Rokok yang semakin menipis di hisap untuk terakhir kali kemudian di jentiknya ke sembarang arah.
"Aduh!" Aisyah mengibaskan api rokok yang di buang lelaki tadi. Lelaki itu juga tersentak dan menoleh ke sumber suara. Di perhatikannya Aisyah yang tengah mengibaskan pakaian yang terkena puntung rokoknya. 'Eh, perempuan itu kan?' "Tuan. Tuan, anda yang mengantar saya ke pasar sore tadi, kan?" tebak Aisya, sambil menunjuk ke arah pria itu. "Aduh! Bagaimana bisa aku bertemu perempuan sableng ini lagi?" desis pria itu pelan. Kemudian berbalik badan dan melanjutkan lagi langkah pergi dari sana sebelum wanita sableng itu mengganggunya untuk kedua kali. "Eh, tuan. Tunggu." Segera Aisyah berlari mengejar lelaki itu. Lalu lengan lelaku itu di pegangnya, menghalangi agar tidak pergi meninggalkannya. Lelaki itu menepis tangan Aisyah dengan kasar. Dirinya paling anti di sentuh wanita. "Kau mau apa, hah?" bentak lelaki itu. Ia adalah Adriano Lion King--seorang Mafia kelas kakap. Orang-orang mengenalnya dengan nama King. Sesuai dengan kekuasaannya sebagai penguasa di kalangan dunia bawah tanah. Aisyah menundukkan kepala sambil menggigit bibir. Takut bertentang mata dengan lelaki itu. "Sa-saya, tersesat," lirihnya. "What?" King tertawa. "So? Apa pentingnya kau beritahukan itu padaku? Kau pikir aku peduli? Sudah, aku tidak ada waktu meladeni wanita sableng seperti kau! Buang-buang waktuku saja, kau dengar tidak! Buang waktu! Paham!" dengus King, kemudian melanjutkan lagi langkahnya. Tapi Aisyah lebih dulu berlari menghalangi jalan King sambil merentangkan kedua tangannya. Dahi King berkerut. "Hei, kau ini anak siapa, hah? Kau mau apa dari aku?" tanya King kesal. "Tuan, tunggu sebentar. Saya butuh bantuan tuan. Tolong tuan, kali ini saya benar-benar butuh bantuan tuan," mohon Aisyah tanpa menurunkan tangan yang ia rentangkan menghalangi jalan King. "Kau mau apa? Uang? Kalau kau mau uang bilang dari awal, tidak usah seperti ini!" bentak King. Lalu dompet dalam saku di raih dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari sana. "Nih, ambil." Uang tersebut di lempar ke wajah Aisyah. "Saya bukan mau uang!" balas Aisyah berteriak. "Jadi, kau mau apa?" tanya King lagi. Perlahan Aisyah menurunkan tangannya yang menghalangi jalan King. Kemudian ia melangkah beberapa langkah mendekati lelaki itu dengan kepala agak menunduk. Jemarinya di bawah sana saling meremas satu sama lain. "Sa-saya...Sa-saya mau." Aisyah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah kenapa kali ini susah sekali ia untuk meminta bantuan pada lelaki di depannya ini. King masih menantikan sambungan kalimat wanita di depannya, dengan posisi kedua tangan berada di dalam saku jaket. "Saya mau..." "Kau mau apa?" King mulai tak sabar menunggu lanjutan wanita aneh itu. "Ma...mau... Sa-saya mah" Mulut Aisyah kembali tergagap. Terlalu berat lidahnya bicara. "Ishkk! Cepat katakan! Aku tidak ada waktu melayani kau! Kau mau apa dariku-" "Sa-saya mau tuan jadi suami saya!" Seketika Aisyah menutup mulutnya yang kelepasan bicara. Dikarenakan bentakan King tadi membuatnya kaget, jadi tidak sengaja kata-kata itu melompat keluar dari mulutnya. Menganga mulut King mendengar yang di katakan wanita di depannya ini. Setelahnya ia tertawa terbahak-bahak sambil memegang perut. Puas tertawa King kembali memandang wanita aneh itu. "Kau bilang apa? Aku jadi suami kau? Fix! Kau memang gila!" sinis King, kemudian melangkah pergi. 