sekretarisnya. Mana ada bawahannya yang berani meminjam sebanyak itu?
Ziandra meremas erat tangannya sampai buku jarinya memutih. Apakah Bos Aldric benar-benar akan menolak permintaannya?
Dengan suara bergetar, Ziandra menjawab, “Karena … karena Anda sangat kaya, Pak!”
Ziandra sendiri tak paham kenapa dia mencetuskan kalimat itu. Seakan meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa bisa dia tahan.
Jawaban jujur dari Ziandra membuat kening Aldric berkerut.
Tapi menit berikutnya, Aldric mengangguk sambil menyeringai aneh dan berkata, “Oke! Aku setuju! Tapi dengan syarat. Bagaimana? Kamu sanggup?”
Betapa gembiranya Ziandra. Bos yang dikenal sebagai dermawan di kalangan para pekerjanya, ternyata memang nyata! Sekarang ada harapan untuk Clara sembuh!
Beban berat di hatinya seakan lenyap menjadi debu diterbangkan angin. Senyumannya terbit, secerah mentari. “Boleh, Pak! Syarat apa pun, saya bersedia! Saya pasti sanggup!”
Mengabaikan senyum aneh bosnya dikarenakan terlalu gembira dan antusias, dia tidak berpikir panjang, dan menyetujui secara gegabah. Pikiran lugunya hanya menduga mengenai pekerjaan yang mungkin diperberat untuknya setelah ini.
Aldric merangkum semua jarinya di atas meja dan bicara, “Syaratnya mudah saja, yaitu kamu wajib melayani saya, di mana pun dan kapan pun saya ingin.” Mata pria itu menatap Ziandra dari atas hingga bawah.
Ziandra bagaikan ditabrak kereta ketika mendengar syarat tersebut. Dia paham apa makna ‘melayani’ yang dimaksud Aldric, dan itu sangat mengagetkan! Bisa-bisanya Aldric menginginkan hal tak pantas dari karyawannya!
Apakah ini benar Bos yang baik, ramah, dan dermawan yang dia ketahui selama ini?
Ziandra melihat Aldric mengetik sesuatu di laptop lalu mencetaknya.
“Tanda tangani ini.” Aldric menyerahkan kertas itu ke Ziandra.
Mata Ziandra membeku membaca judul surat perjanjian antara mereka. “Su-Surat Perjanjian Jual Diri?” Mendadak, dia merasa kesal. “Apakah Bapak tidak merasa nama surat perjanjian ini keterlaluan?”
Dia terlanjur mengucap setuju dan ternyata begini ujungnya. Lantas, dia menatap Aldric yang berjalan mendekat hingga dia secara refleks mundur ke belakang dan tertahan oleh lemari besar.
“Kenapa? Tidak mau?” Aldric mendekatkan wajahnya ke Ziandra sambil berbicara dengan nada rendah dan berat. “Kamu bisa keluar dan anggap saja kita tak pernah membicarakan ini, kalau tak mau. Silakan cari Rp1 miliar di tempat lain!”
Ziandra bergidik merinding ketika melihat bagaimana Aldric yang dikenal baik, bisa berkata hal semacam itu diiringi seringaian. Apakah sebenarnya pria ini hanya memakai topeng palsu di depan semua orang?
“Cepat putuskan! Aku tak punya banyak waktu!” desak Aldric sambil menaruh satu tangannya di sisi kepala Ziandra. Tatapannya tajam bagaikan predator yang siap mencaplok mangsanya.
Ingin sekali Ziandra berlari keluar. Tapi tidak! Clara butuh dioperasi! Anaknya harus sembuh! Apa pun caranya!
“Ma-mau! Saya … saya mau, Pak!” Sambil meremas erat ujung blazer-nya, Ziandra akhirnya setuju. “Tapi tolong transfer dulu ke rekening saya.”
Ziandra lega melihat Aldric mengangguk dan menjauh. Maka, dia pun menandatangani surat perjanjian tersebut.
Kenekatannya memang menerjang nilai moralitas yang dianut sebagai wanita bersuami. Tapi … anak adalah segalanya! Dia yang mengandung dan merasakan sakitnya saat melahirkan Clara, maka sudah sepantasnya dia memperjuangkan Clara meski harus mengorbankan martabatnya!
