Naura salah tingkah. Sesekali dia melirik pada Sean yang terus memandangnya dengan sendu. "Kenapa kamu memandangku seperti itu?"
"Aku tidak bisa membiarkanmu Seperi ini. Maukah menikah denganku?"Degh!Naura spontan mendongakkan wajahnya. Perasaannya mendadak tak karuan saat Sean mengatakan itu. Ingin rasanya dia mengatakan iya tatapi, bagaimana caranya mengatasi perbedaan meraka.Ada rasa tak percaya kalau Sean hanya bercanda dengan ucapannya. Mana mungkin orang se-kaya dan se-tampan Sean mau gadis lusuh dan miskin sepertinya, itu suatu yang sulit untuk dipercaya.Tapi tidak bagi Sean dia yang tak mau kehilangan gadisnya sekaligus tak tega membiarkan Naura hidup dengan ibunya dalam posisi yang serba kekurangan membuat Sean buru-buru ingin menikahinya sekaligus ingin mengangkat derajat mereka."A_apa? Menikah?"Sean mengangguk. "Iya, menikah! Nau. Aku sangat mencintaimu. Aku berharap kau mau menerimaku.""Tapi"Aarrgghh! Brengsek!" Nafas Sean memburu. Sekarang dia harus bagaimana. Melanjutkan hubungannya dengan gadis itu, apa mengakhirinya.Suasana terlihat sepi tanpa ada siapa-siapa, hanya ada kedua pelayan yang masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di belakang. Lagi-lagi Sean merasa kesepian.Dia menyambar sebotol minuman keras yang tergeletak di atas meja kemudian menenggaknya.Banyaknya minuman yang masuk ke dalam tubuhnya membuat dia mabuk dan bicara tak jelas. "Kau tau Naura. Kalau aku benar-benar mencintaimu! Aku tak bisa hidup tanpamu, tapi kenapa dunia ini rasanya tidak adil."Lemah membuat dia tak bisa menopang beban tubuhnya, Sean tergeletak di atas sofa dengan posisi tak tentu arah.Satu kaki di atas meja, satu kakinya ke atas pada senderan sofa. Sementara kedua tangannya terlentang. Tanpa sadar dia tertidur sampai sore hari dimana Natasya, Lucas dan tuan George pulang dari rumah sakit dan melihat sendiri posisi tidur Sean y
"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Jika memang Sean adalah jodohku, hamba mohon mudahkanlah urusan kami. Tapi jika dia memang bukan jodohku, ajukan lah dia dariku, Ya Allah." * * *Haus membuat Natasya beranjak ke arah dapur untuk mengambil air minum dirinya yang berjalan pelan tak sengaja menoleh ke luar di tepi kolam renang dan melihat Sean yang tengah berdiri sambil memperagakan dengan ucapan entah apa yang dia katakan. Karena penasaran apa yang sedang di lakukan oleh sepupunya itu, Natasya menghampiri sambil membawa sebotol air mineral."Kau sedang apa di sini?" Sean seketika gelagapan, aksinya ketahuan oleh wanita ini."Tasya, aku sedang ..." Dilempar lah botol minuman itu dan ditangkap oleh Sean. Hap!Tap!"Kau sudah bulat dengan tekadmu? Jadi keputusan apa yang akan kau ambil?"Sean meminum air dalam botol itu sebelum bicara. Rasa haus saat gugup kini hilang sudah tergantikan d
"Kalau boleh saya tau siapa nama gadis itu?" tanya pak Kyai untuk memastikan. Naura yang merupakan santriwati teladan di pondok pesantren ini cukup dikenal oleh semua penghuni pondok pesantren. Cukup lama gadis itu mukim di tempat ini sebelum ayahnya jatuh sakit.Tapi setelah Naura tau ayahnya sakit, dia memilih untuk tinggal di rumah sembari merawat ayahnya.Sean hanya diam malu menjawab, tapi Natasya yang menjawab. "Naura, Pak Kyai."Pak kyai menghela nafas panjang. "Naura memang gadis yang luar biasa. Dia begitu patuh dengan orang tuanya. Dia adalah santriwati berprestasi di tempat ini tapi ..., ya begitulah.""Jadi saya sarankan pada Nak Sean untuk berpindah keyakinan seperti apa yang Naura katakan. Itu benar!"Tiba-tiba Sean bicara yang membuat Natasya terperangah. "Apa anda bisa membantu saya untuk pindah keyakinan, Pak Kyai?"Degh!Wanita itu spontan menoleh pada sepupunya ini. "Kak, kau serius?" Tapi Sean tidak
