Dering ponsel membuat Fajar tersentak. Ia pun meraih benda pipih itu dan melihat nama pemanggil. "Ayah Man. Mau apa dia menelpon malam-malam begini?" Fajar ragu menjawab panggilan dari ayah Aisyah yang menelponnya. Setelah berpikir sejenak akhirnya tombol hijau di layar di geser juga."As--assalamu'alaikum, Yah. Ada apa telepon Fajar tiba-tiba? Apa ayah ada masalah di kampung?" tanya Fajar berbasa-basi."Hmm, tidak. Ayah baik-baik saja. Ayah hanya ingin tahu kabar kamu dengan Aisyah. Sudah lama juga ayah tidak melihat kalian. Kalian pun sudah lama tidak menjenguk kami di kampung, kan?" tanya ayah Man di sebrang sana.Fajar menggaruk alis, sambil menenangkan diri agar mantan ayah mertuanya tidak curiga. "Bukannya apa Yah. Hanya saja belakangan ini Fajar agak sibuk," balas Fajar memberi alasan."Tidak apa-apa, ayah mengerti kesibukanmu. Tapi kalau ada waktu, jenguk jugalah kami di kampung. Bawa Aisyah sebentar kesini, ayah sudah lama merindukan dia.""Ayah, se-sebenarnya." Fajar takut b
Sinta menggeleng melihat Fajar yang sedang melamun. Nafas halus di hembuskan perlahan. Hampir setengah jam mereka berada di cafe ini. Tapi tak ada satu topik pun yang di bicarakan. Hal itu membuat Sinta geram.PraaakMeja di depan di gebrak Sinta kuat Tentu saja hal itu membuat Fajar tersentak. Lamunannya tadi seketika lenyap, matanya kini beralih pada Sinta yang tengah memandangnya dingin."Kamu masih memikirkan istrimu itu?" tanya Sinta ketus."Sayang, aku hanya....""Hanya apa? Ingat, Fajar! Kamu sudah menceraikan dia. Jadi, untuk apa lagi kamu memikirkan dia? Kalau kamu seperti ini terus, lebih baik kita putus!" dengus Sinta. Hatinya semakin panas dengan tingkah laku Fajar akhir-akhir ini. Sudah lima tahun mereka menjalin kasih, dan Sinta masih sanggup menunggu Fajar semata-mata hanya ingin agar melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. "Tidak sayang. Aku mohon, mengertilah dengan kondisiku sekarang ini. Kamu tahukan perceraian ini tidak ada satu pun yang tahu, termasuk Mama d
"Saya terima nikahnya Aisyah Siti Maryam binti Aman Zainudin...." Lancar saja mulut King mengucapkan kata ijab-qabul seraya menjabat tangan penghulu.Daddy Jafar, Diko dan Diki yang menjadi saksi pernikahan mereka tersenyum senang. Sudah lama Daddy Jafar mendambakan putra satu-satunya itu menikah, baru sekarang bisa tercapai.Setelah proses ijab-qabul berlansung, mereka pun meninggalkan tempat tersebut.Tergesa-gesa Aisyah berlari mengejar King yang telah menjauh dan dengan santainya sebelah lengan King di gandengnya.Tentu saja apa yang di lakukan Aisyah itu membuat langkah King terhenti. Dungusan kasar di lepaskannya sebelum menoleh pada Aisyah yang malah menampilkan barisan gigi."Kau mau apa?" desis King seraya menoleh kiri dan kanan memastikan Daddy, Diko dan Diki tidak melihat kearahnya."Mau peluk lah, mau apa lagi? Kan Abang sudah jadi suami Aisyah sekarang," jawab Aisyah dengan riang gembira. Panggilan 'tuan' pun sudah diubahnya dengan panggilan yang lebih pantas."Haih, k
