"Sya, maaf. Hari ini aku harus pulang cepat. Aku ada urusan penting di luar. Bye." Naura berlalu pergi dari hadapan Natasya.
Merasa penasaran dengan urusan penting temannya, dia kembali memanggilnya. "Hei, urusan penting apa?" Tapi gadis itu pergi begitu saja."Astaga, urusan penting apa kau ini, ck." Dan ketika Natasya keluar kampus, dia mendapati Sean yang tengah duduk di dalam mobilnya.Pria tampan itu mendekat kala melihat Natasya berjalan menghampiri. "Sedang apa kau di sini? Kau pasti mencari Naura, kan? Dia tidak ada di sini.""Memangnya kemana dia?" Natasya mengangkat bahunya tidak tau. "Dia cuma bilang ada urusan penting di luar. Entah apa urusan itu.""Shit!"Mau tidak mau Sean kembali dengan tangan kosong. Di sepanjang perjalanan dia berfikir kemana Naura pergi. Tak biasanya dia seperti ini."Memangnya kau tidak tau kemana dia?"Natasya menggeleng. "Kalau aku tau, aku pasti sudah memberitahukannya pa"Bismillah, hari ini aku mulai bekerja, semoga aku mendapat keberkahan rezeki. Aamiin," ucap Naura ketika menginjakan kakinya keluar rumah.Dia berangkat kampus seperti biasanya, namun yang membuat Natasya heran, dia yang biasanya pulang ke arah kakak, kali ini Naura ke arah kiri. "Mau kemana anak itu?" Dari kemaren dia merasa kalau Naura ini sedikit aneh."Assalamu'alaikum," ucapnya ketika sampai di toko dan di sambut hangat oleh si pemilik toko."Waalaikumsalam, Naura. Aku kira kamu nggak jadi datang hari ini.""Jadi dong, Bu. Masa iya nggak.""Ya sudah, sekarang kamu masuk dan susun bunga-bunga yang di sana menjadi bucket yah.""Baik, Bu."Tentu dengan senang hati Naura melakukannya. Suasana di depan tampak rame banyak pengunjung yang datang untuk membeli.Bu Lisna pemilik toko yang sekaligus merangkap sebagai kasir menerima banyak orderan hari ini.Sementara Naura tampak sibuk dengan beberapa teman
"Oh iya, Pak Juna. Ini bunga pesanan ..., eh, maaf. Aku salah lagi.""Astaga, kau ini!" Juna mengusap rambutnya kasar."Maaf, tapi sepertinya aku nggak pantas kalau panggil hanya dengan nama aja." "Kalau begitu panggil aku dengan sebutan, Mas!" perintahnya sambil bersedekap tangan.Matanya kini begitu tajam memandang wanita yang hanya menunduk tanpa berani memandang wajahnya."Hah, Ma_Mas?" Rasanya kaku untuk mengucap panggilan itu, pasalnya baru kali ini Naura memanggil sebutan itu pada seseorang."Iya, Mas Juna. Kenapa? Kamu keberatan?" Naura menggeleng cepat."Ya sudah, masuklah. Berikan bunga itu pada pegawai saya.""Ba_baik. Permisi."Tanpa ragu Naura masuk ke dalam, rumah itu terlihat bersih dan mewah, namun ada yang membuat dirinya tercengang yaitu para pekerja sedang melakukan tugasnya di halaman belakang."Astagfirullah hal adzim! Kalau tau gini, aku tadi lewat pintu belakang aja," gu
"Sudah satu bulan ini aku tidak melihatnya, sedang apa kau di sana," gumam Sean di dalam ruang kerjanya.Pekerjaan hari ini sedikit lenggang, dia memutuskan untuk menemui gadis pujaan hatinya ke rumah. Sean berharap Naura dan bu Ningrum sudah bisa menerimanya.Tok!Tok!"Permisi.""Iya sebentar!" Suara bu Ningrum dari dalam. Dia keluar membukankan pintu dengan pakaian biasanya. Pasalnya dia harus melakukan dinas harian yang itu mencuci baju milik tetangg. Sean mengerutkan alisnya."Nak Sean.""Aunty! Em, aku datang ke sini untuk minta maaf. Mungkin aku banyak salah pada Aunty dan juga Naura.""Aku sudah katakan pada Daddy agar tidak ikut campur dalam urusanku."Tapi bu Ningrum justru mengelaknya. "Untuk apa?" Walau suara itu terdengar lirih tetapi sepertinya dia menyayangkan apa yang telah Sean lakukan."Untuk apa kamu bicara dengan Daddy-nya? Kami sudah cukup tenang sekarang.""Tapi A
"Sudah satu bulan ini aku tidak melihatnya, sedang apa kau di sana," gumam Sean di dalam ruang kerjanya.Pekerjaan hari ini sedikit lenggang, dia memutuskan untuk menemui gadis pujaan hatinya ke rumah. Sean berharap Naura dan bu Ningrum sudah bisa menerimanya.Tok!Tok!"Permisi.""Iya sebentar!" Suara bu Ningrum dari dalam. Dia keluar membukankan pintu dengan pakaian biasanya. Pasalnya dia harus melakukan dinas harian yang itu mencuci baju milik tetangg. Sean mengerutkan alisnya."Nak Sean.""Aunty! Em, aku datang ke sini untuk minta maaf. Mungkin aku banyak salah pada Aunty dan juga Naura.""Aku sudah katakan pada Daddy agar tidak ikut campur dalam urusanku."Tapi bu Ningrum justru mengelaknya. "Untuk apa?" Walau suara itu terdengar lirih tetapi sepertinya dia menyayangkan apa yang telah Sean lakukan."Untuk apa kamu bicara dengan Daddy-nya? Kami sudah cukup tenang sekarang.""Tapi A