Ziandra terkesiap. “Ti-tiga puluh kali? Saya … saya harus melayani Bapak sebanyak 30 kali? Dan … akan mendapat hukuman jika mangkir meski satu kali?”
Dia terkejut ketika membaca dengan teliti pasal-pasalnya. Tapi bosnya tak mau tahu. Perjanjian sudah ditandatangani.
“Aku sudah mentransfernya.” Aldric melakukan apa yang diinginkan Ziandra.
Segera, Rp1 miliar ada di rekeningnya. Dia lekas mengirimkan Rp100 juta ke pihak rumah sakit. Dengan begitu, Clara bisa dioperasi!
“Nah, sekarang lakukan kewajibanmu!” Aldric melepaskan jasnya.
Ziandra menelan saliva. Dia melihat Aldric menghubungi resepsionis lantainya untuk membatalkan rapat dan menolak semua tamu yang akan masuk ke ruangan.
“P-Pak ….” Ziandra tak sadar melangkah mundur dan pantatnya menyentuh tepian meja besar Aldric. Dia risih ketika pria itu menjulurkan wajah untuk menciumnya. Di tempat itu juga?! “Ja-jangan di sini.”
“Kamu tidak memiliki posisi tawar-menawar mengenai itu, Zia.” Aldric tidak peduli dan mulai meraih wajah Ziandra untuk menyatukan bibir mereka, melumat semaunya.
Ziandra kewalahan dengan ciuman agresif Aldric. Bagaimana bisa orang yang kerap dia dampingi dan dia hormati, ternyata melakukan ini padanya dengan penuh napsu? Air mata mulai berkumpul di pelupuk.
“Arh!” Dia terkejut ketika tubuhnya didorong hingga rebah setengah badan di atas meja. “Pak!”
“Ssshh! Jangan bersuara keras atau yang di luar bisa mendengarmu!” Suara berat Aldric keluar, berbarengan dengan pria itu mengurai manik blazer dan juga blus Ziandra.
Dengan kebuasan tak terduga, mulut Aldric menguasai puncak dada Ziandra dan meremas puas di sana. Ziandra memejamkan mata, tak sanggup melihat.
Bahkan, dia menahan pekikannya ketika secara mendadak ditarik dari meja dan badannya diputar membelakangi Aldric.
Dia lekas membekap mulutnya sendiri ketika roknya disingkap ke atas dan Aldric menurunkan celana dalamnya dengan kasar. Wajahnya merah padam menahan malu.
“Kamu yang meminta ini, Zia,” ucap Aldric dengan geraman disertai seringaian. “Urrghh!”
Ziandra membekap erat-erat mulutnya sambil menahan tangis ketika harga dirinya koyak seiring ‘pertahanannya’ ditembus milik Aldric. Dia merasa hancur sehancur-hancurnya.
Hatinya berbisik pilu, ‘Mas Dion, maafkan aku ….’
‘Uff! Lelahnya! Bos sialan! Satu jam lebih dia mengerjai aku!’ rutuk Ziandra di hatinya sambil berjalan lunglai di lorong rumah sakit.Masih teringat jelas bagaimana Aldric sangat buas dan agresif ketika menyetubuhinya. Badannya terasa remuk akibat kegilaan sang Bos. Tadi mengendarai motor pun, nyaris menabrak beberapa kali.Dia kembali ke rumah sakit hanya untuk memastikan anaknya masuk ke ruang operasi dan kemudian pulang ke rumah untuk mandi. Untung saja Susan dan Namila mau menunggui Clara menjalani operasi.“Aku harus mandi … aku butuh mandi!” tegasnya, berbisik sambil mengemudikan motor ke rumah.Selama ini, dia masih menempati rumah orang tuanya bersama Dion dan Clara. Mereka belum memiliki rumah sendiri. Dulu dia hendak mengontrak sebuah rumah kecil agar mandiri, tapi Dion tak setuju. Dion lebih suka tinggal di rumah mertua yang cukup lapang dan nyaman.Tiba di rumah, dia melihat suaminya masih asyik bermain game online di sofa.Dia harus bersikap senormal mungkin di depan sua