'Bisa ikutan gila kalau aku meladeni wanita sableng itu.' Bahu Aisyah juga di senggol King kasar, hingga tubuh Aisyah terhuyung beberapa langkah ke belakang. Aisyah menggelengkan kepala. Kemudian berbalik badan memandang lelaki itu yang telah berjalan meninggalkannya. "Saya tidak gila!" teriak Aisyah untuk menghentikan langkah King. Tapi pria itu terus saja berjalan. Aisyah pun segera berlari mengejar pria itu yang jauh darinya. Tepat di depan King, Aisyah menghentikan langkah. "Saya hanya ingin tuan menjaga saya, kalau tuan tidak mau jadi suami saya tidak apa. Saya hanya ingin ada orang dekat saya. Karna saya tidak bisa hidup sendiri seperti ini, saya akan gelisah bila tidak ada orang di sisi saya," tutur Aisyah berterus terang. "Kau cari saja orang lain. Aku rasa kau tidak akan hidup lama kalau dekat denganku. Kepala kau bisa hilang kalau tinggal denganku," balas King menakut-nakutinya. "Tidak masalah," sahut Aisyah cepat. Untuk kesekian kalinya mulut King menganga mendengar jawaban Aisyah. Ini kali pertama ada orang yang meminta di pancung olehnya. 'Apa dia pikir aku main-main?" "Saya bisa jadi adik angkat tuan, atau pun pembantu tuan. Asal tuan mau bawa saya pulang ke rumah tuan." "Hei? Kau kira rumahku tempat penampungan orang gila? Kalau kau ingin sekali ada laki-laki yang menjaga kau. Lihat clab malam yang ada di sana? Pergilah kesana, nanti banyak laki-laki yang mau menampung kau. Sudah sana pergi!" bentak King seraya mendorong tubuh Aisyah. Lalu King kembali melangkah ke arah mobil Lamborghini hitam miliknya yang terparkir ntidak jauh dari tempatnya berdiri. Aisyah mulai gelisah. Berjalan bolak-balik memikirkan cara membujuk lelaki itu sebelum dia benar-benar pergi. Tanpa pikir panjang lagi, Aisyah segera mengejarnya. "Tuan, tolonglah," mohon Aisyah, tangan King di tarik hingga tubuh lelaki tampan itu berputar ke arahnya. "Ishk! Kau mau apa lagi?" bentak King. Tangan Aisyah di tepis kasar hingga tubuh Aisyah terhuyung ke. Lalu pistol yang terselip di pinggang diraih dan dibidikkan kekepala Aisyah. "Tu-tuan." Aisyah mengangkat kedua tangan. "Selangkah lagi kau mendekat, aku tidak akan segan menembak kepala kau. Kalau kau berani cobalah!" tantang King. Aisyah meneguk kasar ludahnya, kepala pun di gelengkan berkali-kali, menandakan dirinya tidak berani melakukan itu. Perlahan kakinya mundur dua langkah, sambil mengangkat kedua belah tangan seperti menyerah diri. "Saya tidak minta uang tuan, saya juga tidak minta harta tuan. Saya hanya mintak tuan mau menjaga saya karna suami saya baru saja menceraikan saya dan mengusir saya dari rumah. Saya tidak tahu harus mengemis kasih sayang pada siapa? Saya hanya perlukan seseorang untuk jadi teman saya. Jadi saya lihat Tuan seperti orang baik. Saya percaya tuan bisa menjaga saya walaupun untuk sementara waktu. Saya janji, kalau suami saya datang mengambil saya kembali, saya akan ikut dia lagi. Saya hanya menumpang tinggal dengan tuan untuk sementara saja," lirih Aisyah dengan polosnya menceritakan apa yang dialaminya. King terdiam sejenak. Perlahan-lahan pistol di tangannya di turunkan kebawah. Pandangannya dialihkan ke arah lain, tidak sanggup menatap lama wajah wanita di depannya. "Oke Fine!"Tercengang Aisyah ketika melihat hunian tingkat dua di hadapannya. Di tengah-tengah halaman ada kolam ikan koi dengan air mancur serta beberapa orang sekuriti muda berbadan tegap dengan wajah dingin berdiri di depan pagar. Barisan gigi putih di tunjukkannya pada dua orang sekuriti yang berdiri di samping pagar dengan wajah serius. Aisyah coba melambai tangan pada mereka, namun sedikit pun mereka tidak merespon. 'Kira-kira bagimana tuan ini melatih mereka ya? Berdiri seperti patung. Mata tidak berkedip juga!' Aisyah membatin dalam hati sambil memperhatikan sekuriti itu dari dekat. Tanpa Aisyah sadari, King juga sedang memperhatikannya di pintu utama. ia mendengus kecil melihat tingkah wanita itu. "Woi, sableng! Sini!" panggil King dari tempatnya berdiri. Tangannya di lambaikan kearah wanuta aneh itu. Lagi-lagi Aisyah memamerkan barisan gigi putihnya pada King, lalu menarik koper miliknya menuju pria yang berdiri di depan pintu utama. "Ini rumah kita ya, Bang?" tanya Aisyah denga
