"Selamat pagi, Nona Naura."
"Pagi, kamu ..., kamu teman kakaknya Natasya kan?" Jhoni tersenyum."Lebih tepatnya saya anak buah Tuan Sean, Nona.""Tuan Sean? Jadi kamu memanggil dia Tuan Sean?""Iya, Nona. Saya ditugaskan Tuan untuk menjemput Nona di sini dan memastikan Nona selamat sampai kampus.""Tapi aku bisa berangkat sendiri.""Please, Nona. Jangan membuat Tuan Sean marah padaku."Naura berfikir sesaat. Tak ingin anak buahnya itu mendapat hukuman, Naura akhirnya mau berangkat dengan Jhoni. Jhoni membukakan pintu mobil selayaknya majikan sendiri.Di dalam mobil mereka hanya diam sembari Naura mencari pokok pembahasan di antara mereka berdua."Oh iya, saya mau tanya sama kamu. Kenapa Tuan kamu itu begitu dingin?" Jhoni tersenyum sebelum menjawab."Sudah karakter Tuan Sean, Nona. Tapi Tuan Sean orang yang baik.""Orang baik?" Naura berfikir baik dari mana dia lupa kalau kemaren baruRupanya wanita itu yang sudah Sean sediakan untuk menemaninya berlayar seperti setiap yang sudah-sudah dia lakukan. Sean menyuruh anak buahnya untuk menyediakan wanita seksi."Sial! Hari ini aku tidak berselera," ucapnya sambil mendorong wanita yang sudah melorot tali bra-nya. Wanita itu terjengkang sambil membenarkan atasan busananya yang sempat terbuka.Merasa tidak dibutuhkan, wanita itu pergi dari hadapan Sean.Dia lebih memilih untuk sendiri dan menemui Bertha guna membahas soal pekerjaan.Sampai tiba di suatu pulau Sean disambut oleh beberapa mobil yang terparkir di tepi pantai. Tampak seorang pria memakai setelan jas berwarna putih lengkap dengan topi pork pie dikawal oleh beberapa anak buahnya."Selamat datang, Tuan Sean Alexander. Senang bertemu dengan Anda di sini.""Selamat siang, Tuan Gultaf. Apa kabar?""Ya, seperti yang anda lihat kali ini." Walau sudah berusia setengah abad tapi pengusaha itu terlihat mas
"Terima kasih untuk makan malamnya, Tuan Gultaf.""Tidak perlu berterima kasih, Tuan. Kami senang, Tuan Sean bisa mampir ke sini."Dan ketika Sean hendak masuk ke dalam mobil, tak sengaja matanya memandang ke atas pada tingkat lantai utama rumah tuan Gultaf, Helena berdiri sambil memandang dengan senyum kecilnya. Tapi Sean tidak tertarik sama sekali dengan senyum itu, dia justru bergegas masuk dan menyusun Jhoni untuk segera pergi.Sempat terpikir di dalam perjalanan namun fokusnya dia kembalikan pada si gadis bercadar.* * * "Hufh! Aku bosan sekali. Kemana, Kak Sean. Kenapa dia pergi tanpa memberitahu aku."Klenting!Natasya yang sendirian di meja makan merasa kesepian tanpa ada yang menemani sarapan seperti hari-hari biasanya. Pisau kecil bekas iris roti dia banting kena piring hingga menimbulkan suara.Saat itu juga Hilda si pelayan melintas sembari membawa tumpukan baju kotor yang hendak di cuci."
"Aku baru saja bertemu dengannya di sana, dan lihat dia memberiku kartu nama." Natasya begitu bahagia."Kamu yakin dia orang baik?""Tentu saja aku yakin lah, secara aku lihat sendiri bagaimana dia, uuuhh, tampan sekali." Semakin tinggi khayalan Natasya terhadap pemuda yang baru saja dia kenal."Eh, sudah! Kita pulang sekarang!" "Tapi, Nau ...""Udah, ayok kita pulang." Bahkan Naura berjalan lebih dulu meninggalkan Natasya, gadis itu berlari mengejar Naura sambil meletakkan tali tas di pundaknya.Usai mengantar temannya sampai ke rumah Natasya pulang dan mengetahui mobil Sean yang sudah terparkir di depan rumah.Secepatnya dia turun untuk menemui kakak sepupunya. "Kakak," teriaknya.Sean hanya diam mendengar teriakan itu, walau diam tapi Tasya tau kalau sepupunya itu ada di kamarnya."Dari mana saja kau?" Sean masih saja diam."Hei, Kak. Aku bertanya kau dari mana saja?"Pria gagah ya
