Share

Bab 7

Pistol dalam laci diambil dan di simpan ke dalam sarung yang setali dengan ikat pinggang. Jaket kulit yang di pakai di tarik sedikit ke bawah menutup bagian pistol yang tergantung. King juga merapikan sedikit rambutnya sebelum melangkah ke arah pintu.

Belum sampai di pintu ia berhenti sejenak. "Kalau perempuan 'sableng' itu melihat aku keluar, pasti dia minta ikut. Aku harus keluar sembunyi-sembunyi. Jangan sampai dia tau aku keluar," gumam King.

Perlahan gagang pintu diputar, lalu pinta di buka sedikit. Hanya kepala saja yang di loloskan dari celah pintu yang terbuka. Menoleh kekiri dan kekanan, memastikan Aisyah tidak ada di sana.

"Line clear!" desisnya. Barulah King mulai melangkah keluar kamar. Lalu berlari menuruni anak tangga menuju pintu utama. Secepat kilat King masuk ke dalam mobil.

Bergegas King menghidupkan mesin mobil, takut Aisyah akan mendengar dan melihat ia yang akan pergi.

"Mak saya di kampung  pernah berpesan, biar lambat asal selamat. Tuan mau kemana buru-buru seperti ini?" tegur suara di belakang.

King terdiam sejenak, sebelum memutar kepala ke belakang. 

"Setannnn!" teriak King kaget ketika melihat jok belakang.

"Mana setannya?" Aisyah pun ikut menoleh kekiri dan kekanan.

"Heist." King mendengus kasar.

'Bagaimana cara wanita sableng ini bisa masuk ke dalam mobilku?' batin King.

"Oi, sejak kapan kau berada di dalam mobilku?" tanya King dingin. Wajahnya juga di ketatkan. Malu saja tadi pria sepertinya malah berteriak ketika kaget. Tidak, itu bukan dirinya. 

"Sekitar lima belas menit yang lalu," balas Aisyah dengan senyum yang semakin lebar. Ia tahu, lambat sedikit pasti King akan meninggalkannya di rumah ini.

King menepuk kening, rasa hendak menangis pun ada. "Aku mau pergi kerja, kau paham tidak? Bukan aku mau meninggalkan kau selamanya."

"Tapi saya mau ikut juga. Tuan kan tau, saya tidak bisa di tinggal di rumah sendiri, saya perlu orang menemankan saya."

King mulai menggeram, kedua belah tangannya memegang kuat stir mobil. "Bagaimana cara aku mengatakan kalau aku mau kerja! Kau paham tidak! Mungkin kalau aku bicara pada binatang pasti binatang itu akan mengerti. Aku tidak tahu kau ini spesies apa yang tidak pernah paham bahasa!" geram King.

"Justru tuan lah yang tidak paham. Saya kan sudah bilang mau ikut. Itu artinya saya harus ikut. Tuan tidak bisa mengusir saya seenaknya," jawab Aisyah ngeyel. Ia tidaklah peduli dengan King yang hampir menangis menahan kesal.

"Masalahnya aku mau pergi kerja!"

"Masalahnya saya mau ikut tuan!" balas Aisyah tak mau kalah.

"Arghh!" King menggeram. Lama-lama ia bisa ikutan gila berhadapan dengan perempuan satu ini.

Nafas panjang di hela, kemudian di hembuskan perlahan. Coba meredam emosi.

"Fine! Kau boleh ikut denganku. Tapi ingat, kalau ada apa-apa terjadi dengan kau, kau tanggung sendiri akibatnya. Paham?"

"Paham, bos!" balas Aisyah seraya memberi hormat.

King menggeleng pelan. Pusing kepalanya membayangkan hari-hari harus melayani perempuan tidak waras ini setiap hari.

.

.

.

***

Musik DJ terdengar memenuhi ruang clab. Minuman beralkohol yang terhidang diatas meja di raihnya segelas, lalu di teguk habis dalam sekali tegukan. Jam yang melingkar di tangan di pandangnya sekilas.

