"Kalau boleh saya tau siapa nama gadis itu?" tanya pak Kyai untuk memastikan. Naura yang merupakan santriwati teladan di pondok pesantren ini cukup dikenal oleh semua penghuni pondok pesantren. Cukup lama gadis itu mukim di tempat ini sebelum ayahnya jatuh sakit.
Tapi setelah Naura tau ayahnya sakit, dia memilih untuk tinggal di rumah sembari merawat ayahnya.Sean hanya diam malu menjawab, tapi Natasya yang menjawab. "Naura, Pak Kyai."Pak kyai menghela nafas panjang. "Naura memang gadis yang luar biasa. Dia begitu patuh dengan orang tuanya. Dia adalah santriwati berprestasi di tempat ini tapi ..., ya begitulah.""Jadi saya sarankan pada Nak Sean untuk berpindah keyakinan seperti apa yang Naura katakan. Itu benar!"Tiba-tiba Sean bicara yang membuat Natasya terperangah. "Apa anda bisa membantu saya untuk pindah keyakinan, Pak Kyai?"Degh!Wanita itu spontan menoleh pada sepupunya ini. "Kak, kau serius?" Tapi Sean tidak"Sean, keluar kau." Dugh!Dugh!Dugh!Tuan besar George menggedor pintu kamarnya dengan bagitu kencang. Sean yang baru saja selesai sholat membuka kan pintu dengan wajah yang begitu segar."Daddy mencariku?" Tuan besar George tidak menjawab, dia hanya memandang dengan tatapan kesal kemudian. Bugh!Satu pukulan berhasil mendarat di pipinya, tapi Sean tidak membalasnya. "Apa ini? Apa kau sudah gila? Bagiamana kalau awak media tau? Mereka akan menertawakan kita!""Memangnya kenapa kalau mereka tau? Kita tidak merugikan mereka!""Sean! Kau begitu kerasa kepala! Apa kau sadar dengan apa yang sudah kau lakukan? Gadis itu sudah mengubahmu menjadi gila!""Dadd, kau dengar! Aku sudah dewasa dan aku bisa menentukan apa yang harus aku lakukan.""Tapi tidak seperti ini, sial! Kau mau membuat Daddy malu, hah?""Daddy kecewa denganmu!" Puas mengatakan dan memberinya satu pukulan
"Maaf, aku ..., aku spontan tadi." Naura tersenyum di dalam cadarnya. Mereka terlihat salah tingkah."Kau belum mengambil minuman? Akan ku ambilkan untukmu.""Eh, tapi Se." Pria itu sudah terlanjur melangkah. Mengambil dua minuman bersoda di dalam gelas berkaki. Namun ketika Sean membalikan badan ternyata.Sean melihat pemandangan yang tidak mengenakkan baginya dimana beberapa pemuda sedang mengganggu Naura di antaranya adalah si Veri anak dari Mr. Chang tersebut.Sean meletakkan kembali minuman itu tanpa melihat ke meja. Pandangannya tetap lurus ke depan untuk memastikan Naura baik-baik saja."Sudahlah, lebih baik kamu temani kita bersenang-senang betul, kan?" ucap Veri yang disoraki oleh banyak temannya."Jangan kurang ajar kamu! Jangan mentang-mentang ini acara kamu dan kamu bisa berlaku sesuka hati. Aku menyesal datang kemari."Tapi pemuda itu tak mau dengar apa yang Naura katakan. "Halan, kamu ini bicara apa?"
"Masuklah." "Kamu hati-hati di jalan." Sean hanya mengantar Naura sampai di depan rumah sama seperti waktu itu.Baru beberapa langkah gadis pergi, dia kembali memanggilnya. "Babby?" Naura menoleh ke belakang. "Hah?" Dia mengira Sean ingin mengatakan sesuatu, dan ternyata ..."I love you." Naura hanya menggeleng sambil tersenyum karena merasa ucapan itu lucu."Bye."Sesingkat itu pertemuan mereka tapi cukup membuat Sean bahagia, terlebih saat dia berhasil melindungi sang gadis dari preman-preman tadi, gadis itu meneruskan langkah kembali."Assalamualaikum, Bu. Aku pulang.""Waalaikumsalam. Loh, kamu sudah pulang, Nak? Kok cepat sekali? Gimana dengan ulang tahun teman kamu?"Tapi bu Ningrum memicingkan mata melihat sesuatu yang menyangkut di pundak Naura. "Aku nggak tau, Bu. Aku pulang sebelum acara itu dimulai.""Apa itu yang ada di pundak kamu."Rupanya Naura lupa melepas jas milik S
