Beranda / Romansa / Gairah Liar Presdir Posesif / 4. Melayani dengan 'Baju Dinas'

Share

4. Melayani dengan 'Baju Dinas'

Penulis: Caramelodrama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-12 10:06:03

‘Satu hal yang aku pelajari sekarang … jangan terburu-buru menilai seorang pria dari sikap baik yang ditampilkan di publik.’ Ziandra membatin, merasa tertipu.

Dia berjalan gontai di lorong rumah sakit. Setiap selesai melayani Aldric, dia selalu merasa dirinya tak pantas ada di dunia ini. Malu kepada suami dan juga keluarga.

Hanya karena tekad besar menyembuhkan anaknya yang membuat dia terus bertahan menjalani kegilaan yang sama sekali belum pernah dia rambah.

“Kamu kenapa, Zia?” tanya Susan ketika putri sulungnya sudah tiba di depan ruang tunggu operasi. “Mukamu pucat begitu. Kamu sudah makan?”

Ziandra lekas duduk di bangku panjang dan menjawab, “Sudah, Ma. Mukaku pucat … mungkin karena lelah, Ma.”

Ya, dia lelah karena kegilaan Aldric.

“Mila di mana?” tanya Ziandra ketika tidak melihat adiknya menemani Susan.

“Dia baru saja pergi, katanya mau live di Tik Tak, makanya pulang lebih dulu.” Susan menyahut.

Ziandra menghela napas. Tak habis pikir dengan kelakuan adiknya.

“Bocah itu … dulu aku susah-payah membiayai kuliahnya sampai menjual barang-barang branded-ku, tapi Mila malah berhenti di tengah jalan dengan alasan tidak sanggup dan ingin langsung bekerja.”

Ziandra mengenang kelakuan adiknya.

“Setelahnya, bukannya mencari pekerjaan memakai ijazah SMA-nya, dia justru asyik di medsos dan bercita-cita menjadi selebriti medsos. Hah … aku tak paham lagi dengan jalan pemikirannya,” keluh Ziandra.

Susan di samping Ziandra, menatap tak berdaya. Mungkin salahnya juga terlalu memanjakan anak bungsunya hingga kerap bertindak seenaknya meski Namila sudah di umur 25 tahun.

“Kamu yang sabar, Zia. Adikmu memang begitu tabiatnya. Semoga saja dia lekas mencari pekerjaan.” Ini saja yang bisa diucapkan Susan.

Ziandra melirik ibunya, tak berani menyalahkan Beliau yang kerap membela adiknya hanya karena Namila dianggap bungsu dan harus lebih banyak diberi kesempatan.

Sementara di tempat lain, Namila berjalan gontai di jalanan kompleks perumahan kelas menengah mereka. Meski hampir jam 9 malam, masih cukup ramai di sana.

“Eh? Kenapa sendirian, Mbak Mila? Bu Susan mana?” tanya basa-basi salah satu tetangga yang sedang membeli mie keliling.

“Oh, Mama sedang menemani Clara di rumah sakit.” Namila menjawab dengan santun.

Tetangga lainnya mendekat untuk bertanya, “Clara sakit apa?”

“Leukemia,” jawab Namila.

Banyak tetangga yang terkaget-kaget mendengar itu. Mereka segera berkumpul sambil menampilkan wajah sedih.

“Berarti sekarang Bu Susan menunggui cucunya? Lalu Mbak Zia ke mana?” tanya seorang tetangga.

“Mbak Zia mungkin sedang sibuk lembur, Bu. Namanya juga wanita karir.” Namila memaksakan senyumnya. Padahal dia jelas mengetahui kakaknya sedang pontang-panting mencari uang.

“Dasar Zia itu! Bisa-bisanya anak sedang sakit parah, dia malah memikirkan pekerjaan!” geram seorang tetangga.

Tetangga lain mulai mengecam Ziandra yang dikatakan melupakan kodrat sebagai istri dan sebagai ibu.

“Tolong jangan memarahi Mbak Zia. Dia sebenarnya sayang keluarga!” Namila menampilkan wajah memelasnya.

“Kalau dia sayang keluarga, dia takkan bekerja di luar rumah! Tiap hari anak ditinggal, kasihan Clara.” Ada yang sengit ketika membicarakan Ziandra. “Lalu, apa pekerjaan suaminya Mbak Zia?”