Telepon pintar dibuangnya ke atas ranjang, kemudian ia merebahkan tubuh di sana.Seorang wanita paruh baya yang sedang menyisir rambut di meja rias di perhatikannya. 'Apa aku tanyakan saja sama Mama?' Sinta membatin dalam hati."Hmm...Ma," panggil Sinta. Ia merubah posisi menjadi duduk menghadap ke arah wanita paruh baya yang membelakanginya."Apa?" tanya Maya. Rambut di ikatnya dulu sebelum berbalik badan ke arah putrinya."Sinta mau nanya sesuatu. Hmm...kalau seorang laki-laki sudah menceraikan istrinya dengan talak tiga, apa boleh dia rujuk lagi seperti semula?" tanya Sinta ragu-ragu. Gadis itu tahu, ibunya lebih pakar tentang hal perceraian seperti ini. Karna wanita itu lebih dulu merasakan asinnya garam.Maya mengerutkan kening, merasa aneh dengan pertanyaan putrinya yang tiba-tiba saja bertanya tentang masalah perceraian. "Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal ini?" tanya Maya."Lah, memang apa salahnya? Kan tidak lama lagi Sinta akan menikah? Jadi, Sinta harus tahu juga lah te
"uhuuk....uhuuk..." Terbatuk-batuk Aisyah menghirup debu yang bertebrangan di dalam ruangan yang baru di bukanya."Ini kamar atau gudang sih?" gumam Aisyah sambil matanya mengedar melihat ke sekeliling ruangan yang berdebu menandakan ruangan tersebut tidak pernah di gunakan. Tanpa ragu, Aisyah terus melangkah ke dalam ruangan itu.Bingkai foto yang tersusun dirak di pandangnya. Lalu bulu ayam yang sejak tadi dijepit di ketiak diambilnya. Kaca bingkai foto yang berdebu di sapunya menggunakan bulu ayam, hingga tampak olehnya gambar seorang wanita cina yang sedang menggendong seorang bayi."Pasti ini Mak mertuaku. Dan bayi yang di gendongnya ini pasti suami aku. Dia ini, masih bayi saja sudah ngeselin wajahnya," ucap Aisyah. Masih sempat saja ia mengejek wajah King sewaktu masih bayi.Bingkai foto itu di letakkan kembali ke rak. Kemudian Aisyah berjalan ke arah lemari baju. Kebaya merah yang tergantung di dalam lemari menjadi perhatiannya. Sebelum meraih baju itu Aisyah mengedarkan pand
Lembar demi lembar majalah pengantin di baliknya, memperhatikan setiap design baju yang ada di setiap lembar dalam majalah itu. Sebuah gambar gaun putih yang di penuhi dengan manik-manik dan bunga mawar putih menjadi pilihannya."Gaun ini cantik kan?" tanya Sinta pada MUA. Jarinya menunjuk ke arah gambar gaun yang ada dalam majalah pada.MUA berjenis kelamin laki-laki dengan penampilan gemulai itu mengangguk."Iya. Gaun itu sangat cocok sekali untuk you. Orang cantik pakai apa pun pasti akan cantik. Apalagi kalau you yang pakai," balas MUA itu sambil menyanggul rambut Sinta mengikuti style yang sedang trend saat ini.Sekilas Sinta menoleh pada pada papanya yang sedang sibuk mengurus meja makan yang berdekatan dengan kolam renang."Papa," teriak Sinta.Ilias menoleh ke arah putrinya yang sedang di rias."Eh, you mau kemana?" Pria gemulai itu protes saat Sinta pergi begitu saja.Ilias tersenyum melihat putrinya yang tampak cantik dalam balutan gaun."Cantiknya anak Papa. Baru mau tunang
"Iiih, geramnya aku!" desis Aisyah pelan. Naik turun dadanya melihat ke arah Sinta yang seperti sengaja membuatnya cemburu. Sepertinya dia sengaja mau membuat aku cemburu! King yang sedang makan di perhatikannya agak lama. Berdehem beberapa kali, lalu menggeser duduknya mendekatkan jarak pada suaminya itu. Perlahan-lahan kepala dia jatuhkan diatas bahu King, sambil dia menggerakkan kening berkali-kali ke arah Sinta yang juga tengah memperhatikannya. Tampak wajah Sinta yang tidak puas hati, membuat Aisyah tertawa senang. Rasain kau! Jelas suami aku lebih keren dari pada suami kau itu! "Hei, apa yang kau lakukan?" tanya King. Sesendok nasi goreng di suapnya kedalam mulut sebelum beralih memandang Aisyah. "Tidak tahu, tiba-tiba leher aku pegal," jawab Aisyah beralasan. "Leher kau yang pegal atau kau sedang unjuk kemesraan dengan perempuan itu?" tanya King sinis seolah tahu saja apa yang terjadi. Aisyah mencebik bibir. "Iya, tapi dia yang mencari masalah duluan. Dia seng