Ting! Tung!"Siapa?" ucap tuan besar George dari tempat yang berbeda. Pria paruh baya yang terlihat begitu segar setelah selesai mandi bergegas membuka pintu. Tuan George cukup senang karena mengira kalau Sean lah yang datang karena berubah pikiran. Namun ketika pintu dibuka.Kriet!"Siapa anda?" Tuan besar George dikejutkan dengan datangnya seorang pria memakai jas berwarna putih lengkap dengan kaca mata hitamnya yang kini berdiri di depan pintu bersama kedua anak buahnya.Pria itu terlihat masih gagah walau seumuran dengannya. "Ada perlu apa anda datang kemari?" Tuan Gultaf hanya tersenyum melihat wajah tuan George yang ketakutan."Kau tidak perlu khawatir! Aku ke sini bukan untuk menyakitimu, tapi aku mau mengajakmu untuk bekerja sama. Perkenalkan, saya Gultaf. Semua orang memanggilku dengan sebutan, Tuan Gultaf." Dia mengulurkan tangannya pada tuan George.Tapi tuan George enggan untuk membalas uluran tangan itu. Tanpa disuru
Malam harinya Natasya menelepon Naura untuk meminta tolong padanya. Suara itu terdengar panik yang membuat Naura begitu khawatir. Dia takut terjadi apa-apa pada teman baiknya itu seperti kejadian buruk yang pernah dia alami.Kring! Kring!"Sya, kamu baik-baik saja?" Naura menanyakan itu mengingat temannya itu tidak datang ke kampus."Nau, tolong aku! Apa kau bisa datang kemari? Aku ada di restoran Berlian.""Restoran Berlian? Sedang apa kamu di sana?""Ceritanya panjang. Nanti aku ceritakan padamu. Tolong aku, Nau." "Sya, Natasya!"Tut!Tut!Wanita itu justru mematikan ponselnya yang membuat Naura semakin panik. Dia terus memanggil-manggil Natasya tapi wanita itu tidak menjawabnya.Naura takut kalau teman baiknya itu menjadi korban penculikan seperti yang dialaminya 2 kali.Namun untuk sampai ke sana dia bingung. "Mana ada taksi malam-malam seperti ini, ck!""Bu, Ibu! Aku izi
Naura paksakan tersenyum dan mengangguk yang membuat Sean spontan meloncat girang hampir lupa memeluknya. Melihat Sean yang diterima cintanya, dari arah belakang bersorak bahagia. Satu persatu mulai menampakkan diri dari mulai Natasya, Lucas dan ketiga anak buahnya muncul sambil bertepuk tangan senang.Baru Sean seperti mempunyai keluarga yang utuh walau tanpa kehadiran Daddy-nya di momen bahagia itu. Sean mengambil telapak tangan Naura dan menyelipkan cincin tersebut di jari manis sebelum mencium tangan tersebut."Thanks, Babby. Aku janji akan menjadi calon suami yang baik untukmu.""Cieee," goda Natasya yang mengundang gelak tawa semuanya.Lucas mendekat dan menghadap Sean dengan wajah sendunya. "Aku minta maaf! Aku sempat berpikir jelek tentangmu, tapi sekarang aku sadar kalau cintamu padanya begitu besar." Kedua sahabat itu kembali berpelukan.Tak bosan ketiga anak buah itu bertepuk tangan haru dengan kebersamaan ini. Mereka semua men
"Aunty! Kau tidak perlu menghawatirkan putri anda. Putri Aunty dalam keadaan baik-baik saja.""Hah?" Naura mengangkat dagunya. Dia teringat kalau belum sempat menghubungi ibunya."Ibu? Itu Ibu? Astagfirullah hal adzim! Ibu aku lupa memberitahu Ibu kalau ..." Sean lalu memberikan ponselnya pada Naura."Halo, Ibu.""Naura, kamu dimana, Nak? Ibu cemas memikirkan kamu.""Ya Allah, aku minta maaf, Bu. Naura lupa bilang kalau Naura baik-baik saja di sini. Ibu nggak usah khawatir yah.""Alhamdulillah kalau kamu baik-baik saja. Tapi kamu sedang bersama, Nak Sean?"Mana mungkin bu Ningrum membiarkan putrinya dengan laki-laki hanya berdua begitu saja. Dia khawatir hal itu terjadi."Banyak, Bu. Ada Natasya." Natasya mendekat dan bersuara agar bu Ningrum percaya. "Halo, Ibu. Kau tidak perlu khawatir! Naura aman bersama kami.""Alhamdulillah, syukurlah kalau bagitu, Ibu tenang sekarang. Kalian baik-baik di sana."
