Share

Chapter 4.

Bertepatan Naura menutup teleponnya, dari arah seberang Sean mengangkat. "Nggak, rasanya kurang sopan jika aku bicara dengan Natasya lewat telepon. Lebih baik aku bicara langsung dengannya."

Bunyi tut tut yang menandakan panggilan itu terputus membuat Sean mengerutkan alisnya. Hampir saja dia mendengar suara jernih dari si gadis bercadar tapi ternyata panggilan itu telah berakhir.

Naura bergegas ke kampus dan menemui Natasya yang kini tengah makan di kantin, gadis berambut pirang itu dengan lahapnya makan sambil mengangkat satu kakinya ke kursi.

"Hem, Nau. kau baru datang?" Naura mengangguk lesu.

"Kau kenapa? Sepertinya ada yang sedang kau pikirkan?"

"Sya. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Mau ngomong apa? Ngomong aja." Tapi Naura ragu untuk bicara, dia justru terdiam walau Naura sendiri yakin kalau Natasya pasti bisa membantunya.

"Hei kenapa kau diam! Apa yang mau kamu katakan?"

"Aku ..., em aku ..."

"Iya, aku?" Ucapan Naura yang tak kunjung usai membuat Natasya semakin penasaran. Bahkan dia sampai menghentikan makannya sejenak hanya untuk mendengarkan temannya ini bicara.

"SAYANG!"

Panggilan suara yang tidak asing membuat kedua wanita itu spontan menoleh pada Adnan yang kini berlari menghampiri mereka. Wajahnya terlihat bahagia dengan berita yang dia bawa.

"Adnan, kamu kenapa? Sepertinya kamu senang sekali hari ini?"

"Sayang, kamu tau nggak?" Naura menggeleng.

"Aku diterima kerja." Naura membelalakkan matanya bahagia. Dia merasa kalau Allah telah mengabulkan doanya.

"Serius? Kerja dimana?"

Tapi Adnan menunduk sebelum menjawab pertanyaan kekasihnya. "Kerja di ..., di hotel sebagai cleaning service." Ada rasa khawatir pada diri Adnan kalau Naura bakal keberatan mendengar kata hotel, tapi kenyataannya tidak seperti apa yang dia pikirkan.

"Alhamdulillah, Nan. Apapun pekerjaannya yang penting itu halal, mau di mana pun. Di pasar, di hotel sekalipun yang penting jaga hati kamu hanya untuk'ku."

"Jadi kamu nggak keberatan? Kalau soal itu kamu tidak usah khawatir!" Semangat Adnan mulai bangkit kembali.

"Kenapa harus keberatan? Kalau tujuan kamu hanya untuk bekerja, bukan?" Adnan mengangguk senang.

"Aku bahagia, Sayang. Akhirnya Allah mengabulkan doa kita. Aku janji akan menjadi calon suami yang baik untuk kamu. Mulai sekarang aku akan menyuruh ibu untuk berhenti bekerja." Naura mengangguk bangga.

Di banding dengan Natasya yang memutar bola matanya malas mendengar ucapan mereka yang terlihat basi.

"Kenapa kamu?" Naura memicingkan matanya.

"Hufh! Pusing aku lihat kalian seperti ini."

"Hem, jadi kamu cemburu? Makanya punya cowok dong! Atau nggak kamu terima aja tuh cintanya si Tarjo." Sontak Natasya mengerutkan bibirnya, membayangkan sosok pemuda culun yang memakai celana bertali dan kaca mata tebal dengan giginya yang sedikit mencuat.

Tarjo yang selama ini terlihat suka pada Natasya tapi malu untuk mengatakannya lantaran fisik mereka jauh berbeda. Hanya dari tatapan matanya saja kalau cowok culun itu menunjukan rasa sukanya.

"Astaga, Nau. Kau menjodohkanku dengan si Tarjo? Memangnya seburuk apa aku ini." Ucapan Natasya spontan membuat Naura dan Adnan tertawa lepas.

"Puas kalian? Puas bikin aku kesal? Menyebalkan!"

