Share

Chapter 5.

Sean menunjuk ke luar yang ternyata membuat tuan Erdo kesulitan menelan salivanya sendiri.

Sebuah mobil jeep berhenti di area parkiran, Jhoni datang dengan beberapa temannya dan berjaga di depan cafe, bersiap dengan kemungkinan buruk yang terjadi pada bosnya.

Anak buah andalan itu memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Jhoni tau tugasnya tanpa harus diperintah Sean terlebih dahulu.

"Sial!" Reaksi wajah tuan Erdo kalang kabut seketika, sedikit banyaknya dia merasa malu karena sempat menganggap Sean kecil.

"Kita pergi dari sini!" Pengusaha culas itu berdiri dari duduknya bersama anak buah yang siap mengikutinya. "Awas saja! Urusan kita belum selesai. Akan ku buat kau menyesal telah menolak kerja sama denganku!" Sean hanya menyerkitkan bibirnya.

Ancaman seperti itu sudah biasa baginya, bukan hanya dari tuan Erdo tapi dari pengusaha lainnya yang tak cocok dengannya.

Kini hanya tinggal dirinya dan Bertha yang berada di tempat itu. Mendadak Sean mempunyai keinginan untuk pergi ke suatu tempat yang sudah lama tidak dikunjungi olehnya, dari semenjak dia lulus kuliah dulu.

"Bertha, kau pulanglah dengan mereka. Jhoni kau ikut denganku!"

* * *

Sementara di kampus Natasya dan Naura terlihat keluar dari kelasnya, mereka berdua berhenti di tepi jalan raya, menunggu taksi yang akan mengantar Naura ke tempat tujuan.

"Nau, setelah ini kau langsung pulang?"

"Nggak, aku ada kegiatan lain sebelum pulang ke rumah. Kamu mau ikut?" Natasya menggeleng. Dia tau kegiatan apa yang Naura maksudkan.

Beberapa kali gadis pirang itu diajak Naura ke tempat latihan dan mencoba, tapi nyatanya bakat Natasya tidak seperti Naura yang begitu fokus dalam memanah.

"Nggak, aku nggak punya bakat sepertimu." Naura tersenyum.

"Aku salut denganmu, Nau. Kau begitu titis dalam memanah. Luar biasa." Natasya bertepuk tangan lirih sambil tertawa.

Namun tawa mereka redup ketika sebuah mobil datang dan berhenti tepat di hadapan mereka. Mengetahui siapa yang datang Natasya mengerutkan alisnya penasaran.

"Siapa dia, Sya? Apa kamu mengenalnya?" tanya Naura penasaran, tapi Natasya tidak menjawabnya sampai kaca mobil dibuka.

"Mau apa kau kemari?"

"Pulang denganku sekarang!"

Naura dibuat bingung dengan sikap Sean yang tiba-tiba menyuruh Natasya pulang dengannya, tapi dia tak mau ambil pusing karena dari awal dia tau bagaimana sikap pria itu.

Sudah tidak heran Naura dengan sikap Sean yang keras kepala.

"Astaga, ada apa kau ini, Kak. Kenapa kau memaksaku untuk pulang, aku bisa pulang sendiri!"

"Jangan membantah! Pulang denganku atau kau aku pulangkan ke New York!" Ancaman itu cukup menakutkan untuk Natasya. Mau tidak mau Natasya menuruti apa yang Sean katakan.

Gadis itu bersungut-sungut masuk ke dalam mobil kakak sepupunya.

Naura melirik sebelum Sean melajukan mobilnya tanpa di sengaja pria itu pun sedang memandangnya.

Mata mereka saling beradu pandang untuk beberapa detik. Merasa bukan muhrimnya Naura segera menunduk sambi berfikir masih ada orang sedingin itu, bahkan cara bicara dia tidak ada senyumnya sama sekali. Apa bisa dia ramah dengan orang lain?

"Hufh, sudahlah. Lebih baik aku berangkat sekarang." ucapnya sambil berlalu pergi, berjalan kaki sembari menunggu taksi lewat.

Sesampainya di tempat latihan Naura duduk sambil bersiap sebelum memulai. Tapi pikirannya membayangkan tatapan mata Sean yang terlihat berbeda, walau nada bicara dia masih terlihat ingin.

Dia bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan sepupu temannya itu, Naura sempat menduga-duga tetapi segera dia tepis dan berfikir kalau apa yang dia bayangkan itu tidak benar.

"Naura kamu sudah siap?" teriak pelatih dari tengah lapangan. Naura membulatkan dua jari jempol dan telunjuk yang menandakan kalau dia sudah siap.

"Hufh! Sudah. Fokus, fokus, Naura. Kamu harus fokus," pekiknya memberi semangat pada diri sendiri.

Dia bergegas ke tengah lapangan dan mengambil satu paket alat memanah. Bersiap membidik arah sasaran dan melesakkan anak panah.

"Dalam hitungan ke tiga kita mulai." Pelatih memberi instruksi.

"Satu, dua, tiga."

Jleb!

Tapi kali ini dia gagal, lesatan anak panah itu melenceng ke pinggir titik yang membuat pelatih menggeleng tak seperti biasanya.

"Maaf, Kak."

"Ok, kita ulangi sekali lagi. Satu, dua, tiga!"

Jleb!

Lesakkan untuk yang kedua kalinya pun Naura lakukan dan hasilnya sama, anak panah itu tidak menancap pada titik di tengah target.

"Kamu kenapa, Nau? Nggak seperti biasanya. Kamu ada masalah?"

"Nggak, Kak. Aku juga nggak tau. Padahal aku udah berusaha fokus tapi ..."

"Ya sudah, lebih baik kita istirahat dulu. Setelah ini kita mulai lagi." Naura mengangguk.

Dia menepi dan membuka tasnya untuk mengambil air minum di dalamnya. Baru sekali tegukan air itu melewati tenggorokannya, tiba-tiba ponselnya berdering.

Susah payah dia mengambil ponsel yang terselip di antara tumpukan buku-buku tugas kampusnya dan berhasil dia dapatkan. Naura memicingkan matanya saat melihat nama yang tertera di atas layar ponselnya.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status