"Naura nggak mau ke Dokter. Ibu sudah bilang tadi, tapi dia menolak."
"Kenapa bisa seperti itu?" Naura berfikir kalau sakitnya hanya sakit biasa untuk apa menghabiskan uang untuk ke dokter. Uang itu bisa dia gunakan untuk keperluan lainnya."Entahlah, Ibu juga nggak tau. Ya, kita berdoa saja semoga Naura cepat sembuh." Tak jadi bertemu dengan teman baiknya, Natasya hanya mengobrol dengan ibunya. Sedang Lucas masih setia menunggunya di dalam mobil. Cukup lama wanita itu di rumah itu, Natasya memutuskan untuk pulang sekarang."Kalau begitu aku pulang dulu, Bu. Sampaikan salamku untuk Naura." Bu Ningrum mengantarkan Natasya sampai di depan rumah, dia melihat Lucas di mobil tapi pria itu tidak menyapanya sama sekali.Padahal Lucas sempat melihat bu Ningrum tapi dia hanya membenarkan posisi duduknya bersiap menyambut kedatangan istrinya."Kau kenapa?" tanya Natasya di dalam mobil. Wajah Lucas terlihat sebal sepulang dari sana. Lucas hanya meng"Dokter, bagaimana keadaan istri saya, Dok?" Lucas nampak cemas.Dokter menghela nafas kasar sebelum bicara. "Kami sangat menyayangkan, Tuan. Istri anda mengalami keguguran.""Shit!" Lucas mengusap rambutnya frustasi. Walau dia tau kalau itu bukan darah dagingnya tapi dia berniat untuk menganggap si jabang bayi seperti anak kandungnya sendiri dengan alasan yang dia sembunyikan selama ini.Dia mengusap wajahnya kasar. "Kenapa harus keguguran! Kalau Natasya tau tentang aku, apa dia masih mau denganku?" gumamnya dalam hati.Dokter berlalu pergi. Lucas menemui istrinya yang masih terbaring lemah di atas berankar. Dia duduk di sebuah kursi di samping Natasya terpejam sambil menggenggam tangan berkulit putih itu."Aku minta maaf. Ini semua memang salahku! Andai aku tidak menyalahkan mu, mungkin ini tidak akan terjadi."Samar-samar Natasya mendengar suara suaminya bicara, perlahan dia membuka matanya dan mendapati Lucas dengan wajah sed
"Astaga, apalah kau ini," gerutu Sean kesal. Barulah dia menyadari kalau semenjak perdebatan kemaren dia tidak melihat Natasya dan Lucas.Sean menyerkitkan bibirnya. "Kemana mereka." Sedangkan menghubungi Lucas rasanya tidak mungkin. Mau ditaruh dimana mukanya jika Sean yang lebih utama mengajak dia bicara orang itu.Ada rasa khawatir pada dirinya kalau kemungkinan besar mereka pergi dari tempat ini secara diam-diam. "Gordon!"Anak buah itu berlari mendekat. "Siap, Tuan.""Kau cari dimana Natasya dan Lucas. Kabari aku segera.""Baik, Tuan." Hanya dengan beberapa jam, pak tua Gordon berhasil menemukan dimana mereka berada. Gordon mendekat untuk melaporkan hasil pengintaianya."Katakan dimana mereka?""Nona Natasya dan Tuan Lucas ada di rumah sakit, Tuan. Nona Natasya baru saja mengalami keguguran.""Apa? Keguguran?" "Betul, Tuan.""Kau ikut denganku."Baru beberapa langkah mereka berja
Naura salah tingkah. Sesekali dia melirik pada Sean yang terus memandangnya dengan sendu. "Kenapa kamu memandangku seperti itu?" "Aku tidak bisa membiarkanmu Seperi ini. Maukah menikah denganku?"Degh!Naura spontan mendongakkan wajahnya. Perasaannya mendadak tak karuan saat Sean mengatakan itu. Ingin rasanya dia mengatakan iya tatapi, bagaimana caranya mengatasi perbedaan meraka.Ada rasa tak percaya kalau Sean hanya bercanda dengan ucapannya. Mana mungkin orang se-kaya dan se-tampan Sean mau gadis lusuh dan miskin sepertinya, itu suatu yang sulit untuk dipercaya.Tapi tidak bagi Sean dia yang tak mau kehilangan gadisnya sekaligus tak tega membiarkan Naura hidup dengan ibunya dalam posisi yang serba kekurangan membuat Sean buru-buru ingin menikahinya sekaligus ingin mengangkat derajat mereka."A_apa? Menikah?"Sean mengangguk. "Iya, menikah! Nau. Aku sangat mencintaimu. Aku berharap kau mau menerimaku.""Tapi