"Kenapa bos kalian belum juga datang? Apa dia tidak mau uang?" tanya Rayden. Sebelah tangannya memeluk erat pinggang  gadis seksi di sampingnya.

Diki mengangkat kedua bahu, menandakan dia tidak tahu. "Aku pun tidak tahu, Rayden. Biasanya bos tidak pernah telat. Ah, mungkin gara-gara perempuan itu," jawab Diki.

Reyden mengerutkan kening. "Perempuan? Perempuan siapa?" tanya Rayden heran. 

"Nama perempuan itu Aisyah. Bos temukan dia di sekitar clab ini juga. Kami lihat perempuan itu rada-rada gitu. Sepertinya dia juga masih lugu."

"Kenapa Lion bawa dia pulang? Apa dia mau menjual wanita itu?" tanya Rayden lagi.

Diki kembali mengangkat bahu. Ia pun tidak tahu apa tujuan King membawa perempuan itu pulang. Selama ini jika ada perempuan yang akan di jual, King tidak pernah membawa ke rumah. 

"Lihat dari gaya bos, seperti ada hubungan dengan perempuan itu. Tapi bos juga tidak ada bilang apa-apa sama kami."

"Seriously? Cantik tidak perempuan itu?" tanya Rayden. Ia semakin penasaran dengan cerita anak buah sahabatnya.

Belum sempat Diki menjawab, King sudah muncul di hadapan mereka.

Serentak mereka beralih memandang King yang mengambil posisi duduk di sebelah Diki  begitu juga Aisyah berdiri di sebelah King.

"Sorry, aku terpaksa bawa perempuan ini. Mangkanya telat sedikit," ucap King.

"Its oke, don't worry. By the way, siapa wanita ini?" tanya Rayden. Sepasang matanya memandang Aisyah dari bawah hingga ke atas. 

'Boleh juga wanita ini.'

"Aku pun tidak tahu harus memulai cerita dari mana? Oh ya, mengenai barang yang aku jual kemarin bagaimana?" tanya King, merubah topik perbincangan mereka. Malas sekali harus membahas tentang Aisyah.

"Sudah laku. Barang kau memang terbaik, karna itulah aku suka bekerja sama dengan kau. Dan perempuan-perempuan yang kau kirim itu.juga sudah kuterbangkan semuanya ke Thailand."

"Berapa yang kudapat?" tanya King lagi.

"10 juta per kepala. Cukup kan?"

King mengangguk pelan, tanda setuju.

'Lumayan dapat receh lagi. Nanti akan kucari lebih banyak perempuan, biar aku semakin kaya,' batin King.

"Tapi, kalau wanita di sebelah kau itu, aku bisa bayar dua kali lipat," ujar Raiden tersenyum penuh arti.

Beberapa saat King terdiam. Dan tidak lama ia tertawa kecil. "Aku rasa kalau kau ingin menjualnya lagi, tidak akan ada yang mau membeli. Dia kurang waras sedikit. So, lupakan saja perempuan ini," bisik King. 

"No. Aku tidak bilang mau jual dia."

"So? Apa yang ingin kau lakukan dengan perempuan ini sampai mau merogoh uang sebanyak itu?" tanya King keheranan.

Rayden malah tersenyum. Pelukan pada wanita di sebelahnya di lepaskan, kemudian ia berjalan mendekati Aisyah. "Hai!" sapa Rayden sambil tersenyum pada Aisyah. Tempat kosong disebelah wanita itu menjadi tempat ia berdiri. Segelas air mineral di atas meja diambil dan di berikan pada Aisyah.

Malu-malu Aisyah mengambilnya. "Terimakasih."

Rayden mengangguk. "Nama kamu Aisyah, kan? Kenalkan nama aku Rayden. Just call me Ray. Sudah lama kamu tinggal dengan Lion?" tanya Rayden memperkenalkan diri dengan gaya coolnya.

"Belum lama, baru sehari," balas Aisyah. Kepalanya menunduk memandang gelas dalam genggaman.

"Oh, baru sehari? Aku kira sudah lama. Kamu tahu tidak aku dan Lion ini siapa?" tanya Rayden lagi.

"Tahu, kalian mafia, kan?" jawab Aisyah.