Tidak tenang pikiran Fajar, kala ingat apa yang di lakukannya pada Aisyah beberapa jam yang lalu. Lama pria itu mondar-mandir berjalan ke kiri dan ke kanan di dalam rumahnya, sampai tidak sadar suara adzan subuh sudah berkumandang. Kepalanya tak henti memikirkan apa yang telah di ucapkannya pada Aisyah malam tadi. Fajar tidak yakin dengan keputusannya yang telah menceraikan Aisyah. "Kenapa harus talak tiga? Why Fajar, why?" tanyanya pada diri sendiri. Sofa yang tidak jauh darinya menjadi tempatnya melabuhkan duduk. "Kalau ayahnya tahu tentang ini pasti orang tua itu mengamuk. Bagaimana aku bisa rujuk lagi dengan Aisyah kalau aku sudah ceraikan dia dengan talak tiga? Aduh....bodohnya kau Fajar!" Kedua belah tangannya menepuk-nepuk paha sendiri, menunjukkan kalau dirinya dalam keadaan gelisah dan tidak puas hati. Kemudian tangannya beralih mengacak-ngacak rambut yang semakin kusut. "Ini semua gara-gara, Sinta! Kalau bukan karna desakannya agar aku segera menceraikan Aisyah, p
Satu persatu anak tangga di lewati King. Rambutnya yang masih basah di keringkan menggunakan handuk, lalu di sangkutkan ke leher. Sekilas King mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu mencari kelibat Aisyah yang tidak terlihat."Tidak mungkin wanita 'sableng' itu sudah minggat dari rumah ini? Eh, tapi kalau dia benar-benar sudah pergi, tentu hidupku aman," desis King pelan."Shen...Aisyah nali?" (Shen Aisyah mana?) tanya King pada Shen, gadis cina yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya."Wo janjian ta zai wuwai." (Saya lihat dia berada di luar) jawab Shen.King mengangguk pelan.'Aku kira dia sudah pergi, ternyata masih ada lagi di rumah ini. Sabar....sabar King.'Kemudian King melangkah ke arah pintu utama.Dari tempatnya berdiri sekarang, King melihat Aisyah sedang bermain air mancur di tengah-tengah halaman rumahnya."Sedang apa dia?""Woi!" teriak King lantang hingga membuat Aisyah yang berada di sana tersentak. Untung saja tidak sampai jatuh ke dalam kolam.Segera Aisyah
Pistol dalam laci diambil dan di simpan ke dalam sarung yang setali dengan ikat pinggang. Jaket kulit yang di pakai di tarik sedikit ke bawah menutup bagian pistol yang tergantung. King juga merapikan sedikit rambutnya sebelum melangkah ke arah pintu.Belum sampai di pintu ia berhenti sejenak. "Kalau perempuan 'sableng' itu melihat aku keluar, pasti dia minta ikut. Aku harus keluar sembunyi-sembunyi. Jangan sampai dia tau aku keluar," gumam King.Perlahan gagang pintu diputar, lalu pinta di buka sedikit. Hanya kepala saja yang di loloskan dari celah pintu yang terbuka. Menoleh kekiri dan kekanan, memastikan Aisyah tidak ada di sana."Line clear!" desisnya. Barulah King mulai melangkah keluar kamar. Lalu berlari menuruni anak tangga menuju pintu utama. Secepat kilat King masuk ke dalam mobil.Bergegas King menghidupkan mesin mobil, takut Aisyah akan mendengar dan melihat ia yang akan pergi."Mak saya di kampung pernah berpesan, biar lambat asal selamat. Tuan mau kemana buru-buru seper