‘Satu hal yang aku pelajari sekarang … jangan terburu-buru menilai seorang pria dari sikap baik yang ditampilkan di publik.’ Ziandra membatin, merasa tertipu.Dia berjalan gontai di lorong rumah sakit. Setiap selesai melayani Aldric, dia selalu merasa dirinya tak pantas ada di dunia ini. Malu kepada suami dan juga keluarga.Hanya karena tekad besar menyembuhkan anaknya yang membuat dia terus bertahan menjalani kegilaan yang sama sekali belum pernah dia rambah.“Kamu kenapa, Zia?” tanya Susan ketika putri sulungnya sudah tiba di depan ruang tunggu operasi. “Mukamu pucat begitu. Kamu sudah makan?”Ziandra lekas duduk di bangku panjang dan menjawab, “Sudah, Ma. Mukaku pucat … mungkin karena lelah, Ma.”Ya, dia lelah karena kegilaan Aldric.“Mila di mana?” tanya Ziandra ketika tidak melihat adiknya menemani Susan.“Dia baru saja pergi, katanya mau live di Tik Tak, makanya pulang lebih dulu.” Susan menyahut.Ziandra menghela napas. Tak habis pikir dengan kelakuan adiknya.“Bocah itu … dulu
“Astaga!” pekik tertahan Ziandra ketika menatap pantulan bayangannya di cermin besar kamar mandi mewah itu.Dia bisa melihat gaun tersebut begitu mini dan minim. Dia yakin kalau merunduk sedikit saja, maka akan langsung terlihat bokongnya. Belum lagi bagian dada yang banyak diekspos.Itu benar-benar kostum perawat seksi yang biasa digunakan untuk menaikkan gairah bercinta pasangan.“Da-dasar maniak! Gila! Cowok cabul! Mesum! Apa fetishnya perawat? Menjijikkan!” Sumpah serapah pelan Ziandra mengalir lancar ketika menyadari kemauan Aldric.Seumur-umur pernikahannya dengan Dion saja, suaminya tidak pernah minta macam-macam ketika mereka hendak bercinta.Tapi ini Aldric, seorang bujangan ….Ziandra tidak bisa tidak berasumsi liar bahwa bosnya sudah terbiasa memperlakukan wanita sedemikian rupa. Pikirannya gelap mengenai apa mungkin Aldric yang terlihat baik dan dermawan itu sejatinya suka merendahkan wanita?“Hei! Kenapa belum keluar? Jangan katakan kalau kamu ingin aku masuk dan membopon
‘Rekening baruku ini aku buka satu bulan lalu. Ini agar uangku tidak cepat habis,’ batin Ziandra.Setelah itu, dia mandi dan mulai menunggui anaknya.Sambil memegangi tangan putrinya yang ditempelkan ke pipinya, dia mulai menyapa, “Rara, sayangnya Bunda, bangun, Nak! Bunda kangen Rara!”Kemudian, dia mulai teringat dengan ‘dosanya’.Dengan nada pelan, dia berucap, “Rara, maafkan Bunda. Bunda mengobati Rara dengan uang hasil …. hasil Bunda ….”“Hasil kamu apa?” Mendadak saja terdengar suara Dion di belakang Ziandra.Terkejut dengan kemunculan suaminya, Ziandra lekas menoleh dan memang suaminya sudah ada di belakangnya, mengenakan baju khusus untuk masuk ke ICU.Ada rasa gembira, akhirnya suaminya bersedia menjenguk putrinya! Tapi, tadi suaminya bertanya …..“Ah, oh, itu … maksudku … itu … uang dari hasil … berutang sana-sini.” Meski gugup, dia berhasil juga memberikan jawaban yang sangat masuk akal. “Mas Dion tumben ke sini. Rara—““Aku ingin membawa motormu. Mana kuncinya?” potong Dio
“Ah! Iya, Dokter!” Ziandra menoleh cepat sambil menghapus air matanya.Dengan patuh, dia pergi mengikuti dokter ke ruangannya. Jantungnya berdebar kencang, menanti apa yang akan dikatakan oleh dokter. Hatinya tak surut memanjatkan doa terbaik untuk sang anak.Dia tak tahu, bahwa di tempat lain, ada yang mengerutkan kening usai termangu memandang handphone yang sudah terputus koneksinya.Ziandra tidak tahu ada yang bergegas memanggil anak buahnya untuk melakukan sesuatu._ _ _‘Ya ampun … lega!’ Ziandra akhirnya bisa melepaskan sejenak semua kekhawatirannya akan Clara.Dokter sudah memastikan bahwa Clara stabil dan akan baik-baik saja. Apabila sampai besok sore kondisi Clara terus menunjukkan level stabil, Clara harus dipindahkan ke bangsal khusus.Teringat ketika dokter menjelaskan hal ini padanya, “Bu Pradipta, karena kondisi Clara sudah lebih baik dan infeksinya sudah berhasil kami atasi, maka sebaiknya Clara dipindah ke bangsal Hematologi setelah nanti mulai stabil dan bangun, samb