"Ma_maaf, aku ..." Naura terlihat salah tingkah setelah dia sadar apa yang baru saja dia lakukan. Sean membelai pipi yang masih tertutup cadar dengan begitu lembut. "Kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku?" "Aku ..., aku takut kamu menertawakan aku, Se. Aku takut kehilangan untuk yang kedua kalinya. Aku nggak mau itu terjadi." Sean kembali memeluk Naura dengan sangat erat seolah enggan untuk melepaskannya. Walau nyawa yang menjadi taruhan, dia tak perduli asal gadis ini tetap bersamanya. "Tidak akan ada yang pernah meninggalkanmu! Percaya padaku. Aku sangat mencintaimu, Naura." "Kita pulang sekarang?" Lagi -lagi Naura mengangguk. Perjalanan mereka lanjutkan kembali sampai di rumah Naura, Sean hanya mengantarkan sampai di depan rumahnya saja. "Masuklah." Gadis itu turun dari mobil dan berjalan menjauh, sesekali di
"Tidak tau, Tuan. Saya tidak tau! Sejak kapan bunga itu ada di sini?" Sean hanya mencebikan bibirnya. Mau diapakan bunga itu. Dibuang, Sean takut kalau itu pemberian Naura. Tapi jika disimpan mungkin bunga itu dari orang lain, itu artinya Sean menyimpan pemberian orang lain."Kau bawa saja bunga itu." Sambil mengangguk Bertha membawanya keluar. "Aduh!""Bertha!"Tangan wanita itu mengeluarkan sedikit darah kala mawar itu ternyata masih berduri."Tidak apa-apa, Tuan. Aku baik-baik saja. Permisi." Sambil meringis Bertha pergi dari hadapan Sean.Sang mafia kini fokus dengan pekerjaan dia kantornya. Lama-lama dia merasa bosan bergelut dengan banyak kertas di depannya. Sean mengambil ponsel dan menghubungi kekasihnya.Dirinya yang tengah menyimak pelajaran kuliah tak menghiraukan panggilan itu saat ponselnya berdering.Kring!Kring!Dosen memicingkan mata padanya. "Eh, iya. Maaf, Pak." Naura justr
Sean tertawa. Baru kali ini Naura mendengar tawanya yang lepas. Seperti hilang semua beban yang membuatnya ikutan tersenyum dibalik cadar yang dikenakan."Aku hanya bercanda! Kau jangan masukan ke hati pertanyaanku itu.""Kenapa kau sampai tersedak? Astaga!"Mungkin bagi Sean itu hanya sebuah candaan karena sudah bisa dipastikan kalau Sean tidak membiarkan istri turun tangan ke dapur."Kamu sudah selesai makan? Kita kembali ke toko sekarang. Aku nggak sama bu Lisna.""Ya sudah, ayok." Sean memanggil pelayan untuk minta bill-nya."Ini, Tuan." Usai melihat minimal total makanan itu, Sean meletakkan kertas bill di atas meja yang membuat Naura membulatkan matanya. Harga makanan tersebut cukup untuk dia dan ibunya makan selama satu minggu."Ya Allah, mahal sekali harga makanan itu." Dia melamun sampai tak sadar kalau Sean kini memanggilnya."Baby!""Baby, are you ok?""Hem?" Naura mendong
"Naura nggak mau ke Dokter. Ibu sudah bilang tadi, tapi dia menolak.""Kenapa bisa seperti itu?" Naura berfikir kalau sakitnya hanya sakit biasa untuk apa menghabiskan uang untuk ke dokter. Uang itu bisa dia gunakan untuk keperluan lainnya."Entahlah, Ibu juga nggak tau. Ya, kita berdoa saja semoga Naura cepat sembuh." Tak jadi bertemu dengan teman baiknya, Natasya hanya mengobrol dengan ibunya. Sedang Lucas masih setia menunggunya di dalam mobil. Cukup lama wanita itu di rumah itu, Natasya memutuskan untuk pulang sekarang."Kalau begitu aku pulang dulu, Bu. Sampaikan salamku untuk Naura." Bu Ningrum mengantarkan Natasya sampai di depan rumah, dia melihat Lucas di mobil tapi pria itu tidak menyapanya sama sekali.Padahal Lucas sempat melihat bu Ningrum tapi dia hanya membenarkan posisi duduknya bersiap menyambut kedatangan istrinya."Kau kenapa?" tanya Natasya di dalam mobil. Wajah Lucas terlihat sebal sepulang dari sana. Lucas hanya meng
