"Tidak tau, Tuan. Saya tidak tau! Sejak kapan bunga itu ada di sini?" Sean hanya mencebikan bibirnya. Mau diapakan bunga itu. Dibuang, Sean takut kalau itu pemberian Naura. Tapi jika disimpan mungkin bunga itu dari orang lain, itu artinya Sean menyimpan pemberian orang lain.
"Kau bawa saja bunga itu."Sambil mengangguk Bertha membawanya keluar. "Aduh!""Bertha!"Tangan wanita itu mengeluarkan sedikit darah kala mawar itu ternyata masih berduri."Tidak apa-apa, Tuan. Aku baik-baik saja. Permisi." Sambil meringis Bertha pergi dari hadapan Sean.Sang mafia kini fokus dengan pekerjaan dia kantornya. Lama-lama dia merasa bosan bergelut dengan banyak kertas di depannya. Sean mengambil ponsel dan menghubungi kekasihnya.Dirinya yang tengah menyimak pelajaran kuliah tak menghiraukan panggilan itu saat ponselnya berdering.Kring!Kring!Dosen memicingkan mata padanya. "Eh, iya. Maaf, Pak." Naura justrSean tertawa. Baru kali ini Naura mendengar tawanya yang lepas. Seperti hilang semua beban yang membuatnya ikutan tersenyum dibalik cadar yang dikenakan."Aku hanya bercanda! Kau jangan masukan ke hati pertanyaanku itu.""Kenapa kau sampai tersedak? Astaga!"Mungkin bagi Sean itu hanya sebuah candaan karena sudah bisa dipastikan kalau Sean tidak membiarkan istri turun tangan ke dapur."Kamu sudah selesai makan? Kita kembali ke toko sekarang. Aku nggak sama bu Lisna.""Ya sudah, ayok." Sean memanggil pelayan untuk minta bill-nya."Ini, Tuan." Usai melihat minimal total makanan itu, Sean meletakkan kertas bill di atas meja yang membuat Naura membulatkan matanya. Harga makanan tersebut cukup untuk dia dan ibunya makan selama satu minggu."Ya Allah, mahal sekali harga makanan itu." Dia melamun sampai tak sadar kalau Sean kini memanggilnya."Baby!""Baby, are you ok?""Hem?" Naura mendong
"Naura nggak mau ke Dokter. Ibu sudah bilang tadi, tapi dia menolak.""Kenapa bisa seperti itu?" Naura berfikir kalau sakitnya hanya sakit biasa untuk apa menghabiskan uang untuk ke dokter. Uang itu bisa dia gunakan untuk keperluan lainnya."Entahlah, Ibu juga nggak tau. Ya, kita berdoa saja semoga Naura cepat sembuh." Tak jadi bertemu dengan teman baiknya, Natasya hanya mengobrol dengan ibunya. Sedang Lucas masih setia menunggunya di dalam mobil. Cukup lama wanita itu di rumah itu, Natasya memutuskan untuk pulang sekarang."Kalau begitu aku pulang dulu, Bu. Sampaikan salamku untuk Naura." Bu Ningrum mengantarkan Natasya sampai di depan rumah, dia melihat Lucas di mobil tapi pria itu tidak menyapanya sama sekali.Padahal Lucas sempat melihat bu Ningrum tapi dia hanya membenarkan posisi duduknya bersiap menyambut kedatangan istrinya."Kau kenapa?" tanya Natasya di dalam mobil. Wajah Lucas terlihat sebal sepulang dari sana. Lucas hanya meng
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya, Dok?" Lucas nampak cemas.Dokter menghela nafas kasar sebelum bicara. "Kami sangat menyayangkan, Tuan. Istri anda mengalami keguguran.""Shit!" Lucas mengusap rambutnya frustasi. Walau dia tau kalau itu bukan darah dagingnya tapi dia berniat untuk menganggap si jabang bayi seperti anak kandungnya sendiri dengan alasan yang dia sembunyikan selama ini.Dia mengusap wajahnya kasar. "Kenapa harus keguguran! Kalau Natasya tau tentang aku, apa dia masih mau denganku?" gumamnya dalam hati.Dokter berlalu pergi. Lucas menemui istrinya yang masih terbaring lemah di atas berankar. Dia duduk di sebuah kursi di samping Natasya terpejam sambil menggenggam tangan berkulit putih itu."Aku minta maaf. Ini semua memang salahku! Andai aku tidak menyalahkan mu, mungkin ini tidak akan terjadi."Samar-samar Natasya mendengar suara suaminya bicara, perlahan dia membuka matanya dan mendapati Lucas dengan wajah sed
"Astaga, apalah kau ini," gerutu Sean kesal. Barulah dia menyadari kalau semenjak perdebatan kemaren dia tidak melihat Natasya dan Lucas.Sean menyerkitkan bibirnya. "Kemana mereka." Sedangkan menghubungi Lucas rasanya tidak mungkin. Mau ditaruh dimana mukanya jika Sean yang lebih utama mengajak dia bicara orang itu.Ada rasa khawatir pada dirinya kalau kemungkinan besar mereka pergi dari tempat ini secara diam-diam. "Gordon!"Anak buah itu berlari mendekat. "Siap, Tuan.""Kau cari dimana Natasya dan Lucas. Kabari aku segera.""Baik, Tuan." Hanya dengan beberapa jam, pak tua Gordon berhasil menemukan dimana mereka berada. Gordon mendekat untuk melaporkan hasil pengintaianya."Katakan dimana mereka?""Nona Natasya dan Tuan Lucas ada di rumah sakit, Tuan. Nona Natasya baru saja mengalami keguguran.""Apa? Keguguran?" "Betul, Tuan.""Kau ikut denganku."Baru beberapa langkah mereka berja