“Kamu berani menolak?” Ada suara geraman rendah saat Aldric mengucapkan itu.Mendadak, nyali Ziandra menciut. Langsung saja dia khawatir mengenai uang untuk biaya Qiana.‘Duh! Harusnya aku tidak langsung menolak! Kalau dia marah, lalu tak mau memberi uang lagi, aku harus cari uang di mana? Tak mungkin aku nekat merayu pria lain lagi. Akan jadi apa aku nanti kalau pakai cara itu terus?’ Dia panik.Sambil menggenggam erat ponselnya, Ziandra melembutkan suaranya untuk bicara ke Aldric, “Maaf, Pak, bukan maksud saya menolak perintah Bapak, tapi … luar negeri terlalu jauh dan pasti butuh waktu cukup lama untuk meninggalkan rumah.”Dia berharap, Aldric bisa mengerti posisinya sebagai wanita bersuami.Kemudian, ada tawa di seberang sambungan, tawa sumbang Aldric. “Hahaha! Kamu merasa tak enak pada suami kamu, begitu? Rupanya kamu masih punya cinta ke dia, yah? Cih! Cinta, tapi tubuhmu kamu jajakan ke pria lain sepertiku. Wah, wah, uang memang membutakan kamu, yah!”Geraham Ziandra terkatup e
"Anak saya mengidap leukemia, Dok? Kok bisa?"Ziandra Askara nyaris pingsan saat dokter spesialis anak memberitahu penyakit Clara, anaknya yang masih berusia 5 tahun. Dia sedang berada di dalam ruang dokter anak rumah sakit Mayapada.Dokter menjelaskan. "Berdasarkan hasil pemeriksaan, Clara mengidap Acute Lymphoblastic Leukemia atau ALL. Yaitu jenis leukemia akut yang biasa terjadi pada anak-anak."Di tangan Ziandra, terdapat dua kertas. Yaitu hasil pemeriksaan medis dari dokter Ilham dan satu lagi tagihan biaya rumah sakit Clara dari kasir. Dia mengerutkan kening saat membaca keduanya.Ziandra menatap dokter yang menangani anaknya. "Lalu, kenapa dia bisa pingsan, Dok?"Saat hendak pergi bekerja tadi, Clara jatuh pingsan. Dia panik dan membawanya ke rumah sakit dibantu ibu dan adiknya. Sedangkan Dionーsuaminya, tidak peduli.Dion kecanduan judi online selama satu tahun belakangan ini. Utang pinjaman online Dion menggunung. Tidak terasa, Ziandra mulai menangis. Hatinya benar-benar hancu
“Kamu berani menolak?” Ada suara geraman rendah saat Aldric mengucapkan itu.Mendadak, nyali Ziandra menciut. Langsung saja dia khawatir mengenai uang untuk biaya Qiana.‘Duh! Harusnya aku tidak langsung menolak! Kalau dia marah, lalu tak mau memberi uang lagi, aku harus cari uang di mana? Tak mungkin aku nekat merayu pria lain lagi. Akan jadi apa aku nanti kalau pakai cara itu terus?’ Dia panik.Sambil menggenggam erat ponselnya, Ziandra melembutkan suaranya untuk bicara ke Aldric, “Maaf, Pak, bukan maksud saya menolak perintah Bapak, tapi … luar negeri terlalu jauh dan pasti butuh waktu cukup lama untuk meninggalkan rumah.”Dia berharap, Aldric bisa mengerti posisinya sebagai wanita bersuami.Kemudian, ada tawa di seberang sambungan, tawa sumbang Aldric. “Hahaha! Kamu merasa tak enak pada suami kamu, begitu? Rupanya kamu masih punya cinta ke dia, yah? Cih! Cinta, tapi tubuhmu kamu jajakan ke pria lain sepertiku. Wah, wah, uang memang membutakan kamu, yah!”Geraham Ziandra terkatup e