Perlahan kelopak matanya di buka. Silau cahaya lampu di halang dengan tangan. Dia mengaduh sakit saat terasa denyutan kuat pada bagian rahang dan pipi kanannya yang bengkak. "Arghhh!" "Sakit ya, Sayang? Sudah puas kan mencari ribut dengan laki-laki itu? Apa sebenarnya yang terjadi tadi malam sampai laki-laki itu memukul kamu sampai begini? Dan siapa dia? Apa kamu kenal?" Berondong pertanyaan diajukan Sinta pada tunangannya yang baru sadarkan diri. Fajar gelagapan. Dia tidak sadar jika Sinta sudah berada di sebelahnya. Sekeliling ruangan itu di perhatikannya beberapa saat. Kemudian beralih pada Sinta yang masih menunggu jawaban darinya. "Kamu kenapa? Pagi-pagi sudah merepet?" Fajar malah balik bertanya dengan nada sinis. "Aku merepet karna mencemaskan kamu, tahu! Laki-laki tadi malam itu sudah menghajar kamu sampai Babak belur seperti ini, kamu sadar tidak? Kalau dia tidak berhenti menghajar kamu malam tadi. Aku rasa kamu sudah tidak ada lagi sekarang ini. And tell me, siapa
Laci meja di tarik, mengeluarkan botol obat penenang yang tersimpan di sana. Sekilas dia menoleh kebelakang, melihat mak Gadis yang duduk di atas kursi dalam ke adaan lemas dengan kedua tangan dan kaki terikat.Nenek peot ini tidak henti-henti mencari masalah denganku. Aku hanya suruh makan saja dia tidak mau. Malah dia menginginkan tangan ini hinggap di wajahnya. Haidin menggerutu dalam hati sebelum mengeluarkan obat berbentuk kapsul dari botol. Hanya tersisa dua butir saja, obat penenang di dalam botol itu."Jack!" serunya kuat dan jelas.Jack yang berada di luar tersentak, segera dia berdiri dan berlari masuk ke dalam ruangan tempat Haidin berada."Ya, bos?""Obatku habis. Nanti kau belikan dua botol lagi," pinta Haidin yang lansung di balas Jack dengan anggukan kepala."Baik, bos.""Dan satu lagi. Kau antarkan barang ini kerumah si kucing anggora itu." Kotak persegi berwarna merah jambu di serahkan pada Jack yang lansung disambut Jack."Pastikan barang itu kau berikan lansung pad
Haidin tersenyum sinis, memandang Sinta dan Fajar yang duduk di hadapannya silih berganti. Asap rokok di hembuskan keluar dengan sengaja kewajah mereka berdua membuat Sinta terbatuk karna ulahnya itu. Sesekali dia memperhatikan kawasan di sekitar cafe itu.Nampaknya semua orang tengah sibuk dengan urusan masing-masing. Dapatlah dia berbicara dengan tenang tanpa ada yang mengganggu."Jadi bagaimana?" tanya Fajar memulai pembicaraan setelah cukup lama diam.Haidin tersenyum sinis. Rokok yang hampir habis di padamkan apinya dia dalam asbak yang tersedia di atas meja, kemudian dia menyandarkan punggung ke sandaran kursi yang di dudukinya."Apapun cara yang kalian rencanakan tidak masalah bagiku yang penting kalian harus dapatkan Aisyah dan membawanya padaku. Tapi, kalau kalian gagal, tidak segan-segan aku membunuh kalian berdua," sinisnya, lalu tertawa jahat.Seketika Fajar terdiam. Saliva di teguknya beberapa kali. Berdesir darahnya mendengar ancaman Haidin barusan. Sesekali dia melirik