"Udah, ah. Aku pergi dulu. Kalian cuma menganggap aku kambing congek di sini!"

"Loh, mau kemana kamu?"

"Ke perpus," jawabnya sambil berjalan.

* * *

"Bertha, kau ikut denganku."

"Siap, Tuan."

Wanita bertubuh tambun itu mengikuti di belakang Sean sambil membawa beberapa berkas untuk bertemu dengan partner bisnisnya.

"Tuan."

"Hem," jawabnya singkat.

"Tuan Erdo sudah datang." Bertha menunjuk pada laki-laki bertubuh Gemoy yang memakai jas berwarna coklat. Tuan Erdo berjalan sambil menghisap cerutu bersama beberapa anak buahnya.

"Selamat datang, Tuan Erdo." Sean mengulurkan tangannya.

"Apa kabar, Tuan Sean? Senang bertemu dengan anda lagi di sini." Tuan Erdo membalas uluran tangan tersebut.

Kedua pengusaha itu lalu duduk berhadapan di meja VIP di dampingi oleh bawahannya masing-masing.

Dua pria memakai jas hitam lengkap dengan kaca mata hitamnya berdiri dengan gagahnya di belakang tuan Erdo.

"Jadi apa tujuan Anda mengundang saya?"

"Jadi begini, Tuan Sean Alexander yang terhormat. Saya akan mengajak Anda untuk bekerja sama. Saya yakin kalau Anda pasti senang bekerja sama dengan saya." Begitu percaya dirinya tuan Erdo.

"Bekerja sama?" Sean memicingkan matanya.

"Iya, bekerja sama. Jadi begini, aku mempunyai bisnis jual beli dan pembuatan senjata api, bisnis ini hasil legal dan masih kami sembunyikan. Kami butuh dukungan dari pengusaha lain seperti Anda, apa Anda mau kerja sama dengan kami?" Sean menyunggingkan senyum malasnya.

Karena dia bukan pengusaha dari bidang persenjata apian, melihat kegagahan dari pemuda ini tuan Erdo mengira kalau Sean bekerja dalam segala bidang, termasuk dalam bidang yang sedang dia geluti saat ini.

"Jadi bagaimana, Tuan Sean. Apa anda setuju untuk bergabung dengan kami?" Terang saja Sean menolaknya.

"Maaf, tapi saya tidak bisa." Tuan Erdo seketika menegakkan badannya. Penolakan itu serasa merendahkan harga dirinya.

Karena selama ini apa yang dia inginkan harus bisa dia dapatkan. Tuan Erdo lupa dengan siapa kali ini dia bicara.

"Jangan sok suci Anda! Kami tau Anda mempunyai bisnis produksi minuman keras bukan? Apa bisnis Anda itu sudah resmi? Saya yakin bisnis itu masih legal!" Tatapan tuan Erdo menunjukan kekecewaan yang besar terhadap Sean.

Sebisa mungkin dia menjatuhkan agar Sean luluh, dan memilih bergabung dengannya tapi tak semudah itu. Melihat lawannya yang mulai kesal, Sean dengan santainya duduk sambil menuang whiskey ke dalam gelas lalu meminumnya.

"Bisnis saya tentu sudah resmi dan mendapat sertifikat, jadi Anda tidak perlu menghawatirkan tentang perusahaan saya."

"Sombong sekali Anda ini! Anda pikir saya tidak tau sepak terjang Anda dalam berbisnis? Mau saya buka aib Anda di sini, hah? Ikuti perintahku atau ku habisi Anda sekarang juga!"

Krek!

Kedua pria memakai jas hitam seketika menopang senjata apinya dan mengarahkan pistol tersebut pada Sean, tapi tak membuat dia gentar sama sekali. Sepertinya Sean sudah hafal dengan manipulasi pengusaha culas seperti tuan Erdo ini.

"Jadi Anda mau menghabisiku? Jangan bodoh! Aku mati kalian pun harus mati. Kalian bisa lihat di luar sana!"

BERSAMBUNG.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status