“Ah! Iya, Dokter!” Ziandra menoleh cepat sambil menghapus air matanya.Dengan patuh, dia pergi mengikuti dokter ke ruangannya. Jantungnya berdebar kencang, menanti apa yang akan dikatakan oleh dokter. Hatinya tak surut memanjatkan doa terbaik untuk sang anak.Dia tak tahu, bahwa di tempat lain, ada yang mengerutkan kening usai termangu memandang handphone yang sudah terputus koneksinya.Ziandra tidak tahu ada yang bergegas memanggil anak buahnya untuk melakukan sesuatu._ _ _‘Ya ampun … lega!’ Ziandra akhirnya bisa melepaskan sejenak semua kekhawatirannya akan Clara.Dokter sudah memastikan bahwa Clara stabil dan akan baik-baik saja. Apabila sampai besok sore kondisi Clara terus menunjukkan level stabil, Clara harus dipindahkan ke bangsal khusus.Teringat ketika dokter menjelaskan hal ini padanya, “Bu Pradipta, karena kondisi Clara sudah lebih baik dan infeksinya sudah berhasil kami atasi, maka sebaiknya Clara dipindah ke bangsal Hematologi setelah nanti mulai stabil dan bangun, samb
‘Rekening baruku ini aku buka satu bulan lalu. Ini agar uangku tidak cepat habis,’ batin Ziandra.Setelah itu, dia mandi dan mulai menunggui anaknya.Sambil memegangi tangan putrinya yang ditempelkan ke pipinya, dia mulai menyapa, “Rara, sayangnya Bunda, bangun, Nak! Bunda kangen Rara!”Kemudian, dia mulai teringat dengan ‘dosanya’.Dengan nada pelan, dia berucap, “Rara, maafkan Bunda. Bunda mengobati Rara dengan uang hasil …. hasil Bunda ….”“Hasil kamu apa?” Mendadak saja terdengar suara Dion di belakang Ziandra.Terkejut dengan kemunculan suaminya, Ziandra lekas menoleh dan memang suaminya sudah ada di belakangnya, mengenakan baju khusus untuk masuk ke ICU.Ada rasa gembira, akhirnya suaminya bersedia menjenguk putrinya! Tapi, tadi suaminya bertanya …..“Ah, oh, itu … maksudku … itu … uang dari hasil … berutang sana-sini.” Meski gugup, dia berhasil juga memberikan jawaban yang sangat masuk akal. “Mas Dion tumben ke sini. Rara—““Aku ingin membawa motormu. Mana kuncinya?” potong Dio
“Astaga!” pekik tertahan Ziandra ketika menatap pantulan bayangannya di cermin besar kamar mandi mewah itu.Dia bisa melihat gaun tersebut begitu mini dan minim. Dia yakin kalau merunduk sedikit saja, maka akan langsung terlihat bokongnya. Belum lagi bagian dada yang banyak diekspos.Itu benar-benar kostum perawat seksi yang biasa digunakan untuk menaikkan gairah bercinta pasangan.“Da-dasar maniak! Gila! Cowok cabul! Mesum! Apa fetishnya perawat? Menjijikkan!” Sumpah serapah pelan Ziandra mengalir lancar ketika menyadari kemauan Aldric.Seumur-umur pernikahannya dengan Dion saja, suaminya tidak pernah minta macam-macam ketika mereka hendak bercinta.Tapi ini Aldric, seorang bujangan ….Ziandra tidak bisa tidak berasumsi liar bahwa bosnya sudah terbiasa memperlakukan wanita sedemikian rupa. Pikirannya gelap mengenai apa mungkin Aldric yang terlihat baik dan dermawan itu sejatinya suka merendahkan wanita?“Hei! Kenapa belum keluar? Jangan katakan kalau kamu ingin aku masuk dan membopon
‘Satu hal yang aku pelajari sekarang … jangan terburu-buru menilai seorang pria dari sikap baik yang ditampilkan di publik.’ Ziandra membatin, merasa tertipu.Dia berjalan gontai di lorong rumah sakit. Setiap selesai melayani Aldric, dia selalu merasa dirinya tak pantas ada di dunia ini. Malu kepada suami dan juga keluarga.Hanya karena tekad besar menyembuhkan anaknya yang membuat dia terus bertahan menjalani kegilaan yang sama sekali belum pernah dia rambah.“Kamu kenapa, Zia?” tanya Susan ketika putri sulungnya sudah tiba di depan ruang tunggu operasi. “Mukamu pucat begitu. Kamu sudah makan?”Ziandra lekas duduk di bangku panjang dan menjawab, “Sudah, Ma. Mukaku pucat … mungkin karena lelah, Ma.”Ya, dia lelah karena kegilaan Aldric.“Mila di mana?” tanya Ziandra ketika tidak melihat adiknya menemani Susan.“Dia baru saja pergi, katanya mau live di Tik Tak, makanya pulang lebih dulu.” Susan menyahut.Ziandra menghela napas. Tak habis pikir dengan kelakuan adiknya.“Bocah itu … dulu