Kaca mata hitam yang di gunakannya di turunkan kebawah agar bisa melihat lebih jelas merk botol kecap yang tersusun dirak. Mengira mana kecap yang di gunakan untuk sushi. "Hoi! Memilih kecap saja lama sekali. Buruan lah, masih banyak yang harus kita kerjakan setelah ini. Kalau mencari kecap saja selama ini, bisa-bisa bos marah nanti," tegur Diko. "Ishk, sabarlah sebentar. Aku tidak tahu mana kecap yang biasa di gunakan orang untuk makan sushi. Di sini semua kecap ada, kecap asin, kecap manis, kecap ABC seperti dalam iklan TV pun ada. Aku harus ambil yang mana? Memang kau tahu?" "Masalahnya kita sudah lama di sini. Dari tadi aku menunggu kau mencari kecap. Aku bosan, tahu. Aku ajak ke toko khusus menjual bahan untuk sushi kau tidak mau. Takut tidak halallah, takut inilah, takut itulah! Ambil saja apa susahnya sih? Kita tidak repot seperti ini," gerutu Diko. "Astaghfirullahalazim, lahaula wala quwwata illa billahil aliyil adzim, Diko!" Diki mengucap panjang sambil menggelengkan kepa
Papan putih bertuliskan DIJUAL HUBUNGI HAIRUL. HP. 0888.888.88.88, di gantungnya di depan pintu masuk. Keluhan kecil keluar dari hidungnya. Semakin sayu saja wajahnya memandang restoran miliknya yang akan di jual. "Mau bagimana lagi? Hanya ini saja jalan yang aku punya untuk melunaskan semua tunggakan hutang-hutangku," gumamnya pelan. Sudut bibir di tarik, memaksa untuk tersenyum sebelum dia melangkah meninggalkan tempat itu. "Hairul!" Sapaan seseorang menghentikan langkah pria itu. Dia pun menoleh kebelakang melihat King dan dua orang anak buahnya yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Senyum lebar di ukir Hairul, terpaksa. "Tuan Lion? Apa yang tuan lakukan di sini?" tanyanya, sambil memperhatikan lokasi sekeliling yang sesak dengan orang-orang yang lalu lalang. Di sekitar tempat itu. "Kenapa? Apa aku tidak boleh bertemu dengan kau?" "Eh maksud saya bukan begitu, tuan. Hari ini kan tidak ada kelas mengaji, jadi saya heran saja kenapa tuan tiba-tiba ada disini?" King mengulas
Gelas berisi wine di angkat dan diadunya, sebelum di teguk mereka. Tenggorokan terasa panas, setelah meneguk gelas berisi minuman haram itu untuk kesekian kalinya, di susul gelak tawa dari dua orang yang duduk bersama Rayden. "Tidak kusangka, kau berubah jadi perempuan semata-mata hanya ingin membujuk si Lion. Apa kau tidak takut, Ray?" tanya Shoun, pria keturunan chaines. "Itulah yang aku heran? Aku rasa masih banyak cara lain yang bisa kau lakukan, Re. Tapi kenapa malah jalan ini yang kau pilih? Memangnya kau tidak takut si Lion menghajar kau? Kalau aku mending tidak punya urusan dengan dia." Ejim ikut menyela. Rayden malah tersenyum sinis. Gelas kaca yang masih di tangan di letakkan di atas meja, kemudian tangannya beralih memeluk pinggang wanita yang duduk di sampingnya. "Mau bagaimana lagi? Aku tidak mempunyai ide lain. Hanya itu saja ide yang terlintas di dalam kepalaku saat itu. Lagian semua itu aku lakukan karna aku tidak ingin casino ini tutup. Aku tahu wanita kampung itu
Hari berganti pagi, satu persatu anak tangga di lewatinya menuju ke arah dapur. Senyum di bibirnya merekah saat melihat punggung Aisyah yang sedang memotong sayur. Pintu kulkas di bukanya mengambil sebotol air mineral yang berada di sana, lalu di teguknya pelan tanpa melepaskan pandangan dari wanita di depannya. "Aish, boleh tidak aku pergi ke rumah Rayden?" Tangan Aisyah yang tadinya lincah memotong sayur terhenti. Dia berbalik badan menghadap pada King, membuat King terpaku beberapa saat melihat tatapan istrinya yang tidak bersahabat. Eh, kenapa wajahnya berubah seperti itu? Barisan gigi putih di pamerkan King. Botol air mineral tadi juga di masukkan kembali ke dalam kulkas, kemudian dia melangkah mendekati Aisyah. "Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak pergi sendirian. Ada Diko dan Diki yang menemankan," ujarnya memberi pengertian. "Untuk apa lagi kamu pergi ke rumah si Rayden alias si Lira itu? Kamu sudah tahu kan dia itu suka sama kamu? Kalau di sana dia melakukan hal macam