"Pagi, Kak.""Hem," jawab Sean singkat sambil mengoles selai kacang di rotinya. Dengan lincah Natasya menghampiri untuk sarapan bersama seperti biasanya.Sesekali Sean melirik penuh tanda tanya kenapa sepupunya ini terlihat berbeda. "Ada apa denganmu?""Hem?" Natasya menjawab sambil mengangkat alisnya."Aku lihat-lihat sepertinya kau sedang bahagia?""Ah, biasa aja." Tapi tak semudah itu Sean untuk percaya. Dia bukan tipe orang yang bisa dibohongi begitu saja."Aku berangkat dulu, kak. Bye." Natasya beranjak dari tempat duduknya bahkan setumpuk roti pun tidak dia habiskan. Tasya pergi dari hadapan Sean.Wanita itu bersenandung saat menyetir mobil menuju kampus. Sesampainya di sana satu orang yang menjadi tujuan utama dia cari, siapa lagi kalau bukan si gadis bercadar yang kini tengah duduk sambil membaca buku."Hai, Nau.""Kamu baru sampai?" Karena biasanya Natasya yang lebih dulu sampai di ka
"Aku tau apa yang menjadi kelemahan, Tuan Alexander. Dengan cara itu aku yakin dia akan setuju untuk kerja sama dengan kita." Tuan Erdo menyeringai setelah melihat Sean dan Naura bersama. Dia yang tak sengaja lewat dan mendapati mobil Sean yang berhenti di depan kampus merasa panasaran dan mengintai dari kejauhan. Melihat adegan saat Sean merengkuh pinggang Naura, tuan Erdo yakin kalau gadis itu yang menjadi kelemahannya."Kita atur siasat nanti dan aku yakin kita akan berhasil," tawanya dengan beberapa anak buah.* * *"Dari mana aja kau?" Wajah Sean terlihat tak bersahabat saat Natasya pulang ke rumah."Aku ..., aku dari kampus, kak."Brak!Tubuh mungil itu melonjak saat Sean tiba-tiba menggebrak meja dengan sangat keras. "Jangan bohong kau! Kau pikir aku percaya dengan alasanmu?"Degh!"Nggak, kak. Aku nggak bohong!"Tap!Natasya mendongakkan wajahnya saat tangan kokoh itu menceng
"Adnan, Ibu harus menghubungi Adnan." Wanita tua itu masuk ke dalam rumah dan mengambil ponsel milik Naura untuk menghubungi Adnan.Laki-laki yang tengah beberes seisi hotel meletakkan ponselnya di dalam tas sehingga beberapa kali bu Ningrum menelepon tidak juga Adnan angkat."Ya Allah angkat, Adnan. Angkat, Ibu mau bicara." Bu Ningrum semakin cemas."Adnan, tolong kamu buatkan pesanan untuk kamar nomer 026," ujar salah satu pelayan hotel sembari menyerahkan lembaran kertas tertuliskan pesanan menu untuk kamar tersebut."Oh iya, Mba. Baik!"Kedatangannya ke dapur membuat dia mendengar suara dering ponsel tersebut, penasaran dengan siapa yang meneleponnya, Adnan mengambil dari dalam tas.Perasaannya begitu bahagia setelah membaca nama yang tertera pada layar ponselnya tertuliskan nama "Naura Sayang.""Naura.""Halo, Sayang. Kamu menelepon aku?" Tapi justru suara bu Ningrum lah yang didengar."Nak, ini Ib
"Tuan Sean Alexander yang terhormat."Degh!Baru saja mendengar sapaan itu Sean sudah tau itu suara siapa, dia membenarkan posisi duduknya dan bersiap dengan apa yang akan tuan Erdo lakukan."Untuk apa kau meneleponku?""Aku punya kejutan yang bagus untuk anda." Panggilan suara kini berpindah ke panggilan vidio call. Darah Sean mendidih kala melihat si gadis bercadar dalam keadaan terikat. Gadis itu terus meronta seolah meminta tolong dengan suaranya yang tercekat."You fuck shit! Untuk apa kau melibatkan dia dalam urusan kita?""Ouuuhhhh, jadi wanita ini kekasih anda? Ini benar-benar luar biasa!" goda tuan Erdo."Jangan berani kau sentuh dia, atau ...!""Atau apa? Aku bisa saja melepaskan wanita ini, tapi dengan satu syarat!""Syarat?" Sean memicingkan matanya."Kau harus menandatangani surat kerja sama kita dalam bisnis yang kemaren saya tawarkan."Degh!"Shit!"Sun
"Nau, Nau tolong maafkan aku! Aku nggak bisa terus seperti ini." Sesekali Adnan berusaha meraih tangan Naura tapi selalu dia tepis sambil bersungut-sungut masuk ke dalam kamar.Sama sekali Naura tak mau dengar alasan apapun yang keluar dari mulut Adnan.Brak!Dia menutup pintu dengan sedikit keras sebagai bentuk protesnya, Naura membelakangi pintu sambil menghela nafas panjang. Tubuhnya serasa kotor terkena sentuhan dari beberapa orang saat mereka memaksanya untuk ikut.Naura membersihkan diri di kamar mandi, membasuh dari ujung rambut sampai telapak kaki dia gosok dengan sangat bersih.Matanya berkaca-kaca, kenapa dia harus dihadapkan dengan kondisi saat ini.Tok! Tok!"Nau," panggil bu Ningrum karena merasa putrinya sudah lama berada di kamar mandi."Iya, Bu."Panggilan itu menandakan dia harus menyudahi mandinya. Beberapa menu makan sudah tersaji di atas meja sengaja bu Ningrum masakan untuk putrinya