“Oh, Mas Dion … dia bekerja dari rumah karena mengalah ke Mbak Zia yang ngotot ingin bekerja kantoran,” pelintir Namila dengan mulus.

Tetangga semakin menghujat dan menyematkan stigma buruk pada Ziandra. Namila pun pamit ke rumah, beralasan hendak menyiapkan makan malam bagi Dion yang belum makan.

Sesampainya di rumah, dia melirik ke kakak iparnya yang asyik rebah di sofa ruang tengah. “Mas, kalau ingin makan, ada mi instan di lemari dapur!”

“Aku sudah makan.” Dion melirik Namila.

Namila pun pergi ke kamarnya dan keluar lagi sambil membawa alat-alat untuk live-nya. Kemudian, dia mulai berceloteh riang, dan sesekali akan berjoget dengan pakaian minim agar banyak disawer. Padahal jika keluar rumah, dia selalu memakai pakaian serba panjang dan menampilkan citra wanita santun di mata tetangga.

Dion sesekali melirik ke arah Namila yang sedang berjoget sebelum fokusnya kembali ke layar ponselnya lagi.

***

Karena besok merupakan akhir pekan, maka Ziandra memutuskan untuk tetap berada di rumah sakit sampai putrinya tersadar. Operasinya selesai di jam 12 malam dan dia terus berjaga di samping Clara yang masih tak sadarkan diri di ruang ICU.

Meski harus repot mengenakan pakaian khusus untuk di ICU, dia tak keberatan.

“Untung saja ada uang dari Pak Aldric, makanya Mama bisa aku sewakan bed penunggu pasien untuk tidur.” Ziandra bergumam lirih sambil menoleh ke ibunya yang sudah rebah di ruang tunggu ICU.

Kemudian dia mengambil tangan mungil putrinya untuk dia bawa ke pipinya.

“Rara Sayang, cepat buka matanya, Nak! Bunda kangen celotehan kamu.”

Usai mengucap lirih begitu, Ziandra mulai terisak pelan. Dia merasa berdosa, tak tahu apakah pilihannya menjual diri ke Aldric merupakan sesuatu yang tepat.

Tapi setiap teringat Clara, maka dia akan meneguhkan hati bahwa dia sudah memilih dengan benar. Ibu mana di dunia ini yang tidak ingin berkorban apa pun demi anak tercinta?

Pada pagi harinya di jam 7, Ziandra terkantuk-kantuk ketika merasakan getaran ponsel di sakunya.

Saat dilihat, itu pesan dari Aldric.

[Layani aku sekarang! Hotel kemarin!]

Astaga! Sepagi ini dia sudah harus melayani bosnya? Bukannya kemarin sore dia sudah menjadi mainan Aldric selama 2 jam? Masih kurang? Apa bosnya maniak?

“Ma, aku pergi dulu!” pamit Ziandra ke ibunya yang baru saja keluar dari kamar mandi penunggu. “Aku … ingin mencari makan. Nanti kalau ada jatah makan pagi untuk penunggu, itu untuk Mama saja.”

Setelah ibunya mengangguk, dia bergegas pergi keluar.

Setibanya di hotel, dia diperintahkan untuk mandi dulu dan berganti dengan pakaian yang sudah disediakan di dalam kamar mandi.

Ada sebuah kotak karton dengan tulisan: Baju Dinas.

Kening Ziandra berkerut bingung. Baju dinas apaan?

Ketika dia mengenakan pakaian itu, alangkah kagetnya dia. “Ko-kostum perawat seksi?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gairah Liar Presdir Posesif   5. Dasar Maniak Mesum!

    “Astaga!” pekik tertahan Ziandra ketika menatap pantulan bayangannya di cermin besar kamar mandi mewah itu.Dia bisa melihat gaun tersebut begitu mini dan minim. Dia yakin kalau merunduk sedikit saja, maka akan langsung terlihat bokongnya. Belum lagi bagian dada yang banyak diekspos.Itu benar-benar kostum perawat seksi yang biasa digunakan untuk menaikkan gairah bercinta pasangan.“Da-dasar maniak! Gila! Cowok cabul! Mesum! Apa fetishnya perawat? Menjijikkan!” Sumpah serapah pelan Ziandra mengalir lancar ketika menyadari kemauan Aldric.Seumur-umur pernikahannya dengan Dion saja, suaminya tidak pernah minta macam-macam ketika mereka hendak bercinta.Tapi ini Aldric, seorang bujangan ….Ziandra tidak bisa tidak berasumsi liar bahwa bosnya sudah terbiasa memperlakukan wanita sedemikian rupa. Pikirannya gelap mengenai apa mungkin Aldric yang terlihat baik dan dermawan itu sejatinya suka merendahkan wanita?“Hei! Kenapa belum keluar? Jangan katakan kalau kamu ingin aku masuk dan membopon

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Gairah Liar Presdir Posesif   6. Clara dalam Kondisi Gawat!