Tuan Gultaf mengambil ponsel milik Sean yang tersimpan di saku celananya. "Bawa dia masuk ke dalam. Helena, kau bersiaplah." Dua memerintah kedua anak buahnya untuk mengangkat Sean yang sudah tidak berdaya membawanya ke dalam kamar.Sementara Helena masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti baju yang dia kenakan menjadi baju tidur berbahan satin tipis berwarna hitam.Tuan George bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh tuan Gultaf dengan ponsel milik putranya yang kini sedang dimainkan olehnya sambil menjauh."Apa yang sedang anda lakukan dengan ponsel anakku?" Dia memberanikan diri untuk bertanya.Tuan Gultaf justru menyerkitkan bibirnya. "Menyuruh Nyonya Alexander untuk datang kemari.""Apa?""Kenapa? Kau keberatan?""Tapi itu tidak ada dalam kesepakatan kita."Semula memang tuan George ingin memisahkan Sean dari Naura tapi entah mengapa sekarang hatinya berkata lain. Dia seperti tidak rela jika tuan Gultaf menyakiti Naura.Namun semua itu sia-sia, Naura bergegas kemari setelah t
"Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l
"Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A
Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya
"Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar
"Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.
"Uncle, kau di sini?" Lucas terlihat gelagapan memandang wajah tuan besar George yang terlihat tak bersahabat. Sepertinya dia tau kalau hari ini putranya menikah padahal Sean sengaja tidak memberitahukannya."Dimana Sean?" Lucas hanya diam. Dia menoleh sesaat pada Natasya yang juga bingung harus berbuat apa. Terpaksa tuan George mengulang pertanyaannya kembali sambil menunjuk ke wajah Lucas."Aku bilang dimana Sean? Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia dariku. Aku tau sekarang dia ada dimana." Pria tua itu bergegas untuk pergi, Lucas dan Natasya berusaha mencegah, berusaha bicara baik-baik dengannya tapi tuan George sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu.Mereka hanya takut kalau tuan besar George berbuat semena-mena di sana dan mengganggu kebahagiaan pengantin baru."Eh, Uncle. Tunggu! Kau mau kemana?""Uncle dengarkan aku dulu!""Kalian dan Sean sama saja! Aku benci pada kalian. Aku yakin kalian pasti tau dimana Sean.
"Sssttt! Hei, kenapa kau berteriak?" Sean menyunggingkan senyumnya. Wajah Naura tampak memucat saat Sean mendekatkan wajahnya untuk mencium. Dia begitu grogi dihadapkan dengan seorang laki-laki dalam satu kamar.Secepat mungkin dia mencari alasan untuk menutupi kegugupannya itu. "Aku tadi ..., aku anu ..., em aku ..., aku mau ke toilet dulu. Iya, ke toilet dulu." Tanpa permisi wanita itu beranjak dari hadapan Sean dan masuk ke dalam kamar mandi. Sean tertawa sambil menggeleng karena tau kalau istrinya itu sedang salah tingkah.Dengan nafas yang memburu Naura berdiri di depan cermin sambil melihat pantulan dirinya sendiri. Menahan senyumnya saat merasakan sentuhan jari kokoh di lengan tangannya."Ya Allah, bagimana ini. Apa aku harus ..." Padahal dia tau kalau itu kewajiban istri terhadap suaminya. Naura merapikan dirinya sebelum keluar menemui suaminya."Hufh! Bismillah, aku pasti bisa!"Dengan malu-malu dia keluar kamar mandi, tapi yang
"Saya terima nikah dan kawinnya, Naura binti Bapak Danu Atmaja dengan mas kawin tersebut dibayar. Tunai." "Bagaimana saksi. Sah?" Hanya sekali tarikan nafas Sean berhasil mengucapkan ijab qobul dengan suara lantang terdengar sampai ke dalam kamar. Naura menghela nafas lega dengan mata yang berkaca-kaca. "Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah engkau mudahkan semua urusan kita. Semua yang terjadi atas kehendak mu, ya Allah." Selalu saja wanita itu melibatkan Tuhannya dalam segala urusan dia. Perias masuk dan meminta Naura untuk keluar, dia mengikuti di belakang sambil membawakan buntut gaun yang menjuntai. "Shit!" ucap Sean sambil menyerkitkan bibirnya melihat istrinya datang bak bidadari yang turun dari syurga. Gaun putih dengan cadar transparan berwarna senada membuat dia terlihat begitu cantik sampai membuat Sean mengeluarkan keringat dingin. Wanita itu duduk di samping sang ma