Sepiring nasi dengan lauk ikan goreng di letakkan diatas paha mak Gadis. Satu kursi di tariknya ke hadapan wanita itu dan melabuhkan duduk di sana. Kepalanya menoleh ke arah Jack yang berdiri di samping pintu. Memberi kode pada anak buahnya itu untuk membuka ikatan tali pada tangan wanita di hadapannya. Pergelangan tangan yang terasa gatal di garuk mak Gadis setelah ikatan pada tangannya terlepas. Haidin menyeringai. "Makanlah!" tawarnya dengan mengangkat dagu memandang mak Gadis. Mak gadis malah memutar bola mata. Jijik dengan pria di depannya ini. Piring berisi nasi diatas pahanya tidak di sentuh. Lebih baik dia kelaparan dari pada memakan makanan deri pria gila di depannya ini. "Kenapa tidak mau makan? Kau takut aku memberi racun dalam makanan itu?" sinis Haidin. Mak Gadis mendengus kasar. "Walau kau campur racun sekalipun, tidak masalah bagiku. Lebih baik aku mati kelaparan dari pada makan makanan yang kau berikan!" Haidin malah tertawa kecil. Kepala di gelengkan berkali-kal
Aisyah mengeluh kecil. Duduk diatas sofa sambil menopang dagu, menunggu King yang juga belum pulang. Terkadang dia menoleh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 5 sore."Bilangnya mau pulang jam satu, sekarang sudah jam lima masih juga belum kelihatan batang hidungnya. Jelas sekali dia mau membodoh-bodohi aku! Ishk, benci aku kalau seperti ini!" gerutunya sendiri. Kedua belah tangan di lipat ke dada dan kaki kirinya di silangkan diatas paha kanan.Ponsel diatas meja di pandangnya lama.Telpon tidak ya? Hmm, siapa tahu saja dia mau jawab telpon aku kan? Ya, sudah telpon saja deh. Lantas ponsel itu di raihnya, mencari nomor King dan menelponnya. Tapi sayangnya panggilannya tersebut tidak di jawab sama sekali oleh King.Aisyah semakin mendengus geram. Dia mengulang panggilan untuk kedua kalinya. Namun masih sama. Tidak ada jawaban."Iiiiih! Dia ini! Aku sudah telepon tapi tidak juga di jawabnya! Bagaimana aku tidak berpikir yang bukan-bukan! Siapa sangka dia sedang jalan sama wa
King mulai cemas. Semua kantong celana di periksanya mencari kotak cincin yang baru saja di belinya. Dia juga menunduk mencari benda itu. Siapa tahu jatuh, kan? Namun, tetap tidak ada."Wanita tadi. Ya, pasti dia yang mengambilnya! Kurang ajar!" gumamnya geram. Kepalanya berputar memandang ke sekeliling mencari kelibat wanita tadi."Aku di sini?"Terdengar suara wanita tadi. Lantas King segera berbalik badan ke belakang.Wanita itu tersenyum sinis sambil menunjukkan kotak cincin yang berada di tangannya."Kembalikan cincinku itu!" teriak King, keras dan tegas.Akantetapi wanita itu malah menggelengkan kepala dan tertawa di buat-buat. "Kemarilah, kejar aku kalau kamu mau cincin ini," ucapnya sambil menjulurkan lidah.Habis sudah kesabaran King pada wanita itu. Kedua tangan terkepal kuat, hanya menunggu waktu untuk melepaskan. Namun, dia masih mencoba meredam amarahnya. Perlahan dia mulai berjalan mendekati wanita itu."Sorry, kamu lambat!" sinisnya, kemudian berlari ke arah gang lain.