    ‘Rekening baruku ini aku buka satu bulan lalu. Ini agar uangku tidak cepat habis,’ batin Ziandra.Setelah itu, dia mandi dan mulai menunggui anaknya.Sambil memegangi tangan putrinya yang ditempelkan ke pipinya, dia mulai menyapa, “Rara, sayangnya Bunda, bangun, Nak! Bunda kangen Rara!”Kemudian, dia mulai teringat dengan ‘dosanya’.Dengan nada pelan, dia berucap, “Rara, maafkan Bunda. Bunda mengobati Rara dengan uang hasil …. hasil Bunda ….”“Hasil kamu apa?” Mendadak saja terdengar suara Dion di belakang Ziandra.Terkejut dengan kemunculan suaminya, Ziandra lekas menoleh dan memang suaminya sudah ada di belakangnya, mengenakan baju khusus untuk masuk ke ICU.Ada rasa gembira, akhirnya suaminya bersedia menjenguk putrinya! Tapi, tadi suaminya bertanya …..“Ah, oh, itu … maksudku … itu … uang dari hasil … berutang sana-sini.” Meski gugup, dia berhasil juga memberikan jawaban yang sangat masuk akal. “Mas Dion tumben ke sini. Rara—““Aku ingin membawa motormu. Mana kuncinya?” potong Dio

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Gairah Liar Presdir Posesif   7. Maaf, Tidak Bisa!

    “Ah! Iya, Dokter!” Ziandra menoleh cepat sambil menghapus air matanya.Dengan patuh, dia pergi mengikuti dokter ke ruangannya. Jantungnya berdebar kencang, menanti apa yang akan dikatakan oleh dokter. Hatinya tak surut memanjatkan doa terbaik untuk sang anak.Dia tak tahu, bahwa di tempat lain, ada yang mengerutkan kening usai termangu memandang handphone yang sudah terputus koneksinya.Ziandra tidak tahu ada yang bergegas memanggil anak buahnya untuk melakukan sesuatu._ _ _‘Ya ampun … lega!’ Ziandra akhirnya bisa melepaskan sejenak semua kekhawatirannya akan Clara.Dokter sudah memastikan bahwa Clara stabil dan akan baik-baik saja. Apabila sampai besok sore kondisi Clara terus menunjukkan level stabil, Clara harus dipindahkan ke bangsal khusus.Teringat ketika dokter menjelaskan hal ini padanya, “Bu Pradipta, karena kondisi Clara sudah lebih baik dan infeksinya sudah berhasil kami atasi, maka sebaiknya Clara dipindah ke bangsal Hematologi setelah nanti mulai stabil dan bangun, samb

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Gairah Liar Presdir Posesif   8. Hendak Dibawa Paksa

    “Kamu berani menolak?” Ada suara geraman rendah saat Aldric mengucapkan itu.Mendadak, nyali Ziandra menciut. Langsung saja dia khawatir mengenai uang untuk biaya Qiana.‘Duh! Harusnya aku tidak langsung menolak! Kalau dia marah, lalu tak mau memberi uang lagi, aku harus cari uang di mana? Tak mungkin aku nekat merayu pria lain lagi. Akan jadi apa aku nanti kalau pakai cara itu terus?’ Dia panik.Sambil menggenggam erat ponselnya, Ziandra melembutkan suaranya untuk bicara ke Aldric, “Maaf, Pak, bukan maksud saya menolak perintah Bapak, tapi … luar negeri terlalu jauh dan pasti butuh waktu cukup lama untuk meninggalkan rumah.”Dia berharap, Aldric bisa mengerti posisinya sebagai wanita bersuami.Kemudian, ada tawa di seberang sambungan, tawa sumbang Aldric. “Hahaha! Kamu merasa tak enak pada suami kamu, begitu? Rupanya kamu masih punya cinta ke dia, yah? Cih! Cinta, tapi tubuhmu kamu jajakan ke pria lain sepertiku. Wah, wah, uang memang membutakan kamu, yah!”Geraham Ziandra terkatup e