"Aarrgghh! Brengsek!" Nafas Sean memburu. Sekarang dia harus bagaimana. Melanjutkan hubungannya dengan gadis itu, apa mengakhirinya.Suasana terlihat sepi tanpa ada siapa-siapa, hanya ada kedua pelayan yang masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di belakang. Lagi-lagi Sean merasa kesepian.Dia menyambar sebotol minuman keras yang tergeletak di atas meja kemudian menenggaknya.Banyaknya minuman yang masuk ke dalam tubuhnya membuat dia mabuk dan bicara tak jelas. "Kau tau Naura. Kalau aku benar-benar mencintaimu! Aku tak bisa hidup tanpamu, tapi kenapa dunia ini rasanya tidak adil."Lemah membuat dia tak bisa menopang beban tubuhnya, Sean tergeletak di atas sofa dengan posisi tak tentu arah.Satu kaki di atas meja, satu kakinya ke atas pada senderan sofa. Sementara kedua tangannya terlentang. Tanpa sadar dia tertidur sampai sore hari dimana Natasya, Lucas dan tuan George pulang dari rumah sakit dan melihat sendiri posisi tidur Sean y
"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Jika memang Sean adalah jodohku, hamba mohon mudahkanlah urusan kami. Tapi jika dia memang bukan jodohku, ajukan lah dia dariku, Ya Allah." * * *Haus membuat Natasya beranjak ke arah dapur untuk mengambil air minum dirinya yang berjalan pelan tak sengaja menoleh ke luar di tepi kolam renang dan melihat Sean yang tengah berdiri sambil memperagakan dengan ucapan entah apa yang dia katakan. Karena penasaran apa yang sedang di lakukan oleh sepupunya itu, Natasya menghampiri sambil membawa sebotol air mineral."Kau sedang apa di sini?" Sean seketika gelagapan, aksinya ketahuan oleh wanita ini."Tasya, aku sedang ..." Dilempar lah botol minuman itu dan ditangkap oleh Sean. Hap!Tap!"Kau sudah bulat dengan tekadmu? Jadi keputusan apa yang akan kau ambil?"Sean meminum air dalam botol itu sebelum bicara. Rasa haus saat gugup kini hilang sudah tergantikan d
"Kalau boleh saya tau siapa nama gadis itu?" tanya pak Kyai untuk memastikan. Naura yang merupakan santriwati teladan di pondok pesantren ini cukup dikenal oleh semua penghuni pondok pesantren. Cukup lama gadis itu mukim di tempat ini sebelum ayahnya jatuh sakit.Tapi setelah Naura tau ayahnya sakit, dia memilih untuk tinggal di rumah sembari merawat ayahnya.Sean hanya diam malu menjawab, tapi Natasya yang menjawab. "Naura, Pak Kyai."Pak kyai menghela nafas panjang. "Naura memang gadis yang luar biasa. Dia begitu patuh dengan orang tuanya. Dia adalah santriwati berprestasi di tempat ini tapi ..., ya begitulah.""Jadi saya sarankan pada Nak Sean untuk berpindah keyakinan seperti apa yang Naura katakan. Itu benar!"Tiba-tiba Sean bicara yang membuat Natasya terperangah. "Apa anda bisa membantu saya untuk pindah keyakinan, Pak Kyai?"Degh!Wanita itu spontan menoleh pada sepupunya ini. "Kak, kau serius?" Tapi Sean tidak
"Sean, keluar kau." Dugh!Dugh!Dugh!Tuan besar George menggedor pintu kamarnya dengan bagitu kencang. Sean yang baru saja selesai sholat membuka kan pintu dengan wajah yang begitu segar."Daddy mencariku?" Tuan besar George tidak menjawab, dia hanya memandang dengan tatapan kesal kemudian. Bugh!Satu pukulan berhasil mendarat di pipinya, tapi Sean tidak membalasnya. "Apa ini? Apa kau sudah gila? Bagiamana kalau awak media tau? Mereka akan menertawakan kita!""Memangnya kenapa kalau mereka tau? Kita tidak merugikan mereka!""Sean! Kau begitu kerasa kepala! Apa kau sadar dengan apa yang sudah kau lakukan? Gadis itu sudah mengubahmu menjadi gila!""Dadd, kau dengar! Aku sudah dewasa dan aku bisa menentukan apa yang harus aku lakukan.""Tapi tidak seperti ini, sial! Kau mau membuat Daddy malu, hah?""Daddy kecewa denganmu!" Puas mengatakan dan memberinya satu pukulan
"Maaf, aku ..., aku spontan tadi." Naura tersenyum di dalam cadarnya. Mereka terlihat salah tingkah."Kau belum mengambil minuman? Akan ku ambilkan untukmu.""Eh, tapi Se." Pria itu sudah terlanjur melangkah. Mengambil dua minuman bersoda di dalam gelas berkaki. Namun ketika Sean membalikan badan ternyata.Sean melihat pemandangan yang tidak mengenakkan baginya dimana beberapa pemuda sedang mengganggu Naura di antaranya adalah si Veri anak dari Mr. Chang tersebut.Sean meletakkan kembali minuman itu tanpa melihat ke meja. Pandangannya tetap lurus ke depan untuk memastikan Naura baik-baik saja."Sudahlah, lebih baik kamu temani kita bersenang-senang betul, kan?" ucap Veri yang disoraki oleh banyak temannya."Jangan kurang ajar kamu! Jangan mentang-mentang ini acara kamu dan kamu bisa berlaku sesuka hati. Aku menyesal datang kemari."Tapi pemuda itu tak mau dengar apa yang Naura katakan. "Halan, kamu ini bicara apa?"
"Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l
"Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A
Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya
"Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar
"Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.
"Uncle, kau di sini?" Lucas terlihat gelagapan memandang wajah tuan besar George yang terlihat tak bersahabat. Sepertinya dia tau kalau hari ini putranya menikah padahal Sean sengaja tidak memberitahukannya."Dimana Sean?" Lucas hanya diam. Dia menoleh sesaat pada Natasya yang juga bingung harus berbuat apa. Terpaksa tuan George mengulang pertanyaannya kembali sambil menunjuk ke wajah Lucas."Aku bilang dimana Sean? Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia dariku. Aku tau sekarang dia ada dimana." Pria tua itu bergegas untuk pergi, Lucas dan Natasya berusaha mencegah, berusaha bicara baik-baik dengannya tapi tuan George sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu.Mereka hanya takut kalau tuan besar George berbuat semena-mena di sana dan mengganggu kebahagiaan pengantin baru."Eh, Uncle. Tunggu! Kau mau kemana?""Uncle dengarkan aku dulu!""Kalian dan Sean sama saja! Aku benci pada kalian. Aku yakin kalian pasti tau dimana Sean.
"Sssttt! Hei, kenapa kau berteriak?" Sean menyunggingkan senyumnya. Wajah Naura tampak memucat saat Sean mendekatkan wajahnya untuk mencium. Dia begitu grogi dihadapkan dengan seorang laki-laki dalam satu kamar.Secepat mungkin dia mencari alasan untuk menutupi kegugupannya itu. "Aku tadi ..., aku anu ..., em aku ..., aku mau ke toilet dulu. Iya, ke toilet dulu." Tanpa permisi wanita itu beranjak dari hadapan Sean dan masuk ke dalam kamar mandi. Sean tertawa sambil menggeleng karena tau kalau istrinya itu sedang salah tingkah.Dengan nafas yang memburu Naura berdiri di depan cermin sambil melihat pantulan dirinya sendiri. Menahan senyumnya saat merasakan sentuhan jari kokoh di lengan tangannya."Ya Allah, bagimana ini. Apa aku harus ..." Padahal dia tau kalau itu kewajiban istri terhadap suaminya. Naura merapikan dirinya sebelum keluar menemui suaminya."Hufh! Bismillah, aku pasti bisa!"Dengan malu-malu dia keluar kamar mandi, tapi yang
"Saya terima nikah dan kawinnya, Naura binti Bapak Danu Atmaja dengan mas kawin tersebut dibayar. Tunai." "Bagaimana saksi. Sah?" Hanya sekali tarikan nafas Sean berhasil mengucapkan ijab qobul dengan suara lantang terdengar sampai ke dalam kamar. Naura menghela nafas lega dengan mata yang berkaca-kaca. "Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah engkau mudahkan semua urusan kita. Semua yang terjadi atas kehendak mu, ya Allah." Selalu saja wanita itu melibatkan Tuhannya dalam segala urusan dia. Perias masuk dan meminta Naura untuk keluar, dia mengikuti di belakang sambil membawakan buntut gaun yang menjuntai. "Shit!" ucap Sean sambil menyerkitkan bibirnya melihat istrinya datang bak bidadari yang turun dari syurga. Gaun putih dengan cadar transparan berwarna senada membuat dia terlihat begitu cantik sampai membuat Sean mengeluarkan keringat dingin. Wanita itu duduk di samping sang ma
"Kalau begitu Aunty tentukan saja tanggal pernikahannya, aku pasti setuju.""Izinkan Ibu untuk bicara dengan Pak Kyai Hanif terlebih dahulu untuk menentukan tanggal kalian menikah." Sean mengangguk, tak sabar rasanya menunggu hari itu datang.Pak Kyai Hanif mengatakan, lebih cepat lebih baik, bukankah Sean sudah punya segalanya? Lalu untuk apa mereka mengulur waktu yang hanya akan membuat fitnah untuk Sean dan Naura.Maka pesta pernikahan itu akan di laksanakan dua hari lagi. Sean dan Naura begitu bersemangat mempersiapkan segala sesuatunya."Kau tau Babby? Kalau aku sudah tidak sabar menunggu dua hari lagi," ucap Sean pada sambungan telepon."Serius?""Apa kau masih tak percaya denganku?" Mereka terdengar begitu romantis."Setelah kau resmi menjadi istriku, aku akan membawamu dan mertuaku pulang ke rumahku."Tiba saat itu datang dimana di kediaman pak Danu sudah dihiasi dengan dekorasi pernikahan bernuansa puti