Naura salah tingkah. Sesekali dia melirik pada Sean yang terus memandangnya dengan sendu. "Kenapa kamu memandangku seperti itu?" "Aku tidak bisa membiarkanmu Seperi ini. Maukah menikah denganku?"Degh!Naura spontan mendongakkan wajahnya. Perasaannya mendadak tak karuan saat Sean mengatakan itu. Ingin rasanya dia mengatakan iya tatapi, bagaimana caranya mengatasi perbedaan meraka.Ada rasa tak percaya kalau Sean hanya bercanda dengan ucapannya. Mana mungkin orang se-kaya dan se-tampan Sean mau gadis lusuh dan miskin sepertinya, itu suatu yang sulit untuk dipercaya.Tapi tidak bagi Sean dia yang tak mau kehilangan gadisnya sekaligus tak tega membiarkan Naura hidup dengan ibunya dalam posisi yang serba kekurangan membuat Sean buru-buru ingin menikahinya sekaligus ingin mengangkat derajat mereka."A_apa? Menikah?"Sean mengangguk. "Iya, menikah! Nau. Aku sangat mencintaimu. Aku berharap kau mau menerimaku.""Tapi
"Aarrgghh! Brengsek!" Nafas Sean memburu. Sekarang dia harus bagaimana. Melanjutkan hubungannya dengan gadis itu, apa mengakhirinya.Suasana terlihat sepi tanpa ada siapa-siapa, hanya ada kedua pelayan yang masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di belakang. Lagi-lagi Sean merasa kesepian.Dia menyambar sebotol minuman keras yang tergeletak di atas meja kemudian menenggaknya.Banyaknya minuman yang masuk ke dalam tubuhnya membuat dia mabuk dan bicara tak jelas. "Kau tau Naura. Kalau aku benar-benar mencintaimu! Aku tak bisa hidup tanpamu, tapi kenapa dunia ini rasanya tidak adil."Lemah membuat dia tak bisa menopang beban tubuhnya, Sean tergeletak di atas sofa dengan posisi tak tentu arah.Satu kaki di atas meja, satu kakinya ke atas pada senderan sofa. Sementara kedua tangannya terlentang. Tanpa sadar dia tertidur sampai sore hari dimana Natasya, Lucas dan tuan George pulang dari rumah sakit dan melihat sendiri posisi tidur Sean y
"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Jika memang Sean adalah jodohku, hamba mohon mudahkanlah urusan kami. Tapi jika dia memang bukan jodohku, ajukan lah dia dariku, Ya Allah." * * *Haus membuat Natasya beranjak ke arah dapur untuk mengambil air minum dirinya yang berjalan pelan tak sengaja menoleh ke luar di tepi kolam renang dan melihat Sean yang tengah berdiri sambil memperagakan dengan ucapan entah apa yang dia katakan. Karena penasaran apa yang sedang di lakukan oleh sepupunya itu, Natasya menghampiri sambil membawa sebotol air mineral."Kau sedang apa di sini?" Sean seketika gelagapan, aksinya ketahuan oleh wanita ini."Tasya, aku sedang ..." Dilempar lah botol minuman itu dan ditangkap oleh Sean. Hap!Tap!"Kau sudah bulat dengan tekadmu? Jadi keputusan apa yang akan kau ambil?"Sean meminum air dalam botol itu sebelum bicara. Rasa haus saat gugup kini hilang sudah tergantikan d
"Kalau boleh saya tau siapa nama gadis itu?" tanya pak Kyai untuk memastikan. Naura yang merupakan santriwati teladan di pondok pesantren ini cukup dikenal oleh semua penghuni pondok pesantren. Cukup lama gadis itu mukim di tempat ini sebelum ayahnya jatuh sakit.Tapi setelah Naura tau ayahnya sakit, dia memilih untuk tinggal di rumah sembari merawat ayahnya.Sean hanya diam malu menjawab, tapi Natasya yang menjawab. "Naura, Pak Kyai."Pak kyai menghela nafas panjang. "Naura memang gadis yang luar biasa. Dia begitu patuh dengan orang tuanya. Dia adalah santriwati berprestasi di tempat ini tapi ..., ya begitulah.""Jadi saya sarankan pada Nak Sean untuk berpindah keyakinan seperti apa yang Naura katakan. Itu benar!"Tiba-tiba Sean bicara yang membuat Natasya terperangah. "Apa anda bisa membantu saya untuk pindah keyakinan, Pak Kyai?"Degh!Wanita itu spontan menoleh pada sepupunya ini. "Kak, kau serius?" Tapi Sean tidak