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Gairah Liar Presdir Posesif   9. Gelap, Indah, dan Berbahaya

    ‘Gawat! Bagaimana kalau aku sampai diangkut paksa dan dibawa ke luar negeri? Rara! Aku tak bisa pergi! Rara butuh aku! Rara menungguku!’ Batin Ziandra terus berteriak.Selain itu, dia berusaha memberontak dari cengkeraman Aldric, hingga akhirnya terhempas di lantai. Isakan tangis tak tertahankan. Dia tak mau dibawa paksa sejauh itu dari putrinya!Aldric pun melepaskan genggaman tangan kokohnya pada lengan ramping Ziandra dan menatap wanita yang sedang terisak sembari duduk tak berdaya di lantai.“Pak … hiks! Saya mohon jangan paksa saya begini … saya mohon, Pak!” Ziandra tetap mengiba tanpa berani menatap sang Bos.Dengan kepala tertunduk, dia melihat kedua kaki Aldric mendekat ke dirinya. Setelah itu, dagunya dicengkeram dan diangkat sehingga mau tak mau, mereka saling bertemu tatap.“Kamu membantahku, Ziandra. Padahal kamu sudah sangat jelas dengan setiap butir pasal di perjanjian kita, perjanjian yang sudah kamu tanda tangani.” Suara rendah dan berat milik Aldric semakin terasa men

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Gairah Liar Presdir Posesif   10. 'Diskusi' Pagi Bersama Bos

    “Mas Dion sebenarnya ke mana, sih?” heran Ziandra.Akhirnya dia terpaksa menelepon Susan.“Ma, Mas Dion ada di rumah?” tanyanya.“Enggak, Zia. Dia pergi dari kemarin. Katanya ada kerjaan bersama temannya di luar kota.” Susan menyahut. “Ini juga Mila pergi dari kemarin, katanya diajak temennya cari baju untuk dagangan di kota Ebon.”Susan menyebutkan nama kota industri, 270 km ke timur dari kota Sangria.Ziandra menghela napas. Pasti besok dia harus menggunakan ojek untuk ke kantor.“Padahal aku harus ambil pakaian kerjaku untuk besok. Hgh! Mas Dion egois!” rutuknya pelan.Terpaksa dia pulang sebentar menggunakan angkot yang lebih murah untuk mengambil pakaian kerjanya.“Apa tak apa kalau Rara kamu tinggal begini, Zia?” tanya Susan ketika melihat kedatangan putri sulungnya di rumah.“Ini aku buru-buru, kok Ma.” Dia bergegas mengemasi pakaian untuk Senin besok, memasukkannya serapi mungkin ke tas travel yang agak besar dan segera kembali ke rumah sakit usai mencium tangan Susan.Untung

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Gairah Liar Presdir Posesif   11. Hukuman Pertama Untuknya

    “Itu … silakan Pak Binar bicara dengan Pak Aldric. Saya permisi.” Ziandra bergegas melarikan diri dari ruangan itu.Dia begitu gugup ketika ditatap Binar yang memicingkan mata dengan curiga saat mempertanyakan hal tadi.‘Semoga saja bajuku sudah rapi, tak ada kancing yang meleset!’ Ziandra sambil melihat blusnya, berharap tak ada satu pun hal mencurigakan di sana, seperti … bau Aldric?Hari ini terasa sangat panjang bagi Ziandra yang sedang menanti waktu pulang kerja agar bisa secepatnya bertemu dengan Clara.Ketika sore tiba, semangat padam Ziandra mulai bangkit. Matanya berbinar, membayangkan Clara akan tersenyum kalau dia membawakan roti krim kesukaan bocah itu.Sayangnya ….“Ikut aku menemui salah satu klien. Aku sudah menyiapkan gaun untukmu. Kamu hanya perlu ikut aku sekarang juga dan bisa pulang jam 11 nanti.” Aldric langsung saja menjatuhkan bom padanya.Aldric dan kemauannya selalu saja mengagetkan Ziandra meski dia sudah belajar untuk terbiasa dengan sikap bossy dan berbeda

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Gairah Liar Presdir Posesif   12. Barang Bagus

