Share

Chapter 2.

"Sial! Apa itu bujang lapuk. Kalau semuanya sudah bisa aku dapatkan, untuk apa aku menikah!"

"Wanita hanya bisa membuatku pusing. Lebih baik aku beli setelah itu aku bisa membuangnya!"

Tapi perasaannya tak bisa dibohongi, semakin di mengelak semakin yakin kalau Sean memang jatuh cinta pada Naura.

Dia memikirkan sesuatu. "Aku harus mencari sesuatu."

Pria gagah itu mengendap-endap masuk ke dalam kamar Natasya dan mencari petunjuk yang mengarah pada gadis itu.

Sean membuka lemari bufet dan menemukan sebuah foto terselip di tengah lembaran buku tebal perlahan dia mengambilnya.

Ditatap lah wajah cantik yang hanya terlihat matanya saja. Manik mata coklat dengan bulu mata lentik membuat dia tanpa sadar tersenyum pada foto itu.

Suara bising Natasya yang semakin mendekat membuat dia segera menyimpan foto tersebut di balik saku jasnya.

Guprak!

"Na_Natasya!"

"Kakak, sedang apa kau di sini?"

Sean segera mencari alasan. "Em, aku ..., aku mencari changer hand phone apa kau melihatnya, Tasya?"

"Changer Hand phone? Tidak, aku tidak tau, Kak. Memangnya kau taruh di mana?"

"Kalau aku tau, aku tidak mungkin menanyakannya padamu. Permisi." balas Sean berlalu pergi.

Natasya hanya mengangkat bahunya karena dirasa sepupunya itu sangat aneh.

Di dalam kamar Sean kembali memandangi foto tersebut mendadak dia mempunyai gagasan untuk mencari tau lebih lanjut siapa si gadis bercadar itu.

Dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang di seberang sana. "Halo, cari informasi seseorang, fotonya aku kirim sekarang juga!"

"Baik, Tuan," balas orang tersebut.

Hanya dengan sekali klik foto tersebut berpindah ke layar ponsel yang membuat orang tersebut menyeringai.

* * *

"Naura, Naura, tunggu!" Adnan berlari menghampiri dan berusaha meraih tangan Naura, tapi dia menepisnya.

"Apalagi sih? Kalau nggak niat ketemuan harusnya jangan ngajak-ngajak! Kamu tau kalau aku paling benci dengan yang namanya menunggu!"

"Iya, aku minta maaf. Aku nggak datang karena satu alasan!"

"Alasan? Alasan apa? Kamu pasti sengaja ngerjain aku kan?" Naura seketika membalikkan badan menghadap ke Adnan.

"Eh, mana ada. Aku benar-benar ada alasan. Aku harus mengantar Ibu ke rumah sakit." Adnan menunduk lesu.

"Apa? Jadi ibumu sakit? Adnan mengangguk.

"Ya Allah, kenapa kamu nggak memberitahuku! Harusnya kamu bisa telepon dan bilang alasan kamu ini!"

Lagi-lagi pemuda itu minta maaf, "Iya, aku minta maaf. Aku sudah membuat kamu kecewa, tapi aku janji. Lain kali tidak akan terjadi lagi seperti ini," ucapnya sambil mengangkat jari kelingkingnya.

"Adnan, aku itu bukan orang lain! Kita sudah bertunangan dan sebentar lagi menikah. Aku mau kita terbuka satu sama lain."

"Iya, Sayang. Aku tau itu. Oleh karena itu aku datang kemari untuk menjelaskan semuanya padamu."

"Kalau begitu antar aku untuk menemui ibumu di rumah sakit."

"Kamu yakin?" Pasalnya beberapa kali Adnan mengajak Naura untuk bertemu dengan orang tuanya, Naura selalu menolak dengan alasan malu bertemu calon mertua. Tapi sekarang gadis itu justru yang mengajaknya.