"So? Apa kamu tidak takut pada kami? Asal kamu tahu, si Lion ini sudah membunuh ratusan orang. Pria ataupun wanita sama saja di mata dia," ucap Rayden menakut-nakuti.

Aisyah tersenyum saja. Kepala di gelengkan tanda tidak percaya. "Kalau dia sudah banyak membunuh orang, kenapa dia tidak membunuh saya?" tanya Aisyah.

"Maybe because are special for him or my. Dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk bunuh kamu. Kecuali....kalau kamu mau ikut denganku. Bagaimana?"

"Ikut kemana?" tanya Aisyah.

"Hmm... Kamu lihat disana? Banyak orang-orang yang hidup bebas dan bahagia. Kalau kamu ingin hidup bebas juga, aku bisa menjagamu," bujuk Rayden.

Sekilas Aisyah melirik King yang duduk di sebelahnya. "Tuan, apa benar dia mau menjaga saya?" tanya Aisyah.

King malah menyeringai. "Ya, kau tunggu apa lagi?  Pergilah dengan dia. Siapa tahu kau lebih bahagia dengan Rayden."

Tersenyum lebar Rayden mendengar jawaban King, yang merupakan sahabat baiknya.

'Sepertinya yang di katakan Diki tadi memang benar. Wanita ini benar-benar masih polos. Mudah sekali termakan bujukan orang,' batin Rayden.

"Baiklah, kalau begitu saya mau," ucap Aisyah.

"Seriously? Oh my god, thanks you so much Aisyah. I will make sure you enjoy life with me. So, Lion... Aku bawa dia sekarang ya, nanti uangnya aku transfer," ucap Rayden kegirangan.

King mengangguk tanda setuju. Malah untung kalau ada orang lain mengambil Aisyah darinya.

'Tenang hidup aku setelah ini,' batin King.

"Bawa saja. Tidak usah bayar. Free untuk kau," ucap King pada Rayden.

"Seriously? Baiklah, nanti kalau aku sudah puas bersenang-senang dengannya, akan kukembalikan lagi pada kau," balas Rayden.

King membalas dengan memberi isyarat dengan melingkarkan jempol dan telunjuk. Tidak sia-sia Aisyah ikut dengannya.

"Bye, Aisyah," teriak King seraya melambaikan tangan pada Aisyah yang telah pergi bersama Rayden.

'Untung saja ada Rayden, kalau tidak hancur hidupku,' batin King 

Diko dan Diki mencebik bibir melihat bos mereka yang senyum-senyum sendiri. "Kanapa bos berikan wanita itu pada Rayden? Cuma-cuma lagi. Harusnya bos memberikan wanita itu pada kami. Kami kan ingin juga bersenang-senang dengan dia," protes Diko. Diki mengangguk tanda sependapat dengan saudara kembarnya.

"Bukannya tadi malam sudah kutawarkan pada kalian berdua? Kenapa kalian tidak mau?"

"Kami kira bos mau pakai dia."

"Hei, aku ini masih waras! Tidak mungkin aku mau memakai wanita seperti itu," balas King.

"Iyalah, bos kan punya segalanya. Tinggal menjentik jari saja, sudah mengantri para wanita di depan bos. Sedang kami?" 

King tersenyum sinis sambil menggeleng kepala memandang kedua anak buahnya tengah sedang nganbek. "Nanti aku carikan wanita lain untuk kalian berdua. Lagian wanita tadi itu tidak waras," bujuk King.

"Menurut kami tidak ada yang salah dengan dia bos. Apanya yang tidak waras?" Diko dan Diki membalas serentak.

"Kalau menurut kalian berdua, kambing di bedakin pun, pasti kalian bilang cantik juga. Ah, susahlah. Aku pergi dulu. Banyak kerja lain di luar yang harus aku selesaikan. Malam ini Daddy pulang. Kalian berdua jangan buat masalah. Paham?" pesan King sebelum pergi.

Diko dan Diki mengangguk serentak. "Hati-hati bos!" ucap Diki dan Diki bersamaan yang di balas anggukan kepala oleh King.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status