    ‘O-orang ini gila! Dia maniak sialan! Maniak cabul!’ Ziandra terus mengumpat dan memaki Aldric di benak.Hukuman macam apa pula itu?!“Berani kamu menolak hukuman itu, aku bisa menambah durasi masa pelayananmu sebanyak 60 kali lagi,” imbuh Aldric sambil berbalik badan menghadap Ziandra.Betapa geramnya Ziandra mendengar kesewenang-wenangan si Bos. Apakah semua Bos sebrengsek dia? Citra positif dan bagaikan malaikat tak bersayap? Omong kosong!“Kamu harus ingat di salah satu pasal perjanjian kita, ada tertulis bahwa hukuman harus dilaksanakan oleh pihak kedua, yaitu kamu. Dan kalau kamu tidak melaksanakannya, maka kamu akan dibebani 60 kali pelayanan padaku atau keluargamu mengetahui perjanjian kita.” Aldric menaikkan dagu sambil mengucapkannya.Hrrgh! Ingin sekali Ziandra mencakar-cakar muka arogan Aldric yang menampilkan kesombongan sebagai penguasa yang selalu menang.Ziandra menarik napas dalam-dalam, berusaha memperluas lautan kesabarannya. Kemudian berkata, “Bapak, Anda meminta s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25

Bab terbaru

  • Gairah Liar Presdir Posesif   84. Bukan Hanya Bermain Api, Tapi Juga Memeluknya

    “Gila kamu, yah!” Ziandra sampai mendelik sambil menahan seruan suaranya.Tapi Namila justru terkikik seakan reaksi kakaknya merupakan hal lucu.“Ayolah, Kak. Cuma Rp50 juta pasti kecil buat kamu. Apalagi untuk pacar barumu. Ya kan?”Tangan Ziandra terkepal erat di samping tubuhnya. Dia sibuk membuat pertimbangan di kepalanya mengenai permintaan keterlaluan adiknya.Kenapa sekarang dia justru jadi korban pemerasan orang-orang yang katanya adalah keluarga?“Hgh!” dengus kesal Ziandra sambil mengambil ponsel di dalam tasnya.Tak berapa lama, dia mengetik ini dan itu pada layarnya dan kemudian menatap Namila yang menunggu dengan senyum terkulum lebar.“Sudah!” Ziandra menyimpan kembali ponselnya.Wajahnya berubah masam dan keruh. Apakah dia tidak pernah dipandang sebagai manusia sejak dulu?“Haha! Nah gitu, dong Kak! Itu baru namanya kakak sayang adik!” Namila memeriksa rekening bank di ponselnya.Raut mukanya langsung cerah saat melihat deretan nominal yang baru masuk di sana.“Sana per

  • Gairah Liar Presdir Posesif   83. Biar Adil

    “Hmmm….”Aldric menatap layar ponsel itu lama. Layarnya terkunci, tapi pemberitahuan terakhir masih terpampang jelas:Dion: “Aku ingin 50 juta ditransfer malam ini. Jangan coba-coba menghindar, Zia.”Tangan Aldric mengepal. Rahangnya mengeras. Tapi dia tidak membuka pesan itu lebih jauh, tidak membongkar isi ponsel secara langsung.Sebaliknya, dia mengembalikan ponsel itu ke tempat semula dan menutup tas Ziandra pelan. Napasnya panjang, berat, dan dalam matanya terpancar gelombang kekecewaan yang ditahan.Beberapa saat kemudian, Ziandra keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah, kulitnya yang bersih bersinar lembut di bawah cahaya temaram kamar. Tapi sorot matanya tetap sama—lelah, kosong, dan penuh tekanan.Aldric hanya menatapnya sebentar. Tak ada pertanyaan. Tak ada kecurigaan yang dilontarkan.“Masih mengantuk?” tanya Aldric, duduk di tepi ranjang, memandangi Ziandra seperti biasa.Ziandra mengangguk. “Sedikit.”“Kalau begitu, kita tidur.”Dia mengangguk lagi dan masuk ke dal