‘Uff! Lelahnya! Bos sialan! Satu jam lebih dia mengerjai aku!’ rutuk Ziandra di hatinya sambil berjalan lunglai di lorong rumah sakit.Masih teringat jelas bagaimana Aldric sangat buas dan agresif ketika menyetubuhinya. Badannya terasa remuk akibat kegilaan sang Bos. Tadi mengendarai motor pun, nyaris menabrak beberapa kali.Dia kembali ke rumah sakit hanya untuk memastikan anaknya masuk ke ruang operasi dan kemudian pulang ke rumah untuk mandi. Untung saja Susan dan Namila mau menunggui Clara menjalani operasi.“Aku harus mandi … aku butuh mandi!” tegasnya, berbisik sambil mengemudikan motor ke rumah.Selama ini, dia masih menempati rumah orang tuanya bersama Dion dan Clara. Mereka belum memiliki rumah sendiri. Dulu dia hendak mengontrak sebuah rumah kecil agar mandiri, tapi Dion tak setuju. Dion lebih suka tinggal di rumah mertua yang cukup lapang dan nyaman.Tiba di rumah, dia melihat suaminya masih asyik bermain game online di sofa.Dia harus bersikap senormal mungkin di depan sua
“Tolong … pinjami saya uang, Pak!” Ziandra mengulangi permohonannya karena tak juga dia mendengar sahutan dari Aldric. “Sa-satu miliar rupiah ….” Suaranya seperti mencicit karena gugup, malu, dan ragu ketika mengatakannya.Awalnya dia hendak meminjam Rp100 juta, tapi mendadak dia berubah pikiran dan menyatakan nominal Rp1 miliar ke Aldric. Dia pikir, uang sebanyak itu bisa mencukupi seluruh biaya pengobatan anaknya.‘Aku tak peduli dianggap terlalu serakah. Ini semua demi Clara!’ seru batinnya.Jantungnya berdegup kencang menanti jawaban bosnya. Dia tahu, permintaannya sangat keterlaluan. Mana ada karyawan meminjam sebanyak itu? Terlebih lagi, dia bukan jajaran eksekutif. Apakah dia akan menerima semburan marah bosnya? Ziandra ingin menangis. “Kenapa jumlahnya sebesar itu?” Suara Aldric meninggi tanpa berteriak. Tentu saja dia sangat terkejut mendengar nominal yang disebutkan kepala sekretarisnya. Mana ada bawahannya yang berani meminjam sebanyak itu?Ziandra meremas erat tangannya
"Anak saya mengidap leukemia, Dok? Kok bisa?"Ziandra Askara nyaris pingsan saat dokter spesialis anak memberitahu penyakit Clara, anaknya yang masih berusia 5 tahun. Dia sedang berada di dalam ruang dokter anak rumah sakit Mayapada.Dokter menjelaskan. "Berdasarkan hasil pemeriksaan, Clara mengidap Acute Lymphoblastic Leukemia atau ALL. Yaitu jenis leukemia akut yang biasa terjadi pada anak-anak."Di tangan Ziandra, terdapat dua kertas. Yaitu hasil pemeriksaan medis dari dokter Ilham dan satu lagi tagihan biaya rumah sakit Clara dari kasir. Dia mengerutkan kening saat membaca keduanya.Ziandra menatap dokter yang menangani anaknya. "Lalu, kenapa dia bisa pingsan, Dok?"Saat hendak pergi bekerja tadi, Clara jatuh pingsan. Dia panik dan membawanya ke rumah sakit dibantu ibu dan adiknya. Sedangkan Dionーsuaminya, tidak peduli.Dion kecanduan judi online selama satu tahun belakangan ini. Utang pinjaman online Dion menggunung. Tidak terasa, Ziandra mulai menangis. Hatinya benar-benar hancu