"Sean, keluar kau." Dugh!Dugh!Dugh!Tuan besar George menggedor pintu kamarnya dengan bagitu kencang. Sean yang baru saja selesai sholat membuka kan pintu dengan wajah yang begitu segar."Daddy mencariku?" Tuan besar George tidak menjawab, dia hanya memandang dengan tatapan kesal kemudian. Bugh!Satu pukulan berhasil mendarat di pipinya, tapi Sean tidak membalasnya. "Apa ini? Apa kau sudah gila? Bagiamana kalau awak media tau? Mereka akan menertawakan kita!""Memangnya kenapa kalau mereka tau? Kita tidak merugikan mereka!""Sean! Kau begitu kerasa kepala! Apa kau sadar dengan apa yang sudah kau lakukan? Gadis itu sudah mengubahmu menjadi gila!""Dadd, kau dengar! Aku sudah dewasa dan aku bisa menentukan apa yang harus aku lakukan.""Tapi tidak seperti ini, sial! Kau mau membuat Daddy malu, hah?""Daddy kecewa denganmu!" Puas mengatakan dan memberinya satu pukulan
"Maaf, aku ..., aku spontan tadi." Naura tersenyum di dalam cadarnya. Mereka terlihat salah tingkah."Kau belum mengambil minuman? Akan ku ambilkan untukmu.""Eh, tapi Se." Pria itu sudah terlanjur melangkah. Mengambil dua minuman bersoda di dalam gelas berkaki. Namun ketika Sean membalikan badan ternyata.Sean melihat pemandangan yang tidak mengenakkan baginya dimana beberapa pemuda sedang mengganggu Naura di antaranya adalah si Veri anak dari Mr. Chang tersebut.Sean meletakkan kembali minuman itu tanpa melihat ke meja. Pandangannya tetap lurus ke depan untuk memastikan Naura baik-baik saja."Sudahlah, lebih baik kamu temani kita bersenang-senang betul, kan?" ucap Veri yang disoraki oleh banyak temannya."Jangan kurang ajar kamu! Jangan mentang-mentang ini acara kamu dan kamu bisa berlaku sesuka hati. Aku menyesal datang kemari."Tapi pemuda itu tak mau dengar apa yang Naura katakan. "Halan, kamu ini bicara apa?"
"Masuklah." "Kamu hati-hati di jalan." Sean hanya mengantar Naura sampai di depan rumah sama seperti waktu itu.Baru beberapa langkah gadis pergi, dia kembali memanggilnya. "Babby?" Naura menoleh ke belakang. "Hah?" Dia mengira Sean ingin mengatakan sesuatu, dan ternyata ..."I love you." Naura hanya menggeleng sambil tersenyum karena merasa ucapan itu lucu."Bye."Sesingkat itu pertemuan mereka tapi cukup membuat Sean bahagia, terlebih saat dia berhasil melindungi sang gadis dari preman-preman tadi, gadis itu meneruskan langkah kembali."Assalamualaikum, Bu. Aku pulang.""Waalaikumsalam. Loh, kamu sudah pulang, Nak? Kok cepat sekali? Gimana dengan ulang tahun teman kamu?"Tapi bu Ningrum memicingkan mata melihat sesuatu yang menyangkut di pundak Naura. "Aku nggak tau, Bu. Aku pulang sebelum acara itu dimulai.""Apa itu yang ada di pundak kamu."Rupanya Naura lupa melepas jas milik S
Ting! Tung!"Siapa?" ucap tuan besar George dari tempat yang berbeda. Pria paruh baya yang terlihat begitu segar setelah selesai mandi bergegas membuka pintu. Tuan George cukup senang karena mengira kalau Sean lah yang datang karena berubah pikiran. Namun ketika pintu dibuka.Kriet!"Siapa anda?" Tuan besar George dikejutkan dengan datangnya seorang pria memakai jas berwarna putih lengkap dengan kaca mata hitamnya yang kini berdiri di depan pintu bersama kedua anak buahnya.Pria itu terlihat masih gagah walau seumuran dengannya. "Ada perlu apa anda datang kemari?" Tuan Gultaf hanya tersenyum melihat wajah tuan George yang ketakutan."Kau tidak perlu khawatir! Aku ke sini bukan untuk menyakitimu, tapi aku mau mengajakmu untuk bekerja sama. Perkenalkan, saya Gultaf. Semua orang memanggilku dengan sebutan, Tuan Gultaf." Dia mengulurkan tangannya pada tuan George.Tapi tuan George enggan untuk membalas uluran tangan itu. Tanpa disuru
Malam harinya Natasya menelepon Naura untuk meminta tolong padanya. Suara itu terdengar panik yang membuat Naura begitu khawatir. Dia takut terjadi apa-apa pada teman baiknya itu seperti kejadian buruk yang pernah dia alami.Kring! Kring!"Sya, kamu baik-baik saja?" Naura menanyakan itu mengingat temannya itu tidak datang ke kampus."Nau, tolong aku! Apa kau bisa datang kemari? Aku ada di restoran Berlian.""Restoran Berlian? Sedang apa kamu di sana?""Ceritanya panjang. Nanti aku ceritakan padamu. Tolong aku, Nau." "Sya, Natasya!"Tut!Tut!Wanita itu justru mematikan ponselnya yang membuat Naura semakin panik. Dia terus memanggil-manggil Natasya tapi wanita itu tidak menjawabnya.Naura takut kalau teman baiknya itu menjadi korban penculikan seperti yang dialaminya 2 kali.Namun untuk sampai ke sana dia bingung. "Mana ada taksi malam-malam seperti ini, ck!""Bu, Ibu! Aku izi