  • Gairah Liar Presdir Posesif   82. Kemauan Dion

    Aldric menggenggam jemarinya. “Kamu tidak sendiri, Zia. Sekarang dan seterusnya.”Ziandra hanya bisa mengangguk.Namun dalam dadanya, badai telah terlanjur bertiup. Dan dia tahu… tidak selamanya dia bisa menyembunyikannya.“Aku mandi dulu.” Aldric beranjak turun dari tempat tidur.Tak lupa dia mengecup kening Ziandra sebelum melangkah ke kamar mandi.Setelah yakin Aldric masuk ke kamar mandi dan menyalakan keran shower di dalam sana, Ziandra lekas meraih ponselnya kembali. Dia menekan nomor suaminya.Jantung Ziandra berdetak lebih kencang ketika sambungan tersambung. Dia menengok cepat ke arah kamar mandi—suara shower masih terdengar deras, menandakan Aldric belum selesai. Tangannya menggenggam ponsel erat-erat.“Cepat katakan apa yang kamu mau, Dion,” desis Ziandra pelan, menahan suaranya agar tak terdengar.Suara Dion di seberang langsung terdengar sinis, seolah sudah menunggu dengan segelas kopi dan senyum licik di wajah.“Akhirnya kamu angkat juga, Zia sayang. Aku hampir mengira k

  • Gairah Liar Presdir Posesif   81. Ancaman Datang

    “Aku di sini, Zia,” jawab Aldric sambil mengecup pipinya yang basah. “Dan aku akan tetap bersamamu, Zia. Selalu.”Malam terus bergulir, membawa mereka ke dunia tanpa batas, di mana waktu tak berarti dan dunia luar tak lagi penting. Yang ada hanyalah mereka, saling menemukan, saling melepaskan, saling menyembuhkan.Keintiman itu bukan semata-mata pertemuan raga, melainkan pengakuan batin yang akhirnya menemukan suara.“Aaahhh!”Ketika semuanya mereda, dan napas mereka mulai menyatu dalam ketenangan, Aldric menarik Ziandra ke dadanya. Dia membelai rambutnya perlahan, seakan membungkusnya dalam doa panjang.Ziandra mendekapnya erat, membenamkan wajah di leher pria itu. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa… tidak sendirian. Tak lagi takut. Tak lagi ragu.“Aku mencintaimu,” bisiknya dalam diam. Mungkin belum siap mengatakannya keras-keras. Tapi dia tahu, pria itu mendengarnya—melalui detak jantung, pelukan, dan cara Aldric membalas dekapannya dengan begitu sabar dan past

  • Gairah Liar Presdir Posesif   80. Jangan Sesali Ini

    “Aku… aku….” Dengan mata basahnya, Ziandra berucap.Haruskah dia mengatakan hal ITU? Bukankah dia sudah cukup menunjukkannya melalui tindakan yang tak biasa? Kurang apa lagi?“Kamu apa, Zia? Bicara yang jelas,” desak Aldric tanpa mengalihkan pandangan dari wanita di bawah kungkungan tubuhnya.Ziandra ragu-ragu. Dia merutuki pria itu. Alangkah kejamnya Aldric memaksanya menyebutkan sesuatu yang akan membuatnya malu.Sambil menggigit bibirnya dengan tubuh terhentak di bawah Aldric, Ziandra memalingkan pandangan ke arah lain, seakan-akan itu lebih menarik dibandingkan pria itu.“Masih mau bungkam, Zia? Baiklah, kalau begitu, aku lebih baik pergi saja.”Aldric menghentikan gerakannya dan bersiap untuk beranjak dari tempat tidur.Seketika Ziandra panik. Dia lekas rengkuh leher Aldric dan membelitnya erat-erat. Khawatir pria itu benar-benar pergi.“Jangan pergi! Aldric, aku… aku menginginkan kamu. Aku menginginkanmu!” Ziandra menoleh, menyatukan tatapannya ke mata Aldric.Dia sudah menyerah

  • Gairah Liar Presdir Posesif   79. Sudah Tak Peduli Lagi

    “Um….” Ziandra terbangun pada tengah malam.Matanya beredar mencari sosok pria yang dia inginkan di ruangan tersebut.Tak ada. Pria itu tak ada.“Aldric? Aldric kamu di mana?”Dengan suara parau, Ziandra bertanya. Dia melangkah turun dari tempat tidur untuk mencari Aldric.Namun, tidak juga ditemukan di semua ruangan di kamar suite yang luas tersbut.“Apa dia… dia meninggalkanku? Dia bosan padaku?”Dalam gumaman lirih, Ziandra menduga-duga. Ada rasa menyengat di matanya ketika dia membayangkan Aldric tak lagi menginginkannya.Serasa ada tangan berduri yang meremas jantungnya saat imajinasi liar dia muncul. Yaitu jika Aldric bosan padanya dan memiliki wanita lain untuk ditaklukkan.Mata Ziandra semakin terasa panas dengan pikiran kacau yang terasa kusut. Hatinya sesak oleh rasa cemburu yang asing.Meski sekuat apa pun dia ingin menyangkal apa yang sedang bercokol di sanubarinya, tapi batinnya semakin menjerit kalut.Dengan air mata berjatuhan tanpa bisa dicegah, dia membatin pilu, ‘Aku