"Loh, kenapa tidak! Ibu kamu sudah seperti ibuku sendiri, jadi apa salahnya jika aku menemuinya?"

Tentu dengan senang hati Adnan menuruti apa yang Naura katakan. Belum sampai masuk ke rumah, Naura pergi kembali dengan Adnan ke rumah sakit. Dan benar saja, seorang wanita tua tergeletak di atas berankar sambil memejamkan matanya.

Rasanya tak tega melihat bu Mima terbaring dengan beberapa selang menempel di bagian tubuhnya.

Perlahan Naura dan Adnan menghampirinya, memelankan langkanya agar tidak menimbulkan suara yang bisa didengar olehnya.

"Kasihan Ibu kamu, Adnan. Dia pasti lelah sekali."

Adnan menghela nafas kasar. ''Itulah, Nau. Aku ingin punya pekerjaan yang tetap agar bisa menggantikan posisi Ibu dalam bekerja. Aku nggak tega melihat dia banting tulang untuk membiayai kuliahku. Aku merasa cuma bisa jadi beban ibuku aja. Nau, apa kamu punya pandangan kerja untuk'ku?"

Naura berfikir sesaat dan menggeleng. "Aku nggak tau, Adnan. Tapi kamu jangan putus asa. Aku yakin kita pasti bisa lalui semua ini.

"Kamu benar, Nau. Aku pun nggak akan berhenti untuk cari kerja buat masa depan kita. Makasih udah mau menerima aku apa adanya." Pandangan mata Adnan begitu sendu pada wanita yang kini berdiri di sampingnya.

Mendengar mereka bicara bu Mima membuka matanya. Dia tersenyum melihat calon menantunya kini ada di hadapannya. "Naura, kamu ada di sini, Nak?"

"Ibu, maaf kami menggangu istirahatmu." Diraih lah tangan yang mulai keriput itu dan dicium lah oleh Naura sebagai rasa hormat terhadap calon mertuanya.

"Ibu senang melihat kalian seperti ini. Semoga hubungan kalian awet sampai menikah nanti. Sampai menjadi Kakek dan Nenek. Sampai maut yang memisahkan kalian."

"Aamiin, tapi Ibu harus sembuh. Ibu harus melihat kita menikah." Bu Mima tersenyum dan mengangguk.

Sekitar satu jam berada di rumah sakit kini saatnya Naura pulang karena dirasa sudah terlalu lama pergi. Dia khawatir dengan kedua orang tuanya yang kemungkinan cemas memikirkannya.

"Em, Ibu. Aku antar Naura pulang dulu. Habis itu aku ke sini lagi untuk temani Ibu."

"Iya, Nak. Kalian hati-hati. Sampaikan salam Ibu untuk kedua orang tuanya Naura."

"Aku permisi, Bu." Naura kembali menyalami tangan keriput itu sebelum pergi.

Mengendarai motor bututnya Adnan mengantar Naura pulang. Walau sudah bertunangan tapi Naura selalu menjaga jarak di antara tubuh mereka agar tak bersentuhan. Tiba-tiba saja sebuah motor sport berjalan begitu kencang dari arah belakang dan membunyikan klakson tepat di samping motor Adnan yang membuat mereka kaget.

Bib!

"Astagfirullah hal adzim! Woi, kalau jalan hati-hati!" teriak Naura.

"Kamu kenal dia?"

"Nggak lah, mana mungkin aku kenal orang seperti itu!"

Perjalanan mereka lanjutkan kembali sampai di rumah, tampak dua orang laki-laki bertubuh besar berdiri menghadap ke pintu.

"Siapa mereka?" tanya Adnan penasaran.

"Aku juga nggak tau."

Karena penasaran Adnan dan Naura turun dari motor dan menghampiri dua orang tersebut.

"Maaf, siapa kalian?"

Begitu mereka membalikkan badan, Naura dan Adnan mengerutkan alisnya karena bukan orang asing melainkan ...

"Untuk apa kamu datang kemari?"

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status