"So, this my house!" ucap Rayden setelah tiba di depan rumah mewah miliknya. Menganga mukut Aisyah, melihat rumah bertingkat-tingkat di hadapannya sekarang. Sekilas ia melihat mobil truk yang berada di sebelah kanannya. Beberapa drum minyak tersusun dibak truk itu. "Kamu kerja apa?" tanya Aisyah. Pertanyaan itu tiba-tiba saja melintas di kepalanya. "Aku hanya seorang pembisnis kecil-kecilan saja. Ayo, mari masuk. Ada banyak hal yang ingin aku tunjukkan padamu," ajak Rayden. Aisyah mengangguk, lalu seatbelt di bukanya sebelum turun dari mobil. Tiba di luar, Aisyah mengedarkan pandangan melihat-lihat halaman rumah mewah itu. Namun, ia bergelinjak kaget ketika tangannya tiba-tiba di tarik Rayden. Aisyah pun menepiskan kasar tangan itu. "Why?" tanya Rayden heran. "Ngapain kamu pegang-pegang saya? Haram tau! Saya bilang pada King baru tahu kamu!" ancam Aisyah. Rayden terdiam beberapa saat kemudian tertawa. "Kau mau lapor sama siapa? Sama Lion?" tanya Rayden meyakinkan. "Ya
Dering ponsel membuat Fajar tersentak. Ia pun meraih benda pipih itu dan melihat nama pemanggil. "Ayah Man. Mau apa dia menelpon malam-malam begini?" Fajar ragu menjawab panggilan dari ayah Aisyah yang menelponnya. Setelah berpikir sejenak akhirnya tombol hijau di layar di geser juga."As--assalamu'alaikum, Yah. Ada apa telepon Fajar tiba-tiba? Apa ayah ada masalah di kampung?" tanya Fajar berbasa-basi."Hmm, tidak. Ayah baik-baik saja. Ayah hanya ingin tahu kabar kamu dengan Aisyah. Sudah lama juga ayah tidak melihat kalian. Kalian pun sudah lama tidak menjenguk kami di kampung, kan?" tanya ayah Man di sebrang sana.Fajar menggaruk alis, sambil menenangkan diri agar mantan ayah mertuanya tidak curiga. "Bukannya apa Yah. Hanya saja belakangan ini Fajar agak sibuk," balas Fajar memberi alasan."Tidak apa-apa, ayah mengerti kesibukanmu. Tapi kalau ada waktu, jenguk jugalah kami di kampung. Bawa Aisyah sebentar kesini, ayah sudah lama merindukan dia.""Ayah, se-sebenarnya." Fajar takut b
Sinta menggeleng melihat Fajar yang sedang melamun. Nafas halus di hembuskan perlahan. Hampir setengah jam mereka berada di cafe ini. Tapi tak ada satu topik pun yang di bicarakan. Hal itu membuat Sinta geram.PraaakMeja di depan di gebrak Sinta kuat Tentu saja hal itu membuat Fajar tersentak. Lamunannya tadi seketika lenyap, matanya kini beralih pada Sinta yang tengah memandangnya dingin."Kamu masih memikirkan istrimu itu?" tanya Sinta ketus."Sayang, aku hanya....""Hanya apa? Ingat, Fajar! Kamu sudah menceraikan dia. Jadi, untuk apa lagi kamu memikirkan dia? Kalau kamu seperti ini terus, lebih baik kita putus!" dengus Sinta. Hatinya semakin panas dengan tingkah laku Fajar akhir-akhir ini. Sudah lima tahun mereka menjalin kasih, dan Sinta masih sanggup menunggu Fajar semata-mata hanya ingin agar melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. "Tidak sayang. Aku mohon, mengertilah dengan kondisiku sekarang ini. Kamu tahukan perceraian ini tidak ada satu pun yang tahu, termasuk Mama d
"Saya terima nikahnya Aisyah Siti Maryam binti Aman Zainudin...." Lancar saja mulut King mengucapkan kata ijab-qabul seraya menjabat tangan penghulu.Daddy Jafar, Diko dan Diki yang menjadi saksi pernikahan mereka tersenyum senang. Sudah lama Daddy Jafar mendambakan putra satu-satunya itu menikah, baru sekarang bisa tercapai.Setelah proses ijab-qabul berlansung, mereka pun meninggalkan tempat tersebut.Tergesa-gesa Aisyah berlari mengejar King yang telah menjauh dan dengan santainya sebelah lengan King di gandengnya.Tentu saja apa yang di lakukan Aisyah itu membuat langkah King terhenti. Dungusan kasar di lepaskannya sebelum menoleh pada Aisyah yang malah menampilkan barisan gigi."Kau mau apa?" desis King seraya menoleh kiri dan kanan memastikan Daddy, Diko dan Diki tidak melihat kearahnya."Mau peluk lah, mau apa lagi? Kan Abang sudah jadi suami Aisyah sekarang," jawab Aisyah dengan riang gembira. Panggilan 'tuan' pun sudah diubahnya dengan panggilan yang lebih pantas."Haih, k