  • Gairah Liar Presdir Posesif   78. Dalam Pelukanmu, Sebuah Penyerahan

    "Tapi... benarkah begitu?" Justru dia sendiri yang meragukan hatinya.Namun, dorongan itu terus mendesak dan semakin membuatnya gelisah.Ting tung!Ziandra terlonjak saat melihat pintu terbuka di depannya usai dia menekan bel.Di sana, berdiri Aldric, mengenakan kemeja hitam yang dilipat di lengan, rambutnya sedikit berantakan seperti habis berkutat dengan pikiran yang tak menentu. Mata pria itu langsung mengunci matanya—dalam, teduh, dan... menahan sesuatu."Ziandra..." gumam Aldric.Namun, Ziandra tak memberinya kesempatan berkata apa-apa lagi.Tanpa sadar, gadis itu melangkah maju, melemparkan tubuhnya ke dalam pelukan Aldric, memeluknya erat seolah hidupnya bergantung padanya.Seolah... Aldric adalah satu-satunya jangkar dalam badai hatinya.Aldric tersentak sedikit, kaget, namun segera menahan tubuhnya. Tangannya refleks memeluk Ziandra erat, seperti menahan sesuatu yang rapuh agar tak pecah.Ziandra menggigil dalam pelukan itu."Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi padaku..."

  • Gairah Liar Presdir Posesif   77. Sepertinya Aku Menginginkannya

    ‘Perjalanan ke Kantata terasa lebih sunyi dari yang aku bayangkan.’ Ziandra membatin saat dia sudah berada di dalam mobil bersama Aldric.Hanya suara deru mobil dan sesekali Aldric menjawab telepon dari anak buahnya.Sepanjang jalan, Aldric tetap menjaga jarak, namun ada kalanya, diam-diam, Ziandra menangkap sorot matanya yang teduh memandanginya dari sudut kaca spion.Di hotel tempat mereka menginap, Aldric memilih suite dua kamar. Tidak satu kamar.‘Apakah dia kecewa padaku? Tapi aku tak mungkin begitu saja bercerai dari Mas Dion. Tidak segampang itu, kan?’ batinnya.Bahkan keputusan kecil semacam pisah kamar, tanpa banyak penjelasan, sudah membuat Ziandra serasa dilemparkan ke lautan ketidakpastian lagi.Setelah rapat yang cukup melelahkan di kantor cabang Kantata, Aldric dan Ziandra kembali ke hotel menjelang malam. Langit mulai gelap, dengan rintik hujan membasahi jalanan.Ziandra menatap bayangan Aldric di kaca lift sambil membatin, ‘Dia tampak begitu jauh, begitu tak terjangkau

  • Gairah Liar Presdir Posesif   76. Perubahan yang Menyesakkan

    ‘Tidak… tidak akan memintaku menikahinya lagi?’Napas Ziandra tercekat saat membatin, mengulangi ucapan Aldric di hatinya.Ada gelenyar rasa sesak di hatinya ketika dia merenungi sejenak ucapan Aldric. Seakan jantungnya diremas secara tak nyaman oleh tangan berduri.‘Apakah dia marah?’ Ziandra hanya bisa berasumsi demikian di hatinya.Setelah itu, selama beberapa hari berikutnya, sikap Aldric kian dingin dan pria itu seolah menjauh dari Ziandra. Meski tetap saja jika Aldric menginginkannya di ranjang, dia tak bisa menolak.‘Dia sudah tidak seperti biasanya.’Pikiran Ziandra semakin berkeliaran tak terkendali. Baru saja dia melayani Aldric di ranjang, tapi pria itu memperlakukannya seperti dia hanyalah batang pohon pisang semata.‘Dingin, dia dingin.’ Ada rasa sedih menyusup di sanubari Ziandra melihat perubahan pada sikap Aldric. ‘Pasti dia marah karena penolakanku.’Selanjutnya, hari-hari terasa kosong bagi Ziandra. Hanya celoteh Clara yang membuatnya berseri.Pagi itu, Ziandra menge

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status