Tok! Tok! Tok! Tuan besar George mengira kalau tuan Gultaf datang kembali. "Iya sebentar." Bagitu dia membuka pintu bukan tuan Gultaf melainkan ... "Sean, dari mana kau tau aku tinggal di sini?" Sean menerobos masuk begitu saja. Sementara ketiga anak buahnya menuggu di depan kamar tersebut. "Apa itu penting? Apa kau nyaman tinggal di sini?" Mata Sean menelisik ke dalam kamar hotel yang tidak terlalu besar. Tuan George kembali bersuara. "Untuk apa aku tinggal denganmu sementara kau tidak menganggap aku ada!" Sean memicingkan matanya. Bisa-bisanya tuan George bicara seperti itu, bukankah dia sendiri yang memutuskan untuk pergi. "Kenapa kau bicara seperti itu? Kau sendiri yang memilih untuk pergi. Lagipula apa susahnya kau menerima Naura sebagai calon istriku." "Dadd, Naura bukan gadis yang buruk! Dia baik, kau hanya belum mengenalnya saja." Sean berusaha meyakinkan d
Tuan Gultaf mengambil ponsel milik Sean yang tersimpan di saku celananya. "Bawa dia masuk ke dalam. Helena, kau bersiaplah." Dua memerintah kedua anak buahnya untuk mengangkat Sean yang sudah tidak berdaya membawanya ke dalam kamar.Sementara Helena masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti baju yang dia kenakan menjadi baju tidur berbahan satin tipis berwarna hitam.Tuan George bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh tuan Gultaf dengan ponsel milik putranya yang kini sedang dimainkan olehnya sambil menjauh."Apa yang sedang anda lakukan dengan ponsel anakku?" Dia memberanikan diri untuk bertanya.Tuan Gultaf justru menyerkitkan bibirnya. "Menyuruh Nyonya Alexander untuk datang kemari.""Apa?""Kenapa? Kau keberatan?""Tapi itu tidak ada dalam kesepakatan kita."Semula memang tuan George ingin memisahkan Sean dari Naura tapi entah mengapa sekarang hatinya berkata lain. Dia seperti tidak rela jika tuan Gultaf menyakiti Naura.Namun semua itu sia-sia, Naura bergegas kemari setelah t
"Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l
"Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A
Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya
"Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar
"Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.
"Uncle, kau di sini?" Lucas terlihat gelagapan memandang wajah tuan besar George yang terlihat tak bersahabat. Sepertinya dia tau kalau hari ini putranya menikah padahal Sean sengaja tidak memberitahukannya."Dimana Sean?" Lucas hanya diam. Dia menoleh sesaat pada Natasya yang juga bingung harus berbuat apa. Terpaksa tuan George mengulang pertanyaannya kembali sambil menunjuk ke wajah Lucas."Aku bilang dimana Sean? Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia dariku. Aku tau sekarang dia ada dimana." Pria tua itu bergegas untuk pergi, Lucas dan Natasya berusaha mencegah, berusaha bicara baik-baik dengannya tapi tuan George sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu.Mereka hanya takut kalau tuan besar George berbuat semena-mena di sana dan mengganggu kebahagiaan pengantin baru."Eh, Uncle. Tunggu! Kau mau kemana?""Uncle dengarkan aku dulu!""Kalian dan Sean sama saja! Aku benci pada kalian. Aku yakin kalian pasti tau dimana Sean.
"Sssttt! Hei, kenapa kau berteriak?" Sean menyunggingkan senyumnya. Wajah Naura tampak memucat saat Sean mendekatkan wajahnya untuk mencium. Dia begitu grogi dihadapkan dengan seorang laki-laki dalam satu kamar.Secepat mungkin dia mencari alasan untuk menutupi kegugupannya itu. "Aku tadi ..., aku anu ..., em aku ..., aku mau ke toilet dulu. Iya, ke toilet dulu." Tanpa permisi wanita itu beranjak dari hadapan Sean dan masuk ke dalam kamar mandi. Sean tertawa sambil menggeleng karena tau kalau istrinya itu sedang salah tingkah.Dengan nafas yang memburu Naura berdiri di depan cermin sambil melihat pantulan dirinya sendiri. Menahan senyumnya saat merasakan sentuhan jari kokoh di lengan tangannya."Ya Allah, bagimana ini. Apa aku harus ..." Padahal dia tau kalau itu kewajiban istri terhadap suaminya. Naura merapikan dirinya sebelum keluar menemui suaminya."Hufh! Bismillah, aku pasti bisa!"Dengan malu-malu dia keluar kamar mandi, tapi yang
"Saya terima nikah dan kawinnya, Naura binti Bapak Danu Atmaja dengan mas kawin tersebut dibayar. Tunai." "Bagaimana saksi. Sah?" Hanya sekali tarikan nafas Sean berhasil mengucapkan ijab qobul dengan suara lantang terdengar sampai ke dalam kamar. Naura menghela nafas lega dengan mata yang berkaca-kaca. "Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah engkau mudahkan semua urusan kita. Semua yang terjadi atas kehendak mu, ya Allah." Selalu saja wanita itu melibatkan Tuhannya dalam segala urusan dia. Perias masuk dan meminta Naura untuk keluar, dia mengikuti di belakang sambil membawakan buntut gaun yang menjuntai. "Shit!" ucap Sean sambil menyerkitkan bibirnya melihat istrinya datang bak bidadari yang turun dari syurga. Gaun putih dengan cadar transparan berwarna senada membuat dia terlihat begitu cantik sampai membuat Sean mengeluarkan keringat dingin. Wanita itu duduk di samping sang ma